بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqh
Shalat Istisqa' (Meminta Hujan kepada Allah) (bag. 1)
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini merupakan penjelasan tentang shalat istisqa' dan
hal-hal yang berkaitan dengannya, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Shalat Istisqa' (meminta
diturunkan hujan)
Meminta diturunkan hujan bisa dengan berdoa kepada Allah Subhaanahu wa
Ta'ala agar diturunkan hujan (tanpa melakukan shalat istisqa'), dan bisa juga
dengan melakukan shalat istisqa', dan ini yang lebih utama. Ibnu Qudamah
berkata, "Shalat istisqa' adalah sunnah mu'akkadah (yang ditekankan) yang
sah berdasarkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
khalifahnya radhiyallahu 'anhum." (Al Mughni 3/334)
Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'aad menyebutkan beberapa praktek
istsiqa' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu sebagai berikut (kami
sebutkan dengan diberi tambahan dalilnya):
1. Pada hari Jum'at di sela-sela khutbah Beliau. Hal
ini berdasarkan hadits berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلًا
دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ جُمُعَةٍ مِنْ بَابٍ كَانَ نَحْوَ دَارِ الْقَضَاءِ
وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ
فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا ثُمَّ
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ فَادْعُ
اللَّهَ يُغِثْنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا قَالَ أَنَسٌ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ
سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةٍ وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ
قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتِ
السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ فَلَا وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا
الشَّمْسَ سَبْتًا قَالَ ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي
الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتِ
الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا عَنَّا قَالَ
فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ
اللَّهُمَّ حَوْلَنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ
وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ فَانْقَلَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي
فِي الشَّمْسِ (مسلم)*
Dari Anas bin Malik ia berkata, "Ada seorang yang masuk ke masjid
pada hari jum'at dari sebelah pintu yang
menghadap ke Daarul qadhaa'. Ketika itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam sedang berdiri khutbah, orang itu pun menghadap Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam sambil berdiri, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, harta
habis dan jalan-jalan (untuk menyambung penghidupan) terputus, maka berdoalah
kepada Allah agar Dia menurunkan hujan kepada kami." Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa,
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
"Ya Allah, turunkanlah
kepada kami hujan. Ya Allah, turunkanlah kepada kami hujan. Ya Allah,
turunkanlah kepada kami hujan."
Anas berkata, "Demi Allah, kami tidak lagi melihat di langit ada
awan mendung maupun sepenggalan daripadanya, dan antara kami dengan bukit Sala'
(gunung dekat Madinah) tidak ada satu rumah pun maupun tempat tinggal.
Tiba-tiba dari balik bukit ada sebuah awan seperti perisai. Ketika sampai ke
tengah langit. Berpencarlah awan tersebut, lalu turunlah hujan. Demi Allah,
kami sempat tidak melihat matahari sejak seminggu, lalu masuk seseorang dari
sebelah pintu itu (yang menghadap ke Darul Qadhaa') pada hari jum'at setelahnya.
Ketika itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berdiri khutbah,
lalu orang itu menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata,
"Wahai Rasulullah, harta habis dan jalan-jalan terputus, maka berdoalah
kepada Allah agar Dia menahan hujan yang menimpa kami." Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya lalu berkata, "
اللَّهُمَّ حَوْلَنَا وَلَا
عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ
وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
"Ya Allah, sekitar kami
saja, tidak menimpa kami. Ya Allah curahkanlah ke bukit-bukit, dataran tinggi,
lembah-lembah dan tempat tumbuhnya tanaman."
Maka hujan pun berhenti, kami pun berjalan lagi di bawah sinar
matahari." (HR. Muslim)[1]
2. Keluarnya Beliau ke lapangan setelah menentukan
waktunya kepada manusia. Beliau keluar ketika matahari masih baru terbit dalam
keadaan bertawadhu', berpakaian sederhana, khusyu', dan berjalan dengan
perlahan.
3. Istsiqa' Beliau di atas mimbar Madinah pada selain
hari Jum'at, namun tidak dihapal adanya praktek shalat dari Beliau ketika itu
(HR. Ibnu Majah. Menurut Al Buwshairiy, isnadnya shahih dan para perawinya
tsiqah).
4. Istsiqa' Beliau ketika duduk di masjid, dimana
Beliau mengangkat tangannya dan berdoa kepada Allah 'Azza wa Jalla. Di antara
doa Beliau yang dihapal ketika itu adalah:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيعًا طَبَقًا عَاجِلًا غَيْرَ
رَائِثٍ نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍ
"Ya Allah, berilah kami
hujan yang membantu, menyuburkan, merata, segera tidak lambat, bermanfaat dan
tidak membahayakan." (HR. Abu Dawud dan Hakim, dan dinyatakan shahih oleh
Hakim serta diakui oleh Adz Dzahabiy, demikian juga dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani)
5. Istisqa' Beliau di dekat batu-batu minyak di dekat
Zaura, di luar pintu masjid yang disebut dengan "Baabussalam". (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dan ia menshahihkannya serta dishahihkan oleh
Adz Dzahabiy).
6. Istisqa' Beliau dalam sebagian perangnya ketika
kaum musyrik berhasil memperoleh mata air, sedangkan kaum muslim kehausan, lalu
mereka mengeluhkan keadaan itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka Beliau mengangkat tangannya dan berdoa sehingga mereka mendapat siraman
hujan dan lembah pun penuh dengan air sehingga para sahabat dapat meminumnya
dan menghilangkan dahaganya. (Lihat kitab Subulus salam pada bab Shalatul
istisqa' dan Zaadul Ma'aad pada pasal Hadyu fil istisqaa').
Perlu diketahui bahwa sebab tidak turunnya hujan adalah karena maksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam hadits riwayat Ibnu Majah bahwa jika
manusia tidak mau mengeluarkan zakatnya niscaya hujan akan dihalangi turunnya, dan
kalau sekiranya bukan karena sayang Allah kepada binatang tentu mereka tidak
akan dihujani. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
يَامَعْشَرَ
الْمُهَاجِرِينَ! خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللهِ أَنْ
تُدْرِكُوهُنَّ: لَمْ تَظْهَرَ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ. حَتَّى يُعْلِنُوا
بِهَا، إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ
مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقَصُوا الْمِكْيَالَ
وَالْمِيزَانَ، إِلاَّ أثخِذَوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّة الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ
السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ، إِلاَّ
مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ، وَلَوْلاَ الْبَهَائِمُ لَمْ يُمَطَرُوا
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللهِ وَعَهْدَ رَسُوِلِهِ، إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ
عَلَيْهِمْ عَدُوّاً مِنء غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَافِي بأَيْدِيِهمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ، وَيَتَخَّيُروا ممَّا
أَنْزَلَ اللهُ، إِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
"Wahai golongan Muhajirin, lima perkara yang
apabila kalian mendapat cobaan itu, dan aku berlindung kepada Allah semoga
kalian tidak mengalaminya, yaitu: tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum,
kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di
tengah mereka penyakit Tha'un dan penyakit-penyakit yang belum pernah terjadi
terhadap para pendahulu mereka. Tidaklah mereka mengurangi takaran dan
timbangan kecuali mereka akan dihukum dengan kemarau panjang, kesulitan pangan
dan penguasa yang zalim. Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta
mereka kecuali hujan dari langit akan dihalangi turun atas mereka, kalau bukan
karena (rahmat Allah) kepada hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan
diberi hujan. Tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya,
kecuali Allah akan menguasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan mengambil
apa yang mereka miliki. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan
menjalankan hukum-hukum Allah dan enggan memilih apa yang diturunkan Allah, melainkan
Allah akan mengadakan peperangan di antara mereka." (HR. Ibnu Majah dan
Hakim, ia menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabiy dishahihkan oleh
Syaikh Al Al Bani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib, dalam Shahih
Ibnu Majah 2/270, dan Ash Shahiihah 1/7 no. 106)
Imam
Bukhari membuat bab dalam Shahihnya "Bab hukuman Ar Rabb (Allah) 'Azza wa Jalla kepada makhluk-Nya
dengan kemarau panjang ketika larangan-larangan-Nya dilanngar."
Oleh karena itu, agar dibukakan keberkahan dari langit (seperti
diturunkan hujan) dan dikeluarkan keberkahan dari bumi (seperti suburnya tanah
dan tumbuhnya tanaman) serta menjadi berkahnya hidup ini adalah dengan cara beriman dan bertakwa (Lihat surah
Al A'raaf: 96-99).
Waktu shalat istisqaa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar untuk melakukan
shalat istisqa saat alis matahari telah tampak, yakni pada waktu seperti shalat
'ied, ketika matahari telah naik setinggi satu tombak atau lebih). Hal ini
berdasarkan hadits Aisyah berikut:
فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حِينَ بَدَا
حَاجِبُ الشَّمْسِ، فَقَعَدَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَكَبَّرَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَحَمِدَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ، ثُمَّ قَالَ: «إِنَّكُمْ شَكَوْتُمْ جَدْبَ دِيَارِكُمْ،
وَاسْتِئْخَارَ الْمَطَرِ عَنْ إِبَّانِ زَمَانِهِ عَنْكُمْ، وَقَدْ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ أَنْ تَدْعُوهُ، وَوَعَدَكُمْ أَنْ يَسْتَجِيبَ لَكُمْ» ، ثُمَّ قَالَ:
«الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ،
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ، لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ، أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ،
وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ» ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ،
فَلَمْ يَزَلْ فِي الرَّفْعِ حَتَّى بَدَا بَيَاضُ إِبِطَيْهِ، ثُمَّ حَوَّلَ إِلَى
النَّاسِ ظَهْرَهُ، وَقَلَبَ، أَوْ حَوَّلَ رِدَاءَهُ، وَهُوَ رَافِعٌ يَدَيْهِ، ثُمَّ
أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ وَنَزَلَ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، فَأَنْشَأَ اللَّهُ سَحَابَةً
فَرَعَدَتْ وَبَرَقَتْ، ثُمَّ أَمْطَرَتْ بِإِذْنِ اللَّهِ، فَلَمْ يَأْتِ مَسْجِدَهُ
حَتَّى سَالَتِ السُّيُولُ، فَلَمَّا رَأَى سُرْعَتَهُمْ إِلَى الْكِنِّ ضَحِكَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ، فَقَالَ: «أَشْهَدُ أَنَّ اللَّهَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَأَنِّي عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ»
"Orang-orang mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tentang tidak turunnya hujan, maka Beliau pun menyuruh agar
dibawakan mimbar, lalu ditaruh di tanah lapang. Beliau menentukan kepada
orang-orang waktu untuk keluar bersama-sama di waktu tersebut. Aisyah berkata,
"Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar (untuk shalat
istisqa') ketika telah tampak alis matahari. Beliau duduk di atas mimbar,
bertakbir dan memuji Allah Azza wa Jalla, kemudian Beliau bersabda, "Sesungguhnya
kalian mengeluhkan kemarau yang menimpa tempat kalian dan terlambatnya hujan
turun kepada kalian tidak seperti biasanya, padahal Allah Azza wa Jalla telah
menyuruh kalian berdoa kepada-Nya, dan Dia berjanji kepada kalian akan
mengabulkan doa kalian." Beliau kemudian mengucapkan:
اَلْحَمْدُ ِللهِ
رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ، الَّرحْمَنِ الَّرحِيْمِ ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ ، لَا
إِلهَ إِلَّا اللهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ ، اَللّهُمَّ أَنْتَ اللهُ ، لَا إِلهَ
إِلَّا أَنْتَ الْغَِنيُّ ، وَنَحْنُ اْلفُقَرَاءُ ، أَنْـزِلْ عَلَيْنَا
اْلغَيْثَ ، وَاجْعَلْ مَا أَنْـزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغاً إِلىَ حِيْنٍ
"Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang dan Pengusa hari pembalasan. Tidak ada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah, Dia berbuat apa yang Dia kehendaki. Ya Allah, Engkau
adalah Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau Tuhan Yang
Maha Kaya, kami ini orang-orang yang fakir. Turunkanlah kepada kami hujan,
jadikanlah hujan yang Engkau turunkan kepada kami ini sebagai kekuatan bagi
kami hingga waktu tertentu."
Beliau pun mengangkat kedua tangannya, dan tetap terus mengangkatnya
hingga kelihatan putih kedua ketiak Beliau, kemudian Beliau membalikkan
punggungnya ke orang-orang (menghadap ke kiblat), lalu Beliau membalikkan atau memindahkan
selendangnya, dalam keadaan mengangkat kedua tangannya. Kemudian Beliau
menghadap kepada orang-orang dan turun (dari mimbar), lalu shalat dua rakaat.
Allah Ta'ala pun mengadakan awan, kemudian awan itu berguruh dan berkilat, dan
turunlah hujan dengan izin Allah. Belum lagi Beliau mendatangi pintu masjidnya
ternyata air sudah mengalir ke mana-mana. Saat Beliau melihat orang-orang
bergegas ke rumah, Beliau tersenyum hingga tampak gigi Beliau dan Beliau
bersabda, "Aku bersaksi bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan
aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR. Abu Dawud dan dihasankan
oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa'ul Ghalil 3/135.
Meskipun demikian, keterangan ini tidaklah menunjukkan waktunya terbatas
pada saat itu. Al Hafizh berkata, "Yang rajih, bahwa dalam melakukannya
tidak mesti pada pada waktu tertentu." (Fathul Bari 2/499).
Ibnu Hibban menerangkan, bahwa keluarnya Beliau shallallahu 'alaihi wa
sallam ke lapangan untuk shalat istisqa dilakukan pada bulan Ramadhan tahun
ke-6 H.
Meskipun sebagian besar hukum yang berkaitan dengan shalat istisqaa'
sama dengan shalat 'Ied, hanyasaja harinya tidak ditentukan seperti halnya 'Ied,
serta waktunya tidak habis ketika matahari sudah tergelincir (sudah masuk waktu
zhuhur).
Tetapi, apakah shalat istisqa' ini bisa dilakukan di malam hari? Jawab:
Sebagian ulama beristinbath (mengeluarkan hukum) dari praktek Beliau
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menjaharkan bacaan di siang hari, bahwa
shalat istisqa' ini shalat yang dilakukan pada siang hari (tidak malam hari)
seperti shalat Ied. Jika tidak demikian dan bisa dilakukan di malam hari, tentu
Beliau akan mensir(pelan)kan bacaan di siang hari dan menjaharkan di malam hari
seperti shalat-shalat sunat yang mutlak.
Ibnu Qudamah berkata, "Shalat istisqaa' ini tidak ada waktu tertentu,
hanyasaja tidak dilakukan pada waktu terlarang, tanpa ada khilaf dalam hal ini,
karena waktunya luas, sehingga tidak butuh dilakukan di waktu terlarang, namun
lebih utama dikerjakan pada waktu shalat 'Ied sebagaimana yang diriwayatkan Abu
Dawud, disamping itu karena ia mirip dengan shalat "ied baik tempatnya
maupun prakteknya. Demikian pula waktunya, hanyasaja waktunya tidak habis
ketika matahari telah tergelincir (tiba waktu Zhuhur)…dst." (Al Mughni
2/432)
Bersambung…
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Subulus Salam (Imam Ash
Shan'ani), Nailul Awthar (Imam Syaukani), Shalatul Istisqa' (DR. Sa'id Al
Qahthani), Bughyatul Mutathawwi' (DR. M. Bin Umar Bazmul), Al Fiqhul Muyassar dll.
[1] Ketika imam
mengangkat tangan dalam berdoa makmum juga mengangkat tangan mereka. Imam
Bukhari membuat bab "Manusia mengangkat tangannya bersama imam dalam
doa istisqa," selanjutnya Imam Bukhari menyebutkan secara mu'allaq
(tanpa sanad) sebuah hadits dari Anas bin Malik ia berkata, "Ada seorang
Arab badui dari gurun yang datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pada hari Jum'at, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, ternak sudah
habis, keluarga binasa, demikian juga orang-orang juga binasa, maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya berdoa, demikian juga
orang-orang ikut mengangkat kedua tangannya sambil berdoa." (Hadits ini
menurut Al Hafizh Ibnu Hajar dimaushulkan oleh Al Isma'iliy, Abu Nu'aim, dan
Baihaqi dari jalan Abu Isma'il At Tirmidzi dari Ayyub).
0 komentar:
Posting Komentar