Khutbah Jumat: Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan

Minggu, 26 Februari 2023

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam dan nikmat Taufiq sehingga dengan nikmat itu kita dapat melangkahkan kaki kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu shalat Jumat berjamaah.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Sebentar bulan yang penuh berkah yaitu bulan Ramadhan akan menghampiri kita insya Allah. Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan, di antaranya: sebagai bulan diturunkan Al Qur’an, pintu surga dibuka pada bulan itu dan pintu neraka ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari Kiamat daripada wangi minyak kesturi, terdapat malam Lailatul Qadr yang lebih baik daripada seribu bulan, doa-doa dikabulkan, dan lain-lain.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah; amal saleh yang dilakukan pada bulan ini dilipatgandakan pahalanya. Bulan ini hanya setahun sekali. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita memaksimalkan bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Berikut kiat memaksimalkan bulan Ramadhan, semoga Allah memudahkan kita semua melakukannya, aamiin.

Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan

1. Berdoa

Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Amr Al Auza’iy ia berkata, “Yahya bin Abi Katsir pada saat menjelang bulan Ramadhan berdoa,

اللهُمَّ سَلِّمْنِي لِرَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا

"Ya Allah, jaga diriku hingga aku dapat memasuki bulan Ramadhan. Jagalah bulan Ramadhan itu untukku (hingga aku tidak merusak puasa di bulan itu), dan terimalah dariku amal-amalku."

(Hilyatul Awliya 3/69)

Ikhwah sekalian, jika kita perhatikan doa tersebut, maka kita akan mengetahui, bahwa doa yang kita panjatkan kepada Allah Ta’ala meliputi tiga hal:

Pertama, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar disampaikan ke bulan Ramadhan.

Mengapa demikian? Karena betapa banyak manusia yang mengira bahwa usianya masih panjang, namun ternyata ia tidak sampai ke bulan Ramadhan berikutnya.

Kedua, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar diberi taufik dan bantuan untuk dapat mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

Mengapa demikian? Karena betapa banyak orang yang telah memasuki bulan Ramadhan, namun ia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ia jadikan bulan Ramadhan seperti bulan-bulan lainnya; dimana dirinya tidak meningkatkan amal di bulan itu.

Ketiga, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar diterima amal ibadah yang dilakukannya pada bulan Ramadhan.

Mengapa demikian? Karena betapa banyak orang yang beramal pada bulan itu, namun amalnya tidak diterima. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ»

“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun ia tidak memperoleh apa-apa dari puasanya selain lapar, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyamullail, namun ia tidak memperoleh apa-apa dari qiyamullailnya selain bergadang di malam hari.” (Hr. Tirmidzi, dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)

Mungkin amal yang dilakukannya tidak ikhlas, tidak didasari dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah, ujub, atau mengiringi dengan perbuatan buruk yang menghapuskan amalnya, dan sebagainya, nas’alullahas salamah wal ‘afiyah.

2. Membiasakan diri beramal saleh

Jangan tunda beramal saleh nanti, bahkan mulailah membiasakan sebelum bulan Ramadhan. Seperti membiasakan membaca Al Qur’an, melakukan shalat sunah, berpuasa Sya’ban, dsb. Yang demikian agar nantinya ringan bagi kita beramal saleh ketika memasuki bulan Ramadhan.

3. Mengetahui keutamaan bulan Ramadhan dan keutamaan beramal salih pada bulan itu

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَتَاكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ فِيْهِ لَيْلَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ

"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, dimana Allah mewajibkan puasa di bulan itu kepada kamu. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan durhaka dibelenggu. Di bulan itu terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa dihalangi mendapatkan kebaikannya, maka ia sebagai orang yang malang." (Hr. Ahmad, Nasa'i, dan Baihaqi dalam Syu'abul Iman, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jaami' no. 55)

4. Mengetahui amal apa saja yang disyariatkan pada bulan Ramadhan

Semua amal saleh disyariatkan pada bulan Ramadhan, terutama sekali adalah:

a. Berpuasa

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari, Muslim, dll.)

b. Shalat Tarawih. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

“Barang siapa yang melakukan qiyamullail (shalat tarawih) karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

«إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ»

“Sesungguhnya orang yang shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai, maka akan dicatat shalat semalaman suntuk.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Dzar, dinyatakan shahih oleh Al Albani)

c. Bersedekah, termasuk juga memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barang siapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dll. Shahihul Jaami' no. 6415)

d. Banyak membaca Al Qur’an

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan Beliau lebih tampak lagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril biasa menemui Beliau di setiap malam bulan Ramadhan lalu Beliau bertadarus Al Qur'an dengannya. Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dermawan terhadap kebaikan melebihi angin yang berhembus." (Hr. Bukhari)

e. Berumrah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً - أَوْ حَجَّةً مَعِي

“Berumrah di bulan Ramadhan (pahalanya) seperti berhajji atau berhaji bersamaku.” (Hr. Bukhari-Muslim).

f. Beri’tikaf

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selama sepuluh hari pada setiap bulan Ramadhan. Namun pada tahun dimana Beliau akan wafat, Beliau melakukannya selama dua puluh hari." (Hr. Bukhari no. 2044)

g. Meningkatkan ibadah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dan mencari malam Lailatul Qadr

Dari Aisyah  radhiyallahu 'anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh (terakhir bulan Ramadhan), menghidupkan malamnya, membangungkan keluarganya, sungguh-sungguh beribadah dan mengencangkan sarungnya." (HR., Muslim)

h. Memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa ghibah adalah perkara yang membuat puasa seseorang bolong, sedangkan istighfar itu yang menambalnya. Oleh karena itu, barang siapa yang mampu datang pada hari Kiamat dengan membawa puasa yang telah ditambal, maka hendaklah ia lakukan. Maksudnya seperti yang dinyatakan Ibnul Munkadir, yaitu bahwa puasa itu perisai dari neraka selama tidak dibolongi, dan ucapan yang buruk itulah yang membuat perisai itu bolong, sedangkan istighfar itulah yang menambalnya.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ الرَّؤُوْفِ الرَّحِيْمِ ، الْبَرِّ الْجَوَّادِ الْكَرِيْمِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْعَظِيْمُ ، لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى ، وَالصِّفَاتُ الْعُلْيَا ، وَالْإِحْسَانُ الْعَمِيْمُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، الَّذِيْ قَالَ اللهُ فيْهِ : { وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ } اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ ، الَّذِيْنَ هُدُوْا إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيْقٍ مُسْتَقِيْمٍ

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Termasuk kiat memaksimalkan bulan Ramadhan adalah:

5. Melihat bagaimana kaum Salaf mengisi bulan Ramadhan

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Termasuk petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam di bulan Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam ibadah. Ketika itu malaikat Jibril alaihish shalatu was salam menyimak Al Qur’an yang dibacakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan Beliau ketika ditemui malaikat Jibril lebih dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus, sedangkan Beliau adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat ihsan, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir, dan I’tikaf. Pada bulan Ramadhan, Beliau mengkhususkan dengan ibadah yang tidak dilakukannya pada bulan yang lain.” (Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khairil Ibaad 2/30).

Imam Bukhari rahimahullah ketika di awal bulan Ramadhan, maka kawan-kawannya berkumpul bersamanya, lalu ia mengimami mereka dan membaca pada setiap rakaatnya 20 ayat sampai ia khatamkan Al Qur’an. (Shifatush Shofwah 4/170).

Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa ia biasa mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali di luar shalat. Ar Rabi berkata, “Syafi’i biasa mengkhatamkan Al Qur’an dalam setiap bulannya 30 kali, dan pada bulan Ramadhan, Beliau mengkhatamkan sebanyak 60 kali di luar shalat.” (Shifatush Shofwah 2/255)

Mungkin seorang berkata, “Bukankah ada larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari, namun mengapa sebagian ulama melakukannya?” Jawab: Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Larangan mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari tertuju kepada orang yang merutikannya. Adapun jika dilakukan pada waktu-waktu utama seperti bulan Ramadhan khususnya malam-malam yang diharapkan terjadi malam Lailatul Qadr atau tempat-tempat utama seperti Mekkah bagi orang yang mendatanginya yang bukan termasuk penduduknya, maka dianjurkan memperbanyak membaca Al Qur’an saat itu sebagai bentuk memanfaatkan waktu dan tempat utama. Inilah pendapat Ahmad, Ishaq, dan para imam lainnya, dan inilah yang ditunjukkan oleh praktek para ulama yang lain.” Yakni di kalangan kaum salaf ada yang mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari, dan itu dilakukan pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh terakhirnya.

As Sa’ib bin Yazid berkata, “Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dariy radhiyallahu anhuma mengimami manusia pada bulan Ramadhan. Ketika itu, bacaan imam sampai ratusan ayat, sehingga kami bersandar dengan tongkat karena lamanya berdiri, dan kami tidak selesai daripadanya kecuali beberapa saat menjelang fajar.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)

Dari Malik, dari Abdullah bin Abi Bakar ia berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, “Kami selesai dari shalat tarawih pada bulan Ramadhan, lalu para pelayan bersegera menyiapkan makanan karena khawatir tiba waktu fajar.” (Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwaththa)

Dari Dawud bin Al Hushain, dari Abdurrahman bin Hurmuz, ia berkata, “Dahulu para imam membaca surah Al Baqarah dalam delapan rakaat. Ketika seorang imam membaca surah Al Baqarah dalam dua belas rakaat, maka manusia menganggapnya telah ringan.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)

Dari Abdush Shamad ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Al Asyhab, ia berkata, “Abu Raja mengimami shalat kami pada bulan Ramadhan dan mengkhatamkan Al Qur’an setiap sepuluh hari.”

Ibnu Umar radhiyallahu anhuma biasanya ketika berpuasa dan tidak berbuka kecuali bersama orang-orang miskin, dan ketika ada yang meminta-minta, maka ia bangun dan memberi bagian makanannya.

Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma berkata, “Apabila engkau berpuasa, maka hendaknya pendengaran dan penglihatanmu ikut berpuasa, demikian pula lisanmu dari berkata dusta dan perkara-perkara yang haram. Jauhilah menyakti tetangga. Hendaknya engkau tetap sopan dan tenang pada saat puasa, dan jangan jadikan antara hari puasamu dengan hari-hari biasanya sama.”

6. Menghadirkan perasaan, bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita

Hal itu karena betapa banyak orang yang tidak berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya, dan bahwa Ramadhan sebelumnya ternyata sebagai Ramadhan terakhirnya. Akhirnya ia pun menyesal karena tidak memanfaatkan bulan Ramadhan sebelumnya dengan sebaik-baiknya.

Demikianlah kiat memaksimalkan bulan Ramadhan, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membantu kita untuk terus mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan memperbaiki ibadah kita kepada-Nya, aamiin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ: إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Khutbah Jumat: Bagaimana Menata Diri?

Kamis, 23 Februari 2023

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Bagaimana Menata Diri?

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat wal afiyat dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya patut untuk kita syukuri.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا- وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,--Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams: 9-10)

Ayat ini menunjukkan, bahwa kebahagiaannya di dunia dan di akhirat adalah terletak pada sejauh mana seseorang mampu menata dirinya, menyucikannya, dan membinanya di atas kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

“Demi masa--Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian,---kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal saleh dan saling nasehat-menasehati untuk (menegakkan) yang haq, serta nasehat-menasehati untuk (berlaku) sabar.“ (QS. Al-Ashr: 1-3).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا

“Semua manusia bekerja, maka di antara mereka ada yang menjual dirinya; ada yang memerdekakannya atau membuatnya binasa.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan, bahwa keadaan manusia di antara dua hal ini; menyelamatkan dirinya atau membuatnya binasa. Siapa saja yang beriman dan beramal saleh atau menaati Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka pada hakikatnya ia sedang menyelamatkan dirinya, sebaliknya barang siapa yang mendurhakai Beliau, maka sama saja hendak menyengsarakan dirinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى» ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: «مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى»

“Setiap umatku akan masuk surga kecuali mereka yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mereka yang enggan itu?” Beliau menjawab, “Orang yang menaatiku akan masuk surga, sedangkan orang yang mendurhakaiku itulah orang yang enggan (masuk surga).” (HR. Bukhari)

Kita yakin, bahwa sesuatu yang mengotori diri seseorang adalah kekafiran dan kemaksiatan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka kerjakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ» {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ} [المطففين: 14] .

“Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat satu dosa, maka akan muncul noktah hitam. Ketika dia berhenti, beristighfar, dan bertobat, maka akan mengkilap lagi hatinya. Dan jika ia mengulangi lagi, maka akan ditambah lagi noktahnya sehingga menutupi hatinya. Itulah Ar Raan yang disebutkan Allah, “Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.” (Terj. QS. Al Muthaffifin: 14).” (Hadits ini dinyatakan hasan shahih oleh Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani).

Sebaliknya, sesuatu yang dapat membuat diri seseorang menjadi bersih, baik, dan suci adalah iman dan amal saleh atau taat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

“Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Huud: 114)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapusnya, dan bergaullah terhadap orang lain dengan akhlak yang baik.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim, Baihaqi dalam Asy Syu’ab dan Ibnu ‘Asakir, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 97)

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, maka seorang muslim berusaha menata dirinya dengan membinanya di atas kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dirinya lebih berhak ditata lebih dulu daripada selainnya. Demikian pula ia menjauhkan dirinya dari segala yang menodainya berupa akidah yang rusak serta berbagai kemaksiatan. Ia berjihad melawan nafsunya siang dan malam meskipun nafsunya lebih senang kepada kemaksiatan dan mengintrospeksi dirinya di setiap saat. Ia membawa dirinya mengerjakan ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Ada beberapa langkah untuk menata diri, di antaranya:

1.     Bertobat

Tobat maksudnya meninggalkan dosa dan maksiat, menyesalinya, dan berniat keras untuk tidak mengulanginya lagi. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS. An Nuur: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللهِ، فَإِنِّي أَتُوبُ، فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ، مَرَّةٍ»

“Wahai manusia! Bertobatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Nya dalam sehari seratus kali.” (Hr. Muslim)

Tobat merupakan tangga pertama yang harus ditempuh oleh orang yang mengutamakan negeri akhirat, dan dengan tobat dosa-dosanya akan terhapuskan sehingga batinnya menjadi bersih dan suci.

2.     Muraqabah

Muraqabah maksudnya seorang muslim merasa diawasi Allah Ta’ala dalam setiap detik kehidupannya, sehingga dia tetap beramal saleh baik di saat sepi maupun ramai dan takut bermaksiat kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِن قُرْآنٍ وَلاَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُوداً إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاء وَلاَ أَصْغَرَ مِن ذَلِكَ وَلا أَكْبَرَ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

“Kamu tidaklah berada dalam suatu keadaan dan tidak pula membaca suatu ayat dari Al Quran, dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu mespun sebesar zarrah (debu) di bumi maupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yunus: 61)

إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

“Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An Nisaa’: 1)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang ihsan, maka Beliau menjawab,

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak merasakan begitu, ketahuilah bahwa Dia melihatmu.” (Hr. Muslim)

Sufyan Ats Tsauriy rahimahullah berkata, “Hendaknya engkau merasa diawasi oleh Allah Tuhan yang tidak ada satu pun tersembunyi bagi-Nya. Hendaknya engkau tetap berharap kepada Allah Tuhan yang berkuasa memenuhi janji-Nya, dan hendaknya engkau berhati-hati kepada Allah Tuhan yang berkuasa memberikan siksaan.”

Ibnul Mubarak rahimahullah berkata, “Hadirkanlah perasaan diawasi Allah wahai fulan!” Lalu orang itu bertanya kepadanya tentang muraqabah, maka ia menjawab, “Tetaplah kamu merasakan bahwa kamu melihat Allah Azza wa Jalla.”

Abdullah bin Dinar berkata, “Aku pernah keluar bersama Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ke Mekkah, lalu kami beristirahat sejenak. Tiba-tiba ada seorang penggembala turun dari gunung, lalu Umar berkata kepadanya, “Wahai penggembala! Juallah kepada kami kambing-kambing ini.” Penggembala itu menjawab, “Saya seorang budak.” Umar pun berkata kepadanya, “Katakanlah kepada tuanmu, bahwa kambing-kambing ini dimakan serigala.” Maka budak itu langsung menjawab, “Kalau begitu di mana Allah?” Umar pun langsung menangis dan mendatangi tuannya kemudian membeli budak itu dan memerdekakannya.

Catatan: Riwayat ini tidak dapat dijadikan alasan bahwa dzat Allah berada di mana-mana, karena Dzat-Nya bersemayam di atas Arsyi-Nya, adapun maksud “kalau begitu di mana Allah?” adalah bahwa tindakan mereka tidak lepas dari penglihatan dan pengetahuan Allah yang meliputi segala sesuatu.

Al Junaid rahimahullah pernah ditanya, “Bagaimana caranya agar kamu dapat menundukkan pandangan?” Ia menjawab, “Yaitu dengan perasaanmu, bahwa pandangan Allah lebih mendahului daripada pandanganmu kepada wanita yang kamu lihat.”

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الرَّبِّ الْغَفُوْرِ، الْعَفُوِّ الرَّؤُوْفِ الشَّكُوْرِ، الَّذِي وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ لِتَحْصِيْلِ الْمَكَاسِبِ وَالْأُجُوْرِ، وَجَعَلَ شُغْلَهُمْ بِتَحْقِيْقِ الْإِيْمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ، يَرْجُوْنَ تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الَّذِيْ بِيَدِهِ تَصَارِيْفُ الْأُمُوْرِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَفْضَلُ آمِرٍ وَأَجَلُّ مَأْمُوْرٍ، اَللَّهُمَ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ. أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Langkah lainnya dalam menata diri adalah:

1.       Muhasabah (introspeksi diri)

Seorang muslim melakukan berbagai amalan di malam dan siang hari agar ia memperoleh kebahagiaan di akhirat, dan agar dirinya mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Ta’ala dan keridhaan-Nya, dimana dunia adalah ladang amalnya, maka hendaknya ia juga memperhatikan kewajibannya seakan-akan seperti seorang pedagang melihat modalnya, dan melihat amalan sunah seakan-akan seperti pedagang melihat laba di luar modalnya. Dan saat ia melihat kemaksiatan dan dosa-dosa, maka ia melihatnya seakan-akan sebagai sebab kerugian dalam perdagangannya, selanjutnya ia pun memperhatikan dirinya sejenak di akhir harinya untuk menghisab amalnya pada hari itu. Jika dilihatnya ia kurang memenuhi kewajiban, maka ia menyalahkan dirinya dan berusaha menutupnya segera. Jika amalan itu termasuk amalan yang dapat diqadha, maka ia qadha, dan jika tidak termasuk amalan yang bisa diqadha’, maka ia tutupi dengan banyak melakukan amalan sunah. Saat ia melihat kurang dalam mengerjakan amalan sunah, maka ia menutupinya, dan saat ia melihat kerugian disebabkan kemaksiatan yang dilakukannya, maka ia segera beristighfar, menyesali perbuatannya, kembali kepada Allah, dan melakukan perbuatan baik yang dipandangnya dapat memperbaiki apa yang dirusaknya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18)

Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.”

Oleh karenanya, Beliau ketika di malam hari memukul kakinya dengan tongkat dan berkata kepada dirinya, “Mengapa engkau melakukan hal itu pada hari ini?”

Disebutkan, bahwa Abu Thalhah ketika disibukkan oleh kebunnya sehingga tertinggal shalat, maka ia sedekahkan kebunnya itu karena Allah. Beliau tidaklah melakukan hal itu melainkan sebagai bentuk muhasabah terhadap dirinya.

Diriwayatkan dari Ahnaf bin Qais, bahwa ia pernah mendatangi pelita dan meletakkan jarinya di atas pelita itu sehingga merasakan panasnya, lalu berkata kepada dirinya, “Wahai Ahnaf! Apa yang mendorongmu melakukan perbuatan ini pada hari itu? Apa yang mendorongmu melakukan perbuatan ini pada hari itu?”

Disebutkan, bahwa ada seorang yang saleh mendatangi padang pasir yang panas lalu berguling-guling di atasnya sambil berkata kepada dirinya, “Rasakanlah! Neraka Jahannah lebih panas lagi; mengapa engkau sebagai bangkai di malam hari dan pengangguran di siang hari?”

Demikianlah keadaan orang-orang yang saleh di kalangan umat ini, mereka hisab diri mereka ketika mereka lalai, dan mencelanya karena kekurangannya, mereka berusaha menekan dirinya untuk bertakwa dan menahannya dari keinginan hawa nafsunya sebagai bentuk pengamalan firman Allah Ta’ala,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى- فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya--Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (Terj. QS. An Naazi'at: 40-41)

2.    Mujahadah

Maksudnya adalah seorang muslim mengetahui bahwa musuh terdekatnya adalah hawa nafsunya yang cenderung kepada keburukan, lari dari kebaikan, dan suka menyuruh kepada kemaksiatan. Oleh karenanya, ia pun melawannya dengan tidak mengikuti keinginan hawa nafsunya itu. Saat hawa nafsunya lebih suka bermalas-malasan, maka ia lawan dengan semangat beramal saleh. Saat dirinya lebih suka mendatangi syahwat yang diharamkan, maka ia cegah dan mengarahkannya kepada yang dihalalkan. Saat hawa nafsunya meremehkan ketaatan atau kebaikan, maka ia salahkan dan ia cela, lalu menekannya untuk melakukan ketaatan atau kebaikan, serta mengqadha kebaikan yang luput atau yang ditinggalkannya itu. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)

Sikap seorang muslim melawan hawa nafsunya adalah karena yang demikian adalah jalan yang ditempuh orang-orang saleh terdahulu dan jalan orang-orang mukmin yang jujur imannya. Ia tempuh jalan itu mengikuti jejak mereka.

Inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Beliau melakukan shalat malam hingga bengkak kedua kakinya, saat ditanya tentang sikapnya itu, maka Beliau menjawab, “Apakah tidak pantas bagiku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”

Inilah para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam! Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku telah memperhatikan para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ternyata tidak ada yang menyamai mereka. Pada pagi hari rambut mereka kusut dan berdebu lagi pucat karena malam harinya mereka isi dengan sujud dan qiyamullail, mereka membaca kitab Allah antara kaki dan dahi mereka. Saat disebut nama Allah, maka mereka miring seperti miringnya sebuah pohon di hari yang sangat kencang anginnya. Air mata mereka bercucuran sehingga membasahi bajunya.”

Abu Darda berkata, “Kalau bukan karena tiga hal, aku tidak suka hidup (di dunia) walau sehari pun, yaitu: haus karena Allah di siang hari, sujud kepada-Nya di malam hari, dan duduk bersama orang-orang yang memilih ucapan yang baik-baik saja dalam berbicara sebagaimana mereka memilih buah yang baik-baik.”

Disebutkan, bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menyalahkan dirinya karena tertinggal shalat Ashar berjamaah, lalu ia sedekahkah tanahnya yang bernilai 12.000 dirham karena hal itu.

Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu ketika tertinggal shalat berjamaah menutupinya dengan shalat semalaman suntuk. Ia juga pernah menunda shalat Maghrib hingga muncul dua bintang, maka ia pun memerdekakan dua budaknya.

Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang disangka sakit, padahal mereka tidak sakit. Hal itu hanyalah karena bekas perlawanan terhadap hawa nafsu yang mereka lakukan.”

Tsabit Al Bannaniy rahimahullah berkata, “Aku mendapatkan beberapa orang yang ketika shalat sampai tidak bisa mendatangi tempat tidurnya melainkan dalam keadaan merangkak.”

Istri Masruq berkata, “Masruq tidak ditemukan melainkan dalam keadaan betisnya mengembung karena lama berdiri. Demi Allah, aku ingin duduk di belakangnya saat ia berdiri shalat untuk menangis karena kasihan kepadanya.”

Disebutkan, bahwa ada seorang wanita dari kalangan kaum salaf bernama Ajrah yang telah buta matanya. Ketika waktu sahur tiba, ia menyeru dengan suara sedih, “Kepada-Mu ya Allah, para Ahli ibadah menjalani malam harinya dengan ibadah karena bersegera mencapai rahmat-Mu, mengharap karunia ampunan-Mu. Kepada-Mu wahai Tuhanku aku meminta; tidak kepada selain-Mu, yaitu agar Engkau menjadikanku termasuk rombongan pertama golongan As Sabiqun (terdepan), agar Engkau mengangkatku ke tempat yang tinggi di sisi-Mu, yaitu pada derajat Al Muqarrabun (orang-orang yang didekatkan dengan Allah), dan agar Engkau menghubungkan diriku dengan hamba-hamba-Mu yang saleh. Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang dan Maha Agung lagi Maha Mulia. Wahai Yang Maha Pemberi.” Ia pun tersungkur sujud sambil berdoa dan menangis hingga tiba waktu fajar.

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ ، اَللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا، وَزكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ  وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . أَقِمِ الصَّلاَةَ!

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger