Khutbah Idul Adh-ha 1441 H

Senin, 27 Juli 2020

بسم الله الرحمن الرحيم
صدى البلد: عيد الأضحى 2020 .. تعرف على موعد أول أيام العيد
Khutbah Idul Adh-ha 1441 H
Hikmah Berkurban
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  
Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar kabira.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd. Allahu akbar wa ajallu. Allahu akbar ‘ala maa hadaanaa.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah yang telah melimpahkan kepada kita berbagai macam nikmat yang tidak terhitung jumlahnya oleh kita. Di antara nikmat-nikmat itu, yang paling besarnya adalah nikmat Islam dan nikmat taufik atau dimudahkan oleh Allah untuk mengamalkan ajaran Islam, yang di antaranya adalah melaksanakan shalat Idul Adh-ha yang dilanjutkan dengan berkurban.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Khatib berwasiat kepada diri khatib dan kepada hadirin sekalian untuk tetap bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, karena ia adalah solusi menghadapi problematika di dunia, kunci meraih rezeki dan memperoleh berbagai kemudahan, serta sebagai jalan untuk meraih surga di akhirat kelak.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Hari Ied atau hari raya adalah hari yang biasa diisi dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Di hari raya, umat Islam menampakkan rasa gembira dan bahagia, serta berusaha menghibur dirinya dari kelelahan dalam menjalani hidup di dunia. Oleh karena itu, nikmatilah semua yang baik yang Allah halalkan untuk kita, syukurilah nikmat itu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar Dia akan menjaga nikmat itu untuk kita dan menambahkannya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah), ketika Rabbmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Qs. Ibrahim: 7)
Termasuk sikap syukur pada hari raya adalah melaksanakan shalat Ied dan berkurban. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah.” (Qs. Al Kautsar: 2)
Kurban merupakan bentuk syukur kita kepada Allah, mentauhidkan-Nya dengan menyebut nama-Nya saja ketika menyembelih, sekaligus untuk menghidupkan sunnah kekasih Allah; Nabi Ibrahim alaihis salam dimana Nabi kita Muhamad shallallahu alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk mengikutinya. Dia berfirman,
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif," dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (Qs. An Nahl: 123)
Imam Ibnul Jauziy dalam Zadul Masir menerangkan, bahwa maksud ‘milah Ibrahim’ adalah agamanya (Islam), dan perintah mengikuti agama di sini dua pendapat:
Pertama, diperintahkan mengikuti seluruh ajaran agamanya selain yang diperintahkan untuk ditinggalkan. Inilah zhahirnya.
Kedua, diperintahkan mengikutinya dalam berlepas diri dari berhala dan mengamalkan ajaran Islam, demikian pendapat Abu Ja’far Ath Thabari.
Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya mengikuti ‘yang berada di bawah keutamaannya’, karena Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah rasul yang paling utama, tetapi Beliau diperintahkan mengikuti Nabi Ibrahim alaihis salam karena Nabi Ibrahim alaihis salam lebih dulu menyatakan kebenaran.
Dalam berkurban juga terdapat berbuat ihsan kepada diri, keluarga, kerabat, tetangga, tamu, teman, dan kaum fakir-miskin, dimana Allah memerintahkan kita berbuat ihsan, memberikan balasan kebaikan di dunia dan balasan surga di akhirat bagi orang-orang yang berbuat ihsan, dan bahwa Dia mencintai mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.” (Qs. Al Qashash: 77)
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
“Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat balasan yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat (surga) adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa,” (Qs. An Nahl: 30)
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al Baqarah: 195)
Kurban juga merupakan salah satu syiar Islam yang disyariatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan melaksanakan perintah-Nya.
Syariat kurban juga mengingatkan kita terhadap kesabaran, pengorbanan, dan mendahulukan kecintaan kepada Allah Azza wa jalla.
Demikian pula dalam kurban terdapat bukti pembenaran kita terhadap berita yang Allah sampaikan, bukti akan benarnya keimanan seorang hamba, dan sikapnya menyambut perintah Allah Azza wa Jalla.
Berkurban disyariatkan untuk merealisasikan tauhid, mengagungkan dan membesarkan Allah Azza wa Jalla, serta agar nama-Nya saja yang disebut ketika menyembelih hewan; tidak selain-Nya. Dia berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ -لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan yang demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam: 162-163)
Ibadah kurban juga disyariatkan untuk membuktikan ketakwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla, Dia berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ 
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Yakni takwa dan niat yang ikhlas itulah yang naik menghadap Allah Azza wa Jalla.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Dalam Idul Adh-ha kita mengenang kisah Nabi Ibrahim alaihis salam saat bermimpi menyembelih anak kesayangannya, Nabi Ismail alaihis salam, dimana mimpi para nabi adalah benar, maka ketika Nabi Ibrahim alaihis salam hendak melaksanakan mimpinya itu dan telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya, ketika itu semakin nyatalah kesabaran keduanya, patuh dan tunduknya mereka berdua kepada perintah Allah, dan cinta yang dalam Nabi Ibrahim alaihis salam kepada Allah Rabbnya, Allah pun melarangnya menyembelih anaknya dan menebusnya dengan seekor kambing yang besar. Berkat kesabaran dan kepatuhannya kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah menjadikan Nabi Ibrahim alaihis salam sebagai imam yang patut dijadikan teladan dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya.
Peristiwa itu kemudian menjadi dasar disyariatkan kurban yang dilakukan pada hari raya Idul Adh-ha di berbagai pelosok dunia.
Dari peristiwa itu, kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa,
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
 “Barang siapa yang meningalkan sesuatu karena Allah, maka Dia akan mengganti dengan yang lebih baik daripadanya.” (Dari hadits riwayat Ahmad, dan dinyatakan shahih isnadnya oleh Syaikh Al Albani)
Dalam kisah Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas salam kita juga dapat mengambil pelajaran, bahwa seorang anak hendaknya berbakti kepada kedua orang tuanya, menaati keduanya dalam hal yang bukan maksiat, dan bahwa seorang bapak hendaknya membimbing anaknya kepada kebaikan, mendidiknya dengan pendidikan Islami, dan membiasakan berakhlak terpuji. Termasuk membimbing kepada kebaikan adalah membawanya ke majlis ilmu, menempatkan di tempat pendidikan Islam, dan mengajaknya bersilaturrahim.
Dalam kisah keduanya kita juga dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya berkorban di jalan Allah seperti dengan mengerahkan tenaga, waktu, dan fikiran untuk menegakkan agama Allah Azza wa Jalla, dimana sikap ini sangat langka ditemukan di zaman sekarang.
Pelajaran lainnya yang dapat kita petik dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimissalam adalah bahwa kesabaran, tetap mengutamakan taat kepada Allah Azza wa Jalla dan mencintai-Nya di atas kecintaan kepada diri dan anak merupakan sebab diangkatnya cobaan dan sebab mendapatkan pertolongan Allah Aza wa Jalla. Rasulullah  shallalahu alaihi wa sallam bersabda,
وَاعْلَمْ أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْراً
“Ketahuilah, bahwa pertolongan bersama kesabaran, jalan keluar setelah penderitaan, dan bahwa setelah kesulitan ada kemudahan.” (Hr. Al Khathib Al Baghdadhi dari Anas, Ahmad, Abd bin Humaid, Hakim, Abu Nu’aim, dan Adh Dhiya dari Ibnu Abbas, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6806 dan dalam Ash Shahihah no. 2382)
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Idul Adh-ha adalah hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta’aala adalah hari nahar (Idul Adh-ha), lalu hari qar (setelah hari nahar).” (HR. Ahmad,  Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Hakim dan Al Albani, Shahihul Jami’ no. 1064).
Di hari ini (10 Dzulhijjah) para tamu Allah (jamaah haji) melakukan empat hal; melempar jumrah Kubra (aqabah), menyembelih hewan hadyu, mencukur rambut, dan thawaf ifadhah. Sedangkan kita yang di sini membersihkan lahir maupun batin, berhias dengan pakaian yang indah dan syar’i, bertakbir, shalat Ied, dan berkurban.
Sebagaimana para tamu Allah saat ihram menahan diri dari mencukur rambut dan memotong kuku sampai mereka menyembelih hewan hadyunya, maka Allah juga menjadikan orang yang berkurban sama seperti mereka, yakni menahan diri dari memotong rambut dan kuku dari sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai ia berkurban.
Hari ini dan tiga hari setelahnya adalah hari raya kita kaum muslimin; di samping Idul Fitri dan hari Jum’at. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَوْمُ الْفِطْرِ وَ يَوْمُ النَّحْرِ وَ أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ عِيْدُنَا أَهْلُ الْإِسْلاَمِ وَ هِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ
“Idul Fitri, hari nahar (Idul Adh-ha), dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kita kaum muslim. Ia adalah hari makan dan minum. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 8193)
إِنَّ هَذِهِ الْأَيَّامَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ وَ ذِكْرِ اللهِ
“Sesungguhnya hari-hari ini (hari nahar dan hari tasyriq) adalah hari makan, minum, dan berdzikr kepada Allah.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Oleh karena hari tasyriq juga sebagai hari raya, maka diharamkan melakukan puasa pada hari-hari tersebut kecuali bagi orang yang tidak memperoleh hadyu tamattu, maka ia boleh melakukan puasa pada hari tersebut.
Kita pun disyariatkan banyak berdzikr berdasarkan hadits di atas. Oleh karenanya,  kita disyariatkan melakukan takbir pada hari raya Idul Adh-ha dimulai dari subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga akhir hari tasyriq. Ini adalah takbir muqayyad, takbir yang kita baca seusai shalat setelah beristighfar tiga kali dan mengucapkan Allahumma antas salam wa minkas salam tabaarakta yaa dzal Jalalil wal Ikram, di samping kita baca juga secara mutlak.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Umar radhiyallahu anhu, bahwa ia bertakbir di kemahnya di Mina lalu penghuni masjid mendengar takbirnya sehingga mereka bertakbir, demikian pula penduduk di pasar ikut bertakbir sehingga pasar bergemuruh suara takbir.
Ibnu Umar ketika berada di Mina bertakbir pada hari-hari tasyriq dan seusai shalat, demikian pula ketika berada di tempat tidurnya, di kemahnya, di majlisnya, dan di jalan-jalan yang dilaluinya.
Maimunah Ummul Mukminin radhiyallahu anha juga bertakbir pada hari Nahar.
Demikian pula dahulu kaum wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari tasyriq bersama kaum lelaki di masjid.
Al Hafizh berkata, “Atsar-atsar ini menunjukkan adanya takbir pada hari-hari itu seusai shalat dan dalam keadaan lainnya.”
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Mengkonsumsi hewan dengan disembelih dan menyebut nama Alah padanya terdapat hikmah yang besar, yaitu agar hanya Allah yang diagungkan dan agar hewan yang dikonsumsi aman dari bahaya penyakit, karena jika hewan dikonsumsi tidak dengan cara disembelih, membuat darah tidak mengalir dan tetap berada dalam tubuh hewan, sedangkan darah merupakan tempat berkembang biaknya kuman penyakit. Dengan disembelihnya hewan membuat darah dalam tubuh hewan tersebut mengalir keluar sehingga aman untuk dikonsumsi. Sedangkan dipotong bagian leher yang terdiri dari kerongkongan, tenggorokan, dan dua urat leher adalah agar segera membuat hewan mati dan agar tidak menyiksanya.   
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Ibadah yang satu ini (kurban) memiliki aturan-aturan sebagaimana yang telah diterangkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:
-   Hewan yang bisa dikurbankan adalah unta, sapi, dan kambing.
-   Waktu berkurban adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai akhir hari tasyriq.
-   Seekor kambing cukup untuk satu keluarga.
-   Seekor unta dan sapi dari tujuh orang.
-   Hewan kurban hanya sah jika selamat dari cacat yang menjadi penghalang untuk keabsahannya. Cacat tersebut adalah buta sebelah matanya dengan jelas, pincang dengan jelas, sakit dengan jelas, dan kurus sekali tidak bersumsum (Hal ini berdasarkan hadits Al Barra’). Termasuk pula cacat-cacat yang semisal itu atau lebih parah lagi.
-   Usia hewan yang dikurbankan harus sesuai. Jika unta, maka yang usianya minimal 5 tahun, sapi usianya 2 tahun, kambing usianya setahun, sedangkan biri-biri atau domba minimal 6 bulan.
-   Hendaknya penyembelih bersikap lembut kepada hewan kurbannya, oleh karenanya ia tidak menajamkan pisaunya di hadapan hewan kurban, tidak menyembelih di hadapan hewan kurban yang lain, tidak menarik hewan kurban dengan menyeretnya, tidak mengulitinya sampai hewan itu benar-benar telah mati.
-   Si penyembelih wajib mengucapkan basmalah (Bismillah), dan dianjurkan menambahkan dengan takbir “Allahu akbar”.
-   Dianjurkan dalam distribusi hewan kurban adalah orang yang berkurban ikut memakan daging hewan kurbannya, lalu menyedekahkan kepada kaum fakir-miskin, dan menghadiahkan kepada orang lain seperti kepada teman, tetangga, dan kerabatnya.
-   Dianjurkan menyembelih hewan sendiri jika ia mampu menyembelih, atau menghadiri proses penyembelihan hewan kurbannya.
-   Tidak boleh membayar tukang jagal dari hewan kurbannya, namun tidak mengapa memberinya dalam bentuk hadiah (bukan sebagai upah).
Demikianlah hukum-hukum singkat seputar kurban.
Kita berdoa kepada Allah agar Dia membimbing kita semua ke jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke surga, dan menghindarkan kita dari neraka.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءُ الْأَرْبَعَةُ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Marwan Hadidi, M.Pd.I

Tanya-Jawab Masalah Agama (1)

Rabu, 22 Juli 2020
بسم الله الرحمن الرحيم
100 سؤال وجواب ديني مميز
Tanya-Jawab Masalah Agama (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut tanya jawab berbagai masalah aktual, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
1. Pertanyaan: Bismillah. Afwan ustadz ana mau bertanya ustadz, apakah boleh seorang wanita menjadi bagian dari pengurusan masjid?
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Jika yang dimaksud ‘mengurus masjid’ bagi wanita adalah membantu kegiatan di masjid yang berurusan dengan kaum wanita, yakni sebagai ‘panitia akhwat’ seperti membantu mengarahkan posisi wanita ketika di masjid, menerima pengaduan dan pertanyaan dari jamaah wanita, mengawasi kaum wanita, mengobati dan merawat wanita yang sakit, dsb. maka hal ini diperbolehkan, tentunya dengan memperhatikan aturan syara ketika di masjid bagi wanita, seperti menutup aurat, tidak mengenakan wewangian, tidak bercampur baur dengan pria, mendapatkan izin dari suami atau walinya, dsb. Jawaban seperti ini juga telah disampaikan dalam Mausu’ah Fatawa di sini: http://www.fatawa.com/view/4492
Tetapi jika maksud ‘mengurus masjid’ dalam arti ikut mengatur masjid, maka ini bukan dipikul oleh kaum wanita, bahkan menjadi tanggung jawab kaum pria. Karena secara umum sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.” (Qs. An Nisaa: 34)
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
2. Pertanyaan: Bismillah, afwan ustadz mau tanya, terkait tentang ‘Tes MBTI 16 karakter kepribadian’ yg marak akhir-akhir ini, bagaimana hukumnya terkait hasil tesnya yg mencocoki dari hasil riset survey? Apakah dibolehkan dan sama halnya seperti tes psikotes, dan tes tes lainnya, ataukah justru haram sama halnya ramalan-ramalan zodiak dsb.?
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Setelah memperhatikan beberapa informasi dari beberapa sumber terkait tes kepribadian yang pada kenyataannya membawa seseorang kepada pandangan dan arah tertentu seakan tidak ada pilihan selain itu, maka kami menyampaikan, bahwa sebaiknya tidak melakukan tes itu agar dirinya tidak ditimpa pesimis, di samping itu tes tersebut mirip ramalan zodiak yang menerangkan sifat dan keadaan seseorang yang akibatnya seseorang merasa pesimis, merendahkan dirinya, dsb.
Oleh karena itu, sebagai bentuk wara (kehati-hatian) terhadap perkara haram hendaknya seseorang meninggalkannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اَلْحَلَالَ بَيِّنٌ, وَإِنَّ اَلْحَرَامَ بَيِّنٌ, وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ, لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ اَلنَّاسِ, فَمَنِ اتَّقَى اَلشُّبُهَاتِ, فَقَدِ اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ, وَمَنْ وَقَعَ فِي اَلشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي اَلْحَرَامِِ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada masalah-masalah yang samar, yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa yang menjaga dirinya dari syubhat maka sungguh ia telah memelihara agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang jatuh ke dalam syubhat maka ia akan jatuh kepada yang haram.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang memberikan manfaat buatmu dan mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah bersikap lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan katakan, “Kalau seandainya aku kerjakan ini dan itu tentu akan jadi begini dan begitu,” tetapi katakalah, “Allah telah takdirkan dan apa yang dikehendaki-Nya Dia perbuat,” karena kata ‘seandainya membuka pintu amal setan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ طِيَرَةَ، وَخَيْرُهَا الفَأْلُ»
“Tidak ada thiyarah (merasa sial dengan sesuatu), dan yang terbaik adalah fa’l (bersikap optimis).
Para sahabat bertanya, “Apa itu fa’l?”
Beliau bersabda,
«الكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَا أَحَدُكُمْ»
“Kata-kata yang baik yang didengar oleh salah seorang di antara kamu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
3. Pertanyaan: Assalamualaikum admin, Ana punya toko online (saya buka jasa desain) namun karena pandemi ini terjadi penurunan. Ana pun memberikan diskon, agar menarik konsumen lagi. Tapi ada seseorang yang komen di toko online ana admin; Intinya orang ini mengatakan harga yg ana jual terlalu murah (di bawah harga pasar) dan membuat mati rezeki orang lain. Pertanyaannya, apakah boleh memasang diskon murah dan bisa membuat mati rezeki orangg lain? Syukron.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Pada dasarnya jual beli tidak mengapa dengan harga yang diinginkan penjual baik mahal atau murah selama saling ridha atau suka sama suka antara penjual dan pembeli. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs. An Nisaa: 29)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ»
“Sesungguhnya jual-beli itu atas dasar suka-sama suka (tanpa ada paksaan).” (Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Bahkan tidak boleh bagi pemerintah menetapkan harga. Oleh karenanya, saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diminta menetapkan harga, maka Beliau bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ»
“Sesungguhnya Allah yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki serta yang memberikan rezeki. Aku ingin saat bertemu Allah, tidak ada seorang pun yang menuntutku karena kezaliman yang terkait dengan darah dan harta.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Dan hukum asal dalam muamalah adalah mubah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
والأصل في هذا أنه لا يحرم على الناس من المعاملات التي يحتاجون إليها إلا ما دلَّ الكتابُ والسنةُ على تحريمه،
“Hukum asal dalam hal ini adalah bahwa tidak diharamkan bagi manusia melakukan muamalah yang mereka butuhkan kecuali ada dalil larangannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah.” (Majmu Fatawa 28/386)
Dengan demikian, tidak mengapa kita menjual atau memasang diskon murah jika tidak ada niat dalam hati kita untuk menyengsarakan penjual lain, wallahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
4. Pertanyaan: Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh ustadz.
Izin, saya mau bertanya soal preorder. Saya sedang bisnis online tas kanvas lukis yang saya lukis sendiri. Namun karena itu costume dan permintaan dari pembeli akhirnya saya buka preorder setiap bulannya sesuai warna tas yang dipesan dan gambar lukisan yang dipesan semampu saya mengerjakan tas lukis, apakah itu preorder yg dibolehkan ustadz? Jazakallahu khairan ustadz.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Di antara muamalah yang diperbolehkan dalam Islam adalah akad salam yang sangat mirip dengan pre order, dimana pengertian salam adalah jual beli barang dengan penundaan barangnya  namun ditentukan sifatnya dengan bayaran yang disegerakan. Nama lain salam adalah salaf, dimana salam adalah bahasa penduduk Hijaz, sedangkan salaf adalah bahasa penduduk Irak.
Kebolehan salam ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah.
Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (Qs. Al Baqarah: 282)
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan akad salam.
Dalam As Sunnah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ، فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ، وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ»
“Barang siapa yang melakukan salam terhadap sesuatu, maka hendaknya dalam takaran yang jelas dan timbangan yang jelas sampai waktu yang ditentukan.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Dalam Ijma, Ibnul Mundzir berkata, “Telah sepakat semua orang yang kami hafal termasuk Ahli Ilmu bahwa salam hukumnya boleh.”
Namun untuk sahnya salam disyaratkan beberapa syarat berikut:
1. Barang yang akan diserahkan bisa ditentukan sifatnya, baik dengan ditakar, ditimbang, atau diukur agar tidak timbul pertengkaran.
2. Diketahui ukuran barang tersebut dengan ukuran syar’i, sehingga tidak sah untuk barang yang ditakar dengan ditimbang dan yang ditimbang namun malah ditakar.
3. Disebutkan jenis barangnya dan macamnya dengan sifat yang membedaan dengan yang lain.
4. Sifatnya utang dalam tanggungan (pihak yang diminta).
5. Barangnya ditunda.
6. Waktu penyerahan diketahui dan ditentukan kedua belah pihak.
7. Pembayarannya telah diterima secara penuh dan diketahui di majlis akad sebelum berpisah.
8. Keadaan barang biasanya ada ketika jatuh tempo agar dapat diserahkan pada waktunya.
Jika pemesan datang dan barangnya sesuai pemesanan, maka ia harus mengambilnya. Atau jika barangnya disiapkan dengan keadaan yang lebih baik, maka ia harus mengambilnya, karena si produsen membawakan barang yang dicakup oleh akad serta memberikan tambahan, namun jika barangnya tidak sesuai sifat yang diminta atau jenis yang diinginkan, maka ia berhak mengambilnya namun tidak harus. Tetapi jika membawakan dengan jenis lain, maka tidak boleh diterima.
Yang sama hukumnya dengan salam juga adalah ishthina’ (memesan untuk dibuatkan), dimana menurut jumhur juga boleh dan syarat padanya sama seperti syarat pada salam, dimana di antara syarat yang pentingnya adalah diserahkan bayaran secara penuh di majlis akad (Al Asybah wan Nazha’ir hal. 89 dan Dhawabith Al Aqd fil Fiqhil Islami hal, 356).
Dengan demikian, pre order hukumnya boleh, tentunya setelah terpenuhi syarat seperti yang telah disebutkan.
Namun ada hal lain yang perlu diperhatikan, yaitu apabila permintaannya berupa lukisan makhluk bernyawa, maka jangan dipenuhi permintaannya agar tidak jatuh dalam ta’awun alal itsmi wal udwan (bantu-membantu atas dasar dosa dan pelanggaran) karena melukis makhluk bernyawa hukumnya haram.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
5. Pertanyaan: Bismillah, Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Semoga Ustadz dan tim Bimbingan Islam beserta keluarga selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Afwan izin bertanya Ustadz, mengenai kewajiban berkurban bila mampu. Jika kondisinya seseorang memiliki harta/tabungan yang dipersiapkan untuk kebutuhan pokok namun baru akan digunakan dalam waktu beberapa bulan ke depan apakah bisa dikatakan orang tersebut mampu/wajib berkurban? Jazakallah khairan wa barakallahu fik.
Jawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه أما بعد :
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum kurban, apakah wajib atau sunah? Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa hukumnya adalah wajib bagi yang mampu, berdasarkan hadits berikut,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Sedangkan yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunah mu’akkadah (sunah yang sangat ditekankan) beralasan dengan hadits berikut,
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » . 
“Apabila kalian melihat hilal (bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
Kata-kata “Salah seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunahnya.
Namun untuk kehati-hatian dan lepas dari perselisihan, hendaknya seorang muslim tidak meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
Jika seseorang punya tabungan untuk kebutuhan pokok di masa mendatang, maka sebagaimana dia mendapatkan rezeki untuk kebutuhan di saat ini, maka di masa mendatang juga sudah ada rezeki yang Allah siapkan. Yakinlah bahwa Allah akan mengganti harta yang kita keluarkan di jalan-Nya, apalagi saat ini kita sudah tercukupi kebutuhannya. Karena ketika kondisinya sudah tercukupi saat ini dan ada kelebihan masuk ke dalam kelompok orang yang disebut oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Barang siapa yang memiliki kemampuan...dst.”
Kecuali jika Anda punya utang atau kebutuhan pokok Anda saat ini belum tercukupi, maka dahulukan utang atau kebutuhan tersebut, walahu a’lam.
Wa billahit taufiq wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger