Khutbah Idul Adh-ha 1439 H

Minggu, 29 Juli 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫عيد الأضحى‬‎
Khutbah Idul Adh-ha 1439 H
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar kabira.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd. Allahu akbar wa ajallu. Allahu akbar ‘ala maa hadaanaa.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah yang telah melimpahkan kepada kita berbagai macam nikmat yang tidak terhitung jumlahnya oleh kita. Di antara nikmat-nikmat itu, yang paling besarnya adalah nikmat diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa agama Islam, sehingga manusia yang sebelumnya berada dalam kegelapan dan kebodohan, maka dengan mengikuti Beliau mereka berada dalam cahaya dan pengetahuan. Mereka menjadi kenal siapa Rabb mereka, mengenal jalan mana yang diridhai Rabb mereka, dan mengetahui untuk apa mereka diciptakan di dunia.
Abu Bakar Syu’bah bin Ayyasy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi sedangkan mereka berada dalam kerusakan, maka Allah memperbaiki kondisi mereka dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, barang siapa yang mengajak untuk mengikuti selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang mengadakan kerusakan.”
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Khatib berwasiat kepada diri khatib dan kepada hadirin sekalian untuk tetap bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, karena ia adalah solusi menghadapi problematika di dunia, kunci meraih rezeki  dan memperoleh berbagai kemudahan, serta sebagai jalan untuk menggapai surga di akhirat kelak. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا-وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.--Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali Imran: 133)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
“Sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Hari raya umat Islam ini (Idul Fitri dan Idul Adh-ha) memiliki kelebihan dibanding hari raya-hari raya yang ada yang diperingati manusia. Hari raya yang diperingati sebagian manusia isinya mengandung kemusyrikan dan kekufuran, dosa dan kemaksiatan. Sedangkan hari raya umat Islam ini mengandung takbir (mengagungkan Allah) dan tauhid (mengesakan-Nya dalam beribadah) agar hubungan kita dengan-Nya menjadi baik. Demikian pula dalam hari raya Idul Adh-ha mengandung sikap ihsan (berbuat baik) kepada hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berbagi kepada mereka, seperti menghadiahkan daging kurban kepada mereka agar hubungan kita dengan orang lain menjadi baik.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Hari Ied atau hari raya adalah hari yang biasa diisi dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Di hari raya, umat Islam menampakkan rasa gembira dan bahagia, serta berusaha menghibur dirinya dari kelelahan dalam menjalani hidup di dunia. Oleh karena itu, nikmatilah semua yang baik yang Allah halalkan untuk kita, syukurilah nikmat itu dengan melaksanakan perintah-Nya, dan jauhilah hal-hal yang diharamkan niscaya Dia akan menjaga nikmat itu atas kita dan akan memberinya tambahan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُواْ لِلّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172)
Silahkan menikmati kesenangan yang Allah halalkan untuk kita, namun tidak melampaui batas dengan mengerjakan larangan-Nya; silahkan besenang-senang menikmati kesenangan dunia ini, namun jangan melupakan akhirat. Inilah keseimbangan dalam hari raya kita.
Termasuk sikap syukur pada hari raya adalah melaksanakan shalat Ied dan berkurban. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (Qs. Al Kautsar: 2)
Kurban merupakan bentuk syukur kita kepada Allah, mentauhidkan-Nya dengan menyebut nama-Nya saja ketika menyembelih, sekaligus untuk menghidupkan sunnah dua kekasih Allah; Nabi Ibrahim alaihis salam dan Nabi Muhamad shallallahu alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kita melakukan shalat Ied agar kita mengawali hidup kita dengan kebaikan dan untuk membedakan antara hari raya kita kaum muslimin dengan hari raya non muslim.
Dalam berkurban juga terdapat berbuat ihsan kepada diri, keluarga, tetangga, teman, tamu, dan kaum fakir-miskin.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Dalam Idul Adh-ha kita mengenang kisah Nabi Ibrahim alaihis salam saat bermimpi menyembelih anak kesayangannya, Nabi Ismail alaihis salam, dimana mimpi para nabi adalah benar, maka ketika Nabi Ibrahim alaihis salam hendak melaksanakan mimpinya itu dan telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya, ketika itu semakin nyatalah kesabaran keduanya, patuh dan tunduknya mereka berdua kepada perintah Allah, dan cinta yang dalam Nabi Ibrahim alaihis salam kepada Allah Rabbnya, Allah pun melarangnya menyembelih anaknya dan menebusnya dengan seekor kambing yang besar. Berkat kesabaran dan kepatuhannya kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah jadikan Nabi Ibrahim alaihis salam sebagai imam yang patut dijadikan teladan dan menjadikannya sebagai kekasih-Nya.
Peristiwa itu kemudian menjadi dasar disyariatkan kurban yang dilakukan pada hari raya Idul Adh-ha di berbagai pelosok dunia.
Dari peristiwa itu, kita juga dapat mengambil pelajaran, bahwa,
مَنْ تَرَكَ شَيْئًا ِللهِ ، عَوَّضَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ
“Barang siapa yang meningalkan sesuatu karena Allah, maka Dia akan mengganti dengan yang lebih baik daripadanya.” (Dari hadits riwayat Ahmad, dan dinyatakan shahih isnadnya oleh Syaikh Al Albani)
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Idul Adh-ha adalah hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta’aala adalah hari nahar (Idul Adh-ha), lalu hari qar (setelah hari nahar).” (HR. Ahmad,  Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Hakim dan Al Albani, Shahihul Jami’ no. 1064).
Hari raya Idul Adh-ha lebih utama daripada Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied dan berkurban, dalam Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, sedangkan berkurban lebih utama daripada bersedekah. Di samping itu, pada hari nahar berkumpul dua keutamaan; waktu dan tempat yang utama.
Hari ini dan tiga hari setelahnya adalah hari raya kita kaum muslimin; di samping Idul Fitri dan hari Jum’at. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَوْمُ الْفِطْرِ وَ يَوْمُ النَّحْرِ وَ أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ عِيْدُنَا أَهْلُ الْإِسْلاَمِ وَ هِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ
“Idul Fitri, hari nahar (Idul Adh-ha), dan hari-hari tasyriq adalah hari raya kita kaum muslim. Ia adalah hari makan dan minum. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 8193)
إِنَّ هَذِهِ الْأَيَّامَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَ شُرْبٍ وَ ذِكْرِ اللهِ
“Sesungguhnya hari-hari ini (hari nahar dan hari tasyriq) adalah hari makan, minum, dan berdzikr kepada Allah.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Oleh karena hari tasyriq juga sebagai hari raya, maka diharamkan melakukan puasa pada hari-hari tersebut kecuali bagi orang yang tidak memperoleh hadyu tamattu, maka ia boleh melakukan puasa pada hari tersebut.
Kita pun disyariatkan banyak berdzikr berdasarkan hadits di atas. Oleh karenanya,  kita disyariatkan melakukan takbir pada hari raya Idul Adh-ha dimulai dari subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga akhir hari tasyriq. Ini adalah takbir muqayyad, takbir yang kita baca seusai shalat setelah beristighfar tiga kali dan mengucapkan Allahumma antas salam wa minkas salam tabaarakta yaa dzal Jalalil wal Ikram, di samping kita baca juga secara mutlak.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Idul Ad-ha juga mengingatkan kita kepada sejarah bapak para nabi, yaitu Nabi Ibrahim alaihis salam; bagaimana Beliau berdakwah mengajak kaumnya hanya menyembah Allah dan meninggalkan patung-patung serta apa saja yang disembah selain Allah, bagaimana Beliau menghancurkan patung-patung yang disembah kaumnya, dan bagaimana Beliau selalu tunduk dan patuh terhadap perintah Allah, sehingga Dia menjadikan Ibrahim sebagai imam; panutan bagi umat manusia. Demikian pula Idul Adh-ha mengingatkan kita terhadap salah satu sunnah Nabi Ibrahim alaihis salam, yaitu berkurban.
Berkurban adalah sunnah dua orang kekasih Allah Azza wa Jalla, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad ‘alaihimash shalatu was salam. Ibadah ini disyariatkan untuk merealisasikan tauhid, mengagungkan dan membesarkan Allah Azza wa Jalla, serta agar nama-Nya saja yang disebut ketika menyembelih hewan; tidak selain-Nya. Dia berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ -لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, kurbanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.—Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan yang demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An’aam: 162-163)
Ibadah kurban juga disyariatkan untuk membuktikan ketakwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ 
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Pensyariatan kurban sangat ditekankan bagi orang yang mampu, bahkan sebagian ulama berpendapat wajib bagi mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ وَجَدَ سعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki kesanggupan (untuk berkurban), namun tidak mau melakukannya, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami (lapangan).”  (HR. Ibnu Majah dan lain-lain dengan sanad hasan).
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Ibadah yang satu ini (kurban) memiliki aturan-aturan sebagaimana yang telah diterangkan dalam Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:
-   Seekor kambing cukup untuk satu keluarga.
-   Seekor unta dan sapi cukup untuk tujuh orang.
-   Hewan kurban hanya sah jika selamat dari cacat yang menjadi penghalang untuk keabsahannya. Cacat tersebut adalah buta sebelah matanya dengan jelas, pincang dengan jelas, sakit dengan jelas, dan kurus sekali tidak bersumsum (Hal ini berdasarkan hadits Al Barra’). Termasuk pula cacat-cacat yang semisal itu atau lebih parah lagi.
-   Usia hewan yang dikurbankan harus sesuai. Jika unta, maka yang usianya 5 tahun, sapi yang usianya 2 tahun, kambing yang usianya setahun, sedangkan biri-biri atau domba minimal 6 bulan.
-   Waktu menyembelih dimulai dari setelah  shalat Ied, dan berlangsung hingga akhir hari tasyriq.
-   Si penyembelih wajib mengucapkan basmalah (Bismillah), dan dianjurkan menambahkan dengan takbir “Allahu akbar”.
-   Dianjurkan dalam distribusi hewan kurban adalah orang yang berkurban ikut memakan daging hewan kurbannya, lalu menyedekahkan, dan menghadiahkan kepada orang lain.
-   Dianjurkan menyembelih hewan sendiri jika ia mampu menyembelih, atau menghadiri proses penyembelihan hewan kurbannya.
-   Tidak boleh membayar tukang jagal dari hewan kurbannya, namun tidak mengapa memberinya dalam bentuk hadiah (bukan sebagai upah).
-   Tidak diperbolehkan menjual kulitnya, namun boleh dimanfaatkan.
Demikianlah hukum-hukum singkat seputar kurban.
Kita berdoa kepada Allah agar Dia membimbing kita semua ke jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke surga, dan menghindarkan kita dari neraka.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخَصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
Telegram: @Pena_Islam

Mari Merenung Sejenak

Senin, 23 Juli 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫وقفات‬‎
Mari Merenung Sejenak
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Saudaraku, kita semua mengetahui bahwa hidup kita di dunia tidak akan selamanya, dan bahwa kita akan meninggalkanya.
Bukti akan fananya dunia
Jika kita menziarahi kuburan, kita akan mengetahui bahwa mereka yang berada di kubur, sebelumnya sama seperti kita; hidup menikmati kesenangan dunia, lalu tiba ajal mereka, maka mereka pun meninggalkan dunia ini.
Akan tetapi, tahukah kita bahwa mereka yang berada di kubur ada yang berbahagia dan ada pula yang menyesal dan sengsara? Kuburan yang mereka tempati ada yang menjadi tempat istirahat dan ada yang menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan?
Tahukah kita siapakah yang berbahagia di kubur dan siapakah yang menyesal dan sengsara?
Mereka yang berbahagia di kubur dan kuburnya menjadi tempat istirahatnya adalah orang-orang yang telah memanfaatkan hidupnya di dunia dengan beriman dan beramal saleh, dengan bertakwa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka inilah wali-wali Allah, Dia berfirman,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (64)
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.—(yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.---Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (Qs. Yunus: 62-64)
Ya, mereka tidak perlu khawatir terhadap keadaan yang akan mereka hadapi, baik alam kubur maupun alam akhirat, karena kubur mereka akan menjadi taman-taman surga, sedangkan di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Demikian pula mereka tidak bersedih terhadap keluarga, kerabat, atau orang-orang yang mereka cintai lainnya yang mereka tinggalkan, karena Allah akan menyiapkan ganti dengan yang lebih baik dan akan mempertemukan mereka dengannya jika mereka sama-sama di atas keimanan.
Ada pula di antara manusia yang menyesal sejadi-jadinya di kubur, dan kuburnya menjadi salah satu lubang di antara lubang-lubang ke neraka, dimana dirinya menderita di sana sehingga ia ingin kembali ke dunia untuk beriman dan beramal saleh, bertakwa dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“Sehingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),--Agar aku mengerjakan amal saleh yang telah aku tinggalkan.” (Qs. Al Mu’minun: 99-100)
Sekarang perhatikan, apakah permintaan mereka dikabulkan oleh Allah sehingga mereka dapat kembali lagi hidup di dunia untuk beramal saleh. Tentu tidak, karena Allah telah menetapkan, bahwa barang siapa yang telah meninggalkan dunia ini, maka dia tidak akan kembali lagi ke dunia dan bahwa apabila tiba ajal seseorang, maka dia tidak dapat meminta ditunda nanti ajalnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. “ (Qs. Al Munafiqun: 11)
Jika engkau telah mengetahui, bahwa setelah dirimu meninggalkan dunia ini engkau tidak akan kembali ke dunia, maka apa yang menghalangimu beramal saleh padahal kematian bisa datang kapan saja dan tidak memperhatikan keadaan orang yang dijemputnya; baik muda maupun tua, anak-anak maupun orang dewasa. Inginkah engkau menjadi orang yang berbahagia di alam kubur dan alam akhirat, ataukah engkau ingin menjadi orang yang sengsara di alam kubur dan alam akhirat?
Jangan sia-siakan hidupmu!
Saudaraku, mumpung engkau masih diberi kesempatan hidup oleh Allah, maka perbaikilah dirimu sekarang juga. Al Fudhail pernah berkata kepada seseorang, "Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?" ia menjawab, "Enam puluh tahun." Fudhail berkata, "Sudah enam puluh tahun engkau mengadakan perjalanan menuju Rabbmu, dan sebentar lagi engkau akan sampai." Orang itu berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun", Fudhail berkata, "Tahukah engkau maksud ucapan "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun? Sesungguhnya barang siapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan kepada Allah. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu." Orang itu pun bertanya, "Lalu bagaimana jalan keluarnya?" Fudhail menjawab, "Mudah." Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana caranya?" Fudhail menjawab, "Engkau perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika engkau malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka engkau akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya."nya raaji'uun"."
Saudaraku, alam kubur adalah alam yang panjang; alam menanti tibanya hari Kiamat. Ia adalah perjalanan yang panjang. Apakah untuk perjalanan yang panjang ini engkau tidak perlu mempersiapkan bekal untuknya?
Tidakkah engkau berfikir, bahwa untuk safar dan perjalanan di dunia saja  engkau butuh bekal yang cukup agar sampai ke tempat tujuan dan tidak sengsara? Lalu mengapa engkau tidak mempersiapkan bekal untuk perjalanan yang lebih panjang dari itu, yaitu alam kubur.
Dari Ibnu Syaudzab ia berkata, “Ketika Abu Hurairah akan meninggal dunia, maka ia menangis, lalu ia ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan, dan banyaknya rintangan, sementara tempat kembali, bisa ke surga atau ke neraka.” (Shifatush Shofwah 1/694)
Bekal menghadapi kematian
Ketahuilah, tidak ada bekal yang paling baik yang disiapkan seseorang untuk menghadapi alam kubur dan alam akhirat melebihi takwa kepada Allah. Dia berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik adalah takwa.” (Qs. Al Baqarah: 197)
Dengan takwa engkau akan berbahagia di dunia dan akhirat. Di dunia, engkau akan memperoleh solusi terhadap setiap permasalahan yang engkau hadapi, mendapatkan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, serta memperoleh berbagai kemudahan (lihat Qs. Ath Thalaq: 2-4), sedangkan di akhirat, engkau akan masuk ke dalam surga-Nya (lihat Qs. Ali Imran: 133).
Sekarang perhatikan dirimu! Sudahkah engkau menjadi seorang yang bertakwa; seorang yang menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya?
Perintah Allah misalnya tauhid (menyembah dan beribadah hanya kepada-Nya), mendirikan shalat dan mengerjakannya dengan berjamaah, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, berhaji ketika mampu, berbakti kepada orang tua, membaca Al Qur’an dan berdzikir, menyambung tali silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga, bersikap adil dan ihsan (baik), berakhlak mulia, berkata jujur, menjaga lisan, bersikap amanah, menepati janji, berinfak, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan sunnah setelah amalan wajib, dsb. Sedangkan larangan-Nya contohnya syirik (menyekutukan Allah atau mengarahkan ibadah kepada selain-Nya), meninggalkan perintah-perintah yang wajib, durhaka kepada orang tua, memakan riba, berzina, membunuh, mencuri, bermain judi, ghibah (membicarakan aib orang lain), namimah (mengadu domba), curang dalam takaran dan timbangan, memamerkan aurat, dsb.
Saudaraku, bertakwa kepada Allah tidak menghalangimu untuk bersenang-senang menikmati masa muda dan menikmati kesenangan dunia. Waktu yang Allah berikan kepadamu cukup banyak. Amalan yang Allah wajibkan kepadamu sedikit dan disesuaikan kemampuan. Contohnya shalat yang lima waktu, ternyata hanya sebentar dan tidak menghabiskan waktu-waktumu, di samping sebagai bentuk syukur kepada Allah yang telah mengaruniakan berbagai nikmat kepadamu. Demikian pula zakat, Allah tidak menuntut kita mengeluarkan semua harta kita, separuhnya, sepertiganya, bahkan hanya seperempat puluh; sedikit sekali. Allah Subhaanahu wa Ta’ala membebankan kita beribadah di dunia karena untuk itulah kita diciptakan, dan Dia sudah menyiapkan kenikmatan yang sempurna dan kekal abadi, yaitu surga. Akankah surga itu diraih dengan diam saja dan tidak beramal? Akankah seorang karyawan berhak mendapatkan gaji sedangkan ia tidak bekerja?
Saudaraku, untuk memperoleh kenikmatan dunia saja seseorang harus keluar dari rumahnya mencari rezeki; tidak mungkin dia santai dan berleha-leha tiba-tiba turun rezeki dari langit. Apalagi surga? Akankah kita memperoleh surga sedangkan kita tidak beramal? Saat azan memanggil kita untuk beribadah kepada Allah, namun kita memilih tinggal di rumah dan enggan mendatanginya?
Khatimah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Terj. Qs. Ali Imran: 190)
Ya, pada penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah, ilmu-Nya yang sempurna, hikmah-Nya yang dalam, dan rahmat-Nya yang luas.
Allah Ta'ala menjadikan malam dan siang sebagai kesempatan beramal, tahapan menuju ajal, ketika tahapan yang satu lewat, maka akan diiringi oleh tahapan selanjutnya. Siapa saja di antara mereka yang tidak sempat memperbanyak amal di malam harinya, ia bisa mengejar di siang hari. Ketika tidak sempat di siang hari, ia bisa mengejar di malam hari,
"Dan Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Terj. Qs. Al Furqan: 62)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah dihabiskan, ia pun memanfaatkan waktunya untuk hal yang memberinya manfaat baik di dunia maupun akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunah. Jika dirinya berbuat zalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, Allahumma aamiin.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger