Obat Penyakit Hati (3)

Kamis, 27 September 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
Obat Penyakit Hati (Bag. 3)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan lanjutan tentang obat penyakit hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Amalan hati yang membantu hati agar tetap sehat
  1. Menghiasi diri dengan sikap sabar
Sabar maksudnya tetap terus menjalankan perintah Allah, tetap terus menjauhi larangan Allah, dan menerima taqdir Allah yang buruk dengan tidak keluh kesah dan marah-marah (tidak menerima).
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ -- الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ -- أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.--(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun[i]".--Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Terj. QS. Al Baqarah: 155-157)
وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
"Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. " (QS. At Taghabun: 11)
Tentang firman Allah Ta'ala, "Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,…dst." Alqamah berkata, "Orang itu adalah yang mendapatkan musibah, ia mengetahui bahwa musibah itu berasal dari sisi Allah, maka ia pun ridha dan menerima."
  1. Bersyukur
Syukur maksudnya mengakui nikmat Allah dengan hatinya, menyebut nikmat itu dengan lisannya, dan menggunakan nikmat itu untuk ketaatan kepada Allah Ta'ala; bukan untuk kemaksiatan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin. Semua urusannya baik baginya, dan hal itu hanya ada pada seorang mukmin. Apabila dia mendapatkan nikmat, dia bersyukur, maka hal itu baik baginya dan apabila dia mendapatkan musibah, ia bersabar; itu pun baik baginya.” (HR. Muslim)
Pernah dikatakan kepada Abul Mughirah, "Bagaimana keadaanmu di pagi hari wahai Abu Muhammad?" Ia menjawab, "Kami berada di pagi hari tenggelam dalam nikmat, kurang bersyukur, Dia memperlihatkan cinta-Nya kepada kita padahal Dia tidak membutuhkan kita, dan kita menampakkan hal-hal yang tidak Dia sukai padahal kita membutuhkan Dia."
6.    Bertawakkal (Menyerahkan urusan kepada Allah 'Azza wa Jalla)
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (Terj. QS. Ath Thalaq: 3)
7.    Mencintai Allah 'Azza wa Jalla dan mencintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ
"Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta sekali kepada Allah." (Terj. QS. Al Baqarah: 165)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu sampai menjadikan aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia semuanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mencintai Allah Azza wa Jalla adalah sebab hidupnya hati, dan tidak ada kenikmatan dan kebahagiaan kecuali dengan mencintai-Nya. Jika hati hilang dari kecintaan kepada Allah, maka sakit yang dialami hati melebihi sakit yang dialami mata ketika kehilangan penglihatannya, dan melebihi sakitnya telinga ketika kehilangan pendengarannya.
Bagaimana hati tidak mencintai Allah? Padahal tidak ada satu pun nikmat yang kita peroleh melainkan dari-Nya, Dia memberi sebelum hamba meminta, dan memberikan pemberian melebihi permintaan hamba, Dia mensyukuri amal yang sedikit dan mengembangkannya menjadi banyak, Dia mengampuni berbagai bentuk ketergelinciran dan menghapusnya. Semua penduduk langit dan bumi meminta kepada-Nya; setiap hari Dia dalam kesibukan. Dia tidak pernah bosan diminta, bahkan mencintai mereka yang suka meminta kepada-Nya serta murka kepada yang tidak mau meminta kepada-Nya. Bagaimana hati tidak cinta kepada-Nya? Padahal tidak ada yang mendatangkan kebaikan selain Dia, tidak ada yang mengabulkan doa selain Dia, Dia memaafkan ketergelinciran, mengampuni kesalahan, menutupi aurat, menghilangkan derita, menyayangi hamba melebihi sayangnya seorang ibu kepada anaknya, menolong yang membutuhkan bantuan serta memberikan harapan. Oleh karena itu, Dia berhak disebut, berhak dipuji, berhak disyukuri, dan berhak diibadahi.
8.    Ridha dengan takdir Allah
Seorang hamba dalam menerima takdir Allah yang buruk ada dua tingkatan; tingkatan ridha dan tingkatan sabar. Tingkatan ridha lebih tinggi daripada sabar, dan sabar wajib dimiliki setiap mukmin ketika mendapatkan musibah.
Perbedaan antara sabar dengan ridha adalah, bahwa sabar berarti menahan diri dari sikap marah dan keluh kesah serta berangan-angan hilangnya derita itu, sedangkan ridha berarti lapang dadanya menerima musibah itu serta tidak berangan-angan hilangnya derita itu.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَط
"Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Barang siapa ridha, maka dia mendapatkan keridhaan-Nya, dan barang siapa yang murka, maka dia mendapatkan kemurkaan-Nya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan dihasankan oleh As Suyuthiy dan Al Albani).
9.    Berharap kepada Allah 'Azza wa Jalla
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az Zumar: 53)
Yahya bin Mu'adz berkata, "Termasuk tertipu sekali menurutku adalah orang yang terus-menerus berbuat dosa namun berharap dimaafkan tanpa ada rasa menyesal. Berharap dekat dengan Allah namun tidak menjalankan ketaatan, menunggu hasil tanaman surga dengan menabur benih neraka, menginginkan tempat orang-orang yang taat dengan berbuat maksiat, menanti balasan tanpa beramal, serta berangan-angan kepada Allah Ta'ala dengan sikap melampaui batas."
10. Takut kepada Allah
Rasa takut adalah cemeti Allah yang dengannya Allah mengarahkan hamba-hamba-Nya kepada ilmu dan amal agar mereka memperoleh kedekatan dengan Allah Ta'ala.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
أَفَأَمِنُواْ مَكْرَ اللّهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (QS. Al A'raaf: 99)
Rasa takut yang kurang biasanya menjadikan seorang hamba tetap lalai dan berani berbuat maksiat, sedangkan takut yang berlebihan biasanya menjadikan seseorang berputus asa.
Abul Qasim Al Hakim berkata, "Barang siapa yang takut kepada sesuatu, niscaya ia akan melarikan diri darinya. Tetapi barang siapa yang takut kepada Allah, maka dia akan melarikan diri kepada Allah."
Yahya bin Mu'adz berkata, "Tidaklah seorang mukmin mengerjakan keburukan melainkan akan diiringi oleh dua perisai; takut kepada siksa dan berharap ampunan."
Imam Nawawi berkata, "Ketahuilah, bahwa yang dipilih untuk seorang hamba ketika sehatnya adalah memiliki rasa takut dan harap, dimana rasa takut dan harapnya seimbang. Tetapi ketika sakit, maka dikhususkan sikap berharap."
11. Tobat
Para ulama berkata, "Tobat wajib pada setiap dosa. Jika maksiatnya hanya terkait antara hamba dengan Allah Ta'ala; tidak terkait hak manusia, maka syaratnya tiga: (1) Berhenti dari maksiat itu, (2) Menyesal karena melakukannya, (3) Berniat keras untuk tidak mengulangi lagi selamanya. Jika salah satu syarat ini tidak ada, maka tidak sah tobatnya.  Dan jika maksiatnya terkait dengan hak manusia, maka syaratnya ada empat, yaitu tiga yang di atas dan (ditambah) dengan melepaskan diri dari hak pemiliknya. Jika berupa harta atau semisalnya, maka barang itu dikembalikan. Jika berupa had qadzaf (menuduh) dan semisalnya, maka dia memberikan kesempatan kepadanya menegakkannya atau meminta maafnya. Dan jika berupa ghibah, maka dia meminta kepadanya agar dihalalakan." (Dari kitab Riyadhush Shalihin, bab Taubat).
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Dan bertobatlah kamu sekalian wahai kaum mukmin kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. An Nuur: 31)
Tobat ini ada awal dan akhirnya. Awalnya adalah kembali kepada Allah dengan menempuh jalan-Nya yang lurus, sedangkan akhirnya adalah kembali kepada-Nya di akhirat dan menempuh jalan yang telah dibentangkan-Nya menuju surga-Nya. Barang siapa yang kembali kepada Allah di dunia ini dengan bertobat, maka dia akan kembali kepada-Nya di akhirat dengan mendapatkan pahala. Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
"Dan orang-orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya." (QS. Al Furqan: 71)
Khatimah (Penutup)
Telah diriwayatkan dari Syaqiq Al Balkhiy rahimahullah, bahwa ia pernah berkata kepada Hatim rahimahullah, "Engkau telah menemaniku beberapa lama, lalu pelajaran apa yang dapat kamu ambil daripadanya?" Hatim menjawab, "Ada delapan pelajaran: yaitu,
Pertama, sesungguhnya aku melihat manusia, ternyata masing-masingnya memiliki sesuatu yang disukainya. Tetapi ketika ia telah sampai ke kubur, maka sesuatu yang disukainya itu ditinggalkan, maka sekarang kesukaanku adalah amal baikku agar ia menemaniku di kubur.
Kedua, sesungguhnya aku memperhatikan firman Allah Ta'ala,  "Dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya," (Terj. QS. An Nazi'at: 40), maka aku tekan diriku untuk menolak keinginan hawa nafsu sehingga nafsuku berada di atas ketaatan kepada Allah Ta'ala.
Ketiga, sesungguhnya aku melihat orang yang memiliki barang yang berharga, ia selalu menjaganya, lalu aku perhatikan firman Allah Ta'ala, "Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (Terj. QS. An Nahl: 96). Oleh karena itu, setiap kali aku memiliki barang yang berharga, maka aku hadapkan kepada-Nya agar barang itu tetap padaku di sisi-Nya.
Keempat, sesungguhnya aku melihat manusia banyak memperhatikan harta, keturunan, dan kedudukan, padahal semua itu tidak ada artinya, maka aku perhatikan firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa." (Terj. QS. Al Hujurat: 13), maka aku mengerjakan ketakwaan agar aku menjadi orang yang mulia di sisi-Nya.
Kelima, aku melihat manusia saling berhasad satu sama lain, maka aku perhatikan firman Allah Ta'ala, "Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia," (Terj. QS. Az Zukhruf: 32) maka aku tinggalkan hasad.
Keenam, aku melihat manusia saling bermusuhan, lalu aku perhatikan firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia musuh." (Terj. QS. Fathir: 6) maka aku meninggalkan memusuhi mereka dan menjadikan setan saja musuh bagiku.
Ketujuh, aku melihat manusia menghinakan diri mereka untuk mencari rezeki, lalu aku perhatikan firman Allah Ta'ala, "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya," (Terj. QS. Huud: 6), maka aku sibukkan diri dengan harta-Nya dan aku tinggalkan hartaku di sisi-Nya.
Kedelapan, aku melihat manusia bertawakkal kepada perniagaan, usaha, dan sehatnya badan mereka, tetapi aku hanya bertawakkal kepada Allah Ta'ala.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya menyebutkan, Sufyan bin ‘Uyainah pernah berkata,
كَانَ الْعُلَمَاءُ فِيمَا مَضَى يَكْتُبُ بَعْضُهُمْ إلَى بَعْضٍ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ
Para ulama di masa silam biasa menuliskan surat kepada yang lainnya dengan untaian kalimat berikut:
Pertama,
مَنْ أَصْلَحَ سَرِيرَتَهُ أَصْلَحَ اللَّهُ عَلَانِيَتَهُ
Barang siapa yang memperbaiki amalan batinnya, Allah akan memperbaiki amalan lahiriyahnya.
Kedua,
وَمَنْ أَصْلَحَ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ أَصْلَحَ اللَّهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ
Barang siapa yang memperbaiki hubungan antara dirinya dengan Allah, Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia.
Ketiga,
وَمَنْ عَمِلَ لِآخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاهُ
Barang siapa yang beramal dengan tujuan akhirat, Allah akan mencukupkan urusan dunianya.
(Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah, 7/9-10).
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Tazkiyatun Nufus (Dr. Ahmad Farid, cet. Darul Qalam, Beirut), Riyadhush Shalihin (Imam Nawawi, cet. Ar Risalah), dll.


[i] Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.

Obat Penyakit Hati (2)


بسم الله الرحمن الرحيم
Obat Penyakit Hati (Bag. 2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan lanjutan tentang obat penyakit hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Empat racun hati
Perlu diketahui, bahwa semua maksiat adalah racun bagi hati dan sebab yang menjadikan hati sakit atau mati, sebaliknya semua ketaatan adalah sebab hidupnya hati.
Di antara racun hati, ada empat buah racun hati yang bisa menjadikan hatinya mati. Empat buah racun itu adalah; kelebihan bicara, kelebihan memandang, kelebihan makan, dan kelebihan bergaul.
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata, "Barang siapa yang banyak bicara, maka akan banyak tergelincir. Barang siapa yang banyak tergelincir, maka akan banyak dosanya, dan barang siapa yang banyak dosanya, maka neraka yang lebih layak untuknya."

Obat Penyakit Hati (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
Obat Penyakit Hati (Bag.1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang obat penyakit hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Islam datang untuk membersihkan keadaan diri seseorang luar dan dalam. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Terj. QS. Al Baqarah: 222)
Dengan tobat, maka keadaan batin seseorang menjadi bersih, dan dan dengan bersuci keadaan luar seseorang menjadi bersih.
Berdasarkan ayat di atas, maka thaharah (membersihkan diri) terbagi dua:
1.       Thaharah Bathinah (dalam)
Thaharah Bathinah adalah membersihkan diri dari kotoran dosa dan maksiat yaitu dengan beristighfar dan bertobat. Demikian Juga membersihkan hati dari noda-noda syirk, syak (ragu-ragu), hasad (dengki), dendam, ghisy (rasa ingin menipu), sombong, ‘ujub (merasa dirinya atau amalnya memiliki kelebihan), riya’ dan sum’ah (beribadah agar dipuji manusia).
Noda syirk dibersihkan dengan Ikhlas.
Syak dibersihkan dengan yakin.
Hasad dibersihkan dengan Hubbul khair lil ghair (menginginkan kebaikan didapatkan orang lain).
Dendam dibersihkan dengan Hilm (bersabar/santun).
Ghisy dibersihkan dengan Shidq (kejujuran).
Sombong dibersihkan dengan tawaadhu’.
‘Ujub, riya’ dan sum’ah dibersihkan dengan mencari keridhaan Allah dalam setiap niat dan amal salih.
2.       Thaharah Zhahirah (luar)
Thaharah Zhahirah adalah membersihkan diri dari kotoran dan hadats. Membersihkan diri dari kotoran maksudnya dengan menghilangkan najis yang menimpa pakaian, badan dan tempat shalat dengan air. Sedangkan membersihkan diri dari hadats adalah dengan melakukan wudhu’, mandi atau tayammum.
Di antara kedua macam thaharah di atas, thaharah bathinah lebih utama daripada thaharah zhahirah.
Urgensi memperhatikan hati
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji mereka yang sibuk memperhatikan dirinya dan membersihkan hatinya dari noda-noda yang mengotorinya, Dia berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu," (QS. Asy Syams: 9)
Dan keadaan hati adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
أَلَا وَإِنَّ فِي اَلْجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, أَلَا وَهِيَ اَلْقَلْبُ
"Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, apabila baik, maka akan baik pula seluruh jasad dan apabila rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ingatlah! Itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hati bagi anggota badan yang lain ibarat raja bagi rakyatnya. Jika rajanya baik, maka rakyat pun akan baik, dan jika rajanya buruk, maka rakyat pun ikut buruk. Oleh karena itu, meluruskan hati dan memperbaikinya adalah hal yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang dalam dari seseorang yang menginginkan kesalihan.
Pembagian hati
Oleh karena hati disifati dengan sifat hidup dan mati, maka hati berdasarkan sifat tadi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Hati yang sehat, (2) Hati yang sakit, (3) Hati yang mati.
  1. Hati yang sehat atau selamat
Hati yang sehat ini adalah hati orang yang akan selamat pada hari Kiamat nanti. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ --إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"(yaitu) pada hari harta dan anak laki-laki tidak berguna,--Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat," (Terj. QS. Asy Syu'ara: 88-89)
Ada yang mengatakan, bahwa hati yang sehat adalah hati yang selamat dari keinginan untuk menyelisihi perintah Allah dan mengerjakan larangannya serta dari syubhat yang menghalangi kebaikannya.
Hati yang sehat juga adalah hati yang selamat dari beribadah kepada selain Allah Ta'ala dan selamat dari menjadikan hakim selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Peribadatan hatinya hanya ditujukan kepada Allah 'Azza wa Jalla, baik keinginannya, cintanya, tawakkalnya, sikap kembalinya, ketundukkannya, rasa takutnya, dan rasa berharapnya. Demikian pula amalnya ikhlas karena Allah Azza wa Jalla. Jika dia suka, maka dia suka karena Allah, jika dia benci, maka dia benci karena Allah. Jika dia memberi, maka dia memberi karena Allah, dan jika dia menahan pemberian, maka dia lakukan karena Allah. Dan hal ini tidak cukup, sampai ia berhakim kepada selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengikuti Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam akidah, ucapan, maupun perbuatan.
  1. Hati yang sakit
Hati yang sakit adalah hati yang masih hidup tetapi memiliki penyakit. Dalam hatinya terdapat kecintaan kepada Allah Ta'ala, beriman kepada-Nya, ikhlas karena-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya, dimana Ini merupakan sebab hidupnya hati, tetapi di dalam hatinya juga terdapat kecintaan kepada syahwat dan mengutamakannya, berusaha memperoleh apa yang diinginkan syahwatnya, memiliki sifat hasad, sombong, dan ujub yang merupakan sebab matinya hati. Di dalam hatinya terdapat seruan kepada Allah dan negeri akhirat, dan di dalamnya juga terdapat seruan kepada dunia. Keadaan hati ini bisa mengarah kepada hati yang selamat, dan bisa mengarah kepada hati yang binasa (mati).
  1. Hati yang mati
Hati yang mati adalah kebalikan dari hati yang hidup. Hati ini tidak mengenal Tuhannya dan tidak beribadah kepada-Nya, bahkan hatinya berhamba kepada syahwatnya meskipun mendatangkan kemurkaan Tuhannya. Orang yang memiliki hati ini tidak peduli ketika berhasil mendapatkan apa yang diinginkan hawa nafsunya; apakah Tuhannya ridha atau tidak. Jika dia suka, maka dia suka karena hawa nafsunya, jika dia benci, maka dia benci karena hawa nafsunya. Jika dia memberi, maka dia memberi karena hawa nafsunya, dan jika dia menahan pemberian, maka dia menahan pemberian karena hawa nafsunya. Hawa nafsu menurutnya harus lebih diutamakan daripada mencari keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu menjadi imamnya, syahwat sebagai pengarahnya, kebodohan sebagai penyetirnya, kelalaian sebagai kendaraannya, dan pikirannya sibuk memikirkan hal-hal yang dapat menghasilkan tujuan duniawinya. Apabila diseru kepada Allah 'Azza wa Jalla, dia tidak mau mendatangi, bahkan yang didatangi hanyalah seruan setan yang durhaka.
Tanda sakit dan sehatnya hati
Sebagian ulama menyebutkan beberapa tanda sakitnya hati, yaitu ketika hati pelakunya tidak merasa sakit karena berbuat maksiat, tidak sakit karena tidak mengetahui yang hak, berpaling dari gizi yang bermanfaat bagi hati dan obat yang bermanfaat. Gizi yang bermanfaat bagi hati adalah iman, sedangkan obat yang paling bermanfaat bagi hati adalah Al Qur'an. Tanda sakitnya hati juga adalah ketika hati itu lebih mengutamakan dunia daripada akhirat.
Adapun tanda sehatnya hati adalah ketika hati itu berpindah dari dunia ke akhirat, menetap di sana seakan-akan termasuk penghuninya. ia datang ke dunia ini seperti orang asing yang hanya mengambil dari dunia ini sekedar untuk melanjutkan perjalanan menuju kampungnya yang hakiki (akhirat).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
"Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara.“ (HR. Bukhari)
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
"Apa urusanku terhadap dunia. Aku di dunia ini tidak lain seperti orang yang menaiki kendaraan; yang berteduh di bawah sebuah pohon, beristirahat, kemudian pergi meninggalkannya." (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ibadah yang biasa dia lakukan tertinggal, maka hatinya merasa sakit seakan-akan dirinya kehilangan hartanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika hati itu senantiasa mengingatkan pelakunya agar kembali kepada Allah, tunduk kepada-Nya, bergantung kepada-Nya sebagaimana bergantungnya seorang yang cinta kepada yang dicintai. Hatinya merasa cukup dengan kecintaan-Nya daripada kecintaan selain-Nya, hatinya senang dan puas dengan mengingat-Nya daripada mengingat selain-Nya, serta puas dan senang berkhidmat dan mengabdi kepada-Nya daripada berhidmat kepada selain-Nya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya satu, yaitu beribadah kepada Allah Ta'ala.
Tanda sehatnya hati juga adalah apabila dia masuk ke dalam shalat, maka hilanglah kepenatan dan kegelisahan yang diakibatkan oleh dunia dan ia mendapatkan ketenangan dan kenikmatan di dalam shalatnya; pandangan matanya sejuk, dan hatinya senang.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ia tidak bosan mengingat Tuhannya, tidak bosan dari mengabdi kepada-Nya, dan tidak merasa nikmat dengan selain itu kecuali dengan hal yang membantu atau mengingatkan dirinya kepadanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya terhadap keabsahan amal lebih besar daripada amal itu sendiri. Oleh karena itu, ia berusaha ikhlas, bersikap tulus, mutaba'ah (mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), bersikap ihsan, melihat nikmat Allah kepadanya, dan melihat kekurangan dirinya dalam memenuhi hak Allah Ta'ala.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Demikianlah. Perhatikanlah  diri Anda;  jika setiap kali membaca Al Qur’an, iman Anda bertambah, maka sesungguhnya ini adalah pertanda taufik dari Allah. Tetapi jika setelah membaca Al Qur’an ternyata Anda tidak merasakan pengaruhnya, maka Anda harus mengobati diri Anda. Saya tidak mengatakan pergilah ke rumah sakit untuk mendapatkan obat kapsul, sirup atau sejenisnya, tetapi maksud saya ialah, Anda harus segera membenahi hati Anda. Karena, jika hati ini tidak bermanfaat lagi baginya Al Qur`an, tidak dapat menerima nasehatnya, maka itu adalah hati yang keras dan sakit. -Kita mohon kesembuhan kepada Allah. Saudaraku, Anda adalah dokter diri Anda sendiri, oleh karenanya jangan pergi kepada orang lain! Bacalah Al Qur`an! Jika Anda dapatkan diri terpengaruh dengan bacaan itu baik pada keimanan,  keyakinan,  dan ketaatan Anda, maka selamat! Anda adalah seorang mukmin; Jika tidak maka Anda harus segera mengobati diri Anda sebelum datang kematian yang tidak ada lagi hidup sesudahnya,  yaitu matinya hati. Sedangkan matinya jasad, setelah itu hidup kembali, dibangkitkan untuk menerima balasan dan pehitungan. (Syarh Riyadhus Shalihin 1/545)
Sebab sakitnya hati
Hati menjadi sakit karena fitnah (cobaan) yang menimpanya, baik fitnah syahwat maupun fitnah syubhat. Fitnah syahwat menjadikan keinginannya rusak, sedangkan fitnah syubhat menjadikan ilmu, pemahaman dan keyakinannya rusak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا، فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ، حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ، عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ، مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا، وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا، إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
"Fitnah akan dihamparkan ke hati seperti tikar dihamparkan sehelai-demi sehelai. Hati mana saja yang menyelaminya, maka akan berbekas noktah hitam padanya. Dan hati mana saja yang mengingkarinya, maka akan berbekas noktah putih, sehingga keadaan hati menjadi dua bagian; putih seperti batu yang licin yang tidak terpengaruh oleh fitnah selama ada langit dan bumi, sedangkan hati yang satu lagi hitam berdebu seperti cangkir yang terbalik; (akibatnya ia) tidak mengenal yang ma'ruf dan tidak mengingkari yang munkar selain yang diserap hawa nafsunya." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang keadaan hati ketika didatangi fitnah. Hati yang sehat semakin mantap dan mengkilap ketika fitnah datang, sedangkan hati yang sakit semakin menghitam ketika fitnah datang.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Tazkiyatun Nufus (Dr. Ahmad Farid, cet. Darul Qalam, Beirut), Riyadhush Shalihin (Imam Nawawi, cet. Ar Risalah), dll.

Adab Berdzikir

Minggu, 16 September 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Adab Berdzikr
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang adab berdzikr, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dzikr adalah ibadah yang dilakukan oleh lisan dan hati berupa mentasbihkan (menyucikan) Allah Ta'ala, memuji-Nya, dan menyifati-Nya dengan sifat kesempurnaan dan keindahan.
Dzikr memiliki keutamaan yang banyak, di antaranya seperti yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala berikut ini,
أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar Ra'd: 28)
Dan seperti dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ» قَالُوا: وَمَا الْمُفَرِّدُونَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «الذَّاكِرُونَ اللهَ كَثِيرًا، وَالذَّاكِرَاتُ»
"Orang-orang yang bersendiri telah mendahului. Para sahabat bertanya, "Siapakah orang-orang yang bersendiri?" Beliau menjawab, "Yaitu laki-laki dan wanita yang banyak berdzikr kepada Allah." (HR. Muslim)

Adab Mengucapkan Salam

Rabu, 05 September 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Adab Mengucapkan Salam
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang adab mengucapkan salam, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Dalil disyariatkan mengucapkan salam dan keutamaannya
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan kita mengucapkan salam, Dia berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat." (Terj. QS. An Nuur: 27)
فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkah lagi baik." (Terj. QS. An Nuur: 61)
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger