Seruan Kepada Kaum Wanita Agar Menutup Aurat

Senin, 20 Januari 2014
بسم الله الرحمن الرحيم
Seruan Kepada Kaum Wanita Agar Menutup Aurat
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini ajakan kepada kaum wanita agar menutup aurat. Semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Saudaraku, kemaksiatan adalah penyebab rusaknya bumi yang kita tempati ini. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar Ruum: 41)
Kemaksiatan itulah penyebab negeri kita tidak berkah dan sering ditimpa bencana dan musibah, seperti kebanjiran, tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, dan lain-lain, namun kita tidak menyadarinya. Musibah-musibah itu adalah peringatan dari Allah kepada kita agar kita saling berintrospeksi diri, memperbaiki amal kita, dan berhenti dari bermaksiat kepada-Nya.
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30)
Sebaliknya, ketaatan adalah sebab baik dan berkahnya bumi ini, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raaf: 96)
Saudaraku, kemaksiatan di tengah-tengah kita sudah terlalu banyak dan hal ini juga merupakan penyebab kemunduran kita di tengah-tengah umat yang lain. Di antara kita ada yang percaya kepada benda keramat dan jimat, ada yang percaya kepada dukun dan paranormal, ada yang meninggalkan shalat, ada yang durhaka kepada orang tuanya, ada yang berbuat zina, dan wanita-wanita kita banyak yang membuka aurat.
Dari hari ke hari, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun kemaksiatan di tengah-tengah kita semakin meningkat. Coba perhatikan wanita yang membuka aurat. Sebelumnya, hanya membuka kerudung, lalu meningkat menaikkan roknya hingga selutut, kemudian meningkat lagi menaikkan roknya di atas lutut, lalu meningkat lagi hingga setengah paha, dan sekarang sampai melebihi setengah paha, banyak di kalangan wanita yang memakai celana mini dan ketat, innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un.
Di samping itu, wanita-wanita yang terbuka aurat sering sekali ditampilkan, baik di televisi, di internet, di iklan-iklan, di spanduk, di papan informasi, di wadah makanan dan minuman, dan lain-lain. Mereka dipampang di tempat-tempat umum dalam keadaan terbuka aurat, bahkan foto dan gambar wanita terbuka aurat pun sampai dipasang di kendaraan, seperti di mobil-mobil baik pada bagian depan maupun bagian belakang, innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un.
Mereka-mereka yang memajang dan menampilkan foto dan gambar wanita terbuka aurat di tengah-tengah kaum muslim, baik di papan informasi, di televisi, di internet, di ikan-iklan, di kendaraan, maupun di tempat terlihat lainnya sesungguhnya sama saja menyebarluaskan kemaksiatan dan ta’awun alal itsmi wal ‘udwan (bantu-membantu terhadap perbuatan dosa dan permusuhan). Demikian pula mereka yang membuatkan untuk kaum wanita pakaian-pakaian mini dan ketat serta menjualnya kepada mereka dengan maksud menggantikan jilbab dengannya. Termasuk pula wanita-wanita yang rela memamerkan keindahan tubuhnya hanya karena ingin meraih kesenangan sesaat. Mereka-mereka ini terancam firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar  perbuatan yang keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. An Nuur: 19)
Oleh karena itu, mari kita menghilangkan kemaksiatan ini sesuai kemampuan agar bumi yang kita tempati ini diberikan kembali oleh Allah keberkahannya. Mari kita suruh istri-istri kita, puteri-puteri kita, dan saudari-saudari kita, untuk menutup aurat dan mengenakan jilbab. Ingatkan kepada mereka, bahwa perintah menutup aurat dan mengenakan jilbab tercantum dalam Al Qur’an. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)
Ingatkan juga kepada mereka ancaman membuka aurat dan memakai pakaian ketat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»
"Dua jenis penghuni neraka yang belum aku lihat, yaitu segolongan orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, dimana mereka gunakan cambuk itu memukul manusia, dan wanita yang berpakaian namun telanjang, membuat orang lain menyimpang, dan berjalan dengan melenggokkan badan, kepala mereka seperti punuk unta Khurasan yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium wanginya, padahal wanginya dapat tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim)
«سَيَكُونُ آخِرُ أُمَّتِي نِسَاءً كَاسِيَاتٍ عَارِيَاتٍ عَلَى رُؤُسِهِنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ، الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ
“Akan ada di akhir umatku kaum wanita yang berpakaian namun telanjang, di atas kepala mereka ada seperti punuk unta. Laknatlah mereka, karena mereka wanita yang dilaknat.” (HR. Thabrani dalam Al Mu’jamush Shagir).
Ingatkan pula kepada mereka janji Allah jika mereka menutup aurat dan memelihara kehormatannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَ صَامَتْ شَهْرَهَا وَ حَصَّنَتْ فَرْجَهَا وَ أَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيْلَ لَهَا  :  ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ  . 
“Apabila seorang wanita melakukan shalat yang lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah surga dari pintu surga mana saja yang kamu inginkan.” (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 66)
Ingatkanlah mereka jika kita menginginkan mereka bahagia! Ingatkanlah mereka jika kita tidak ingin mereka masuk neraka. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Jawaban terhadap beberapa syubhat wanita yang tidak memakai jilbab
Jika seorang wanita berkata, “Orang tuaku dan suamiku melarangku memakai jilbab.”
Katakan kepadanya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Al Khaliq.” (HR. Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7520).
Jika seorang wanita berkata, “Memakai jilbab membuatku kepanasan dan kegerahan.”
Katakan kepadanya, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرّاً
“Neraka jahannam lebih panas lagi.” (QS. At Taubah: 81)
Jika seorang wanita berkata, “Bukankah yang Allah lihat adalah hati seseorang. Oleh karena itu, biarkan aku melepas jilbabku yang penting hatiku baik.”
Katakan kepadanya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ»
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan dan hartamu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu.” (HR. Muslim)
Dan lagi iman itu tidak cukup di hati, tetapi harus dibuktikan dengan amalan.
Jika seorang wanita berkata, “Jika aku memakai jilbab, tentu aku akan dianggap asing dan aneh oleh teman-temanku.”
Katakan kepadanya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ»
“Islam bermula asing dan akan kembali asing seperti di awalnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim)
Jika seorang wanita berkata, “Saya belum siap untuk memakai jilbab.”
Katakan kepadanya, “Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِيناً
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)
Jika seorang wanita berkata, “Jika aku memakai jilbab, aku khawatir tidak laku.”
Katakan kepadanya, “Jika ada dua makanan; yang satu terbungkus rapi, sedangkan yang satu lagi terbuka dan banyak didatangi lalat, maka makanan yang manakah yang akan didatangi pembeli yang bijak?”
Jika seorang wanita berkata, “Aku ingin menikmati masa muda, nanti saja memakai jilbab kalau sudah tua dan akan meninggal dunia.”
Katakan kepadanya, “Allah Azza awa Jalla berfirman,
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ
“Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)
Khatimah
Sebagai penutup, kami ingatkan kepada para orang tua: pertama, cegahlah puteri-puterimu dari pergaulan bebas pria-wanita. Kedua, jangan halangi mereka untuk menikah segera, dan ketiga, jangan tolak laki-laki saleh yang datang melamarnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ، وَفَسَادٌ عَرِيضٌ»
“Apabila datang kepadamu laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaknya untuk melamar, maka nikahkanlah (puterimu) dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani).
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

Fiqh Qadha’il Hajah

Senin, 13 Januari 2014
بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Qadha’il Hajah
(Buang Air)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'd:
Berikut ini pembahasan tentang fiqh qadha’il hajah yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Fiqhul Muyassar karya beberapa ulama di Saudi Arabia. Semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Istinja’ dan Istijmar
Istinja’ artinya membersihkan sesuatu yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) dengan menggunakan air.
Istijmar artinya mengusap sesuatu yang keluar dari dua jalan itu dengan sesuatu yang suci, mubah, lagi membersihkan seperti batu dan semisalnya.
Istinja’ dapat mewakili istijmar, sebagaimana istijmar dapat mewakili istinja. Hal ini berdasarkan kedua hadits berikut:
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
«كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ الْخَلَاءَ فَأَحْمِلُ أَنَا، وَغُلَامٌ نَحْوِي، إِدَاوَةً مِنْ مَاءٍ، وَعَنَزَةً فَيَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk jamban, lalu aku bersama anak yang semisalku membawa bejana berisi air dan juga membawa tongkat, maka Beliau beristinja’ dengan air.” (HR. Muslim)
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ لِحَاجَتِهِ، فَلْيَسْتَطِبْ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، فَإِنَّهَا تُجْزِئُهُ
“Apabila salah seorang di antara kamu pergi untuk buang hajat, maka hendaknya ia beristijmar dengan tiga buah batu, karena hal itu cukup baginya.” (HR. Ahmad dan Daruquthni, ia berkata, “Isnadnya shahih.”)
Dan menggabung antara air dan batu adalah lebih utama.
Istijmar bisa menggunakan batu atau yang menempati posisinya berupa apa saja yang suci, membersihkan, dan mubah, seperti tisu, kayu, dsb. Yang demikian adalah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beristijmar dengan batu, sehingga termasuk pula sesuatu yang semisalnya yang sama dapat membersihkan.
Dan tidak sah beristijmar kurang dari tiga usapan. Hal ini berdasarkan hadits Salman radhiyallahu ‘anhu, bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami beristinja dengan tangan kanan, beristinja’ dengan batu yang kurang dari tiga buah, dan beristinja dengan kotoran dan tulang (HR. Muslim).
Tentang Menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air
Tidak boleh menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air di tanah terbuka tanpa adanya penghalang. Hal ini berdasarkan hadits Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا أَتَيْتُمُ الغَائِطَ فَلاَ تَسْتَقْبِلُوا القِبْلَةَ، وَلاَ تَسْتَدْبِرُوهَا وَلَكِنْ شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا»
“Apabila kalian mendatangi jamban, maka janganlah menghadap kiblat dan membelakanginya. Akan tetapi menghadaplah ke tumir  atau barat.”
Abu Ayyub berkata, “Lalu kami datang ke Syam, ternyata jamban-jambannya dibangun menghadap ka’bah, maka kami berpindah arah darinya dan memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun jika dalam bangunan, atau antara dia dengan kiblat ada sesuatu yang menutupinya, maka tidak mengapa. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dirinya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang air kecil di rumahnya dengan menghadap ke Syam dan membelakangi ka’bah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula berdasarkan hadits Marwan Al Ashghar, ia berkata, “Ibnu Umar pernah menundukkan untanya dengan menghadap kiblat, lalu ia duduk dan buang air kecil menghadap ke sana.” Lalu aku berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, bukankah hal ini dilarang?” Ia menjawab, “Ya. Tetapi hal ini dilarang jika di tanah terbuka. Adapun jika antara dirimu dengan kiblat terdapat sesuatu yang menutupimu, maka tidak mengapa.” (HR. Abu Dawud, Daruquthni, dan Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Daruquthni, Hakim, Adz Dzahabi, dan dihasankan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, Al Hazimiy, dan Al Albani (lihat Al Irwa’ no. 61)).
Tetapi, yang lebih utama adalah tidak menghadap kiblat dan membelakanginya meskipun berada dalam bangunan, wallahu a’lam.
Adab ketika masuk jamban atau wc
Disunnahkan bagi yang hendak masuk wc mengucapkan, “Bismillah. Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal khaba’its.” (artinya: Dengan nama Allah. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan). Ketika keluar dianjurkan mengucapkan, “Ghufranak.” (artinya: Kami mohon ampunan-Mu ya Allah).
Demikian juga disunnahkan masuk dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan mendahulukan kaki kanan, serta tidak membuka pakaiannya kecuali setelah dekat dengan tanah.
Jika berada di tanah terbuka, maka dianjurkan menjauh dan menutup diri sehingga tidak terlihat.
Dalil adab-adab ini telah kami sebutkan dalam risalah kami, “Adab Qadha’il Hajat.
Perkara yang dilarang bagi orang yang buang air
Ada beberapa perkara yang dilarang dalam buang air, di antaranya:
1. Buang air kecil di air yang diam. Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir). (HR. Muslim).
2. Memegang kemaluannya dengan tangan kanan dan beristinja’ dengannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذَنَّ ذَكَرَهُ بِيَمِينِهِ، وَلاَ يَسْتَنْجِي بِيَمِينِهِ، وَلاَ يَتَنَفَّسْ فِي الإِنَاءِ»
“Apabila salah seorang di antara kamu buang air kecil, maka janganlah memegang kemaluannya dengan tangan kanan, beristinja’ dengan tangan kanan, dan janganlah ia bernafas dalam bejana (ketika minum).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Qatadah).
3. Buang air kecil atau buang air besar di jalan, di tempat berteduh, di kebun-kebun umum, di bawah pohon yang berbuah, atau di sumber-sumber air. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ
“Hindarilah tempat-tempat tiga yang mendatangkan laknat; buang air besar di sumber-sumber air, di tengah jalan, dan di tempat berteduh.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Mu’adz bin Jabal, dihasankan oleh Al Albani).
اِتَّقُوا اللاَّعِنَيْنِ  :  الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيْقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ  
“Jauhilah dua perkara yang mendatangkan laknat; yaitu buang air di jalan yang dilalui manusia atau di tempat mereka berteduh.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud dari Abu Huirairah)
4. Membaca Al Qur’an.
5. Beristijmar dengan kotoran, tulang, atau makanan yang dimuliakan. Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cebok dengan tulang dan kotoran. (HR. Muslim).
6. Buang air di antara kuburan kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَأَنْ أَمْشِيَ عَلَى جَمْرَةٍ، أَوْ سَيْفٍ، أَوْ أَخْصِفَ نَعْلِي بِرِجْلِي، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَمْشِيَ عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ، وَمَا أُبَالِي أَوَسْطَ الْقُبُورِ قَضَيْتُ حَاجَتِي، أَوْ وَسْطَ السُّوقِ»
“Sungguh, aku berjalan di atas bara api, pedang, atau menambahl sandalku dengan kakiku lebih aku sukai daripada berjalan[i] di atas kuburan seorang muslim. Aku tidak peduli (kebencianku) terhadap buang air baik di tengah kubur atau di tengah pasar.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani).
Perkara yang makruh dilakukan oleh orang yang buang air
Ada beberapa perkara yang dimakruhkan bagi orang yang buang air, di antaranya:
1. Buang air menghadap ke hembusan angin tanpa adanya penghalang. Hal ini dimakruhkan agar air kencingnya tidak balik mengenainya.
2. Berbicara ketika buang air. Dalilnya adalah, bahwa ada seorang yang pernah melewati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan Beliau dalam keadaan buang air kecil, lalu ia menyampaikan salam, namun Beliau tidak menjawabnya (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim no. 370).
3.Buang air di juhr (cekungan lubang) dan semisalnya. Hal ini berdasarkan hadits Qatadah dari Abdullah bin Sirjis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang buang air di lubang. Lalu Qatadah ditanya, “Memangnya ada apa dengan lubang?” Ia menjawab, “Dikatakan, bahwa itu adalah tempat tinggal jin.” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i. Al Hafizh Ibnu Hajar menukil dalam At Talkhish (1/106) pernyataan shahih dari Ibnu Khuzaimah dan Ibnussakan. Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, “Keadaan yang paling ringannya adalah hasan.” (Asy Syarhul Mumti’ 1/95-96).
Di samping itu, bisa saja dalam lubang itu ada hewan sehingga menyakitinya atau karena menjadi tempat jin sehingga mengganggu mereka.
4. Membawa ke dalam jamban sesuatu yang terdapat nama Allah di sana. Hal ini untuk memuliakan nama Allah Ta’ala.
Adapun ketika darurat, misalnya perlu masuk ke dalamnya sambil membawa uang yang tertulis nama Allah di sana, dimana jika ditinggalkan di luar akan dicuri atau lupa ditinggalkan, maka tidak mengapa.
Adapun mushaf Al Qur’an, maka haram masuk membawanya terlihat atau tersembunyi, karena mushaf adalah firman Allah, dan masuk ke wc atau jamban membawanya terdapat bentuk perendahan.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Fiqhul Muyassar (Beberapa ulama, KSA), Adab Qadha’il Hajah (Penulis), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li abhatsil Qur’ani was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.




[i] Menurut Imam Nawawi, maksud “berjalan” di sini adalah duduk, dan hal ini haram dalam madzhab Syafi’i.
Ada pula yang berpendapat, bahwa larangan tersebut adalah makruh.

Pemimpin Wanita Dunia dan Akhirat (2)

Sabtu, 11 Januari 2014
بسم الله الرحمن الرحيم
Ringkasan Kisah
Pemimpin Wanita Dunia dan Akhirat (2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kisah singkat 4 pemimpin wanita dunia dan akhirat, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikaruniakan tujuh anak; tiga laki-laki dan empat perempuan. Anak-anaknya yang laki-laki adalah Ibrahim, Al Qasim, dan Abdullah. Sedangkan anak-anaknya yang perempuan adalah Ummu Kultsum, Ruqayyah, Zainab, dan yang paling kecil adalah Fathimah. Semua anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat di masa Beliau hidup selain Fathimah yang wafat enam bulan setelah Beliau wafat, dalam usia 29 tahun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Fathimah radhiyallahu ‘anha,
«فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي، فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي»
“Fatimah belahan jiwaku, siapa yang membuatnya marah, sama saja membuatku marah.” (HR. Bukhari, dalam sebuah riwayat disebutkan, “Siapa yang menyakitinya, maka sama saja menyakitiku.”)
Meskipun usia Fathimah hanya sampai 29 tahun, namun ia bisa menjadi salah seorang pemimpin wanita dunia.
Fathimah memiliki akhlak yang mulia, ia adalah wanita yang berbakti kepada ayahnya, bersabar bersama suaminya, mampu mendidik anak-anaknya, dan taat kepada Allah Tuhannya.
Adapun contoh berbaktinya kepada ayahnya adalah, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di dekat Baitullah dan dalam keadaan sujud, lalu Uqbah bin Abi Mu’aith mengambil kulit ari hewan dan meletakkannya di punggung Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil ditertawakan oleh kaum kafir Quraisy, maka Fathimah datang menyingkirkan kulit ari itu dari punggung ayahnya.
Pada saat perang Uhud, ayahnya terluka, maka Fathimah segera mengurusnya, membasuh lukanya, serta menambal lukanya sehingga darahnya tidak mengalir.
Ketika ayahnya datang, maka Fathimah menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduknya.
Fathimah juga hadir mendampingi ayahnya ketika berdakwah, dan ikut merasakan penderitaan bersama ayahnya ketika kaum Quraisy memboikotnya dan ketika ayahnya kehilangan istrinya, dan pada saat ayahnya berhijrah ke Madinah. Meskipun begitu ia terus membantu ayahnya dan mengurusnya selaku anak yang berbakti kepadanya.
Contoh kesabarannya bersama suaminya adalah ketika tiga saudarinya menikah dengan orang yang kaya, -yaitu Zainab dengan Abul ‘Ash bin Ar Rabi’, Ruqayyah dan Ummu Kultsum dengan dua putera Abu Lahab sebelum Nabi shallallahu alaihi wa sallam diangkat menjadi nabi, lalu ketika Beliau diangkat menjadi nabi, keduanya ditalak oleh suaminya, kemudian Ruqayyah dinikahi oleh Utsman, dan setelah Ruqayyah wafat, maka Ummu Kultsum dinikahi oleh Utsman-, sedangkan Fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pemuda yang fakir. Saat ayahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib tentang apa yang ada padanya, maka Ali memberitahukan, bahwa pada sisinya ada sebuah baju besi yang harganya tidak lebih dari 400 dirham, maka Beliau menikahkannya dengan Fathimah dengan baju besi itu.
Saat Fathimah masuk ke rumah suaminya, ternyata di dalamnya hanya ada pakaian khamilah (beludru), sebuah bantal, penggilingan, dua tempat minum, dan sedikit wewangian. Ia tidak memiliki pembantu, sehingga ia sendiri yang memutar penggilingan hingga tangannya melepuh, dan yang sendiri mengurus rumahnya.
Suatu hari ia meminta kepada ayahnya agar diberikan seorang pembantu, tetapi ayahnya tidak memberikan, dan mengajarkan kepadanya untuk bertasbih kepada Allah setiap hari sebelum tidur 33 x, bertahmid 33 x, dan bertakbir 34 x. Beliau menjelaskan, bahwa hal itu lebih baik daripada seorang pembantu (sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari).
Demikianlah Fathimah binti Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia seorang yang berbakti kepada ayahnya, sabar bersama suaminya, dan siap mendidik anaknya. Oleh karenanya, anak hasil didikannya dengan izin Allah Ta’ala ternyata menjadi pemimpin pemuda surga, yaitu Al Hasan dan Al Husain.
Fathimah juga wanita yang sangat taat kepada Allah dan menjaga dirinya. Kitab-kitab tarajim (biografi) menyebutkan, bahwa ketika tiba ajal Fathimah, maka ia berkata kepada Asma’ binti Umais, “Wahai Asma, aku menganggap buruk apa yang dilakukan terhadap kaum wanita (yang meninggal dunia), yaitu dihamparkan kain ke atasnya, sehingga menyifati tubuhnya.” Asma’ berkata, “Wahai puteri Rasulullah, maukah engkau aku perlihatkan sesuatu yang aku lihat di tanah Habasyah, lalu ia meminta dibawakan pelepah kurma yang basah, kemudian ia membengkokkannya, lalu meletakkan kain di atasnya.” Maka Fathimah berkata, “Alangkah baik dan indahnya ini. Oleh karena itu, jika aku mati, maka mandikanlah olehmu dan oleh Ali, namun jangan memasukkan seorang pun yang lain kepadaku.”
Khadijah binti Khuwailid
Khadijah tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terhormat sehingga mendapat tempaan akhlak yang mulia, sifat yang tegas, penalaran yang tinggi, dan mampu menghindari hal-hal yang tidak terpuji sehingga kaumnya pada masa jahiliyyah menyebutnya dengan Ath Thahirah (wanita yang suci).
Khadijah adalah orang pertama yang menyambut seruan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia tetap membenarkan, menghibur, dan membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat semua orang mendustakan dan mengucilkan Beliau.
Khadijah telah mengorbankan seluruh hidupnya, jiwa, dan hartanya untuk kepentingan dakwah di jalan Allah. Ia rela melepaskan kedudukannya yang terhormat di kalangan kaumnya dan ikut merasakan embargo yang dikenakan kepada keluarganya.
Pribadinya yang tenang membuatnya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan mengikuti pendapat penduduk negerinya yang menganggap Muhammad sebagai orang yang telah merusak tatanan dan tradisi bangsanya. Oleh karena keteguhan hati dan keistiqamahannya dalam beriman inilah Allah berkenan menitipkan salam-Nya melalui malaikat Jibril untuk Khadijah dan menyiapkan sebuah rumah baginya di surga.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallau ‘anhu ia berkata,
" أَتَى جِبْرِيلُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ، أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لاَ صَخَبَ فِيهِ، وَلاَ نَصَبَ "
“Malaikat Jibril pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, ini Khadijah datang membawa bejana berisi lauk pauk, makanan, atau minuman. Jika ia tiba, maka sampaikanlah salam dari Tuhannya, dan dariku, serta berikanlah kabar gembira kepadanya dengan rumah di surga dari permata; tidak ada kegaduhan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” (HR. Bukhari)
Tingginya keimanan Khadijah dan kemuliaan akhlaknya sangat membekas di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga Beliau sering menyebut-nyebut kebaikannya meskipun ia telah wafat. Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir tidak pernah keluar dari rumah sehingga Beliau menyebut kebaikan Khadijah dan memujinya setiap hari sehingga aku menjadi cemburu. Maka aku berkata, “Bukankah ia seorang wanita tua yang Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik untuk engkau?” Maka Beliau marah sampai berkerut dahinya kemudian bersabda, “Tidak! Demi Allah, Allah tidak memberiku ganti yang lebih baik darinya. Sungguh ia telah beriman di saat manusia mendustakanku, menolongku dengan hartanya di saat manusia menjauhiku, dan dengannya Allah mengaruniakan anak kepadaku dan tidak dari istri yang lain.” Aisyah berkata, “Maka aku berjanji untuk tidak menjelek-jelekkannya selama-lamanya.”
Khadijah wafat pada tahun ke-10 dari kenabian atau 3 tahun sebelum hijrah, dan pada tahun itu wafat pula paman Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu Abu Thalib, sehingga tahun wafatnya Khadijah dan Abu Thalib disebut ‘Amul Huzn  (tahun kesedihan).
Asiyah binti Muzahim
Ia adalah istri dari seorang penguasa yang zalim, yaitu Fir’aun la’natullah ‘alaih. Qatadah berkata, “Fir’aun adalah manusia yang paling angkuh di muka bumi. Demi Allah, kekafiran suaminya tidaklah memadharatkan istrinya ketika ia taat kepada Tuhannya. Yang demikian, agar kalian mengetahui, bahwa Allah Mahabijaksana lagi Maha adil, dia tidak menghukum seseorang kecuali karena dosanya.”
Ibnu Asakir berkata dalam Tarikh Dimasyq, “Asiyah binti Muzahim termasuk wanita pilihan. Ia adalah ibu bagi orang-orang miskin, ia menyayangi mereka, bersedekah kepada mereka dan memberi mereka. Orang-orang miskin masuk menemuinya, dan ia pernah menasihati suaminya, yaitu Fir’aun agar mengikuti Musa, namun ia menolak.”
Akibat dari keimanannya kepada Musa, ia harus rela menerima hukuman dari suaminya. Betapa pun besar kecintaan dan kepatuhan kepada suaminya, namun ternyata di hatinya masih tersedia tempat yang tertinggi yang ia isi dengan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika sebelumnya telah kita ketahui, Fathimah adalah wanita yang bersabar hidup bersama suaminya yang miskin, namun Asiyah bersabar menghadapi sikap suaminya yang kejam.
Surga menjadi tujuan Asiyah sehingga kesulitan dan kepedihan yang ia rasakan di dunia sebagai akibat meninggalkan kemewahan hidup, budaya, dan tradisi leluhur yang menyelisihi syariat Allah ia telan begitu saja. Akhirnya Asiyah meninggal dunia dalam keadaan tersenyum dalam siksaan pengikut Fir’aun.
Dari Abu Hurairah (secara mauquf), bahwa Fir'aun menancapkan patok kepada istrinya empat buah patok; di kedua tangan dan kedua kakinya. Jika para penjaga Fir'aun berpencar darinya, maka para malaikat menaunginya (dari panas matahari). Asiyah berkata, "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." Maka Allah menampakkan untuknya rumahnya di surga. (Al Haitsami berkata dalam Al Majma', "Diriwayatkan oleh Abu Ya'la, para perawinya adalah para perawi kitab shahih." Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Mathaalibul 'Aliyah berkata, "Hadits shahih mauquf.").
Pelajaran yang dapat diambil dari 4 pemimpin wania dunia dan akhirat
Ada beberapa pelajaran yang dapat kita aambil dari 4 pemimpin wania dunia dan akhirat, yaitu:
Pertama, berbakti mereka kepada kedua orang tuanya.
Kedua, kesabaran mereka bersama suaminya, ketika suaminya kekurangan.
Ketiga, kesabaran mereka terhadap sikap suaminya, dengan tetap memberikan nasihat.
Keempat, mereka mendidik anak dengan baik.
Kelima, tetap taat kepada Allah, dan tidak menaati makhluk ketika maksiat kepada-Nya.
Selesai, wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Media Informasi Lentera Ummat (PPDI PT JICT), Khairu Nisa’il Alamin (Majdi Fathi As Sayyid), Khutbah Jum’at Khairu Nisa’il Alamin (situs Majlis Ulama Iraq),  dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger