Syarah Kitab Tauhid (43)

Jumat, 31 Agustus 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫يعرفون نعمت الله‬‎
Syarah Kitab Tauhid (43)
(Ingkar Terhadap Nikmat Allah)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab : Ingkar Terhadap Nikmat Allah
Firman Allah Ta’ala,
يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا
“Mereka mengetahui nikmat Allah, tetapi kemudian mereka mengingkarinya…dst." (Qs. An Nahl: 83)
Dalam menafsirkan ayat di atas Mujahid berpendapat, maksudnya adalah pernyataan seseorang, “Ini adalah harta kekayaan yang aku warisi dari nenek moyangku.”
Aun bin Abdullah berkata, “Itu adalah pernyataan mereka, “Kalau bukan karena fulan tentu tidak menjadi begini.”
Ibnu Qutaibah berkata, “Yaitu perkataan mereka, “Ini sebab syafaat sesembahan-sesembahan kami.”
**********
Penjelasan:
Dalam bab ini, penyusun (Syaikh M. At Tamimi) ingin menerangkan tentang wajibnya beradab kepada Allah Azza wa Jalla dengan menjauhi lafaz-lafaz syirik khafi (tersembunyi) seperti menyandarkan nikmat kepada selain Allah, karena yang demikian dapat menafikan kesempurnaan tauhid.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, bahwa menyandarkan nikmat Allah kepada selain-Nya sama saja menyekutukan Allah dalam hal Rububiyyah, karena sama saja menyandarkan kepada sebab bahwa seakan-akan sebab itulah yang menjadikan demikian. Di samping itu, sikap tersebut juga menunjukkan bahwa orang tersebut tidak bersyukur kepada Allah dimana syukur merupakan bentuk ibadah, dan meninggalkan syukur dapat menafikan (kesempurnaan) tauhid, sehingga dalam menyandarkan nikmat kepada selain Allah terdapat sikap meremehkan tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah.
Mujahid bin Jabr Al Makkiy yang disebutkan di atas adalah murid Ibnu Abbad radhiyallahu anhuma yang wafat tahun 104 H menurut pendapat yang kuat.
Al Fadhl bin Maimun berkata, “Aku pernah mendengar Mujahid berkata, “Aku menyodorkan mushaf di hadapan Ibnu Abbas berkali-kali, aku bertanya kepada beliau pada setiap ayatnya, yakni bertanya tentang apa turun, bagaimana turunnya, dan apa maknanya?”
Beliau adalah Imam Ahli Tafsir dari kalangan tabi’in. Sufyan Ats Tsauriy berkata, “Jika datang tafsir kepadamu dari Mujahid, maka itu cukup bagimu.”
Aun bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud Al Hudzalliy adalah seorang yang tsiqah (terpercaya) dan ahli ibadah, wafat kira-kira tahun 120 H.
Ibnu Qutaibah namanya adalah Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Ad Dainuriy Al Hafizh, seorang Ahli Tafsir dan pemilik banyak karya. Ia wafat pada tahun 276 H.
Maksud ayat di atas adalah bahwa kaum musyrik mengetahui bahwa yang mereka terima berasal dari Allah Ta’ala, tetapi mereka malah mengingkarinya, yaitu dengan menyandarkan nikmat itu kepada selain-Nya seperti kepada sesembahan mereka atau nenek moyang mereka, sehingga pernyataan mereka bertentangan dengan apa yang mereka ketahui.
Mengingkari nikmat Allah Ta’ala disebut kufur nikmat. Kebalikannya adalah syukur. Inilah yang diperintahkan, dan rukun syukur ada tiga:
Pertama, menyebutnya dengan lisan, lihat Qs. Adh Dhuha: 11.
Kedua, mengakui bahwa nikmat itu berasal dari Allah Ta’ala, dalilnya adalah ayat di atas (Qs. An Nahl: 83)
Ketiga, menggunakan nikmat itu untuk ketaatan kepada Allah; bukan untuk kemaksiatan.
Kesimpulan:
1.      Kaum musyrik mengakui tauhid Rububiyyah; namun tidak mengakui tauhid Uluhiyyah.
2.      Wajibnya menyandarkan nikmat kepada Allah Ta’ala.
3.      Peringatan agar tidak menyandarkan nikmat kepada selain Allah Ta’ala, karena hal itu merupakan syirik dalam Rububiyyah.
4.      Wajibnya beradab dalam mengucapkan kalimat, dan haramnya bersandar kepada sebab. 
**********
Abul Abbas (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) setelah mengupas hadits Zaid bin Khalid yang telah lewat yang isnya menyebutkan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Pada pagi hari ini, di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kufur…dan seterusnya,” berkata, “Hal ini banyak terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang yang menyekutukan-Nya dengan menyandarkan nikmat-Nya kepada selain-Nya. Sebagian kaum salaf berkata, “Hal ini sama seperti pernyataan mereka, “Hal ini karena anginnya bagus dan nahkodanya pandai,” dan ucapan semisalnya yang biasa diucapkan banyak manusia.”
**********
Penjelasan:
Hadits Zaid bin Khalid telah disebutkan pada pembahasan hukum menisbatkan turunnya hujan kepada bintang.
Maksud atsar di atas adalah bahwa kapal ketika berlayar dengan baik dengan izin Allah, lalu mereka menisbatkan hal itu kepada angin yang bagus dan kepandaian nahkoda; mereka melupakan Allah Tuhan mereka yang telah mempermudah segala sesuatunya karena rahmat-Nya, sehingga hal ini sama seperti menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang.
Orang yang mengucapkan kata-kata yang mengandung penyandaran nikmat kepada selain Allah ada beberapa keadaan:
1. Jika menyandarkan kepada sebab yang tersembunyi; yang tidak memiliki pengaruh sama sekali, seperti mengatakan “kalau bukan karena wali fulan, tentu akan terjadi begini atau begitu,” maka hal ini adalah syirik akbar (besar), karena pada pernyataan itu menunjukkan keyakinannya bahwa wali fulan ikut serta mengatur alam semesta.
2. Jika penyandarannya kepada sebab yang benar dan dipandang syara atau akal, maka boleh namun dengan syarat ia tidak beranggapan bahwa sebab itulah yang menjadikan demikian dan tidak melupakan Allah yang menganugerahkan nikmat itu. Contoh sebab yang dipandang syara adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Kalau bukan karena aku, tentu ia (Abu Thalib) akan berada di lapisan bawah neraka.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
3. Jika penyandarannya kepada sebab yang tampak, akan tetapi tidak dianggap oleh syara, indra, maupun akal, maka ini adalah syirik asghar (kecil), seperti menyatakan, bahwa kejadian itu disebabkan karena cincin ini atau itu, dan bisa menjadi syirik akbar jika menyatakan, bahwa hal itu terjadi karena cincin ini atau itu dengan sendirinya.
Kesimpulan Umum:
1. Dalam bab di atas diterangkan tentang contoh mengetahui nikmat Allah namun malah mengingkarinya.
2. Mengetahui, bahwa pernyataan demikian sering terlontar di lisan orang banyak.
3. Menyandarkan nikmat kepada selain Allah merupakan bentuk mengingkari atau kufur terhadap nikmat. Sebaliknya menyandarkan nikmat kepada Allah Azza wa Jalla merupakan bentuk syukur.
4. Menyandarkan nikmat kepada selain Allah Ta’ala bisa sebagai kekufuran, baik kufur akbar (besar) maupun kufur asghar (kecil) tergantung keyakinan yang ada dalam hati seseorang.
5. Terkadang dua hal bertentangan ada dalam hati.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), A; Qaulul Mufid alak Kitabit Tauhid (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

Terjemah Umdatul Ahkam (26)

Minggu, 26 Agustus 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫خطر الربا‬‎
Terjemah Umdatul Ahkam (26)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan terjemah Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541 H – 600 H) rahimahullah. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan kitab ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Bab Riba dan Sharf (Penukaran emas dengan perak atau sebaliknya)
280 - عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: ((الذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبًا , إلاَّ هَاءَ وَهَاءَ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِباً , إلاَّ هَاءَ وَهَاءَ. وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِباً , إلاَّ هَاءَ وَهَاءَ)) .
280. Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Emas ditukar dengan perak itu jatuh ke dalam riba kecuali serah terima langsung, gandum dengan gandum juga jatuh ke dalam riba kecuali serah terima langsung, demikian pula makanan pokok sya’ir dengan sya’ir jatuh ke dalam riba kecuali serah terima langsung.”
281 - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((لا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إلاَّ مِثْلاً بِمِثْلٍ. وَلا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ. وَلا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إلاَّ مِثْلاًّ بِمِثْلٍ. وَلا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ. وَلا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِباً بِنَاجِزٍ)). وَفِي لَفْظٍ ((إلاَّ يَداً بِيَدٍ)) . وَفِي لَفْظٍ ((إلاَّ وَزْناً بِوَزْنٍ , مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ)) .
281. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah menjual emas dengan emas kecuali seimbang, dan jangan kalian lebihkan sebagiannya di atas yang lain. Janganlah menjual perak dengan perak kecuali seimbang, dan jangan kalian lebihkan sebagiannya di atas yang lain, dan janganlah menjual barang yang hadir dengan barang yang ditangguhkan.” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Kecuali langsung serah terima.” Dalam lafaz lain disebutkan, “Kecuali harus seimbang dan sama.”
282 - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: ((جَاءَ بِلالٌ إلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - بِتَمْرٍ بَرْنِيِّ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -: مِنْ أَيْنَ لَكَ هَذَا؟ قَالَ بِلالٌ: كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيءٌ , فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِيَطْعَمَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -. فَقَالَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - عِنْدَ ذَلِكَ: أَوَّهْ , أَوَّهْ , عَيْنُ الرِّبَا , عَيْنُ الرِّبَا , لا تَفْعَلْ. وَلَكِنْ إذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعْ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ. ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ)) .
282. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu ia berkata, “Bilal pernah datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa kurma Barni (jenis yang bagus), lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Dari mana engkau dapatkan kurma ini?” Bilal menjawab, “Kami punya kurma yang jelek, lalu aku jual dua sha’ kurma kurang yang jelek itu dengan satu sha’ kurma yang bagus agar dimakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aduh. Aduh! Inilah riba yang sesungguhnya. Inilah riba yang sesungguhnya. Jika engkau hendak membeli kurma yang bagus, maka juallah kurma sebelumnya dengan bayaran lain (selain kurma), lalu engkau beli kurma (yang bagus) itu dengannya (selain kurma).”
283 - عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ قَالَ: ((سَأَلْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ وَزَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ , عَنْ الصَّرْفِ؟ فَكُلُّ وَاحِدٍ يَقُولُ: هَذَا خَيْرٌ مِنِّي. وَكِلاهُمَا يَقُولُ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ بَيْعِ الذَّهَبِ بِالْوَرِقِ دَيْناً)) .
283. Dari Abul Minhal ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Al Barra bin Azib dan Zaid bin Arqam tentang sharf (penukaran emas dengan perak atau sebaliknya), maka masing-masing mereka menyatakan, “Dia lebih baik dariku,” (menyuruh yang lain menjawab) dan kedua-duanya mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual emas dengan perak dengan cara utang.”
284 - عَنْ أَبِي بَكْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ , وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ , إلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ , وَأَمَرَنَا: أَنْ نَشْتَرِيَ الْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ , كَيْفَ شِئْنَا. وَنَشْتَرِيَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا. قَالَ: فَسَأَلَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَدًا بِيَدٍ؟ فَقَالَ: هَكَذَا سَمِعْتُ)) .
284. Dari Abu Bakrah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual perak dengan perak dan emas dengan emas kecuali sama. Beliau memerintahkan kami membeli perak dengan emas sesuai yang kami inginkan atau emas dengan perak sesuai yang kami inginkan,” lalu ada seorang yang bertanya, “Apakah secara langsung (serah-terima)?” Ia Menjawab, “(Ya) Demikianlah yang aku dengar.”
Bab Rahn (gadai) dan lainnya
285 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَاماً , وَرَهَنَهُ دِرْعاً مِنْ حَدِيدٍ)) .
285. Dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan menggadaikan kepadanya baju besinya.
286 - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ. فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيءٍ فَلْيَتْبَعْ)) .
286. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Penundaan pembayaran orang yang mampu adalah kezaliman. Jika piutangmu dipindahkan kepada orang yang mampu, maka terimalah.”
287 - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَوْ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ -: ((مَنْ أَدْرَكَ مَالَهُ بِعَيْنِهِ عِنْدَ رَجُلٍ - أَوْ إنْسَانٍ - قَدْ أَفْلَسَ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ مِنْ غَيْرِهِ)) .
287. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, –atau Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,- “Barang siapa yang menemukan hartanya ada pada orang lain atau pada seseorang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak daripada yang lain.”
288 - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ ((جَعَلَ - وَفِي لَفْظٍ: ((قَضَى النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِالشُّفْعَةِ فِي كُلِّ مَا لَمْ يُقْسَمْ. فَإِذَا وَقَعَتِ الْحُدُودُ , وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ: فَلا شُفْعَةَ)) .
 287. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjadikan atau menetapkan syuf’ah (keberhakan sekutu daripada yang lain untuk membeli) pada sesuatu yang belum dibagi. Jika sudah ditentukan batasnya dan diatur/dipisah jalan-jalannya, maka tidak ada syuf’ah.”
289 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: ((قَدْ أَصَابَ عُمَرُ أَرْضاً بِخَيْبَرَ. فَأَتَى النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , إنِّي أَصَبْتُ أَرْضاً بِخَيْبَرَ , لَمْ أُصِبْ مَالاً قَطُّ هُوَ أَنْفَسُ عِنْدِي مِنْهُ , فَمَا تَأْمُرُنِي بِهِ؟ فَقَالَ: إنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا , وَتَصَدَّقْتَ بِهَا. قَالَ: فَتَصَدَّقَ بِهَا. غَيْرَ أَنَّهُ لا يُبَاعُ أَصْلُهَا , وَلا يُوهَبُ , وَلا يُورَثُ. قَالَ: فَتَصَدَّقَ عُمَرُ فِي الْفُقَرَاءِ , وَفِي الْقُرْبَى , وَفِي الرِّقَابِ , وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ , وَابْنِ السَّبِيلِ , وَالضَّيْفِ. لا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا: أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ , أَوْ يُطْعِمَ صَدِيقاً , غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ فِيهِ)) . وَفِي لَفْظٍ: ((غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ)) .
289. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Umar mendapatkan tanah di Khaibar, lalu ia mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam meminta pandangan Beliau terhadapnya, maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, aku mendapatkan tanah di Khaibar yang sebelumnya tidak pernah kudapatkan harta yang lebih berharga daripada itu, maka apa saran engkau terhadapnya?” Beliau bersabda, “Jika engkau mau, engkau tahan asalnya (tanah itu) dan engkau bersedekah dengannya,” maka Umar bersedekah dengannya, dan tanah itu tidak dijual-belikan asalnya, tidak dihibahkan, dan tidak diwarisi,” lalu Umar menyedekahkannya kepada kaum fakir, kerabat, untuk membantu memerdekakan budak, fi sabilillah, ibnussabil (musafir yang kehabisan bekal), dan tamu, dan tidak mengapa bagi pengurusnya untuk memakan daripadanya secara wajar atau memberikan makanan kepada temannya namun dengan tidak menyimpan sebagai miliknya.” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Tidak mengumpulkan harta (memperkaya diri).”
290 - عَنْ عُمَرَ- رضي الله عنه - قَالَ: ((حَمَلْتُ عَلَى فَرَسٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ , فَأَضَاعَهُ الَّذِي كَانَ عِنْدَهُ , فَأَرَدْتُ أَنْ أَشْتَرِيَهُ , فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَبِيعُهُ بِرُخْصٍ. فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم -؟ فَقَالَ: لا تَشْتَرِهِ. وَلا تَعُدْ فِي صَدَقَتِكَ , وَإِنْ أَعْطَاكَهُ بِدِرْهَمٍ. فَإِنَّ الْعَائِدَ فِي هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِي قَيْئِهِ)) .
290. Dari Umar radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku pernah menyedekahkan seekor kuda di jalan Allah kepada seorang pejuang, lalu orang itu menyia-nyiakannya, maka aku ingin membelinya, dan aku mengira ia akan menjualnya dengan harga yang murah, maka aku bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang hal itu, Beliau pun menjawab, “Jangan kamu beli, dan jangan tarik lagi sedekahmu meskipun dia menghargainya hanya satu dirham, karena orang yang menarik kembali sedekahnya seperti orang yang menelan kembali muntahnya.”
291 - وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ، كَالْعَائِدِ فِيى قَيْئِهِ". وَفِي لَفْظٍ: "فَإِنَّ الَّذِى يَعُوْدُ فِي صَدَقَتِهِ كَالْكَلْبِ [يَقِئُ ثُمَّ] يَعُوْدُ فِي قَيْئِهِ".
291. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang menarik kembali hibah(pemberian)nya adalah seperti orang yang menelan kembali muntahnya.” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Sesungguhnya orang yang menarik kembali sedekahnya seperti anjing yang muntah lalu menelan kembali muntahnya.”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Penerjemah:
Marwan bin Musa

Mengenal Asma’ul Husna (3)

Sabtu, 25 Agustus 2018

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫ولله الاسماء الحسنى فادعوه بها‬‎
Mengenal Asma’ul Husna (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan ringkas tentang Asma’ul Husna atau nama-nama Allah Yang Indah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Asma’ul Husna
(92) Al Qaabidh (Allah Maha Menyempitkan), (93) Al Baasith (Allah Maha Melapangkan)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْخَالِقُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ الْمُسَعِّرُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَا يَطْلُبُنِي أَحَدٌ بِمَظْلَمَةٍ ظَلَمْتُهَا إِيَّاهُ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
"Sesungguhnya Allah Ta'ala, Dia-lah Yang Maha Pencipta, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki dan Pemberi rezeki serta yang menetapkan harga. Sesungguhnya saya tidak ingin menghadap Allah dalam keadaan ada seorang yang menuntut kezaliman karena tindakanku terhadapnya baik dalam masalah darah maupun harta." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jaami' no. 1846)
(94) Al Muqaddim (Allah Maha Mengawalkan)
(95) Al Mu'akhkhir (Allah Maha Mengakhirkan)
Dalilnya adalah doa istiftah yang dibaca Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam shalat malam.
(96) Al Muhsin (Allah Maha Berbuat baik)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى مُحْسِنٌ فَأَحْسِنُوْا
"Sesungguhnya Allah muhsin, maka berbuat ihsanlah." (HR. Ibnu 'Addiy dari Samurah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami' no. 1823)
(97) Al Mu'thiy (Allah Maha Pemberi)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
وَ اللهُ الْمُعْطِي وَأَنَا الْقَاسِمُ
"Allah-lah yang memberi, adapun saya hanya membagi-bagikan." (HR. Bukhari dan Muslim)
(98) Al Mannan (Allah Maha Pemberi)
Dalilnya adalah doa ismullah al A’zham.
(99) Al Witr (Allah Maha Esa)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَهْوَ وَتْرٌ يُحِبُّ الْوَتْرَ » . 
"Allah adalah witr (Esa), Dia menyukai yang ganjil[i]." (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Ibnu 'Utsaimin setelah menyebutkan nama-nama di atas berkata, "Inilah yang kami pilih setelah menggalinya; 81 ada dalam kitab Allah dan 18 ada dalam sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, meskipun kami masih ragu-ragu dalam memasukkan nama Al Hafiy[ii], karena nama tersebut disebutkan dengan ditaqyid (dibatasi), yaitu pada firman Allah Ta'ala menyebutkan tentang (perkataan) Nabi Ibrahim,
إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا
(Ibrahim berkata), "Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku." (Maryam: 47)
Demikian juga nama Al Muhsin, karena kami belum melihat para perawinya dalam (Mu'jam) Thabrani, namun Syaikhul Islam menyebutkannya termasuk nama-nama-Nya (Asmaa'ul Husna). Kemudian saya menemukannya dalam Mushannaf Abdurrazzaq (Juz 4/492/ no. 8603) dari Syaddad bin Aus dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam[iii]."
Ia juga berkata, "Dan di antara nama-nama Allah Ta'ala ada yang diidhafatkan (dihubungkan), seperti Maalikul mulki Dzul Jalaali wal Ikraam." (Al Qawaa'idul Mutsla hal. 25 cet. Maktabah Al 'Ilm)
Bagi yang ingin menyelami lebih dalam Asma’ul Husna, silahkan buka buku yang kami tulis dengan judul “Untaian Mutiara Hadits” atau bisa didownload di sini: https://drive.google.com/open?id=0Bx0SaxmNLRN2YTRFWnZuUHI4aUE
Kesimpulan umum           
Secara umum dengan mengenal nama-nama-Nya dan mengamalkan pesan yang terkandung di dalamnya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, mendorong kita untuk beramal saleh dan menjauhi maksiat, mendapatkan kecintaan dari Allah dan memasukkan kita ke surga.
Kita meminta kepada Allah dengan semua nama-Nya yang Indah dan sifat-Nya yang tinggi agar Dia memasukkan kita semua ke dalam surga-Nya dan dijauhkan dari neraka, Allahumma aamin.
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Untaian Mutiara Hadits (Penulis),  Maktabah Syamilah versi 3.45, Ta’liq Mukhtashar ala Lum’atil I’tiqad, (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), Al Qawa’idul Mutsla (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), http://www.alukah.net/sharia/0/82205/ , dll.


[i] Allah Subhaanahu wa Ta'ala suka kepada yang ganjil. Oleh karena itu, Dia menetapkan banyak ibadah dan makhluk dalam jumlah ganjil, seperti menetapkan shalat lima waktu, thawaf sebanyak tujuh kali, langit berjumlah tujuh, dan menganjurkan tiga kali dalam berbagai amal, seperti wudhu dan mandi.
[ii]  Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa termasuk nama Allah pula adalah Al Kafil (Yang Maha Menjamin) berdasarkan Qs. An Nahl: 91, wallahu a’lam.
[iii] Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami' (1824).

Mengenal Asma’ul Husna (2)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫ولله الاسماء الحسنى فادعوه بها‬‎
Mengenal Asma’ul Husna (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan ringkas tentang Asma’ul Husna atau nama-nama Allah Yang Indah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Asma’ul Husna
Di antara ulama ada pula yang menyebutkan nama-nama Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang ia gali dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti yang dilakukan Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin dalam bukunya “Syarh Al Qawaa’idil Mutsla”, ia menyimpulkan nama-nama Allah Ta'ala yang ada dalam kitab Allah, yaitu: (1) Allah, (2) Al Ahad (Allah Mahaesa), lihat Qs. Al Ikhlas: 1, (3) Al A'laa (Allah Mahatinggi, lihat Qs. Al A’la: 1), (4) Al Akram (Allah Mahamulia, lihat Qs. Al ‘Alaq: 3), (5) Al Ilaah (Allah yang berhak disembah, lihat Qs. Al Baqarah: 162), (6) Al Awwal (Allah yang pertama; yang tidak ada sebelum-Nya segala sesuatu, lihat Qs. Al Hadid: 3), (7) Al Aakhir (Allah yang terakhir; yang tidak ada setelah-Nya segala sesuatu, lihat Qs. Al Hadid: 3), (8) Azh Zhaahir (Allah yang tampak; yang tidak ada di atas-Nya segala sesuatu, lihat Qs. Al Hadid: 3), (9) Al Baathin (Allah, yang tidak ada sesuatu di bawah-Nya, lihat Qs. Al Hadid: 3), (10) Al Baari' (Allah Maha Pencipta, lihat Qs. Al Hasyr: 24), (11) Al Barr (Allah Maha berbuat ihsan, lihat Qs. Ath Thur: 28), (12) Al Bashiir (Allah Mahamelihat, lihat Qs. Al Israa’: 1), (13) At Tawwab (Allah Maha Penerima tobat, lihat Qs. Al Baqarah: 6), (14) Al Jabbar (Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewujudkan kehendak-Nya terhadap semua makhluk-Nya tanpa ada yang dapat menghalangi, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (15) Al Haafizh (Allah Maha Pemelihara, lihat Qs. Yusuf: 64), (16) Al Hasiib (Allah Maha Menghisab, lihat Qs. An Nisaa: 6), (17) Al Hafiizh (Allah Maha Pemelihara, lihat Qs. Saba’: 21), (18) Al Hafii (Allah Mahabaik, lihat Qs. Maryam: 47), (19) Al Haqq (Allah Maha Benar, lihat Qs. Al Hajj: 62), (20) Al Mubiin (Allah Maha Menerangkan, lihat Qs. An Nur: 25), (21) Al Hakiim (Allah Mahabijaksana, lihat Qs. Al Hasyr: 1), (22) Al Haliim (Allah Maha Penyantun, lihat Qs. Al Baqarah: 225), (23) Al Hamiid (Allah Maha Terpuji, lihat Qs. Asy Syura: 28), (24) Al Hayy (Allah Maha Hidup, lihat Qs. Ghafir: 65), (25) Al Qayyum (Allah Maha Mengurus makhluk-Nya sendiri, lihat Qs. Al Baqarah: 255), (26) Al Khabiir (Allah Maha Mengetahui, lihat Qs. At Tahrim: 3), (27) Al Khaaliq (Allah Maha Pencipta, lihat Qs. Al Hasyr: 24), (28) Al Khallaq (Allah Maha Pencipta, lihat Qs. Al Hijr: 86), (29) Ar Ra'uuf (Allah Maha Sayang, lihat Qs. An Nahl: 7), (30) Ar Rahmaan (Allah Maha Pemurah, lihat Qs. Al Fatihah: 3), (31) Ar Rahiim (Allah Maha Penyayang, lihat Qs. Al Fatihah: 3), (32) Ar Razzaq (Allah Maha Pemberi rezeki, lihat Qs. Adz DzariyatL 58), (33) Ar Raqiib (Allah Maha Pengawas, lihat Qs. Al Ahzab: 52), (34) As Salaam (Allah Maha Pemberi keselamatan, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (35) As Samii' (Allah Maha Mendengar, lihat Qs. Al Mujadilah: 1), (36) Asy Syaakir (Allah Maha Menyukuri, lihat Qs. An Nisa: 147), (37) Asy Syakuur (Allah Maha Mensyukuri, lihat Qs. Fathir: 34), (38) Asy Syahiid (Allah Maha Menyaksikan, lihat Qs. Fushshilat: 53), (39) Ash Shamad (Allah, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, lihat Qs. Al Ikhlas: 2), (40) Al 'Aalim (Allah Maha Mengetahui, lihat Qs. Al An’aam: 73), (41) Al 'Aziiz (Allah Maha Perkasa, lihat Qs. Al Hasyr: 24), (42) Al 'Azhiim (Allah Maha Agung, lihat Qs. Al Baqarah: 255), (43) Al 'Afuww (Allah Maha Memaafkan, lihat Qs. Al Mujadilah: 2), (44) Al 'Aliim (Allah Maha Mengetahui, lihat Qs. At Tahrim: 2), (45) Al 'Aliiy (Allah Maha Tinggi, lihat Qs. Asy Syura: 51), (46) Al Ghaffar (Allah Maha Pengampun, lihat Qs. Nuh: 10), (47) Al Ghafuur (Allah Maha Pengampun, lihat Qs. Az Zumar: 53), (48) Al Ghaniyy (Allah Maha Kaya, lihat Qs. Muhammad: 38), (49) Al Fattah (Allah Maha Hakim, Dia yang memutuskan masalah di antara hamba-hamba-Nya, lihat Qs. Saba’: 26), (50) Al Qaadir (Allah Mahakuasa, lihat Qs. Al An’aam: 65), (51) Al Qaahir (Allah Mahaberkuasa, lihat Qs. Al An’aam: 18), (52) Al Quddus (Allah Mahabersih dan suci dari segala aib dan kekurangan, lihat Qs. Al Jumu’ah: 1), (53) Al Qadiir (Allah Mahakuasa, lihat Qs. Al Maidah: 120), (54) Al Qariib (Allah Mahadekat, lihat Qs. Al Baqarah: 186), (55) Al Qawiyy (Allah Mahakuat, lihat Qs. Huud: 66), (56) Al Qahhar (Allah Maha Berkuasa, lihat Qs. Yusuf: 39), (57) Al Kabiir (Allah Mahabesar, lihat Qs. Ar Ra’d: 9), (58) Al Kariim (Allah Mahamulia, lihat Qs. Al Infithar: 6), (59) Al Lathiif (Allah Maha Lembut dan halus, lihat Qs. Al An’aam: 103), (60) Al Mu'min (Allah Maha Pemberi keamanan, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (61) Al Muta'aaliy (Allah Mahatinggi, lihat Qs. Ar Ra’d: 9), (62) Al Mutakabbir (Allah Maha bersih dari keburukan, kekurangan dan cacat karena kebesaran dan keagungan-Nya, Dia memiliki segala keagungan, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (63) Al Matiin (Allah Mahakokoh, lihat Qs. Adz Dzariyat: 58), (64) Al Mujiib (Allah Maha Mengabulkan, lihat Qs. Huud: 61), (65) Al Majiid (Allah Mahamulia, lihat Qs. Huud: 73), (66) Al Muhiith (Allah Maha Meliputi, lihat Qs. Fushshilat: 54), (67) Al Mushawwir (Allah Maha Membentuk, lihat Qs. Al Hasyr: 24), (68) Al Muqtadir (Allah Mahakuasa, lihat Qs. Al Kahf: 45), (69) Al Muqiit (Allah Maha Pencipta makanan, lihat Qs. An Nisaa: 85), (70) Al Malik (Allah Maharaja, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (71) Al Maliik (Allah Maha Menguasai, lihat Qs. Al Qamar: 55), (72) Al Maulaa (Allah Maha Pelindung, lihat Qs. Al Anfal: 40), (73) Al Muhaimin (Allah Maha Pengawas dan Pemelihara, lihat Qs. Al Hasyr: 23), (74) An Nashiir (Allah Maha Pembela, lihat Qs. An Nisa: 45), (75) Al Waahid (Allah Mahaesa, lihat Qs. Ar Ra’d: 16), (76) Al Waarits (Allah Maha Mewariskan, lihat Qs. Al Hijr: 23), (77) Al Waasi' (Allah Mahaluas, lihat Qs. Al Baqarah: 115), (78) Al Waduud (Allah Mahacinta, lihat Qs. Al Buruj: 14), (79) Al Wakiil (Allah yang diserahkan kepada-Nya segala urusan, lihat Qs. Ali Imran: 173), (80) Al Waliiy (Allah Maha Pelindung, lihat Qs. Asy Syura: 9), (81) Al Wahhab (Allah Maha Pemberi, lihat Qs. Ali Imran: 8)
Sedangkan dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:
(82) Al Jamiil (Allah Maha Indah),
(83) Al Jawwad (Allah Maha Pemberi)
Dalilnya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ تَعَالَى جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ وَ يُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلاَقِ وَ يَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
"Sesungguhnya Allah Ta'aala Maha Pemberi, Dia suka memberi, Dia menyukai akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang rendah." (HR. Baihaqi dalam Syu'abul Iman dari Thalhah bin Ubaidillah dan Abu Nu'aim dari Ibnu Abbas, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami' no. 1744)
(84) Al Hakam (Allah Penyelesai masalah)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
إِنَّ اللهَ هُوَ الْحَكَمُ....
"Sesungguhnya Allah adalah Al Hakam…dst." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Al Irwaa' (2615))
(85) Al Hayiy (Allah Maha malu)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ حَيِيٌ كَرِيْمٌ
"Sesungguhnya Allah Pemalu lagi Maha Mulia." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah (3117))
(86) Ar Rabb (Allah Pengurus alam semesta)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِى الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ » . 
"Adapun ketika ruku', maka agungkanlah Tuhanmu Azza wa Jalla di sana. Sedangkan ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat layak kamu akan dikabulkan." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i)
(87) Ar Rafiiq (Allah Maha Lembut)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الأَمْرِ كُلِّهِ
"Sesungguhnya Allah Mahalembut, menyukai kelembutan dalam segala sesuatu." (HR. Bukhari dan Muslim)
(88) As Subbuuh (Allah Mahasuci dari segala keburukan)
Dalilnya ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ruku' dan sujud,
« سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ » . 
"Mahasuci Allah dan Mahabersih, Tuhan para malaikat dan malaikat Jibril." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i)
(89) As Sayyid (semua ketinggian berpulang kepada Allah)
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
اَلسَّيِّدُ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
"As Sayyid adalah Allah Tabaaraka wa Ta'aala." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa'i dalam Amalul yaumi wal lailah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami' 3700)
(90) Asy Syaafiy (Allah Maha Penyembuh)
Dalilnya adalah doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada orang yang sakit,
أَذْهِبِ الْبَاسَ، رَبَّ النَّاسِ، وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
"Hilangkanlah derita wahai Tuhan manusia. Sembuhkanlah, Engkaulah Yang menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan selain kesembuhan dari-Mu. Kesembuhan dari-Mu tidak meninggalkan penyakit." (HR. Muslim)
(91) Ath Thayyib (Allah Maha Baik)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
"Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik." (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Untaian Mutiara Hadits (Penulis),  Maktabah Syamilah versi 3.45, Ta’liq Mukhtashar ala Lum’atil I’tiqad, (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), Al Qawa’idul Mutsla (Syaikh M. bin Shalih Al Utsaimin), http://www.alukah.net/sharia/0/82205/ , dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger