بسم الله الرحمن الرحيم
Menyambut Idul Adh-ha
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah yang telah melimpahkan kepada kita nikmat yang begitu banyak. Saking
banyaknya nikmat yang diberikan, sehingga jika kita menghitung nikmat-nikmat-Nya
tentu kita tidak akan sanggup menghitungnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
kita syukuri nikmat-nikmat tersebut agar nikmat tersebut tidak dicabut dan
bahkan diberikan keberkahan sehingga bertambah. Sebaliknya, jika kita kufuri
nikmat-nikmat tersebut, seperti tidak mau mengakui nikmat tersebut berasal dari
Allah atau menggunakan nikmat-nikmat tersebut untuk bermaksiat kepada-Nya, maka
cepat atau lambat, Allah akan mencabutnya ditambah lagi dengan dicatat sebagai
dosa. Banyak contoh yang membuktikan hal ini, seperti yang dialami oleh kaum
Saba’ yang Allah berikan kepada mereka kenikmatan dunia, saat mereka kufur
terhadap nikmat yang Allah berikan, maka kenikmatan tersebut Allah cabut, Dia
mengirimkan banjir besar kepada mereka dan mengganti kebun-kebun mereka yang
sebelumnya menghasilkan buah-buahan yang enak dimakan berubah menjadi
kebun-kebun yang buahnya terasa pahit. Demikian pula yang dialami Qarun yang
dikaruniakan oleh Allah harta yang banyak. Ia tidak bersyukur kepada Allah atas
nikmat tersebut, bahkan mengatakan, bahwa kekayaan yang diperoleh itu adalah
karena kepandaiannya, sehingga Allah membenamkan dia dan rumahnya ke dalam
bumi. Sesungguhnya orang yang cerdas adalah orang yang mau mengambil pelajaran
dari musibah yang menimpa orang lain.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Saat ini kita berada di salah satu hari raya umat Islam, yaitu
Idul Adh-ha; hari di mana kita disyariatkan berkurban. Hari raya ini, Allah
sebut dalam kitab-Nya dengan nama hari Haji Akbar (lihat surah At
Taubah: 3). Disebut demikian, karena sebagian besar amalan haji dilakukan pada
hari ini. Oleh karena itu, hari ini (yakni hari nahar) adalah hari yang paling
agung di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ اْلأَيَّامِ عِنْدَ
اللهِ تَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ القَرِّ
"Sesungguhnya
hari yang paling agung di sisi Allah Ta'ala adalah hari nahar (10 Dzulhijjah)
kemudian hari qar (hari setelahnya)." (HR. Abu Dawud dengan isnad yang
jayyid, takhrij Al Misykaat 2/810)
Bahkan hari raya Idul Adh-ha lebih utama daripada hari Idul Fitri
karena di hari Idul Adh-ha terdapat shalat Ied dan berkurban, sedangkan dalam
Idul Fitri terdapat shalat Ied dan bersedekah, dan berkurban jelas lebih utama
daripada bersedekah.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Termasuk rahmat Allah dan kebijaksanaan-Nya adalah apabila Dia
mensyariatkan suatu amal saleh, Dia mengajak semua orang melakukannya, dan jika
di antara mereka ada yang tidak sanggup melakukannya, maka Dia mensyariatkan
amal saleh yang lain sehingga mereka yang tidak mampu melakukannya tetap memperoleh
pahala, di mana dengan amal saleh tersebut, Allah mengangkat derajat mereka dan
menambah pahalanya. Contohnya adalah barang siapa yang tidak mampu berwuquf di
‘Arafah, maka Allah mensyariatkan baginya puasa ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) yang
menghapuskan dosa yang dikerjakan di tahun yang lalu dan yang akan datang,
demikian pula mensyariatkan untuknya berkumpul pada hari Idul Adh-ha untuk
shalat Ied, berdzikr, dan berkurban..
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sesungguhnya di antara amalan yang disyariatkan Allah pada hari
raya ini adalah berkurban. Berkurban adalah amalan yang utama, karena di sana seseorang
mengorbankan harta yang dicintainya karena Allah; yang menunjukkan bahwa ia
lebih mengutamakan kecintaan Allah daripada apa yang disenangi hawa nafsunya. Berkurban
memiliki banyak hikmah, di antaranya adalah sebagai rasa syukur kepada Allah, membantu
fakir-miskin dan menghibur mereka, merekatkan hubungan antara orang kaya dengan
orang miskin, dan hikmah-hikmah lainnya yang begitu banyak.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Kurban merupakan sunah bapak para nabi, yaitu Ibrahim ‘alaihis
salam yang diperkuat oleh syari’at yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam. Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (Terj. Al Kautsar: 2)
Sedangkan dalam hadits diterangkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun dan selalu berkurban.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Umar,
ia (Tirmidzi) berkata, “Hadits
hasan.”)
Menurut sebagian ulama, berkurban bagi yang mampu hukumnya wajib.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ
فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki kemampuan, namun
tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati tempat shalat kami
(lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits hasan, Shahih Ibnu Majah 2532)
Sedangkan yang
lain berpendapat bahwa hukumnya sunat mu’akkadah (sunat yang sangat ditekankan)
beralasan dengan hadits berikut:
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ
وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ »
.
“Apabila kamu melihat hilal (bulan sabit
tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara kamu ingin
berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.” (HR. Muslim)
Kata-kata “salah
seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunatnya.
Namun untuk kehati-hatian, hendaknya seorang muslim tidak
meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia
Semua kebaikan dapat kita temukan ketika kita mempraktekkan
petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam semua urusan kita, sedangkan
semua keburukan akan kita temukan ketika kita menyelisihi petunjuk Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
kami pun mengingatkan sedikit petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam masalah kurban.
1. Usia hewan yang dikurbankan
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً ،
فَإِنْ تَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَاذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ
“Janganlah kamu menyembelih kecuali yang
musinnah. Namun jika kamu kesulitan, maka sembelihlah biri-biri (domba) yang
jadza’ah.” (HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu 'anhu)
Maksud
“musinnah“ adalah hewan yang sudah cukup usianya. Jika berupa unta, maka
usianya lima
tahun. Jika berupa sapi, usianya dua tahun. Jika kambing, maka usianya setahun,
dan tidak boleh usianya kurang dari yang disebutkan. Adapun jika berupa
biri-biri/domba maka yang usianya setahun. Namun
jika tidak ada biri-biri yang usianya setahun maka boleh yang mendekati setahun
(9, 8, 7 atau 6 bulan), tidak boleh di bawah
enam bulan –inilah yang dimaksud dengan jadza’ah-.
2. Hewan kurban yang utama
Hewan kurban yang utama adalah hewan kurban yang gemuk, banyak
dagingnya, sempurna fisik dan indah dipandang. Anas radhiyallahu 'anhu berkata,
“Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor biri-biri yang
putih bercampur hitam lagi bertanduk, Beliau menyembelih keduanya dengan
tangannya, mengucapkan basmalah dan bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi
hewan tersebut.” (HR. Bukhari)
3. Adab menyembelih
Adabnya adalah dengan menghadap kiblat, mengucapkan basmalah dan
takbir ketika hendak menyembelihnya dan berbuat ihsan dalam menyembelihnya
(seperti menyegarkan hewan sembelihannya, menajamkan pisau dan tidak mengasahnya
di hadapan hewan tersebut).
4. Pembagian kurban
Sunnahnya adalah orang yang berkurban memakan dari hewan
kurbannya, menyedekahkannya kepada orang miskin dan menghadiahkan kepada kawan-kawannya
atau tetangganya, berdasarkan firman Alah Ta’alla:
“Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Terj. Al Hajj: 28)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
“Makanlah, berilah kepada orang lain dan simpanlah.” (HR. Bukhari)
Namun tidak mengapa disedekahkan semuanya kepada orang-orang
miskin.
5. Waktu berkurban
Waktunya adalah setelah shalat Ied dan berakhir sampai tenggelam
matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Termasuk sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam di hari raya Idul Adh-ha adalah makan tidak dilakukan kecuali setelah
shalat Ied, lalu menyembelih hewan kurban dan memakan dagingnya.
6. Hewan yang tidak boleh dikurbankan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اْلاَضَاحِي:
اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا,
وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَجْفَاءُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي"
“Empat macam
hewan yang tidak boleh dijadikan kurban, yaitu: hewan buta sebelah yang jelas
butanya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas pincangnya
dan hewan kurus yang tidak bersumsum (sangat kurus).” (HR. Tirmidzi, ia
berkata, “Hasan shahih”)
7. Bertakbir
Pada hari raya Idul Adh-ha disunnahkan bertakbir, baik takbir mutlak
maupun muqayyad. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar
mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Terj. Al Hajj: 28)
Hari yang ditentukan itu adalah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu
tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Takbir mutlak adalah takbir yang tidak dibatasi waktunya, yaitu
mengucapkan, “Allahu akbar-Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar.
Allahu akbar wa lillahil hamd.” dengan menjaharkan suaranya bagi laki-laki,
baik di masjid, di pasar, di rumah, di jalan dan pada saat ia berangkat ke
lapangan untuk shalat ‘Ied.
Sedangkan takbir muqayyad adalah takbir yang dilakukan setelah
shalat fardhu, yang dimulai dari fajar hari Arafah, dan berakhir sampai ‘Ashar
akhir hari tasyriq.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua
hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab, “Segala puji bagi Allah. Pendapat
yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari
kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah hendaklah takbir
dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal
11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan
disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika
keluar untuk shalat Id. Hal ini merupakan kesepakatan para imam yang empat.”
[Majmu Al -Fatawa 24/220]
Imam Bukhari menyebutkan dalam Shahihnya, bahwa Umar radhiyallahu
'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di
masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang
berada di pasar hingga kota
Mina bergemuruh dengan suara takbir. Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada
hari-hari itu dan setelah shalat (lima
waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada
hari-hari itu seluruhnya. Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para
wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada
malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid.”
Termasuk hal yang perlu diketahui pula adalah bahwa pada hari-hari
tasyriq kita diharamkan berpuasa kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hadyu.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرِ ِللهِ تَعَالَى
“Hari tasyriq adalah hari makan, minum dan dzkrullah Ta’ala.” (HR.
Ahmad dan Muslim)
Demikianlah petunjuk singkat dalam menyambut Idul Qurban.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia
Sebagai penutup, kami ingin menghibur
saudara-saudara kami yang tidak mampu untuk berkurban, bahwa sesungguhnya niat
mereka untuk berkurban dicatat pahala, dan mereka pun akan mendapatkan pahala kurban.
Hal ini berdasarkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam ketika menyembelih kurban bersabda:
بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Bismillah wallahu Akbar, ini (kurban)
dariku dan dari umatku yang tidak
menyembelih." (HR. Abu Dawud, Shahih
Abu Dawud no. 2436).
menyembelih." (HR. Abu Dawud, Shahih
Abu Dawud no. 2436).
Kita memohon kepada Allah, semoga Dia
memberikan kepada kita taufiq-Nya agar dapat mengerjakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya, menjadikan kita istiqamah di atas takwa dan
tidak meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan muslim, Allahumma amin.
اللهم إنا نسألك أن تغفر لنا ذنوبنا وأ
ن ترحمنا إنك أنت الغفور الرحيم، ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا
عذاب النار وأدخلنا الجنة مع الأبرار ، اللهم أصلح لنا ديننا الذي هو عصمة أمرنا
وأصلح لنا دنيانا التي فيها معاشنا وأصلح لنا آخرتنا التي فيها معاشنا واجعل
الحياة زيادة لنا في كل خير والموت راحة لنا من كل شر,
سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين.
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar