بسم الله الرحمن الرحيم
Sedekah Utama
Sedekah semuanya baik,
namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung
niat, kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran
sedekah. Di antara sedekah yang utama menurut Islam adalah sbb:
1. Sedekah sirriyyah.
Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan
selamat dari sifat riya'. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
إِنْ
تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا
الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
"Jika kamu Menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik
sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu." (Qs. Al Baqarah: 271)
Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk disembunyikan adalah
pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada banyak jenis sedekah
yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun masjid, membangun
sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan sebagainya.
Di antara hikmah menyembunyikan sedekah kepada fakir
miskin adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin tersebut. Sehingga
tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak
diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa dia orang yang tidak punya.
Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat ihsan kepada
fakir-miskin. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memuji
sedekah sirriyyah, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk tujuh
golongan yang dinaungi Allah Subhaanahu wa Ta'aala nanti pada hari kiamat.
2. Sedekah dalam kondisi sehat
Bersedekah dalam
kondisi sehat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau
ketika sudah sakit parah dan sulit diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?"
Beliau menjawab:
« أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ،
تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ
الْحُلْقُومَ قُلْتَ : لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ
لِفُلاَنٍ » .
"Engkau bersedekah
dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir
miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh sampai di
tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, "Untuk fulan sekian, untuk
fulan sekian dan untuk fulan sekian." Padahal telah menjadi milik si
fulan (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Sedekah setelah kebutuhan wajib terpenuhi.
Allah Subhaanahu wa
Ta'aala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ
الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ
تَتَفَكَّرُونَ
"Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir." (Qs. Al Baqarah: 219)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا
كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
"Sedekah yang
terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang
kamu tanggung." (Hr. Bukhari)
4. Sedekah dengan kemampuan maksimal
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ جُهْدُ الْمُقِلِّ
وَ ابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
"Sedekah yang
paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari
orang yang kamu tanggung." (Hr. Abu Dawud dan Hakim, dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahihul Jami' no. 1112)
Imam Al Baghawiy dalam
Syarhus Sunnah berkata, "Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah
dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena
khawatir terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan
menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi
separuh harta) sehingga merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu
eksis dalam diri manusia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mengingkari Abu Bakar yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran
tawakkalnya, sehingga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak khawatir fitnah
itu menimpanya sebagaimana Beliau khawatir terhadap selain Abu Bakar.
Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam
keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah
itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang
memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk
bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana
yang dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan
kaum Anshar terhadap kaum muhajirin."
Oleh karena itu, para
ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang
bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berhutang dan tidak ada orang
yang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka
bersedekah ketika itu adalah makruh.
5. Menafkahi anak-isteri
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
« دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى
مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى
أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ » .
"Ada dinar yang
kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak
dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu
keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya." (HR.
Muslim)
6. Bersedekah kepada kerabat
Disebutkan bahwa Abu
Thalhah radhiyallahu 'anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat
dia cintai, namanya Bairuha'. Ketika turun ayat:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا
مِمَّا تُحِبُّونَ
"Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai." (Ali Imran: 92)
Maka Abu Thalhah
mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengatakan bahwa
Bairuha' diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha' kepada
kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya (Hr. Bukhari
dan Muslim)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam juga bersabda,
اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ
وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَ صِلَةٌ
"Bersedekah
kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan);
sedekah dan silaturrahim." (Hr. Ahmad, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan
Hakim, Shahihul Jami' no. 3858)
Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi
tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok:
ü Anak yatim yang masih
ada hubungan kerabat.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا
أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ
ذِي مَسْغَبَةٍ (14) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (15) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
(16)
"Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.--Tahukah
kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? --(yaitu) melepaskan budak dari
perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, --(kepada) anak yatim yang
ada hubungan kerabat, --atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (Terj. Qs. Al
Balad: 11-16)
ü Kerabat yang memendam
permusuhan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ عَلَى
ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ
"Sedekah yang
paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan." (HR.
Ahmad dan Thabrani dalam Al Kabir, Shahihul Jami' no. 1110)
7. Bersedekah kepada tetangga
Dalam surat An Nisaa'
ayat 36 disebutkan perintah berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat
maupun yang jauh. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda kepada
Abu Dzar:
« يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً
فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ » .
"Wahai Abu Dzar!
Jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya
kepada tetanggamu." (HR. Muslim)
8. Bersedekah untuk jihad fii sabilillah
9. Bersedekah kepada kawannya yang berada di jalan Allah
Kedua hal di atas (no.
8 & 9) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
« أَفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ
دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ
فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
»
"Dinar yang paling
utama adalah dinar yang dikeluarkan seseorang untuk menafkahi keluarganya,
dinar yang dikeluarkan untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan
dinar yang dikeluarkan kepada kawannya di jalan Allah." (HR. Muslim)
مَنْ جَهَّزَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ
خَلَفَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ بِخَيْرٍ فَقَدْ غَزَا
"Barang siapa
mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah
berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka
sungguh ia telah berperang." (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Sedekah Jariyah
Sedekah jariyah adalah
sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun ia sudah meninggal. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila
cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan atau anak shalih yang mendo’akan (orang
tua)nya.” (HR. Muslim)
Termasuk
sedekah jariyah adalah waqf, pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air
bersih, menggali sumur, menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang
dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.
Imam
As Suyuthiy membuatkan sya’ir menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah
meninggalnya:
اِذَا مَاتَ ابْنُ
ادَمَ يَجْرِي عَلَيْهِ مِنْ فِعَالٍ
غَيْرِ عَشْرٍ
عُلُوْمٍ بَثَّهَا
وَدُعَاءِ نَجْلٍ وَغَرْسِ النَّخْلِ
وَالصَّدَقَاتُ تَجْرِي
وَرَاثَةِ مُصْحَفٍ
وَرِبَاطِ ثَغْرٍ وَحَفْرِ الْبِئْرِ
أَوْ إِجْرَاءِ نَهْرٍ
وَبَيْتٍ
لْلْغَرِيْبِ بَنَاهُ يَأْوِى إلَِيْهِ
أَوْ بِنَاءِ مَحَلِّ ذِكْرٍ
"Apabila cucu Adam
meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara;,
Ilmu
yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta
sedekahnya yang mengalir,
Mushaf
yang diwariskan dan menjaga perbatasan,
Menggali
sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun
tempat ibadah."
11.
Bersedekah air
عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ، قَالَ: قُلْتُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ» ،
قُلْتُ: فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «سَقْيُ الْمَاءِ»
Dari
Sa’ad bin Ubadah ia berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
ibuku meninggal dunia, maka bisakah aku bersedekah atasnya?” Beliau menjawab, “Ya.”
Aku bertanya lagi, “Lalu sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Memberi
minum air.” (Hr. Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar