Terjemah Bulughul Maram (2)

Kamis, 28 September 2023

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Terjemah Bulughul Maram (2)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah-.

6- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r  لَا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي اَلْمَاءِ اَلدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ . أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kamu mandi di dalam air yang diam sedangkan dia junub.” (Hr. Muslim)[i]

7-وَلِلْبُخَارِيِّ: لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي اَلْمَاءِ اَلدَّائِمِ اَلَّذِي لَا يَجْرِي, ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ

7. Sedangkan dalam riwayat Bukhari disebutkan, “Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu buang air kecil di dalam air yang diam yang tidak mengalir, kemudian ia mandi di situ.”[ii]

 -8وَلِمُسْلِمٍ: "مِنْهُ", وَلِأَبِي دَاوُدَ: وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنْ اَلْجَنَابَةِ

Dan dalam riwayat Muslim lafaznya adalah, “Dari air itu”. Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud lafaznya, “Dan janganlah ia mandi di sana karena junub.”[iii]

9-وَعَنْ رَجُلٍ صَحِبَ اَلنَّبِيَّ r قَالَ: نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ r "أَنْ تَغْتَسِلَ اَلْمَرْأَةُ بِفَضْلِ اَلرَّجُلِ, أَوْ اَلرَّجُلُ بِفَضْلِ اَلْمَرْأَةِ, وَلْيَغْتَرِفَا جَمِيعًا.  أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ. وَالنَّسَائِيُّ, وَإِسْنَادُهُ صَحِيحٌ

9. Dari seorang yang telah menjadi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita mandi dengan bekas sisa laki-laki atau laki-laki mandi dengan bekas sisa wanita, dan hendaknya keduanya menciduk secara bersamaan.” (Hr. Abu Dawud dan Nasa’i, isnadnya shahih)[iv]

10-وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ r كَانَ يَغْتَسِلُ بِفَضْلِ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

10. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi bekas sisa Maimunah radhiiyallahu ‘anha. (HR. Muslim)[v]

11-وَلِأَصْحَابِ "اَلسُّنَنِ":  اِغْتَسَلَ بَعْضُ أَزْوَاجِ اَلنَّبِيِّ r فِي جَفْنَةٍ, فَجَاءَ لِيَغْتَسِلَ مِنْهَا, فَقَالَتْ لَهُ: إِنِّي كُنْتُ جُنُبًا, فَقَالَ: "إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يَجْنُبُ"   وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ

11. Sedangkan dalam riwayat para penyusun kitab Sunan disebutkan, “Sebagian istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dalam sebuah jolang, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang untuk mandi dari jolang itu, maka istrinya berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku junub,” lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya air itu tidak (menjadi) junub”. (Dishahihkan oleh Tirmidzi dan ibnu Khuzaimah)[vi]

12-وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r : طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَفِي لَفْظٍ لَهُ: فَلْيُرِقْهُ . وَلِلتِّرْمِذِيِّ: أُخْرَاهُنَّ, أَوْ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ .

12. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sucinya bejana salah seorang di antara kamu apabila dijilati anjing adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan yang pertama (dicampur) dengan tanah.” (Hr. Muslim, dalam sebuah lafaz Muslim disebutkan, “Maka hendaknya ia tumpahkan airnya,” sedangkan dalam riwayat Tirmidzi dengan lafaz “Basuhan yang akhir atau awalnya (dicampur) dengan tanah”)[vii]

13-وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ -فِي اَلْهِرَّةِ-:  إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ, إِنَّمَا هِيَ مِنْ اَلطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ .  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ. وَابْنُ خُزَيْمَةَ

13. Dari Abu Qatadah  radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang kucing, “Sesungguhnya ia (kucing) itu tidaklah najis, ia hanyalah biantang yang biasa berkeliling di dekatmu.“ (Hr. Empat Imam Ahli Hadits, dan dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah)[viii]

14- وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ t قَالَ: جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ r فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ r بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

14. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu  ia berkata, “Datang seorang Arab baduwi lalu kencing di pojokan masjid, lalu dibentaklah oleh orang-orang, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang mereka (membentaknya), ketika orang baduwi itu selesai kencing, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh diambilkan seember air kemudian dituangkan ke atasnya.” (Muttafaq ‘alaih)[ix]

15-وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اَللَّهِ r : أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ, فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ, وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ.   أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَفِيهِ ضَعْفٌ

