بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Sastra Arab (4)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan
pembahasan tentang Adab atau sastra Arab, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala
menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Sastra
di Masa Awal Islam
Ringkasan
keadaan sastra Arab di awal Islam
Setelah kita pelajari
nushush (nash-nash) sastra Arab di masa awal Islam, maka semakin jelas bagi
kita pengaruh Islam dalam kehidupan manusia, akhlak, dan tingkah laku mereka.
Keadaan mereka yang sebelumnya berada dalam kekacauan menjadi tertib dan
teratur serta merasakan ketentraman dan kebahagiaan.
Khathabah
(pidato)
Khathabah atau pidato sangat berkembang pada masa awal-awal
Islam dan memiliki peranan penting sebagaimana keadaan syair di zaman
Jahiliyah. Di antara sebab yang membuat khathabah berkembang adalah:
1. Karena sangat penting
dalam menyampaikan dakwah Islam dan mendorong untuk berjihad,
2. Manusia terinspirasi
oleh uslub (gaya bahasa) Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam
di samping keadaan mereka yang terkenal fasih.
3. Kebebasan yang
diberikan oleh Islam yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk
menyampaikan idenya selama dalam batas yang dibolehkan.
4. Banyak terjadi dialog
dan debat dalam masalah agama dan politik, terutama setelah terbunuhnya Utsman
bin Affan radhiyallahu anhu.
5. Dapat digunakan untuk
menerangkan politik yang dilakukan oleh khalifah serta cara memimpin rakyatnya.
Kelebihan khathabah
(pidato) di masa awal Islam adalah:
1. Jauhnya dari kata-kata
yang asing, kalimat yang bertele-tele, dan sajak yang dibuat-buat.
2. Pemilihan makna dan ide
yang bagus.
3. Memulai pidato dengan
memuji Allah, menyanjung-Nya, bershalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam dan mengakhirinya dengan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla.
4. Mengambil faedah dari
lafaz Al Qur’an, hadits, dan uslubnya, serta memuat sebagian ayat, hadits,
hikmah, dan permisalan.
5. Maksudnya beragam,
terkadang ke arah politik, agama, dan sosial kemasyarakatan.
Kitabah
(Tulisan)
Di masa jahiliyyah tulisan
sangat lemah, sedikit sekali yang pandai menulis. Namun setelah datang Islam,
maka Islam meninggikan skill menulis dan menjadikannya sebagai sarana dakwah
sehingga para penulis jumlahnya semakin banyak.
Di antara target yang
diinginkan dari penulisan adalah untuk dakwah, mengikat ilmu, menyampaikan
pesan kepada para gubernur di berbagai wilayah Islam, membuat tata tertib untuk
mengatur rakyat, serta membuat surat-surat perjanjian.
Adapun sebab berkembangnya
penulisan adalah karena semakin luasnya wilayah Islam, banyak pekerjaan negara
Islam, dibuatnya kantor dan dewan kabinet pemerintahan, dan tersebarnya
penulisan di berbagai negeri Islam dan banyaknya orang yang pandai menulis di
sana.
Kelebihan penulisan di
masa awal Islam adalah:
1. Mengawali dengan
basmalah, memuji Allah, dan ucapan salam, lalu beralih ke isi surat dengan kata
‘amma ba’du’, serta diakhiri dengan doa untuk orang yang dituju serta
ucapan salam.
2. Kosongnya dari
ungkapan-ungkapan yang berlebihan.
3. Segera masuk ke inti
tanpa pengantar yang terlalu panjang, dan lebih cenderung singkat dalam berbagai
keadaan.
4. Jauhnya dari
lafaz-lafaz asing, dan sajak yang dibuat-buat.
5. Mudah uslub (susunan
bahasanya).
6. Dekat maknanya.
7. Mulia maksudnya.
Syair
Pandangan
Islam tentang syair
Islam mengajak kepada
perkara yang utama dan melarang perkara yang hina. Oleh karena itu, pandangan
Islam terhadap syair adalah pandangan yang menganggap baik terhadap syair dan
menguatkannya, terutama syair yang mengajak kepada kebenaran dan akhlak yang
mulia. Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ مِنَ الشِّعْرِ حِكْمَةً»
“Sesungguhnya di antara
syair itu ada yang memuat hikmah.” (Hr. Bukhari dan lain-lain)
Nabi shallallahu alaihi wa
sallam juga pernah memanggil Hassan bin Tsabit untuk melawan celaan kaum
musyrik terhadap Islam, Beliau bersabda,
«اهْجُهُمْ - أَوْ هَاجِهِمْ وَجِبْرِيلُ مَعَكَ»
“Bantah mereka atau balas celaan mereka,
karena JIbril bersamamu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Bahkan Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bergembira dengan bantahan syair Hassan terhadap kaum musyrik
dan merasa terobati (sebagaimana dalam Shahih Muslim 4/1936).
Nabi shallallahu alaihi wa
sallam juga pernah memuji syair Umayyah bin Abish Shalt[i],
syair Al Khansa[ii],
dan meminta ditambahkan lagi syairnya.
Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pernah memberikan kain burdahnya kepada Ka’ab bin Zuhair saat ia
membacakan syair Baanat Su’ad [iii].
Akan tetapi Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mencela dan menghukum syair yang menyerang Islam
dan mengajak kepada perbuatan hina, serta menyebarkan kerusakan di masyarakat,
Beliau pernah bersabda,
«لَأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ أَحَدِكُمْ قَيْحًا خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يَمْتَلِئَ شِعْرًا»
“Sungguh, perut kalian dipenuhi nanah lebih
baik baginya daripada dipenuhi syair.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Intinya, bahwa Islam tidak
menolak syair yang baik, jujur, dan mengajak kepada kebaikan, serta tidak
membuat syair semakin sedikit. Bahkan disebutkan, bahwa di masa awal Islam
syair sangat banyak jumlahnya.
Tujuan syair
di masa awal Islam
Islam ingin agar tujuan
syair sejalan dengan nilai-nilai Islam, sehingga muncul target-target baru yang
belum ada sebelumnya dan menyisakan target terdahulu serta menambahkan dengan
yang sesuai dengan Islam atau mengarahkan dengan arahan yang sesuai dengan
prinsip dan nilai-nilai Islam.
Target baru dalam syair,
yaitu target dakwah Islam, dimana tujuannya adalah membela Islam dan mengajak
manusia kepada Allah Azza wa Jalla.
Ketika itu para penyair
kaum muslimin berusaha meninggikan Islam, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabatnya radhiyallahu anhum.
Mereka juga mengajak
kepada akhlak yang mulia, mengajak menempuh jalan yang lurus, memikirkan
kekuasaan Allah, keagungan, dan keperkasaan-Nya, serta menjauhi kalimat yang
tidak baik.
Mereka juga menggunakan
syair untuk memotivasi jihad fi sabilillah, serta mencatat kemenangan demi
kemenangan yang diraih kaum muslimin.
Mereka juga memuji para
syuhada yang telah mengorbankan jiwa dan raga mereka di jalan Allah Azza wa
Jalla.
Mereka juga menyebutkan
sifat alat yang digunakan dalam berperang dan tempat-tempat terjadinya
peperangan.
Kekhususan
syair pada masa itu
1. Kelebihan syair pada
masa itu adalah pada umumnya syairnya tidak diawali pengantar atau mukadimah
yang panjang, dan dibacakan pada saat masuk ke dalam peperangan atau menyudahinya.
2. Ada pula syair yang
panjang yang mencatat berbagai peperangan dan kapan terjadinya.
3. Di dalam syair tampak
sekali perasaan keimanan dan keagamaan yang kuat.
4. Penyair terkenal ketika
itu adalah Hassan bin Tsabit, Ka’ab bin Malik[iv],
dan Abdullah bin Rawahah[v].
Target syair
yang lama yang diperkuat oleh Islam
1. Syair hikmah. Ketika
itu para penyair terinspirasi dengan Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu
alaihi wa sallam yang mengajarkan pandangan hidup yang mulia, menerangkan
hakikat hidup di dunia, memandang alam semesta dan hikmah di balik penciptaan
itu, memahami hikmah kebangkitan, hisab, dan qadha serta qadar.
2. Memuji para syuhada
yang gugur di medan jihad.
Target yang
diarahkan oleh Islam agar sejalan dengan prinsip dan nilai Islam
1. Dalam menyifati. Islam
mengarahkan para penyair agar menyifati perkara yang mubah dan tidak menyifati
dengan perkara yang haram, seperti khamr (arak), judi, tempatnya dan
peralatannya, serta hal-hal lain yang masuk ke dalam permainan yang haram.
2. Menjauhi cumbu rayu. Islam
mengarahkan para penyair agar menjauhi syair yang menyifati wanita yang
bertentangan dengan akhlak yang mulia.
3. Dalam berbangga. Islam
melarang berbangga yang dusta (yang tidak dimilikinya), serta berbangga dengan
nasab dan keturunan.
4. Dalam memuji. Islam
melarang para penyair agar memuji orang lain secara berlebihan.
5. Dalam mengkritik. Islam
melarang mencela secara berlebihan yang dapat menyakiti hati orang lain dan
menimbulkan permusuhan di antara manusia.
Uslub (Gaya
bahasa) pada syair di masa awal Islam
Syair ketika itu banyak
terinspirasi dengan kandungan makna Al Qur’an, hadits Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, serta uslub (gaya bahasa)nya. Di antara bentuk terinspirasi oleh Al Qur’an
dan hadits adalah:
1. Tingginya makna dan
pemikiran.
2. Tertibnya pola fikir.
3. Munculnya lafaz-lafaz
yang baru seperti istilah puasa, zakat, mukmin, kafir, dsb.
4. Mudahnya uslub dan
kuatnya.
5. Menggunakan sebagian
gambaran sastra yang diambil dari Al Qur’an dan As Sunnah.
6. Kuatnya rasa agama dan
keimanan.
Wallahu a'lam, wa
shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
[i] Umayyah bin Abish
Shalt Ats Tsaqafi adalah seorang penyair masyhur di masa Jahiliyah, ia banyak
membaca buku-buku terdahulu, tidak mengkonsumsi minuman keras, dan tidak
menyembah patung. Suatu ketika ia pernah menemui Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam untuk masuk Islam, akan tetapi ketika ia tahu bahwa keponakannya
terbunuh dalam perang Badar, akhirnya ia tidak jadi masuk Islam (Al A’laam
2/23).
[ii] Al Khansa adalah
laqab(gelar)nya, namanya adalah Tumadhir binti Amr bin Asy Syarid As Sulamiy.
Dia termasuk penyair Arab terkenal, mendapatkan zaman Islam dan masuk Islam.
Anak-anaknya menjadi syahid dalam perang Qadisiyyah, dan ia bersabar
terhadapnya (Al A’lam 2/86).
[iii] Ka’ab bin Zuhair
bin Abi Sulma Al Muzzanniy adalah penyair mukhadhram (hidup di zaman Jahiliyyah
dan zaman Islam), ia pernah mencela Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga
darahnya ketika itu halal, lalu ia datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam meminta perlindungan dan masuk ke dalam Islam, kemudian melantunkan
syair Lamiyyahnya yang dikenal dengan nama Baanat Su’aad, maka Beliau
memaafkannya.
[iv] Ka’ab bin Malik bin Amr Al Anshari Al Khazraji
adalah seorang sahabat yang termasuk ke dalam para penyair besar Madinah, dan
termasuk penyair Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ia meriwayatkan 80
hadits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan hadir dalam beberapa
peperangan. Matanya buta di akhir usianya (Al A’laam 5/228).
[v] Abdullah bin Rawahah bin Tsa’labah Al Anshari
Al Khazraji adalah termasuk tokoh dari kalangan sahabat serta termasuk rentetan
para penyair. Dia hadir dalam Bai’atul Aqabah bersama tujuh puluh orang Anshar,
dan dia salah satu di antara 12 pimpinan Anshar. Dia hadir dalam beberapa
peperangan bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan gugur sebagai syahid
dalam perang Mu’tah (Al A’laam 4/86).
0 komentar:
Posting Komentar