بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Mandi (1)
Segala
puji bagi Allah Rabbul ‘aalamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:
Mandi
dalam bahasa Arab disebut Al Ghusl, yang artinya meratakan air ke seluruh
badan. Hukumnya masyru’ (disyariatkan) sebagaimana firman Allah Ta’ala:
bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4
“Dan
jika kamu junub, maka mandilah,” (Al Maa’idah: 6)
Ada beberapa
pembahasan seputar mandi, sebagaimana yang kami sebutkan di bawah ini:
I.
Yang mengharuskan
mandi
Hal-hal yang mengharuskan mandi adalah:
a.
Keluar mani ketika sadar atau ketika
tidur. Namun ketika sadar, disyaratkan keluarnya dengan syahwat. Hal ini berdasarkan
hadits Ummu Salamah, bahwa Ummu Sulaim berkata:
يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ الْحَقِّ ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ
مِنْ غُسْلٍ إِذَا احْتَلَمَتْ ؟ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم :« إِذَا
رَأَتِ الْمَاءَ » .
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak
merasa malu menerangkan kebenaran, maka apakah wanita harus mandi ketika
mimpi?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Apabila dia melihat air (mani).”
(HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)
Adapun dalil disyaratkan ketika sadar
keluarnya dengan syahwat adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا حَذَفْتَ فَاغْتَسِلْ
مِنْ الْجَنَابَةِ وَإِذَا لَمْ تَكُنْ حَاذِفًا فَلَا تَغْتَسِلْ
“Apabila engkau keluarkan mani dengan
tekanan, maka mandilah karena janabat. Namun jika tidak dengan tekanan, maka
jangan mandi.” (Isnadnya hasan shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, lihat Al Irwa’
1/162)
Faedah:
Barang siapa bermimpi, namun ia tidak
menemukan basah pada kemaluannya, maka ia tidak perlu mandi, namun barang siapa
yang menemukan basah pada kemaluannya, tetapi ia tidak ingat bermimpi, maka ia
harus mandi. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yang
menemukan basah pada kemaluannya namun ia tidak ingat bermimpi, maka Beliau
bersabda, “(Hendaknya) ia mandi.” Demikian pula Beliau ditanya tentang seorang
yang merasa dirinya bermimpi, tetapi tidak menemukan basah pada kemaluannya,
Beliau bersabda, “Ia tidak perlu mandi.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Shahih
Abu Dawud 216).
b.
Berjima’ meskipun tidak keluar mani.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ
الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila
seseorang duduk di antara cabangnya yang empat (kedua tangan dan kedua kaki),
khitan pun bersentuhan dengan khitan, maka wajib mandi.” (HR. Muslim)
c.
Orang kafir masuk Islam. Dari Qais
bin ‘Ashim, bahwa ia masuk Islam, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
menyuruhnya mandi dengan air yang bercampur daun bidara. (Shahih, HR. Nasa’i,
Tirmidzi dan Abu Dawud, lihat Al Irwa’ 128)
d.
Selesai haidh dan nifas. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Fathimah
binti Abi Hubaisy:
فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ
وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْتَسِلِي وَصَلِّي
“Apabila
datang haidh, maka tinggalkanlah shalat, dan apabila telah hilang haidh, maka
mandi dan shalatlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun nifas, maka
sama seperti haidh berdasarkan ijma’.
II.
Rukunnya
Rukun mandi ada dua:
a.
Niat di hati (tanpa diucapkan),
berdasarkan hadits, “Innamal a’maalu bin niyyaat.” (artinya: Amal itu
tergantung niat).
b.
Meratakan air ke seluruh badan. Dengan
demikian, seseorang telah dikatakan mandi ketika telah berniat untuk mandi
junub dan meratakan air ke seluruh badan. Hal ini berdasarkan hadits riwayat
Bukhari di bab Ash Sha’iiduth Thayyib wadhuu’ul muslim yang menyebutkan
bahwa ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat sedang
bersafar dan mereka kesiangan, akhirnya mereka shalat Subuh ketika matahari
telah naik. Selesai shalat, ada seorang yang mengasingkan diri dan tidak ikut
shalat bersama Beliau, lalu Beliau bertanya, “Apa yang menghalangimu wahai
fulan untuk shalat bersama orang-orang?” Ia menjawab, “Aku tertimpa janabat dan
tidak ada air.” Maka Beliau menyuruhnya bertayammum. Setelah ada air, Beliau
memberikan air kepada orang yang junub tersebut dan bersabda:
اذْهَبْ
فَأَفْرِغْهُ عَلَيْكَ
“Pergilah dan tuangkanlah air itu kepada
dirimu.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
tidak menyuruhnya untuk melakukan ini dan itu ketika ia mandi. Hal ini
menunjukkan, bahwa dengan seseorang meratakan air ke seluruh badannya, maka
berarti ia telah mandi. Namun demikian, disukai mandinya seperti yang diajarkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana akan diterangkan setelah
ini, insya Allah.
III.
Sifat (cara) yang
dianjurkan
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r
إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ
يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ,
ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ
حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ,
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mandi junub, Beliau memulai
dengan mencuci kedua tangannya, lalu menuangkan air dengan tangan kanannya ke
atas tangan tangan kirinya, kemudian membasuh kemaluannya, lalu berwudhu’,
kemudian mengambil air dan memasukkan jari-jarinya ke pangkal rambutnya
kemudian menuangkan air ke atas kepalanya tiga kali tuangan, lalu meratakan air
ke seluruh badan kemudian membasuh kedua kakinya.” (Muttafaq ‘alaih, lafaz ini
adalah lafaz Muslim) Dalam sebuah riwayat milik keduanya (Bukhari dan Muslim)
disebutkan:
ثُمَّ يُخَلِّلُ
بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ
عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
“Kemudian Beliau menyela-nyela rambutnya
dengan tangannya, sehingga ketika Beliau telah merasa membasahi
kulit(kepala)nya, maka Beliau menuangkan air ke atasnya tiga kali, lalu Beliau
membasuh ke seluruh badannya.”
Dalam riwayat milik keduanya pula dari
hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ دَعَا بِشَىْءٍ
نَحْوَ الْحِلاَبِ فَأَخَذَ بِكَفِّهِ بَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ الأَيْمَنِ ثُمَّ
الأَيْسَرِ ثُمَّ أَخَذَ بِكَفَّيْهِ فَقَالَ بِهِمَا عَلَى رَأْسِهِ .
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
mandi karena janabat, meminta dibawakan sesuatu yang mirip bejana (berisi air),
lalu memasukkan telapak tangannya dan memulai (menyela-nyela) bagian kepala
yang kanan, lalu yang kiri, kemudian mengambil air dengan kedua telapak
tangannya dan menuangkannya ke kepalanya.”
Dari Maimunah radhiyallahu 'anha ia berkata, “Aku pernah
menyiapkan air untuk mandi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku
menuangkan ke kedua tangannya dan Beliau mencuci keduanya dua kali-dua kali
atau tiga kali. Selanjuntnya, Beliau menuangkan air ke tangan kirinya dan
membasuh kemaluannya, kemudian menggosok tangannya ke tanah, lalu
berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, kemudian membasuh muka dan kedua
tangannya, lalu membasuh kepalanya tiga kali. Selanjutnya Beliau menuangkan air
ke seluruh badannya, lalu bergeser dari tempatnya dan mencuci kedua kakinya.”
Maimunah berkata, “Lalu aku membawakan sebuah kain kepadanya, namun Beliau
tidak menginginkannya, dan Beliau mengeringkan air dengan tangannya.” (HR.
Jamaah)
Kesimpulan cara mandi yang dianjurkan
berdasarkan hadits di atas dan hadits-hadits lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Berniat di hati.
2.
Membaca Bismillah.
3.
Mencuci kedua telapak tangannya tiga
kali. Lihat hadits di atas.
4.
Mencuci farji(kemaluan)nya dengan
tangan kirinya dan menghilangkan kotoran yang menempelnya. Hal ini berdasarkan
hadits Aisyah dan Maimunah.
5.
Membersihkan tangan kirinya ke
lantai, menggosok-gosoknya dan mencucinya (HR. Bukhari di Al Fat-h 1/368 no.
257 dan 259, dan Muslim 1/254 no. 317), atau menggosoknya ke dinding dan
mencucinya (HR. Bukhari di Al
Fat-h 1/372 no. 260 dan 274), atau mencucinya dengan air dan sabun.
6.
Berwudhu’ secara sempurna seperti
wudhu’ untuk shalat (berdasarkan hadits Aisyah), namun ia boleh menunda
membasuh kaki setelah mandi selesai (berdasarkan hadits Maimunah).
7.
Memasukkan jari-jari ke dalam air,
lalu menyela-nyela rambut agar air masuk ke pangkalnya, kemudian menuangkan air
ke kepalanya tiga kali (Berdasarkan hadits
Maimunah dan Aisyah radhiyallahu 'anhuma, diriwayatkan oleh Bukhari di Al Fat-h
1/360 no. 248 dan 383, Muslim 1/253 no. 316 dan 317). Ia memulai dengan bagian
kepala sebelah kanan, lalu sebelah kiri, kemudian pertengahan berdasarkan
hadits Aisyah radhiyallahu 'anha (HR. Bukhari di Al Fat-h 1/369 no. 258 dan
1/834 no. 377, Muslim 1/255 no. 318, dan berdasarkan hadits Jabir di Bukhari
dalam Al Fat-h 1/367 no. 255 dan 256, Muslim 1/259 no. 329, serta berdasarkan
hadits Jubair bin Muth’im radhiyallahu 'anhu di Bukhari dalam Al Fat-h 1/367
no. 254 dan Muslim 1/258 no. 327).
Catatan:
-
Bagi wanita tidak wajib membuka
jalinan rambutnya karena mandi janabat. Hal ini berdasarkan hadits Ummu Salamah
radhiyallahu 'anha, bahwa ada seorang wanita yang berkata, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya adalah wanita yang mengikat jalinan rambutku, maka apakah aku
harus melepasnya karena janabat?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya cukup bagimu
menuangkan ke kepalamu tiga kali tuangan air, lalu kamu ratakan ke seluruh
badanmu. Dengan demikian, engkau telah suci.” (HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan
ia berkata, “Hasan shahih.”)
Tetapi wajib membukanya ketika mandi dari
haidh berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha. Namun yang lain berpendapat
hal itu sunat, seperti Syaikh Ibnu Baz dan muridnya Dr. Sa’id Al Qahthaniy.
-
Dianjurkan bagi wanita apabila mandi
karena selesai haidh atau nifas mengambi kapas dengan membubuhi wewangian, lalu
mengusap bagian yang terkena darah agar bagian tersebut tidak bau. Hal ini
berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Asma’ binti Yazid pernah bertanya
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mandi haidh, maka Beliau
bersabda, “Salah seorang di antara kamu mengambil air dan daun bidara, lalu
berwudhu dan memperbagus wudhu’nya, kemudian menuangkan (air) ke atas
kepalanya, lalu menggosoknya dengan keras sampai masuk pangkal rambutnya, lalu
menuang air ke atasnya, kemudian ia mengambil kapas yang diberi wewangian dan
bersih-bersih dengannya.” (HR. Jamaah selain Tirmidzi)
8.
Menuangkan air ke seluruh badan
dengan mendahulukan bagian yang kanan, lalu yang kiri, dengan memperhatikan dua
ketiak, lipatan anggota badan, pusar, pangkal paha, serta menggosok bagian
badan yang mungkin digosok. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu
'anha, yang di sana disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
membasuh maraafi’nya, yaitu pangkal-pangkal lipatan tubuh (HR. Abu Dawud no.
243, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/48).
9.
Berpindah dari tempatnya, lalu
membasuh kakinya (berdasarkan hadits Maimunah). Lebih utama mengeringkan
anggota badannya dengan tangan berdasarkan hadits Maimunah.
10.
Sebaiknya irit ketika mandi. Anas radhiyallahu
'anhu berkata, “Mabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu’ dengan satu mud[i]
dan mandi dengan satu sha’ (4 mud) sampai 5 mud.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Aisyah radhiyallahu 'anha pernah menerangkan, bahwa ia pernah mandi bersama
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu wadah yang cukup untuk tiga mud
atau mendekatinya. (HR. Muslim).
Bersambung…
Abu Yahya Marwan
[i] Satu Mud adalah
satu kaupan tangan orang dewasa yang sedang, atau jika berupa takaran seukuran
kurang lebih 6 ons.
0 komentar:
Posting Komentar