Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (12)

Selasa, 28 April 2020
بسم الله الرحمن الرحيم
فضيلة الشيخ أبوعبدالأعلى خالد عثمان: علم الجرح والتعديل تعريفه ...
Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (12)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang mengenal Ilmu Takhrij Hadits merujuk kepada kitab Ushulut Takhrij wa Dirasah Al Asanid Al Muyassarah karya Dr. Imad Ali Jum’ah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Kajian Terhadap Sanad dan Menghukumi Suatu Hadits
Maksud ‘kajian terhadap sanad’ adalah meliputi:
1. Mempelajari rawi-rawi (orang yang meriwayatkan) yang ada pada sanad dengan melihat biografinya masing-masing dan berusaha mengetahui yang kuat di antara mereka dan yang lemah (dha’if) secara umum.
2. Mengetahui sebab kuat dan lemahnya seorang rawi secara rinci.
3. Memeriksa bersambung atau tidak suatu sanad, yaitu dengan melihat kepada:
a. Tanggal lahir dan wafatnya seorang rawi.
b. Mempelajari rawi yang mudallis, terutama ketika mereka melakukan ‘an’anah.
c. Melihat komentar para imam jarh wa ta’dil, yakni apakah si fulan mendengar dari si fulan atau tidak.
d. Menggali lebih dalam isnadnya agar diketahui ilat-ilat (cacat) tersembunyi yang biasanya tidak diketahui jika diperhatikan sebentar.
e. Mengetahui mana sahabat dan tabiin untuk memilah yang mursal (terputus di akhir sanad) dengan yang maushul (bersambung), dan antara yang mauquf (sampai pada sahabat) dengan yang maqthu (sampai pada tabiin).
f. Dan kajian lainnya yang mendalam yang dibangun di atas ilmu ushul (pokok dan dasar) dalam jarh wa ta’dil serta mengenali rawi, termasuk ke dalamnya ilmu-ilmu ini, yaitu: Muttafaq dan Mukhtalaf  (sama nama dan nama ayahnya, namun berbeda orangnya). Mutasyabih (yang namanya mirip), Kuna (panggilan) dan Laqab (gelar), dsb.
Adapun maksud ‘menghukumi suatu hadits’ adalah menghukumi sanad dan matannya, seperti:
a. Menghukumi sanad hadits, yaitu menetapkan kesimpulan setelah mengkaji sanadnya dengan mengatakan ‘isnad ini shahih’ atau ‘isnad ini dha’if’ atau ‘maudhu’ (palsu).
b. Menghukumi matan hadits, yaitu menetapkan suatu hadits dengan mengatakan ‘hadits ini shahih’ atau ‘dha’if’ atau ‘maudhu’.
Hal ini sangat berat daripada menghukumi sanad, seseorang harus memperhatikan hal-hal lain di samping yang disebutkan di atas, yaitu: memperhatian apakah matannya syadz atau ada illat, apakah hadits ini diriwayatkan dengan sanad yang lain atau beberapa sanad, dimana karena hal itu hukum bisa berubah.
Perangkat dalam suatu hadits
Hadits terdiri dari sanad dan matan. Sanad maksudnya silsilah atau rangkaian rawi yang menyampaikan matan, sedangkan matan adalah isi atau redaksi yang disampaikan.
Contoh sanad:
Imam Bukhari berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, ia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abuz Zanad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلْيَغْسِلْ يَدَهُ قَبْلَ أَنْ يُدْخِلَهَا فِي وَضُوئِهِ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari tidurnya, maka basuhlah tangannya sebelum memasukkan ke air wudhunya, karena salah seorang di antara kamu tidak tahu di mana tangannya bermalam.”
Sebelum disebutkan hadits di atas disebutkan orang-orang yang meriwayatkan, inilah yang disebut sanad, diawali dari Imam Bukhari, dan diakhiri oleh Abu Hurairah. Sedangkan redaksi hadits yang disebutkan di atas itulah yang disebut matan.
Dengan adanya sanad, maka dapat diketahui sahih tidaknya suatu hadits sehingga terjagalah sumber hukum Islam yang kedua, yaitu Al Hadits.
Perangkat yang dibutuhkan dalam mengkaji sanad
Dalam mengkaji sanad dibutuhkan beberapa perangkat ini, yaitu: (1) Ilmu Jarh wa Ta’dil, (2) Tarikh (tanggal lahir dan wafat) seorang rawi dan biografinya.
Dalam Ilmu Jarh wa Ta’dil dipelajari kaidah-kaidah jarh (mencacatkan) dan ta’dil (menyatakan terpercaya) di kalangan para ulama di bidang ini, demikian pula diketahui makna lafaz jarh wa ta’dil dalam istilah yang berlaku di kalangan para ulama, dimana lafaz-lafaz itu ada tingkatannya masing-masing; ada tingkatan ta’dil paling tinggi sampai tingkatan jarh paling rendah. Demikian pula dalam ilmu Jarh wa Ta’dil diketahui syarat rawi-rawi yang diterima, bagaimana menetapkan adil dan kuat ingatan atau terjaganya, serta hal-hal lain yang terkait masalah ini sehingga kita bisa memulai mengkaji sanad dan kemudian menghukumi suatu hadits.
Secara umum, syarat diterimanya rawi berdasarkan ijma ada dua: (1) Adil dan, (2) Dhabith.
Adil itu harus muslim, akil (berakal), baligh, selamat dari sebab-sebab kefasikan, dan selamat dari perkara yang menodai kehormatannya.
Adil bisa ditetapkan dengan pernyataan orang yang menta’dilkan, yaitu ketika ada ulama yang menyatakan adil dalam kitab Jarh wa Ta’dil. Bisa juga dengan keadaannya yang masyhur, yaitu terkenal dengan kejujuran dan istiqamahnya serta kuatnya ingatan seperti Imam Malik bin Anas.
Akan tetapi menurut Ibnu Abdil Bar, bahwa setiap pembawa ilmu yang memiliki perhatian terhadapnya, maka keadaannya dianggap adil sampai jelas jarh(cacat)nya dan tidak perlu dipertanyakan, namun pendapat ini kurang kuat menurut para ulama.
Sedangkan maksud ‘Dhabith’ adalah tidak buruk hafalannya, tidak fatal kekeliruannya, tidak menyelisihi orang yang tsiqah, tidak banyak wahm (salah perkiraan), dan tidak lalai.
Dhabit dapat diketahui dengan sejalannya dengan rawi-rawi tsiqah yang mutqin (hati-hati) dalam meriwayatkan, jika banyak menyelisihi mereka, maka cacatlah kedhabitannya dan tidak bisa dipakai hujjah, namun tidak masalah jika jarang menyelisihinya.
Catatan:
1. Pertanyaan: Apakah diterima jarh wa ta’dil tanpa menerangkan sebabnya?
Jawab: Adapun ta’dil (pernyataan terpercaya), maka diterima menurut pendapat yang shahih karena sulitnya menyebutkan sebabnya. Sedangkan jarh (pencacatan), maka tidak diterima kecuali diterangkan sebabnya karena tidak sulit menyebutkan sebabnya, di samping itu manusia juga berbeda pendapat dalam hal sebab jarh, dimana di antara mereka ada yang menjarh orang lain dengan sesuatu yang tidak dianggap jarh.
2. Pertanyaan: Cukupkah jarh wa ta’dil dengan pendapat seseorang?
Jawab: Pendapat yang sahih (benar) adalah cukup meskipun disampaikan oleh seorang budak atau wanita. Ada pula yang mengatakan, bahwa harus dua orang sebagaimana persaksian, namun pendapat ini lemah.
3. Pertanyaan: Bagaimana jika berkumpul jarh wa ta’dil dalam diri seseorang?
Jawab: Yang dijadikan pegangan adalah mendahulukan jarh apabila jarhnya diterangkan, tetapi jika tidak diterangkan, maka ta’dil didahulukan.
Mengenal kehati-hatian Imam Jarh wa Ta’dil; Ibnu Abi Hatim
Al Khatib Al Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Hasan bin Junaid, ia berkata, "Aku mendengar Yahya bin Main berkata,
"Kita benar-benar telah mencela orang-orang yang boleh jadi mereka akan lebih dulu menempati rumahnya di surga sejak 200 tahun sebelumnya.
Ibnu Mahrawaih berkata, "Aku pun menemui Abdurrahman bin Abi Hatim yang ketika itu sedang membacakan kitab Al Jarhu wat Ta'dil (tentang kritik dan pembelaan terhadap rawi), lalu aku sampaikan kepadanya kisah itu, maka ia pun menangis dan kedua tangannya bergemetar sehingga kitabnya itu jatuh dari tangannya seraya dirinya menangis, lalu ia memintaku menceritakan kembali kisah itu, dan di majlis itu ia jadi tidak membaca apa-apa," atau sebagaimana yang dikatakannya.”
(Al Jami Li Akhlaqir rawi wa Adabus sami,  karya Al Khathib Al Baghdadi juz 2/201)
Tingkatan Lafaz Ta’dil dan Hukumnya
Tingkatan Ta’dil (menyatakan terpercaya) mengalami perkembangan dan akhirnya ditetapkan enam tingkatan ini:
Pertama, kalimat yang menunjukkan sangat tsiqah atau dengan wazan (pola) ‘af’alu’ seperti:
فُلاَنٌ أَثْبَتُ النَّاسِ
Fulan adalah orang yang paling kokoh
أَوْثَقُ الْخَلْقِ
Fulan adalah orang yang paling tsiqah
أَوْثَقُ مَنْ أَدْرَكْتُ مِنَ الْبَشَرِ
Fulan adalah orang yang paling tsiqah yang pernah kutemui
Kedua, kalimat yang menunjukkan tsiqah dengan diperkuat satu atau dua sifat tsiqah. Contoh:
ثِقَةٌ ثِقَةٌ
Tsiqah-tsiqah.
ثِقَةٌ ثَبْتٌ
Tsiqah dan kokoh
ثِقَةٌ حُجَّةٌ
Tsiqah dan menjadi hujjah
ثِقَةٌ مَأْمُوْنٌ
Tsiqah dan terpercaya.
Ketiga, kalimat yang menunjukkan tsiqah tanpa ada penguatan, seperti:
ثِقَةٌ
Tsiqah (seorang yang terpercaya).
حُجَّةٌ
Menjadi Hujjah
ثَبْتٌ
Kokoh
كَأَنَّهُ مُصْحَفٌ
Dia seperti mushaf.
عَدْلٌ ضَابِطٌ
Adil dan kuat ingatan.
Keempat, kalimat yang menunjukkan adil tanpa menyebutkan dhabith, seperti:
صَدُوْقٌ
Sangat jujur.
مَحِلُّهُ الصِّدْقُ
Tempatnya jujur
لاَبَأْسَ بِهِ
Tidak bermasalah
Kelima, kalimat yang tidak menunjukkan tsiqah dan cacat, contoh:
فُلاَنٌ شَيْخٌ
Fulan seorang syaikh.
رَوَى عَنْهُ النَّاسُ
Orang-orang meriwayatkan darinya
إِلَى الصِّدْقِ مَا هُوَ
Kepada kejujuran sepertinya
وَسَطٌ
Pertengahan
شَيْخٌ وَسَطٌ
Syaikh yang pertengahan
Keenam, kalimat yang menunjukkan dekat untuk dicacatkan, contoh:
فُلاَنٌ صَالِحُ الْحَدِيْثِ
Fulan seorang yang baik haditsnya.
يُكْتَبُ حَدِيْثُهُ
Haditsnya dicatat
يُعْتَبَرُ بِهِ
Dipandang
مُقَارِبُ الْحَدِيْثِ
Haditsnya mendekati
صَالِحٌ
Saleh
Hukum enam tingkatan di atas:
1. Untuk tiga tingkatan pertama (1-3), maka perawinya dipakai hujjah meskipun sebagian mereka lebih kuat daripada yang lain.
2. Untuk dua tingkatan setelahnya (4-5), maka tidak dipakai hujjah, akan tetapi dicatat haditsnya dan diuji coba (dikaji lagi) meskpun tingkatan ke-4 lebih tinggi daripada tingkatan ke-5.
3. Untuk tingkatan ke-6 tidak dipakai hujjah, akan tetapi dicatat haditsnya untuk jadi bahan pertimbangan, karena tampaknya tidak dhabith, wallahu a’lam.
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Ushulut Takhrij wa Dirasah As Sanad Al Muyassarah (Dr. Imad Ali Jum’ah),  dll.

Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (11)

Sabtu, 25 April 2020
بسم الله الرحمن الرحيم
د. محمد الحارثي Twitterren: "بشرى للباحثين وطلاب الدراسات العليا ...
Mengenal Ilmu Takhrij Hadits (11)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang mengenal Ilmu Takhrij Hadits merujuk kepada kitab Ushulut Takhrij wa Dirasah Al Asanid Al Muyassarah karya Dr. Imad Ali Jum’ah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Metode Ke-5 Dalam Mentakhrij Hadits
Dalam metode ini, takhrij dilakukan dengan melihat keadaan hadits baik sanad maupun matan.
Maksud metode ini adalah bahwa takhrij hadits dilakukan setelah memperhatikan secara mendalam keadaan hadits dan sifat-sifatnya yang ada dalam matan suatu hadits atau sanadnya.
Selanjutnya membahas posisi hadits itu melalui keadaan atau sifat itu dalam kitab-kitab  hadits yang khusus memuat sifat itu pada matan atau sanad. Sifat dan keadaan itu dijelaskan di kolom yang ada di halaman itu.
Keadaan matan
1. Apabila tampak pada matan hadits tanda-tanda yang menunjukkan palsunya hadits itu karena lafaznya yang lemah atau maknanya yang rusak, atau menyelisihi ketegasan Al Qur’an, maka untuk mentakhrijnya bisa melihat kitab-kitab yang memuat hadits maudhu (palsu), seperti di bawah ini:
a. Yang disusun sesuai huruf abjad, seperti kitab Al Mashnu’ fi Ma’rifatil Haditsil Maudhu, atau Al Maudhu’at Ash Shughra karya Ali Al Qari Al Harawi (w. 1014 H)
b. Yang disusun sesuai bab, seperti kitab Tanzihusy Syari’ah Al Marfu’ah ‘anil Ahadits Asy Syani’ah Al Mudhu’ah karya Ali bin Muhammad Al Kanani (w. 963 H)
c. Apabila hadits itu termasuk hadits qudsi, maka cara terbaik mentakhrijnya adalah dengan mencari di kitab-kitab yang khusus memuat hadits qudsi seperti kitab Al Ithaafaat As Sunniyyah bil Ahaadits Al Qudsiyyah karya Abdurrauf Al Manawi (w. 1031 H).
Keadaan sanad
Apabila dalam sanad terdapat salah satu keistimewaan, misalnya:
a. Seorang ayah meriwayatkan dari anaknya, maka kitab yang memudahkan mentakhrij adalah kitab-kitab yang khusus mengumpulkan hadits-hadits yang di sana terdapat riwayat ayah dari anaknya, seperti kitab Riwayatul Aabaa ‘anil Abnaa karya Ahmad bin Ali Al Khathib Al Baghdadi (w. 463 H)
b. Jika isnadnya musalsal (dengan cara meriwayatkan yang sama dari awal hingga akhirnya), maka kitab yang memudahkan mentakhrij adalah kitab-kitab yang memuat hadits musalsal seperti kitab Al Manahil As Salsalah fil Ahaadits Al Musalsalah karya Muhammad bin Abdul Baqi Al Ayyubi (w. 1364 H) dan Al Musalsalat Al Kubra karya As Suyuthi (w. 911 H).
c. Apabila isnadnya mursal (terputus di akhira sanad), maka bisa digunakan kitab hadits Marasil, seperti Al Marasil karya Abu Dawud As Sijistani, dan Al Marasil karya Ibnu Abi Hatim; Abdurrahman bin Muhammad Al Hanzhali Ar Razi (w. 327 H).
d. Apabila dalam sanad terdapat terdapat rawi yang dha’if, maka bisa dilihat kitab yang memuat rawi-rawi dhaif seperti Adh Dhu’afa dan orang-orang yang diperbincangkan, misalnya kitab Mizanul I’tidal karya Adz Dzahabi (w. 748 H)
Keadaan matan dan sanad
Ada pula sifat lain pada matan atau pada sanad seperti:
a. Adanya illat (cacat), maka bisa dilihat kitab-kitab yang memuat hadits-hadits yang bercacat yang ditulis oleh para ulama secara khusus seperti Ilalul Hadits karya Ibnu Abi Hatim Ar Razi (w. 327 H).
b. Adanya ibham (nama rawi yang tidak disebutkan), maka bisa dilihat kitab-kitab khusus yang memuat rawi-rawi yang mubham (tidak disebut nama) seperti kitab Al Asma’ Al Mubhamah fil Anbaa’il Muhkamah karya Al Khathib Al Baghdadi (w. 463 H) dan kitab Al Mustafad min Mubhamatil Matni wal Isnad karya Abu Zur’ah Ahmad Abdurrahim Al Iraqi (w. 862 H)
Metode ke-6 Dalam Mentakhrij Hadits, Yaitu Takhrij Menggunakan Komputer
Komputer termasuk penemuan modern yang dibutuhkan sekarang dalam kehidupan manusia, karena kelebihan alat ini yang mampu menyimpan data, memudahkan pencarian, memudahkan pekerjaan, memudahkan hasilnya, siap untuk terus dikembangkan, dll.
Alhamdulillah telah dibuat sofware-software hadits yang dijalankan di komputer yang memudahkan pencari hadits mengetahui posisi hadits di kitab apa, di samping memuat berbagai informasi khusus terkait hadits serta memberikan informasi yang tidak mungkin dicapai secara manual, serta cepatnya seseorang mencari dan mentakhrij hadits.
Di antara contoh software yang memuat kitab-kitab hadits adalah Mausu’ah Al Hadits Asy Syarif oleh PT. Shakhr, Al Mausu’ah Adz Dzahabiyyah oleh Markaz At Turats, Mausu’ah Maktabah Al Hadits Asy Syarif oleh PT. Aris di Libanon, Al Mausu’ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah oleh Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah, dan yang paling terkenal di saat ini adalah Al Maktabah Asy Syamilah yang merupakan software gratis memuat puluhan ribu kitab.
Sebelum adanya Maktabah Syamilah, software-software sebelumnya hanya memuat kitab-kitab hadits yang terkadang tidak disebutkan derajatnya, dan terkadang kurang lengkap, dsb.
Namun Alhamdulillah setelah adanya Maktabah Syamilah, hadits-hadits yang ada sebagiannya sudah disebutkan derajatnya, di samping memudahkan seseorang melihat kitab yang lain karena memuat ribuan bahkan puluhan ribu kitab, meskipun terkadang halamannya tidak sesuai cetakan. Akan tetapi, sangat membantu sekali untuk mentakhrij hadits.
Mengenal Software Mausu’ah Al Hadits Asy Syarif (Ensiklopedi Hadits)
Software ini diterbitkan oleh PT. Shakhr memuat 9 kitab hadits, yaitu:
1. Shahih Bukhari berikut syarahnya yaitu Fathul Bari karya Ibnu Hajar.
2. Shahih Muslim berikut syarahnya karya Imam Nawawi.
3.  Sunan Tirmidzi berikut syarahnya yaitu Tuhfatul Ahwadzi bisyarh Jami At Tirmidzi karya Al Mubarakfuri
4. Sunan Abi Dawud
5. Sunan Nasa’i
6. Sunan Ibnu Majah
7. Muwaththa Malik
8. Musnad Ahmad
9. Sunan Ad Darimiy
Dengan software ini hadits  dapat ditakhrij dengan lima metode yang disebutkan sebelumnya, dapat mengetahui keadaan rawi dari sisi jarh wa ta’dil, keadaan hadits dari sisi marfu atau mauquf, bersambung sanadnya atau tidak, bisa menampilkan athraf (bagian awal) hadits, penjelasan terhadap kata yang gharib dalam hadits dan syarahnya, mengetahui guru dan murid seorang rawi, dan mengetahui siapa yang meriwayatkan sebuah hadits di antara pemilik Kutubut Tis’ah.
Mengenal Al Mausu’ah Adz Dzahabiyyah
Software ini memuat ratusan kitab hadits dengan sanad dan matannya, baik kitab Shahih, Musnad, Jami, Sunan, Muwaththa, Mustadrak, Mustakhraj, Syarah, Gharib, Rijal, Tarikh, maupun Siyar.  
Software ini membantu mencari hadits melalui icon ‘bahts’, urutan abjad, tasrif kata, melalui tema, melalui kata perkata, daftar isi, melalui rawi, melalui athraf (lafaz awal hadits), dsb.
Mengela Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah
Software ini memuat hadits-hadits yang ada dalam Al Jami’ush Shaghir yang telah ditetapkan derajatnya mana yang shahih dan mana yang dha’if oleh Imam As Suyuthi dengan kode yang dibuatnya,  kemudian diperiksa kembali oleh Syaikh Al Albani dan membagi kitab tersebut ke dalam dua bagian, yaitu Shahihul Jami dan Dha’iful Jami. Dengan software ini, seseorang cukup mengetik lafaz atau kata dalam hadits yang berbeda, maka akan tampil haditsnya berikut takhrij yang meliputi siapa Ahli Hadits yang meriwayatkan dan derajatnya.
Mengenal Maktabah Syamilah
Al Maktabah Asy Syamilah pertama kali dimunculkan pada bulan Shafar 1426 H atau bertepatan pada bulan April 2005 dan terus dikembangkan sehingga ada aplikasi untuk android di samping untuk windows.
Kitab-kitab yang ada di Maktabah Syamilah terus ditambah sehingga saat ini telah mencapai 29.000 kitab (tahun 1441 H/2020 M) dan masih terus ditambah. Kita bisa mendownloadnya baik di situsnya: http://www.shamela.ws/ , maupun di media telegram dengan nama  المكتبة الشاملة الذهبية   (Al Maktabah Asy Syamilah Adz Dzahabiyyah).
Untuk mencari hadits menggunakan Maktabah Syamilah, maka Anda bisa melakukan pencarian atau ‘Bahst’ pada gambar teropong yang ada di bagian atas Maktabah Syamilah seperti di bawah ini:

Kemudian kita ketik di kolom pertama lafaz yang hendak kita cari, dan ketik pula di sebelahnya kitab yang hendak kita cari lalu diklik. Kemudian tekan lagi tombol teropong untuk menampikan hasilnya.
Sedangkan untuk melihat kitab-kitab yang ada di Maktabah Syamilah, bisa diklik tombol kitab yang ada di posisi paling pojok, maka akan tampil seperti ini:
Di bagian atas juga terdapat beberapa pilihan menu ada:
ملف – بحث – شاشات - ....
Jik kita klik “بحث   ” maka akan tampil seperti ini:
Ada pencarian ayat di ‘Fil Qur’anil Karim’ silahkan ketik ayat yang hendak kita cari lalu klik tombol teropong, dan kita juga bisa sambil membuka berbagai kitab tafsir hanya dengan  mengklik kitab-kitab tafsir yang tertera di atasnya.
Ada pula pencari perawi hadits fit Tarajum (Ctrl = T) silahkan klik, lalu isi nama rawi yang hendak kita cari kemudian enter.
 

Takhrij Hadits Melalui Internet
Di samping metode-metode di atas, Allah telah memudahkan kita juga mentakhrij hadits melalui internet dan aplikasi di hp android. Di internet ada situs yang khusus memuat takhrij hadits seperti :
Keterangan: 
Jika tampil berwarna hijau berarti isnadnya shahih. Jika tampil berwarna merah berarti isnadnya dhaif, dan jika tampil berwarna abu-abu berarti hadits itu mauquf   (sampai pada sahabat).
Atau di media sosial telegram seperti: https://telegram.dog/AldorarBot
Sedangkan aplikasi di Hp android yang memuat takhrij hadits Kutubut Tis’ah adalah Jami’ Al Kutubit Tis’ah yang bisa kita cari di play store dengan diketik menggunakan bahasa Arab. Ini linknya: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.arabiait.sunna
Bersambung….
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Ushulut Takhrij wa Dirasah As Sanad Al Muyassarah (Dr. Imad Ali Jum’ah),  dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger