بسم الله الرحمن الرحيم
Shalat Jum’at
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan fiqih shalat Jumat, semoga Allah menjadikan
penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Keutamaan hari Jumat
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ : فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ قُبِضَ وَفِيْهِ النَّفْخَةُ وَفِيْهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ ) قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ عَلَيْكَ صَلاَتُنَا وَقَدْ أَرَمْتَ ؟ فَقَالَ : ( إِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ حَرَّمَ عَلىَ الْاَرْضِ أَنْ تَأْكُلَ أَجْسَادَ الْاَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya di antara hari yang paling utama adalah hari Jumat.
Pada hari itu Adam diciptakan, Adam diwafatkan, sangkakala ditiup, dan pada
hari itu terjadi kematian (setelah ditiup sangkakala). Oleh karena itu,
perbanyaklah bershalawat kepadaku, karena shalawatmu akan ditampakkan kepadaku.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami ditampakkan
kepadamu sedangkan jasadmu telah hancur?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah
mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.” (Hr. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasa’I,
dishahihkan oleh Al Albani)
Hari Jumat adalah hari yang
paling utama dalam sepekan, sedangkan hari ‘Arafah dan hari Nahar (10
Dzulhijjah) adalah hari yang paling utama dalam setahun. Dinamakan hari Jumat
karena pada hari itu orang-orang berkumpul untuk shalat.
Hukum shalat Jumat
Shalat Jumat hukumnya fardhu ‘ain
(lihat Qs. Al Jumu’ah: 6), kecuali lima orang; budak, wanita, anak-anak, orang
sakit, dan musafir. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اَلْجُمُعَةُ حَقٌ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةٌ : عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيْضٌ
“Shalat Jumat itu wajib bagi
setiap muslim dengan berjamaah kecuali empat orang; budak, wanita, anak-anak
atau orang yang sakit.” (HR. Abu Dawud, Daruquthni, Baihaqi dan Hakim,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud: 942)
Dalam riwayat Daruquthni dari
Ibnu Umar secara marfu’, Beliau bersabda,
لَيْسَ عَلَى الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ
“Bagi musafir tidak wajib shalat Jumat.”
Ancaman bagi orang yang
meninggalkan shalat Jumat
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
« لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ » .
“Hendaknya orang-orang berhenti meninggalkan shalat Jumat atau
jika tidak, Allah akan mengecap hati mereka, sehingga mereka tergolong
orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim dan Nasa’i)
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ
“Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali tanpa uzur,
maka akan dicatat termasuk orang-orang munafik.” (HR. Thabrani, lihat Shahihul
Jami’ 6144)
Keutamaan shalat Jumat
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
« الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ » .
“Shalat yang lima waktu, Jumat yang satu ke Jumat
berikutnya dan (puasa) Ramadhan yang satu ke (puasa) Ramadhan berikutnya akan
menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya jika dijauhi dosa-dosa besar.” (HR.
Muslim)
Waktu shalat Jumat
Waktunya adalah waktu Zhuhur.
Anas radhiyallahu 'anhu berkata,
اَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِيْنَ تَمِيْلُ الشَّمْسُ
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam shalat Jumat ketika matahari bergeser (ke barat).” (HR. Bukhari, Abu Dawud
dan Tirmidzi)
Dan boleh sebelum tiba waktu
Zhuhur. Jabir radhiyallahu 'anhu pernah ditanya, “Kapankah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Jumat?” ia menjawab,
كَانَ يُصَلِّى ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا فَنُرِيحُهَا حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ
“Beliau shalat Jumat. Setelah
itu, kami pergi mendatangi unta kami dan mengistirahatkannya ketika matahari
telah tergelincir.” (HR. Muslim)
Adab dan amalan yang
patut dilakukan pada hari Jumat
Pada hari Jumat kita disyariatkan
melakukan hal-hal berikut:
1.
Mandi untuk shalat Jumat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ » .
“Mandi pada hari Jumat wajib bagi setiap orang yang sudah
baligh” (Muttafaq 'alaih)
Hukumnya menurut
sebagian ulama adalah wajib berdasarkan hadits di atas. Ulama yang lain
berpendapat, bahwa diwajibkan mandi Jumat adalah di awal-awal Islam karena
kondisi kaum muslimin ketika itu yang berada dalam kesempitan, dimana pakaian
mereka pada umumnya terbuat dari bulu domba, sedangkan mereka berada di tanah
yang panas, sehingga mereka berkeringat pada saat berkumpul untuk shalat Jumat.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyuruh mereka mandi.
Tetapi ketika Allah melapangkan kehidupan mereka, dan mereka memakai kain yang
terbuat dari kapas, maka Beliau memberikan kelonggaran kepada mereka untuk
tidak mandi (cukup berwudhu). Para ulama yang berpendapat bahwa mandi Jumat
hukumnya sunah berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
berikut,
«مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ، وَمَنْ اغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ»
“Barang siapa yang berwudhu pada hari Jumat, maka ia berpegang
dengan yang wajib dan sudah baik. Tetapi barang siapa yang mandi, maka mandi
lebih utama.” (Hr. Lima orang Ahli Hadits, dan dihasankan oleh Tirmidzi)
Sunnahnya hukum mandi Jumat
adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Al Bahuti Al Hanbali
rahimahullah berkata, “Waktu awal mandi Jumat adalah setelah terbit fajar,
tidak bisa sebelumnya…, namun yang paling utama adalah saat hendak berangkat
shalat Jumat, karena hal itu lebih mencapai tujuannya.” (Kasyfu Qina’
1/150)
2.
Dianjurkan memakai
pakaian yang bagus, menggunting kuku, bersiwak, memakai minyak rambut dan memakai
wewangian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَمَسَّ مِنْ طِيْبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ اِذَا خَرَجَ اِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلاَتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا
“Barang siapa yang mandi
pada hari Jumat, lalu ia memakai pakaian yang bagus dan memakai wewangian yang
ada, kemudian berangkat shalat Jumat. ia pun tidak melangkahi pundak orang,
lalu shalat semampunya, kemudian diam ketika imam datang hingga shalat selesai,
maka hal itu akan menjadi penghapus dosa
antara Jumat tersebut dengan Jumat sebelumnya.” (HR. Abu Dawud)
« لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى » .
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jumat, bersih-bersih
semampunya, memakai minyak rambut atau memakai wewangian di rumahnya, kemudian berangkat,
ia pun tidak memisahkan dua orang. Setelah itu ia shalat semampunya, lalu diam
ketika imam berkhutbah, kecuali akan diampuni dosa-dosanya antara Jumat yang
satu ke Jumat yang satunya lagi.” (HR. Bukhari)
3.
Berangkat lebih awal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ ، وَقَفَتِ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُونَ الأَوَّلَ فَالأَوَّلَ ، وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِى يُهْدِى بَدَنَةً ، ثُمَّ كَالَّذِى يُهْدِى بَقَرَةً ، ثُمَّ كَبْشاً ، ثُمَّ دَجَاجَةً ، ثُمَّ بَيْضَةً ، فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ طَوَوْا صُحُفَهُمْ ، وَيَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ » .
“Apabila tiba hari Jumat, maka para malaikat berdiri di pintu
masjid mencatat siapa yang datang pertama dst. Perumpamaan orang yang datang
lebih awal seperti berkurban dengan unta, setelahnya seperti berkurban dengan
sapi, setelahnya seperti berkurban dengan kambing, setelahnya seperti berkurban
dengan ayam, dan setelahnya lagi seperti berkurban dengan telur. Apabila imam
datang, maka para malaikat menutup catatan mereka dan ikut mendengarkan nasehat.”
(HR. Jama’ah selain Ibnu Majah)
4.
Melakukan shalat sunat
semampunya sampai imam datang (lihat hadits sebelumnya). Setelah shalat Jumat
dianjurkan shalat sunat dua rakaat atau empat rakaat setelah diselingi
(dipisah) berbicara atau berdzikr atau dengan berpindah tempat atau dengan
keluar dari masjid lalu kembali lagi atau dengan shalat di rumah. Mu’awiyah
radhiyallahu 'anhu berkata,
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لاَ تُوصَلَ صَلاَةٌ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ .
“Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami begitu; yakni agar suatu
shalat tidak disambung dengan shalat yang lain sampai kami berbicara atau
keluar.” (HR. Muslim)
5.
Diam mendengarkan
khutbah dan tidak berbuat sia-sia seperti bermain-main dengan pasir, dsb.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ : أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ » .
“Apabila kamu berkata, “Diamlah”
kepada saudaramu pada hari Jumat, sedangkan imam berkhutbah, maka kamu telah
sia-sia (yakni tidak mendapatkan keutamaan shalat Jumat).” (HR. Bukhari-Muslim)
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Dan barang siapa yang bermain dengan pasir, maka ia telah
berbuat sia-sia.” (HR. Muslim)
6.
Tetap melakukan shalat
tahiyyatul masjid, ketika datang terlambat saat imam berkhutbah. Jabir bin
Abdullah radhiyallahu 'anhuma berkata, “Seorang laki-laki datang ketika Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berkhutbah pada hari Jumat, lalu Beliau
bertanya, “Apakah kamu sudah shalat (yakni tahiyyatul masjid) wahai fulan?”
Orang itu menjawab, “Belum.” Beliau pun bersabda, “Bangunlah dan kerjakanlah
shalat dua rakat.” (HR. Bukhari)
7.
Makruh melangkahi pundak
orang dan memisahkan dua orang yang sedang duduk bersama (lihat haditsnya di
no. 2)
8.
Dianjurkan membaca surat Al Kahfi di malam
atau siangnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Barang siapa yang membaca surat
Al Kahfi pada hari Jumat, maka Allah akan memberikan cahaya untuknya antara dua
Jumat.” (HR. Hakim dan Baihaqi, lihat Shahihul Jami’ 6470)
Inilah surat yang dibaca pada hari Jumat, adapun
anjuran membaca surat
Yasin pada hari Jumat haditsnya dha’if (bukan dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam).
9.
Memperbanyak shalawat
dan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (sudah disebutkan
haditsnya).
10.
Memperbanyak doa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا
يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
“Hari Jumat (siangnya) ada 12 waktu.
Tidak ada seorang hamba yang muslim meminta kepada Allah sesuatu di waktu itu kecuali
akan diberikan, maka carilah waktu tersebut di waktu terakhir setelah shalat
‘Ashar.” (Hr. Abu Dawud, Nasa’i dan hakim)
Adab seorang khatib
Khutbah termasuk syarat sahnya
ibadah Jumat. Dalam berkhutbah hendaknya khatib memperhatikan hal-hal berikut:
-
Berkhutbah sambil
berdiri yang disela-selanya ada duduk. (HR. Muslim)
-
Duduk dilakukan setelah
mengucapkan salam ketika menaiki mimbar. Jabir berkata, “Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam apabila menaiki mimbar, mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Majah
dan Thabrani dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
-
Berdiri khutbah di
tangga kedua dan duduk di tangga ketiga. Anas berkata, “Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam berdiri pada hari Jumat dan menyandarkan punggungnya ke
batang pohon kurma yang ditegakkan dalam masjid lalu berkhutbah kepada
orang-orang. Kemudian datanglah seorang yang berasal dari Rum dan berkata,
“Maukah aku buatkan untukmu sesuatu yang kamu bisa duduk di atasnya dan bisa berdiri?”
Maka orang itu membuatkan untuk Beliau mimbar yang memiliki dua tangga, dan Beliau
duduk di tangga ketiga.” (HR. Darimi, As Shahiihah 2174)
Penyusun Al Hadyu
berkata, “Tidak dihapal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Beliau
setelah dibuatkan mimbar menaikinya dengan pedang, busur maupun lainnya
(seperti tongkat). Kalau seandainya hal itu sunnah, tentu Beliau tidak akan
meninggalkannya setelah dibuatkan mimbar, sebagaimana tidak juga dihapal dari
Beliau bahwa Beliau bersandar dengan pedang sebelum dibuatkan mimbar, bahkan
Beliau hanya menggunakan busur atau tongkat.”
-
Dianjurkan memulai
khutbah dengan khutbatul haajah, yakni “innal hamda lillah nahmaduhu wa…dst.”
-
Membaca syahadat, karena
khutbah yang tidak ada syahadatnya seperti tangan yang berkusta. (HR. Abu
Dawud)
-
Menghadap ke makmum.
-
Menjiwai isi khutbah,
sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berkhutbah merah
kedua matanya dan lantang suaranya. (HR. Muslim dan Tirmidzi)
-
Jika berdoa, cukup
mengangkat jari telunjuk saja (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
-
Mempersingkat khutbah
dan memperlama shalat (HR. Muslim). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang
membaca surat
Al Jumu'ah dan Al Munafiqun dalam shalat Jum'at, dan terkadang Al A'laa dan Al
Ghaasyiyah (HR. Muslim)
Ringkasan Fiqih Khutbah Jumat
1.
Para fuqaha dari kalangan
imam madzhab yang empat sepakat, bahwa khutbah Jumat adalah syarah sahnya
shalat Jumat.
2.
Khutbah Jumat termasuk
bagian dari Dzikrullah yang disebutkan di surat Al Jumu’ah ayat 9.
3.
Syarat Khutbah Jumat: (1)
sudah masuk waktu shalat Jumat, (2) Dilakukan sebelum shalat Jumat. Ini adalah
syarat yang telah disepakati. Sebagian ulama menambahkan syarat lagi, yaitu:
(3) niat dalam hati, (4) jahar (suaranya keras).
4.
Ibnu Qudamah rahimahullah
berkata, “Disyaratkan muwalah (beriringan) antara khutbah dengan shalat.” (Al
Mughni 2/79).
5.
Rukun khutbah Jumat
adalah apabila kalimat yang disampaikan merupakan khutbah secara uruf yang
berlaku.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak cukup dalam khutbah Jumat
hanya mencela dunia dan mengingat kematian, bahkan harus dipandang sebagai
khutbah secara uruf (kebiasaan yang
berlaku), dan tidak juga ringkas yang tujuan dari khutbah itu tidak
tecapai.” (Al Ikhtiyarat hal. 79)
Syaikh
Abdurrahman As Sa’diy rahimahullah berkata, “Rukun yang empat yang ditetapkan
oleh para fuqaha yang menurut mereka harus ada pada masing-masing khutbah perlu
dikaji kembali. Jika seorang yang berkhutbah telah menyampaikan tujuan khutbah;
yaitu mengingatkan dan melembutkan hati, maka sebenarnya ia telah berkhutbah.
Akan tetapi, tidak diragukan lagi, bahwa memuji Allah Azza wa Jalla,
bershalawat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan membaca
sebagian ayat Al Qur’an merupakan pelengkap khutbah serta penghiasnya.” (Al
Fatawa As Sa’diyyah hal. 193)
Sebagian
Ahli Ilmu berkata, “Sesungguhnya syarat asasi (utama) khutbah adalah isinya
mengandung nasihat yang menyentuh hati dan bermanfaat bagi para hadirin, dan
bahwa hamdalah, shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan
pembacaan Al Qur’an termasuk penyempurna khutbah.”
Demikian
pula tasyahhud (mengucapkan syahadatain) merupakan penyempurna khutbah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا تَشَهُّدٌ، فَهِيَ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ»
“Setiap khutbah yang tidak ada tasyahhud seperti
tangan yang terkena kusta.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al
Albani)
6.
Sunnah-sunnah khutbah Jumat:
(1) khatib dalam keadaan suci dari najis, hadats kecil dan hadats besar, (2) memakai
pakaian yang baik, (3) mengucapkan salam kepada manusia, (4) berkhutbah di atas
mimbar, (5) menghadap manusia dengan wajahnya, (6) serius menyampaikan nasihat
dan mengingatkan, (6) kalimatnya jelas, (7) memendekkan khutbah, dan mengadakan
dua khutbah di dalamnya.
7.
Hendaknya khatib
memperhatikan kondisi masyarakat dan kebiasaan yang mereka lakukan selama tidak
bertentangan dengan syariat.
Wallahu a’lam, wa shallallahu alaa nabiyyinaa Muhammad wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Wajiz, Fiqhus Sunnah, Minhajul Muslim, https://islamqa.info/ar/115854
dll.
0 komentar:
Posting Komentar