Syarah Kitab Tauhid (54)

Sabtu, 27 Juli 2019
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫أشد الناس عذاباً يوم القيامة المصورون‬‎
Syarah Kitab Tauhid (54)
Tentang Orang Yang Menggambar/Melukis Makhluk Bernyawa
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak merujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
**********
Bab: Tentang Orang-Orang Yang Menggambar/Melukis Makhluk Bernyawa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman,
«وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً»
“Tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang bermaksud menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku. Maka cobalah mereka menciptakan seekor semut kecil, sebutir biji, atau sebutir biji gandum.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111.
Oleh karena menggambar atau melukis makhluk bernyawa adalah sarana yang bisa mengantarkan kepada kemusyrikan, maka di sini penulis membuat bab ini untuk menerangkan keharamannya dan menerangkan ancaman terkait dengan perbuatan tersebut.
Dalam hadits qudsi di atas Allah azza wa Jalla menyatakan, bahwa tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang menggambar atau melukis makhluk bernyawa seperti yang Dia ciptakan, karena yang demikian sama saja seseorang berusaha menyerupai perbuatan Allah Azza wa Jalla, maka Allah menantangnya dengan menyuruhnya membuat semut kecil atau benda-benda yang lebih kecil lainnya, namun ternyata mereka tidak bisa. Hal ini menunjukkan bahwa Allah satu-satunya Pencipta.          
Kesimpulan:
1.       Haramnya menggambar atau melukis makhluk bernyawa.
2.       Menggambar atau melukis makhluk bernyawa sama saja menyerupai makhluk ciptaan Allah dan sama saja berusaha ikut serta dalam penciptaan.
3.       Menciptakan makhluk termasuk hak khusus Allah Ta’ala.
**********
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Manusia yang paling keras azabnya pada hari Kiamat adalah orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah.”
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Bukhari no. 2479 dan Muslim no. 2107.
Dalam hadits tersebut Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  menyampaikan dalam bentuk ‘berita’ yang maksudnya adalah larangan. Beliau menyampaikan bahwa manusia yang paling pedih azabnya di akhirat adalah orang-orang yang menggambar atau melukis makhluk bernyawa.
Hadits di atas menunjukkan besarnya dosa dan azab yang akan diperoleh para penggambar atau pelukis makhluk bernyawa, terlebih para pembuat patung, wal ‘iyadz billah.
Kesimpulan:
1.       Haramnya menggambar dan melukis makhluk bernyawa.
2.       Haramnya membuat patung.
3.       Azab pada hari Kiamat berbeda-beda tergantung dosa yang dilakukan.
4.       Menggambar dan melukis makhluk bernyawa adalah dosa besar.
5.       Membuat patung adalah dosa besar.
**********
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ، بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا، نَفْسًا يُعَذَّبُ بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Setiap pelukis (makhluk bernyawa) di neraka, akan disiapkan untuk setiap lukisan yang dibuatnya nyawa yang akan menyiksanya di neraka Jahannam.”
Keduanya (Imam Bukhari dan Muslim) juga meriwayatkan secara marfu (dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam),
«مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ أَنْ يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ»
“Barang siapa yang menggambar  suatu gambar (makhluk bernyawa) di dunia, maka akan dibebani untuk meniupkan ruh kepadanya pada hari Kiamat padahal dia tidak mampu meniupnya.”
Penjelasan:
Hadits Ibnu Abbas yang pertama disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 2225 dan Muslim no. 2110. Sedangkan hadits yang kedua disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 5963 dan Muslim no. 2110/100.
Dalam hadits di atas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerangkan bahwa tempat kembali para pelukis makhluk bernyawa adalah neraka, dimana mereka akan diazab dengan azab yang keras di dalamnya, yaitu dengan didatangkan semua gambar yang dilukisnya di dunia, lalu masing-masing gambar itu diberi nyawa dan diberikan kemampuan untuk menyiksanya, sehingga ia pun disiksa oleh hasil karyanya, wal ‘iyadz billah. Termasuk azab juga untuknya adalah dengan dibebani sesuatu yang tidak disanggupinya, yaitu diperintahkan meniupkan ruh terhadap lukisan yang dibuatnya.
Hadits di atas menunjukkan haramnya menggambar atau melukis makhluk bernyawa dan ancaman bagi pelakunya.
Imam Nawawi dalam Riyadhush Shalihin berkata,
باب تحريم تصوير الحيوان في بسَاط أوحجر أو ثوب أو درهم أو مخدَّة أو دينار أو وسادة وغير ذلك وتحريم اتخاذ الصورة في حائط وستر وعمامة وثوب ونحوها والأمر بإتلاف الصور
Bab: haramnya menggambar makhluk bernyawa baik di karpet, batu, pakaian, uang dirham, bantal, uang dinar, sandaran, dan sebagainya, dan haramnya memajang gambar di dinding, tirai, sorban, pakaian, dan semisalnya serta perintah memusnahkan gambar-gambar tersebut.
Kemudian beliau menyebutkan dalil-dalilnya, lihat kitab Riyadhush Shalihin bab ke-305.
Faedah (Catatan):
Ada beberapa hal yang terkait dengan gambar yang perlu diketahui, yaitu:
a.     Jika gambar tersebut gambar makhluk bernyawa, maka para ulama sepakat tentang keharamannya, baik gambar itu timbul atau tidak.
b.     Gambar yang dihasilkan dari kamera (yang dicetak) karena dibutuhkan, maka menurut pendapat yang rajih adalah boleh, seperti untuk KTP, SIM, dsb.
c.     Jika gambarnya bukan gambar makhluk bernyawa, bahkan gambar benda mati, maka jumhur ulama berpendapat boleh.
d.     Jumhur ulama mentakhshis keumuman larangan gambar dengan bolehnya boneka berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, dimana ia memiliki boneka, sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya.
e.     Para ulama berbeda pendapat tentang gambar datar yang dihasilkan oleh cahaya yang disimpan dalam alat tertentu (tidak dicetak). Sebagian mereka berpendapat halalnya. Karena jika haram, tentu haram pula gambar yang tampil di cermin. Termasuk dalam hal ini gambar yang disimpan dalam kamera Hp atau dalam video, wallahu a'lam. (Lihat juga tentang masalah ini dalam kitab Taudhihul Ahkam hal. 99-100)
Kesimpulan:
1.       Haramnya menggambar atau melukis makhluk bernyawa dan bahwa hal itu termasuk dosa besar.
2.       Haramnya menggambar atau melukis makhluk bernyawa dengan segala bentuknya baik berupa lukisan, ukiran, pahatan, apalagi dibentuk patung.
3.       Beratnya azab yang diterima para pelukis atau penggambar makhluk bernyawa.
4.       Tidak ada yang mampu menciptakan dan meniupkan ruh kecuali Allah azza wa Jalla.
**********
Imam Muslim meriwayatkan dari Abul Hayyaj, ia berkata, “Ali radhiyallahu anhu pernah berkata kepadaku, “Maukah kamu aku kirim untuk suatu tugas sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengirimku untuk tugas tersebut, yaitu:
«أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ»
“Jangan engkau biarkan ada patung melainkan engkau musnahkan dan jangan engkau biarkan ada kuburan yang tinggi melainkan engkau ratakan.”
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Shahih Muslim no. 969, Abu Dawud no. 3218, Tirmidzi no. 1049, dan Ahmad 1/96, 129.
Abul Hayyaj namanya adalah Hayyan bin Hushain Al Asadiy seorang tabiin yang tsiqah.
Dalam riwayat tersebut Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menawarkan tugas kepada Abul Hayyaj yang isinya sama seperti ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengirim Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, yaitu memusnahkan patung dan rupaka karena di dalamnya terdapat keserupaan dengan ciptaan Allah Ta’ala dan dapat membuat manusia terfitnah kemudian mengagungkannya. Sedangkan perintah meratakan kuburan yang tinggi adalah karena jika tidak diratakan akan membuat manusia terfitnah olehnya sehingga malah mengagungkan dan menyembahnya yang sama saja telah berbuat syirik.
Riwayat di atas menunjukkan perintah menghancurkan patung dan meratakan kuburan yang tinggi.
Kesimpulan
1.       Haramnya gambar dan rupaka makhluk bernyawa dan wajibnya dihapus atau dihilangkan.
2.       Haramnya membuat patung dan memajangnya.
3.       Perintah saling mengingatkan untuk mengikuti kebenaran, beramar ma’ruf dan bernahi munkar serta menyampaikan ilmu.
4.       Wajibnya merobohkan kubah yang dibangun di atas kuburan.
5.       Menggambar makhluk bernyawa, melukisnya dan membuat patung adalah sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan sebagaimana membangun bangunan di atas kuburan.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Mulakhkhash fi Syarh Kitab At Tauhid  (Dr. Shalih Al Fauzan), Riyadhush Shalihin (Imam Yahya bin Syarf An Nawawi), Maktabah Syamilah, dll.

Ringkasan Cara Menghitung Warisan (4)

Selasa, 23 Juli 2019
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫علم الفرائض‬‎
Ringkasan Cara Menghitung Warisan (4)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang cara menghitung warisan, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
XII. Cara Menghitung Warisan
Harta warisan terbagi dua:
-      Harta warisan yang dapat dibagi. Misalnya uang, tanah yang harga dan isinya sama, dsb.
-     Harta yang tidak bisa dibagi sama rata. Misalnya bangunan, tanah yang berbeda isinya, barang perkakas, kendaraan, dan lainnya.
Harta yang dapat dibagi, bisa langsung diberikan berdasarkan bagiannya masing-masing. Akan tetapi, harta yang tidak bisa dibagi, harus diuangkan terlebih dahulu. Kalau tidak, maka hanya akan diperoleh angka bagian di atas kertas dalam bentuk nisbah (persentase). Artinya masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan bagiannya, memiliki saham (bagian) atas harta tersebut.

Catatan:
a.     Tidak mesti harta yang tidak bisa dibagi harus dijual untuk diuangkan, bahkan jika ahli waris setuju dikira-kirakan nilainya, lalu ada yang memiliki harta itu dan siap memberikan hak ahli waris yang lain berupa uang sesuai bagian haknya yang ada pada harta itu, maka tidak mengapa.
b.     Jika ada shulh (perdamaian), sehingga ada yang merelakan sebagian haknya setelah mengetahui bagiannya, maka tidak mengapa.
Ada tiga cara menghitung warisan, bisa dipilih salah satu cara ini dan hasilnya akan sama.
Cara Pertama,

Bagian             x  jumlah harta
Asal Masalah

Cara Kedua,

Jumlah Harta   x Bagian
Asal Masalah

Cara Ketiga,
Asal Masalah = Hasil
Bagian
Jumlah harta: Hasil di atas
Contoh: Seorang wafat meninggalkan suami, 6 saudara seibu, ibu, dan anak laki-laki paman.
Ahli Waris
Fardh
AM = 6
Suami
1/2
3
Ibu
1/6
1
2 saudara seibu
1/3
2 (@1)
Jumlah harta : 120.000.000
Bagian suami 3, ibu 1, 2 saudara seibu 2.
Contoh dengan cara pertama:
Suami : 3/6 x 120 jt = 60 jt
Ibu : 1/6 x 120 jt = 20 jt
2 saudara seibu: 2/6 x 120 jt = 40 jt (@ 20 jt)
Contoh dengan cara kedua:
Suami: 120 jt/6 x 3 = 60 jt
Ibu : 120 jt/6 x 1 jt = 20 jt
2 saudara seibu: 120 jt/6 x 2  = 40 jt (@ 20 jt)
Contoh dengan cara ketiga:
Suami: 6: 3 = 2,  120 jt: 2 = 60 jt
Ibu : 6: 1 = 6,  120 jt: 6 = 20 jt
2 saudara seibu: 6: 2 = 3, 120 jt: 3  = 40 jt (@ 20 jt)

Apabila terjadi ‘aul dan radd, maka angka patokan adalah hasil aul dan radd.
Contoh radd: Seorang wafat meninggalkan saudari kandung, saudari seayah, dan saudari seibu. Harta waris 100 gram emas.
Ahli Waris
AM = 6
Aul = 5
Saudari kandung
1/2
3
Saudari seayah
1/6
1
Saudari seibu
1/6
1
Kita pakai cara pertama:
Saudari kandung : 3/5 x 100 gr = 60 gr
Saudari seayah : 1/5 x 100 gr = 20 gr
Saudari seibu: 1/5 x 100 gr = 20 gr
Pembagian Saham
Apabila muwarris (si mayit) meninggalkan saham di sebuah perusahaan, maka nilai saham tersebut dibagi kepada semua ahli warisnya sesuai aturan ilmu faraidh. Atau ia mempunyai perusahaan sendiri, maka ketika ia meninggal dunia, perusahaan itu dimiliki ahli warisnya sesuai aturan ilmu faraidh.
Begitu pula seseorang yang memiliki rumah sewaan, gedung sewaan, dan sebagainya, maka hasil sewa setiap bulan atau setiap tahun yang didapatkannya dibagikan kepada ahli waris sesuai bagian ahli waris yang diterangkan dalam ilmu waris.
Jika seseorang memiliki banyak jenis harta, ada yang berupa aset dan ada yang berupa perusahaan, maka sebaiknya dihitung satu persatu untuk menghindari kesalahan hitung.
Misalnya muwarrits meninggalkan tabungan di Bank Muamalat Indonesia sebesar 200 jt, di Bank Syariah Mandiri sebesar 300 jt, sebuah rumah mewah yang dijual seharga 1 milyar, sebuah mobil yang dijual seharga 100 jt, kemudian ada beberapa usaha berupa sebuah rumah yang dokontrakkan seharga 10 jt pertahun, rumah kost terdiri 5 kamar yang disewakan seharga 200 ribu perbulan perkamar. Selain itu, ia mempunyai saham di sebuah perusahaan yang dividen(pembagian laba)nya ia dapatkan setiap 6 bulan.
Maka untuk harta yang berbentuk uang tunai bisa digabungkan semua kemudian dibagikan kepada semua ahli waris sesuai ketentuan dalam ilmu faraidh. Sedangkan unit-unit usaha serta dividen (keuntungan) saham hendaknya dibagi setiap kali diterima dengan persentase masing-masing. (Lihat buku Belajar Mudah Ilmu Waris karya Ust. Ansori Taslim hal. 87-88)
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.alukah.net/sharia/0/111966/#ixzz5ka2AuyDF (Al Hisab fil Faraidh), Belajar Mudah Ilmu waris (Ust. Ansori Taslim), dll.

Ringkasan Cara Menghitung Warisan (3)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫علم الفرائض‬‎
Ringkasan Cara Menghitung Warisan (3)

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan pembahasan tentang cara menghitung warisan, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

IX. Berbagai Permasalahan dari sisi Adilah, Naqsh, dan ‘Aul

Apabila bagian as-habul furudh sesuai dengan asal masalah, maka masalah ini disebut Adilah. Contoh: seorang wafat meninggalkan ibu, saudari sekandung, saudara seibu, dan saudari seibu. Maka asal masalahnya adalah 6.

Untuk ibu adalah 1/6 yaitu 1, saudari kandung ½ yaitu 3, sedangkan anak-anak ibu mendapatkan 1/3 yaitu 2.

Jika kita totalkan bagian masing-masingnya maka jumlahnya adalah 6 tanpa ada aul/kenaikan. Inilah yang disebut Adilah.

Jika ternyata bagian as-habul furudh kurang dari asal masalah ketika ditotalkan, maka masalahnya disebut Naqishah. Contoh: seorang wafat meninggalkan seorang putri, putri dari anak laki-laki, dan saudara sekandung. Asal masalahnya adalah 6, putri mendapatkan ½ yaitu 3, putri dari anak laki-laki mendapatkan 1/6 yaitu 1, sisanya untuk ‘ashabah. Jika tidak ada ashabah, maka dikembalikan kepada as-habul furudh sebagaimana diterangkan dalam masalah Radd. Jika ditotal jumlah bagian yang diperoleh as-habul furudh berjumlah 4, dan karena kurang dari asal masalah disebutlah masalah ini dengan Naqishah.

Contoh lainnya seorang wafat meninggalkan istri dan putri, untuk istri 1/8, sedangkan untuk putri ½. Asal masalahnya adalah 8, istri mendapat 1, sedangkan putri mendapatkan 4, totalnya adalah 5, lalu diraddkan sisanya ke putri, yaitu 3 sehingga total bagian putri adalah 7 baik secara fardh maupun radd.

Jika jumlah bagian melebihi asal masalah, maka masalah ini disebut masalah ‘Ailah/Aul atau Zaidah yang sudah disebutkan contohnya sebelumnya.

X. Tas-hih, Inkisar, Fariq, dan Juz Saham

Tas-hih artinya mengatur pembagian masing-masing ahli waris dengan bulat (tanpa ada koma), yakni dengan tidak pecah (tepat jumlah bagiannya) bisa juga diartikan dengan menghadirkan angka terkecil agar ahli waris dapat memperoleh bagiannya masing-masing.

Contoh: Seorang wafat meninggalkan 2 istri dan 7 anak perempuan. Maka dua isteri mendapatkan 1/8, dan tujuh anak perempuan mendapatkan 2/3.

Masalah ini dinamakan masalah 24, karena KPK dari 3 (dari 2/3) dan 8 (dari 1/8) adalah 24. Maka untuk 2 isteri 1/8 x 24 = 3, untuk 7 anak-anak perempuan 2/3 x 24 = 16. Sedangkan untuk 2 istri mendapatkan 3 bagian, berarti seorang isteri mendapat 1,5. ini namanya pecah, bukan bulat. Sedangkan ‘bulat itu adalah jika 3 bagian untuk 3 isteri, sehingga masing-masing isteri mendapatkan 1.

Demikian juga 7 anak perempuan mendapatkan 16, ini namanya masih pecah. Karena 16 tidak mungkin dibagi untuk 7 orang, kecuali dengan memakai koma (pecah).

Cara Tas-hih (membulatkan)

Masalah 24 ini, jika kita ingin membulatkan (tanpa ada koma) ketika membaginya, maka kita perhatikan angka 2 (dari jumlah istri) dengan 7 (dari anak perempuan), terjadi tabayun, maka dikalikan, yaitu 2 x 7 = 14. Lalu 14 ini kita kalikan dengan asal masalah 24, sehingga jumlahnya 336.

Kemudian untuk 2 istri adalah 1/8 x 336 = 42 (untuk seorang istri 21 bagian)

Sedangkan untuk 7 anak perempuan  adalah 2/3 x 336 = 224 (jadi seorang anak mendapatkan 32 bagian). Sisanya ada 70 lalu diraddkan.

Untuk lebih jelas lihatlah tabel di bawah ini!

                                            Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 24

Ditas-hih menjadi = 336

2 Istri

1/8

3

42 (@21)

7 Anak perempuan

2/3

16

224

(@32)

Tas-hih: 2 x 7 = 14, 14 x 24 = 336

Ini adalah salah satu cara tas-hih, cara lainnya adalah seperti di bawah ini:

                                         14

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 24

Ditas-hih menjadi = 336

2 Istri

1/8

3 x 14

42 (@21)

7 Anak perempuan

2/3

16 x 14

224

(@32)

Tas-hih: KPK 2 dan 7 = 14, 14 x 24 = 336

 

Inkisar adalah sebagian saham (bagian yang diperoleh) tidak terbagi rata kepada ahli waris, maka dalam hal ini dilihat saham (bagian) tersebut dan ahli warisnya.

Fariq adalah sejumlah orang yang bersekutu pada satu fardh/bagian atau pada sisanya setelah as-habul furudh.

Juz Saham adalah salah satu bagian dari asal masalah atau dari aulnya jika terjadi ‘aul, dimana ia merupakan angka hasil dari memperhatikan/membandingkan bagian fariq dan kepalanya.

Berikut beberapa contoh untuk memperjelas istilah-istilah di atas:

Seorang wafat meninggalkan 3 istri dan seorang anak laki-laki, maka untuk semua istri memperoleh 1/8 yaitu 1, sedangkan sisanya 7 untuk anak laki-laki. Masalah ini dari 8. Jika kita perhatikan bagian istri yaitu 1 dengan kepala mereka yang berjumlah 3 tidak mungkin dibagi tanpa ada pecahan, inilah yang disebut inkisar terhadap fariq dimana beberapa orang bersekutu padanya. 3 kepala yang kita letakkan di atas asal masalah disebut juz saham, karena jumlah itulah yang dengan perantaranya dapat dilakukan tas-hih masalah (pembetulan masalah), dimana hasil dari perkalian juz saham dengan asal masalah atau aulnya disebut mashahhul masalah. Proses inilah yang disebut dengan tas-hih, yang nantinya akan dibagikan kepada istri tanpa adanya pecahan.

                                            3

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 8 x 3

Ditas-hih menjadi = 24

3 Istri

1/8

1

3 (@1)

7 Anak laki-laki

Sisa

7

21 (@ 7)

 

XI. Cara Melakukan Tas-hih (Penyelesaian)

1. Ketika dalam masalah terdapat satu fariq yang sahamnya terjadi inkisar padanya. Untuk hal ini sebagian cara penyelesainnya telah disebutkan sebelumnya.

2. Ketika dalam masalah terdapat lebih dari satu fariq yang terjadi inkisar juga terhadap kepalanya, dan inkisar tidak lebih dari 4.

Penyelesaian:

1. Jika dalam masalah ada satu fariq yang sahamnya terjadi inkisar pada setiap kepalanya, maka kita perhatikan antara saham fariq dan kepalanya. Apabila antara dua bilangan ada faktor pembagi,

[Faktor pembagi persekutuan adalah angka yang dapat dibagikan tanpa sisa. Misalnya antara 6, 9, dan 12 maka faktor pembaginya adalah 3. Antara 8, 12, dan 24 faktor pembaginya adalah 4, sedangkan antara 6, 8, dan 18 faktor pembaginya adalah 2]

maka kita bagikan setiap kepala dengan faktor pembagi ini. Hasil pembagian kita letakkan di samping fariq, lalu kita letakkan hasil ini di atas asal masalah atau ‘aulnya jika terjadi aul, dan ini disebut juz saham, kemudian kita kalikan dengan asal masalah atau aulnya dan kita letakkan hasil perkalian itu di kolom di samping asal masalah yang disebut mashahhul masalah, lalu kita kalikan juz saham dengan setiap saham yang ada di bawahnya dan kita letakkan di bawah mashahhul mas’alah berhadapan dengan fariq yang berhak memperoleh bagiannya.

Tetapi jika antara saham yang terjadi inkisar ini dengan kepala fariq tidak ada faktor pembagi, maka kita keluarkan setiap kepala fariq di sampingnya, lalu kita letakkan sebagai juz saham dan kita kalikan dengan asal masalah dan dengan sahamnya sebagaimana sebelumnya.

Contoh adanya faktor pembagi antara saham dan kepala-kepala fariq:

Seorang wafat meninggalkan suami, 2 putra dan 2 putri. Suami mendapatkan ¼, sedangkan sisanya untuk anak-anak sebagai ashabah. Asal masalahnya adalah 4, dimana suami mendapatkan ¼ yaitu 1, sedangkan sisanya 3 untuk ashabah. Maka kita perhatikan antara saham yang diperolehnya yaitu 3 dengan jumlah kepala fariq pada ashabah yaitu 6 kita temukan antara keduanya ada faktor pembagi yang terbesar yaitu 3, maka kita bagi kepala-kepala fariq (6) dengan faktor pembagi ini (3), hasilnya 2, lalu kita letakkan di samping fariq dan kita jadikan sebabai juz saham dan kita letakkan di atas asal masalah, kemudian kita kalikan dengan asal masalah, hasilnya 8 dan angka inilah yang menempati kolom mashahhul mas’alah, lalu kita kalikan saham suami dengan juz saham yang ada di atas dan hasilnya kita letakkan di depannya, kemudian kita kalikan saham ashabah dengan juz saham dan kita letakkan pula di depannya, hasilnya adalah 6 dan tentu dapat dibagikan kepada kepala-kepala tersebut tanpa ada pecahan.

                                       2

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 4 x 2 = 8

Mashahhul Mas’alah = 8

Suami

¼ (1)

1 x 2 = 2

2

2 putra

Sisa (3)

6: 3 = 2

3 x 2 = 6

4 (@2)

2 Putri

2 (@1)

 

2. jika dalam masalah itu ada lebih dari satu fariq yang sahamnya terjadi inkisar, ketika inilah kita ikuti cara sebelumnya dengan memperhatikan saham masing-masing fariq dan kepalanya, lalu kita keluarkan di samping fariq semua kepala atau hasil pembagian kepala dengan faktor pembagi sebagaimana sebelumnya, kemudian kita keluarkan KPK terkecil terhadap kepala yang telah ditampilkan di sampingnya dan kita jadikan kelipatan ini juz saham, kemudian kita kalikan dengan masing-masing asal masalah, sedangkan sahamnya telah ada di bawahnya.

Contoh inkisar kepada dua fariq:

Seorang wafat meninggalkan nenek, 2 istri, seorang anak laki-laki, dan seorang anak perempuan.

Nenek mendapatkan 1/6 (dari asal masalah 24) yaitu 4, 2 istri mendapatkan 1/8 yaitu 3, dan sisanya untuk ashabah, yaitu 17 dari asal masalah 24.

Kita perlu memperhatikan antara saham fariq para istri dengan jumlah kepalanya, dimana angka 3 tidak dapat terbagi kepada 2, lalu kita tetapkan kepalanya 2. Demikian pula dengan ashabah, dimana semua kepalanya adalah 3, kemudian kita cari KPK antara 3 dengan 2, dimana kelipatan terkecilnya adalah 6, maka kita jadikan sebagai juz saham, kemudian kita kalikan dengan asal masalah dan saham para ahli waris seperti sebelumnya.

                                       6

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 24 x 6 = 144

Mashahhul Mas’alah = 144

Nenek

1/6 (4)

4 x 6

24

2 istri

1/8 (3)

3 x 6

18 (@9)

1 anak lk

Sisa (17)

17 X 6 = 102

68

1 anak pr

34

Contoh jika terjadi inkisar pada tiga fariq

Seorang wafat meninggalkan 4 istri, tiga putri, dan dua saudara sekandung.

Untuk 4 istri mendapatkan 1/8 yaitu 3 dan terjadi inkisar, 3 anak perempuan mendapatkan 2/3 yaitu 16 dan terjadi inkisar juga, sedangkan dua saudara kandung mendapatkan sisanya yaitu 5, juga terjadi inkisar, ini semua dari asal masalah 24, dan tidak ditemukan antara saham fariq mana pun dan kepalanya faktor pembagi, sehingga kita tampilkan semua kepala (4, 3, dan 2) dan kita keluarkan angka KPKnya yaitu 12 dan kita jadikan sebagai juz saham lalu kita selesaikan seperti proses sebelumnya.

                                      12

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 24 x 12 = 288

Mashahhul Mas’alah = 288

4 istri

1/8 (3)

3 x 12

36 (@9)

3 putri

2/3 (16)

16 x 12

192 (@64)

2 saudara kandung

Sisa (5)

5 X 12 = 102

60 (@30)

 

Contoh inkisar pada 4 fariq:

Seorang wafat meninggalkan dua istri, tiga nenek, dan tiga saudari seibu, serta dua paman.

                                       6

Ahli waris

Fardh/bagiannya

AM = 12 x 6 = 72

Mashahhul Mas’alah = 72

2 istri

1/4 (3)

3 x 6

18 (@9)

3 nenek

1/6 (2)

2 x 6

12 (@4)

3 saudari seibu

1/3 (4)

4 X 6

24 (@8)

2 paman

3

3 x 6

18 (@9)

KPK antara angka 2, 3, 3, dan 2 adalah 6, inilah juz saham, dan kita letakkan di atas asal masalah

Bersambung...

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.alukah.net/sharia/0/111966/#ixzz5ka2AuyDF (Al Hisab fil Faraidh), Belajar Mudah Ilmu waris (Ust. Ansori Taslim), dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger