بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqh Musaabaqah (Perlombaan)
(Bag. 3)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan
salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini merupakan lanjutan pembahasan
tentang musaabaqah, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamiin.
Bermain dadu
Jumhur ulama berpendapat haramnya bermain
dadu, mereka berdalih terhadap keharamannya dengan hadits-hadits berikut:
Buraidah meriwayatkan dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ،
فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ
"Barang
siapa yang bermain dadu, maka seakan-akan ia mencelupkan tangannya ke dalam
daging babi dan darahnya." (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud)
Abu Musa juga meriwayatkan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ
فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Barangsiapa
yang bermain dadu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Malik, dan dihasankan oleh Syaikh Al
Albani dalam)
Oleh karena itu, Sa'id bin Jubair apabila
lewat kepada orang-orang yang bermain dadu tidak mau mengucapkan salam kepada
mereka.
Imam Syaukani berkata: "Ada riwayat
bahwa Ibnu Mughaffal dan Ibnul Musayyib memberikan keringan bermain dadu tanpa ada
perjudian." Dan tampaknya mereka menta'wil hadits itu, yakni hadits itu
menunjukkan dilarang main dadu jika dengan adanya perjudian."
Bermain catur
Memang ada hadits-hadits yang menerangkan
larangan main catur, tetapi hadits-hadits tidak sah satu pun juga. Al Haafizh
Ibnu Hajar Al 'Asqalani berkata: "Tidak ada satu hadits shahih maupun
hasan yang melarangnya. Oleh karena itu,
para fuqaha berbeda pendapat tentang hukumnya, di antara mereka ada yang
mengharamkan dan ada yang membolehkan. Ulama yang mengharamkan adalah Abu
Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan Imam Syafi'i dan sebagian tabi'in
berpendapat makruh dan tidak haram, karena banyak para sahabat yang
memainkannya, demikian juga tidak terhitung para tabi'in yang memainkannya.
Ibnu Qudamah dalam Al Mughniy berkata,
"Adapun catur, maka ia seperti dadu dalam hal haramnya, hanyasaja dadu
lebih haram lagi karena adanya nash yang mengharamkannya, dan catur tergolong
di dalamnya sehingga hukumnya seperti dadu diqiaskan dengannya."
Ada riwayat dari Abu Hurairah, Sa'id bin Al
Musayyib dan Sa'id bin Jubair yang membolehkannya, mereka beralasan bahwa hukum
asalnya adalah boleh, dan tidak ada nash yang mengharamkannya dan catur juga
tidak tergolong ke dalam makna nash yang disebutkan itu, sehingga tetap
mubah."
Namun demikian, ulama yang membolehkan
memberikan syarat sbb:
1. Jangan
sampai melupakan dari kewajiban.
2. Tidak
diiringi perjudian.
3. Ketika
bermain tidak ada yang membuat pelakunya melakukan pelanggaran terhadap
syari'at Allah.
Adapun Syaikh Ibnu Utsaimin, maka
Beliau pernah ditanya tentang hukum bermain
kartu dan bermain catur?" Ia menjawab, " Ahli
ilmu rahimahumullah menerangkan bahwa bermain keduanya adalah haram sebagaimana
hal tersebut telah dibicarakan oleh para syaikh kita. Hal itu, karena di dalam
keduanya terdapat hal yang sangat melalaikan dan memalingkan dari mengingat
Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Di samping itu, keduanya
juga dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian antar pemain. Umumnya,
permainan tersebut dilakukan dengan adanya peraihan hadiah, padahal sudah
maklum bahwa hadiah tidak diperbolehkan antar peserta lomba kecuali dalam
perlombaan yang disebutkan nashnya, yaitu tiga; memanah, pacuan kuda dan pacuan
unta[i].
Siapa saja yang memperhatikan keadaan pemain catur dan kartu, niscaya akan tampak
jelas bahwa waktu mereka yang cukup banyak terlewatkan dengan sia-sia bukan
untuk ketaatan kepada Allah dan bukan untuk hal yang berfaedah untuk dunia
mereka. Sebagian orang ada yang berkata, "Bermain kartu dan catur dapat
membuka pikiran dan menumbuhkan kecerdasan," akan tetapi kenyataannya
tidak sesuai dengan sangkaan mereka, bahkan hal tersebut dapat membuat
kecerdasan berkurang dan pikirannya hanya terbatas dalam ruang lingkup semacam
itu, yakni jika seorang menggunakan fikirannya untuk hal di luar ini, tentu
tidak menemukan jalan. Dengan demikian, hal tersebut dapat melemahkan pikiran
dan membatasi alam pikirannya sampai di situ, sehingga hal ini mengharuskan
seorang yang berakal menjauhi kedua permainan itu."
Beberapa kesimpulan
1. Diperbolehkan memperlombakan kuda
dan hewan tunggangan lainnya, demikian pula diperbolehkan lomba balap lari,
melempar panah, dan latihan menggunakan senjata.
2. Boleh perlombaan hadiah pada
perlombaan unta, kuda, dan panah.
3.
Setiap yang ada maslahat syar'inya, seperti untuk melatih jihad dan
menggali ilmu, maka tidak mengapa mengadakan perlombaan di sana dan mengambil
hadiah.
4. Setiap permainan yang tujuannya
hanya bermain saja yang tidak ada madharrat di sana, maka boleh diadakan
perlombaan, namun dengan syarat tidak melalaikan dari kewajiban dan tidak ada
hadiah di sana.
5. Makruh bagi dewan juri atau hadirin
memuji salah satu peserta lomba atau mencacatkannya (Dari Al Fiqhul Muyassar
tentang musaabaqah).
Wallahu a’lam wa
shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqh Muyassar Fii Dhau'il Kitab was Sunnah (beberapa
ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Mulakhkhash Al Fiqhiy (Shalih
Al Fauzan), Al Maktabatusy Syamilah dll.
[i] Termasuk ke dalam lomba semacam ini adalah lomba-lomba
yang bermanfa'at lainnya seperti lomba balap lari,
renang, dan lomba-lomba bermanfa'at lainnya, hukum hadiah di dalamnya adalah
boleh. Namun dengan syarat hadiah tersebut bukan dari peserta lomba agar
selamat dari perjudian (penj).
0 komentar:
Posting Komentar