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telah dihalalkan untuk kami dua bangkai dan dua buah darah, adapun dua bangkai itu adalah bangkai belalang dan ikan, sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Dalam hadits ini ada kelemahan)[x]

16-وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r , إِذَا وَقَعَ اَلذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ, ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ, فَإِنَّ فِي أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً, وَفِي اَلْآخَرِ شِفَاءً -  أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ, وَزَادَ: , وَإِنَّهُ يَتَّقِي بِجَنَاحِهِ اَلَّذِي فِيهِ اَلدَّاءُ

Dari Abu  Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila lalat jatuh ke dalam minuman salah seorang di antara kamu maka tenggelamkanlah, kemudian tariklah karena pada salah satu sayapnya ada penyakit, sedangkan pada sayap yang lain ada obatnya.” (Hr. Bukhari dan Abu Dawud, ia (Abu Dawud) menambahkan “Sesungguhnya ia (lalat) menjaga dirinya dengan sayap yang di sana terdapat penyakit.”)[xi]

17-وَعَنْ أَبِي وَاقِدٍ اَللَّيْثِيِّ t قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ r : مَا قُطِعَ مِنْ اَلْبَهِيمَةِ -وَهِيَ حَيَّةٌ- فَهُوَ مَيِّتٌ . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ, وَاللَّفْظُ لَهُ

Dari Abu Waqid Al Laitsi radhiyallahu’anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bagian mana saja yang dipotong dari binatang yang hidup, maka bagian itu adalah bangkai.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, ia pun menghasankan, lafaz ini adalah lafaz Tirmidzi)[xii]

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (283) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (220, 321, 396), Ibnu Majah (605).

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (239) dalam Al Wudhuu’.

[iii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (282) dalam Ath Thaharah, Abu Dawud (70) dalam Ath Thaharah.

[iv] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (81) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (238) dalam Ath Thaharah dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (81).

Catatan:

a.     Mubhamnya (tidak diketahui nama) sahabat yang meriwayatkan tidaklah berpengaruh apa-apa bagi hadits ini, karena para sahabat semuanya adalah adil.

b.     Al Hafizh dalam Al Fat-h (1/300) berkata, "Para perawinya tsiqah, dan saya tidak mengetahui adanya hujjah yang kuat bagi orang yang mencacatkannya."

[v] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (323) dalam Al Haidh.

[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (68) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (65), Ibnu Majah (370) dalam Ath Thaharah, Ibnu Khuzaimah (1/58) no. (84) dengan lafaz, “Al Maa’u laa yunajjisuhuu syaii’,” dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (68).

Sumair Az Zuhairiy berkata, “Demikianlah hadits tersebut, meskipun melalui riwayat Samaak dari Ikrimah, dimana riwayat tersebut ma’lul (cacat).” Ia melanjutkan, “Catatan: Al Haafizh keliru menghubungkan hadits tersebut kepada para pemilik kitab Sunan, karena Nasa’i tidak meriwayatkannya, demikian juga (keliru) karena penshahihan Ibnu Khuzaimah terhadap selain lafaz ini.”

Dalam At Talkhish (1/15) Al Hafizh berkata, "Sebagian orang mencacatkan hadits ini karena Samaak bin Harb, dimana ia adalah seorang yang menerima talqin (pengajaran), akan tetapi Syu'bah meriwayatkan darinya, sedangkan Syu'bah tidaklah membawa hadits dari guru-gurunya selain hadits yang sahih saja."

[vii] Shahih, diriwayatkan oleh Muslim (279) dalam Ath Thaharah dari jalan Hisyam bin Hisan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, Tirmidzi (91). Lafaz “Falyuriqhu” ada pada Muslim (279) dari jalan Al A’masys dari Abu Razin dan Abu Shalih dari Abu Hurairah, juga diriwayatkan oleh Al A’masy dengan isnad ini yang sama seperti itu, namun tidak ada kata-kataفَلْيُرِقْهُ.” .

[viii] Hasan shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (75) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (92) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (68) dalam Ath Thahahah, Ibnu Majah (367) dalam Ath Thaharah, Malik dalam Al Muwaththa’ (44) dalam Ath Thaharah, Ibnu Khuzaimah (1/55) no. 104, Al Albani berkata dalam Shahih Abu Dawud (75) “Hasan shahih” .

Lengkap hadits ini dari jalan Kabsyah binti Malik –ia adalah istri putera Abu Qatadah-,

أن أبا قتادة دخل عليها، فسكبت له وضوءا. قالت: فجاءت هرة تشرب، فأصغى لها الإناء حتى شربت، قالت كبشة: فرآني أنظر إليه! فقال: أتعجبين يا بنت أخي؟ فقلت: نعم . قال: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:... فذكره.

Bahwa Abu Qatadah pernah masuk menemuinya, Kabsyah berkata, “Lalu aku menuangkan kepadanya air wudhu, kemudian datang seekor kucing hendak meminum airnya, lalu Abu Qatadah memiringkan (tempat air wudhu’) sehingga kucing itu bisa meminumnya, kemudian Kabsyah berkata, “Abu Qatadah lalu melihatku karena aku memperhatikannya, ia berkata, “Apa kamu heran, wahai puteri saudaraku?” Aku menjawab, “Ya”, ia pun berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,…dst. (lihat hadits di atas).

[ix] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (221) dalam Al Wudhuu’, Muslim (284) dalam Ath Thaharah .

[x] Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al Musnad (5690), Ibnu Majah (3314) dalam Al Ath’imah, Al Albani mengatakan, “Shahih, lihat Ash Shahiihah (1118).”

Catatan:

Hadits ini secara mauquf adalah shahih. Adapun secara marfu’, maka terdapat kelemahan karena melalui riwayat Abdurrahman dan dua saudaranya, yaitu dua putera Zaid bin Aslam, dari ayah mereka, dari Ibnu Umar, dan telah didhaifkan oleh Ibnu Ma’in.

Abu Zur’ah dan Abu Hatim menyatakan, bahwa hadits ini mauquf. Dan dishahihkan mauqufnya oleh Daruquthni, Hakim, Baihaqi, da Ibnul Qayyim.

Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini dihukumi marfu’, karena pernyataan seorang sahabat, “Telah dihalalkan bagi kami ini dan itu” atau “Telah diharamkan bagi kami ini dan itu” sama seperti pernyataan, “Telah diperintahkan kepada kami ini dan itu” atau “Telah dilarang bagi kami ini dan itu,” sehingga bisa berdalih dengan riwayat ini, karena mengandung hukum marfu’.”

[xi] Shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (3320) dalam Bad’ul khalq, Abu Dawud (3844) dalam Al Ath’imah dengan tambahan darinya .

Dalam TSZ (Takhrij Sumair Az Zuhairiy)  disebutkan tentang tambahan Abu Dawud ini, “Isnadnya hasan.”

[xii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (2858), Tirmidzi (1480), Ahmad (21396) dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud.

Lengkap hadits tersebut adalah,

عن أبي واقد الليثي قال: قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة، والناس يجبون أسنمة الإبل، ويقطعون أليات الغنم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم:.... فذكر الحديث

Dari Abu Waaqid Al Laitsiy ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di Madinah, saat itu orang-orang memotong punuk-punuk unta serta memotong ekor-ekor kambing, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:…dst. (lihat hadits di atas).”

Terjemah Bulughul Maram (1)

Rabu, 20 September 2023

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Terjemah Bulughul Maram (1)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut terjemah Bulughul Maram karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan buku ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Dalam menyebutkan takhrijnya, kami banyak merujuk kepada dua kitab; Takhrij dari cetakan Darul ‘Aqidah yang banyak merujuk kepada kitab-kitab karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani rahimahullah, dan Buluughul Maram takhrij Syaikh Sumair Az Zuhairiy –hafizhahullah-.

Mukadimah Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalaniy

الْحَمْدُ ِللهِ عَلَى نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَ الْباَطِنَةِ قَدِيْمًا وَحَدِيْثًا وَالصَّلاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُوْلِهِ مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ سَارُوْا فِي نُصْرَةِ دِيْنِهِ سَيْرًا حَثِيْثًا وَعَلَى اَتْبَاعِهِمِ الَّذِيْنَ وَرِثُوا الْعِلْمَ وَالْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ أَكْرِمْ بِهِمْ وَارِثًا وَمَوْرُوْثًا.

أَمَّا بَعْدُ فَهَذَا مُخْتَصَرٌ يَشْتَمِلُ عَلَى أُصُوْلِ الْأَدِلَّةِ الْحَدِيْثِيَّةِ لِلْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ حَرَّرْتُهُ تَحْرِيْرًا بَالِغًا لِيَصِيْرَ مَنْ يَحْفَظُهُ مِنْ بَيْنِ أَقْرَانِهِ نَابِغًا وَيَسْتَعِيْنُ بِهِ الطَّالِبُ الْمُبْتَدِي وَلاَ يَسْتَغْنِي عَنْهُ الرَّاغِبُ الْمُنْتَهِي.

وَقَدْ بَيَّنْتُ عَقِبَ كُلِّ حَدِيْثٍ لِإِرَادَةِ نُصْحِ الْأُمَّةِ فَالْمُرَادُ بِالسَّبْعَةِ اَحْمَدُ وَالْبُخَارِيُ وَمُسْلِمٌ وَأَبُوْدَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهٍ, وَبِالسِّتَّةِ : مَنْ عَدَا أَحْمَدَ وَبِالْخَمْسَةِ مَنْ عَدَا الْبُخَارِيَّ وَمُسْلِمًا وَقَدْ أَقُوْلُ : الْأَرْبَعَةُ وَأَحْمَدُ وَبِالْأَرْبَعَةِ مَنْ عَدَا الثَّلاَثَةَ الْأَوَّلَ وَبِالثَّلاَثَةِ : مَنْ عَدَاهُمْ وَاْلأَخِيْرَ وَبِالْمُتَّفَقِ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَقَدْ لاَ أَذْكُرُ مَعَهُمَا غَيْرَهُمَا وَمَا عَدَا ذَالِكَ فَهُوَ مُبَيَّنٌ.

وَسَمَّيْتُهُ "بُلُوْغُ الْمَرَامِ مِنْ أَدِلَّةِ الْأَحْكَامِ " وَاللهَ أَسْأَلُ اَنْ لاَ يَجْعَلَ مَا عَلِمْنَاهُ عَلَيْنَا وَبَالاً وَأَنْ يَرْزُقَنَا الْعَمَلَ بِمَا يَرْضَاهُ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى

Segala puji bagi Allah atas segala nikmat-Nya, baik nikmat yang tampak maupun yang tersembunyi, yang dahulu maupun yang sekarang. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad, juga kepada keluarganya, dan para sahabatnya yang berjalan di atas pembelaan terhadap agamanya dengan semangat, dan semoga terlimpah pula kepada para pengikutnya yang mewarisi ilmunya. Dan para ulama adalah pewaris para Nabi, sungguh mulianya mereka yang menjadi pewaris dan menjadi orang yang diwarisi. Amma ba’du,

Ini adalah sebuah ringkasan yang mengandung hadits-hadits yang menjadi dalil pokok dalam hukum syar’i. Saya susun dengan sesungguhnya agar orang yang menghapalnya memiliki kelebihan di antara teman-temannya, pelajar yang masih pemula bisa terbantu dengannya dan tetap merasa butuh orang yang cinta ilmu yang dalam ilmunya.

Saya telah menjelaskan di akhir masing-masing hadits para imam yang meriwayatkannya, karena keinginan saya memberikan nasihat kepada umat. Maka yang dimaksud dengan “Tujuh Imam Ahli Hadits” adalah Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Yang dimaksud dengan “Enam Imam Ahli Hadits” adalah imam-imam yang disebutkan di atas selain Ahmad. Yang dimaksud dengan “Lima Imam Ahli Hadits” adalah imam-imam yang disebutkan di atas (pada “Tujuh Imam Ahli Hadits”) selain Bukhari dan Muslim, terkadang saya sebut dengan “Empat Imam Ahli Hadits bersama Ahmad.” Yang dimaksud dengan “Empat Imam Ahli Hadits” adalah imam-imam yang disebutkan di atas selain tiga imam yang pertama. Yang dimaksud dengan “Tiga Imam Ahli Hadits” adalah imam-imam yang disebutkan di atas adalah selain tiga imam yang pertama dan yang terakhir. Yang dimaksud dengan “Al Muttafaq” adalah Bukhari dan Muslim, terkadang saya tidak menyebut imam yang lain apabila menyebut “Al Muttafaq”. Adapun selain itu maka biasanya diterangkan.

Saya namakan ringkasan ini dengan nama “Bulughul Maram min adillatil ahkaam.” Kepada Allah-lah saya berharap agar Dia tidak menjadikan ilmu yang kita ketahui sebagai malapetaka, dan semoga Dia mengaruniakan kepada kita amal yang diridhai-Nya Subhaanahu wa Ta’ala.

كِتَابُ اَلطَّهَارَةِ

بَابُ اَلْمِيَاهِ

KITAB THAHARAH (BERSUCI)

Bab Tentang Air

1- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r فِي اَلْبَحْرِ: هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ ( أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّاِفِعيُّ وَاَحْمدُ)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang air, “Air itu suci dan halal bangkainya.” (Hr. Empat Imam Ahli Hadits dan Ibnu Abi Syaibah, lafaz ini adalah lafaznya. Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Diriwayatkan juga oleh Malik, Syafi’i dan Ahmad)[i]

2- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r :إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ.  أَخْرَجَهُ اَلثَّلَاثَةُ وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ

2. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya air itu suci, tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu”. (Hr. Tiga Imam Ahli Hadits dan dishahihkan oleh Ahmad)[ii]

3- وَعَنْ أَبِي أُمَامَةَ اَلْبَاهِلِيِّ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ r : إِنَّ اَلْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ, إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ, وَلَوْنِهِ. أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَهْ وَضَعَّفَهُ أَبُو حَاتِمٍ

3. Dari Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya air itu tidak dapat dinajiskan oleh sesuatu kecuali apabila dikalahkan baunya, rasanya, dan warnanya (oleh najis).”  (Hr. Ibnu Majah dan didha’ifkan oleh Abu Hatim)[iii]

4- وَلِلْبَيْهَقِيِّ: اَلْمَاءُ طَاهِرٌ إِلَّا إِنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ, أَوْ طَعْمُهُ, أَوْ لَوْنُهُ; بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ

Dan dalam riwayat Baihaqi disebutkan, “Air itu suci kecuali apabila berubah baunya, rasanya, atau warnanya karena najis yang menimpa padanya.”[iv]

5- وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ   وَفِي لَفْظٍ: لَمْ يَنْجُسْ . أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ. وَابْنُ حِبَّانَ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila air itu sebanyak dua qullah[v] maka tidak mengandung kotoran." Dan dalam sebuah lafaz disebutkan, “Tidak menjadi najis” (Hr. Empat Imam Ahli Hadits, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban)[vi]

Wa shallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Alih Bahasa:

Marwan bin Musa


[i] Shahih, Abu Dawud (83) dalam Ath Thahaarah, Tirmidzi (69) bab Maa jaa’a fii maa’il bahr annahu thahuur, Nasa’i (332), Ibnu Majah (386) dalam Ath Thaharah, Ahmad (7192), Ibnu Khuzaimah (1/59) no. (111), Malik (43), dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abi Dawud (83). Al Albani mengatakan, “Dalam hadits tersebut terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap yang mati di lautan yang sebelumnya hidup di situ meskipun ia mengapung di air.” Ia juga mengatakan, “Dan hadits tentang dilarangnya memakan yang mengapung di air adalah tidak sahih.” [Ash Shahiihah (480)] .

Lafaz lengkap hadits ini adalah,

عَنِ الْمُغِيرَةَ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ - وَهُوَ مِنْ بَنِي عَبْدِ الدَّارِ - أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا نَرْكَبُ البَحْرَ، وَنَحْمِلُ مَعَنَا القَلِيلَ مِنَ المَاءِ، فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا، أَفَنَتَوَضَّأُ مِنَ الْبَحْرِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ، الحِلُّ مَيْتَتُهُ»

Dari Mughirah bin Abi Bardah –dia termasuk bani Abdud Dar- bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, “Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengarungi lautan dan membawa sedikit air, jika kami berwudhu’ dengannya niscaya kami kehausan, bolehkah kami berwudhu’ dengan air laut?” Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Air itu suci dan halal bangkainya.”

[ii] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (67) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (66) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (326) dalam Al Miyah, Ahmad (10406), Daruquthni dalam As Sunan (hal. 11), Baihaqi (1/4-5) dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (67), dan [lihat Al Irwaa' (14)].

[iii] Dha’if, diriwayatkan oleh Ibnu Majah (521) dari jalan Risydin bin Sa’ad: Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Shalih dari Rasyid bin Sa’ad dari Abu Umamah. Hadits tersebut adalah dha’if karena dha’ifnya Risydin, di samping itu adanya mudhtharib dalam isnadnya.

[iv] Dha’if, diriwayatkan oleh Baihaqi (1/259-260) dari jalan ‘Athiyyah bin Baqiyyah bin Al Walid dari bapaknya dari Tsaur bin Yazid dari Rasyid bin Sa’ad dari Abu Umamah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Baihaqi mengatakan dalam As Sunanul Kubraa 1/260, “Hadits tersebut tidak kuat. Ini adalah pendapat umumnya ulama, saya tidak mengetahui adanya khilaf di antara mereka tentang hal ini.” [Nashbur Raayah (1/156) dan Adh Dha'iifah ( 2644)] .

Menurut Sumair Az Zuhiariy, dalam isnadnya terdapat Baqiyyah bin Al Walid, dia adalah mudallis, dan telah melakukan ‘an’anah. Hadits ini memiliki jalan yang lain namun dhaif juga.

[v] Dua qullah artinya dua guci besar, dikatakan qullah karena orang dewasa dapat mengangkatnya jika dipenuhi air. Menurut sebagian ulama, ukuran airnyanya jika di suatu kolam berbentuk persegi empat, maka panjangnya, lebarnya dan tingginya 1 ¼ hasta (1 hasta panjangnya dari ujung jari tengah sampai ke ujung siku tangan atau dua jengkal atau 46,2 cm).

[vi] Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (63) dalam Ath Thaharah, Tirmidzi (67) dalam Ath Thaharah, Nasa’i (328), (52) dalam Ath Thaharah, Ahmad (4788), Hakim (1/132), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (2/274-275), Ibnu Khuzaimah (1/49) no. (92), Darimiy (732), juga diriwayatkan oleh Thahawiy, Daruquthni dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud (64), dan Al Irwaa’ (23).

Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa sanad dan matan ini mudhtharib. Adapun mudhtharibnya sanad adalah karena pusatnya pada Al Walid bin Katsir. Ada yang mengatakan, diriwayatkan darinya, lalu dari Muhammad bin Ja’far bin Zubair. Ada pula yang mengatakan, diriwayatkan darinya, lalu dari Muhammad bin ‘Abbad bin Ja’far. Sesekali dsebutkan dari Ubaidullah bin Abdillah bin Umar, dan sesekali dari Abdullah bin Abdullah bin Umar.

Jawaban terhadap pernyataan mudhtharib (goncang) sanad adalah, bahwa.yang demikian bukanlah mudhtharib yang membuat cacat hadits tersebut, karena jika memang semuanya mahfuzh, maka berarti berpindah dari orang yang tsiqah kepada orang yang tsiqah. Setelah diteliti pula, bahwa hadits tersebut sanadnya dari Al Walid bin Katsir, dari Muhammad bin Abbad bin Ja’far, dari Ubaidullah bin Abdullah bin Umar Al Mukabbar. Sedangkan dari Muhammad bin Ja’far bin Az Zubair, dari Abdullah bin Abdulah bin Umar Al Mushgharah. Siapa yang meriwayatkan tidak seperti ini jalannya, maka ia keliru.

Sejumlah orang rawi meriwayatkan dari Abu Usamah, dari Al Walid bin Katsir dengan dua jalan. Namun hadits ini memiliki jalan yang ketiga yang diriwayatkan Ibnu Majah (518), Hakim, dan lainnya dari jalan Hammad bin Salamah, dari Ashim bin Al Mundzir, dari Abdullah bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya. Ibnu Ma’in pernah ditanya tentang jalan ini, lalu ia menjawab, “Isnadnya jayyid,” lalu ada yang menyampaikan kepadanya, “Sesungguhnya Ibnu Aliyyah tidak memarfu’kannya.” Maka Ibnu Ma’in berkata, “Meskipun Ibnu Aliyyah tidak hafal, namun hadits tersebut jayyid isnadnya.” Sebagian ulama ada yang mencacatkannya karena sebab mauquf (sampai kepada sahabat), dimana Mujahid meriwayatkannya secara mauquf. Tentang kemauqufannya dishahihkan oleh Daruqutni, Baihaqi, Al Mizziy, dan Ibnu Taimiyah.

Adapun pernyataan bahwa matannya adalah mudhtharib (goncang) karena sesekali diriwayatkan dengan lafaz tiga qullah, dan sesekali diriwayatkan dengan lafaz empat puluh qullah, maka jawabannya adalah bahwa riwayat tiga dan empat puluh qullah adalah syadz, yang shahih adalah dua qullah.

Syaikh Al Albani berkata, “Hadits tersebut shahih diriwayatkan oleh Lima Imam Ahli Hadits, demikian pula oleh Darimi, Thahawi, Daruqutni, Hakim, Baihaqi, dan Thayalisi dengan isnad yang shahih. Dan dishahihkan oleh Thahawi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Hakim, Adz Dzahabi, Nawawi, dan Al ‘Asqalani. Adapun pencacatan sebagian ulama terhadapnya karena mudhtharib, maka tertolak.”

Sedangkan pentakhshisan dua qullah dengan qullah negeri Hajar, maka tidak ada riwayat marfu selain dari jalan Mughirah bin Shaqlab, ia seorang munkarul hadits.

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger