بسم
الله الرحمن الرحيم
Fiqh Ghasb (bag. 1)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini
pembahasan tentang ghasb atau merampas, mudah-mudahan risalah ini Allah jadikan
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat.
Ta'rif
(definisi) ghasb
Kata Ghasb disebutkan dalam Al Qur'an.
Allah berfirman,
"Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang
bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan
mereka ada seorang raja yang merampas setiap bahtera." (Al
Kahfi: 79)
Ghasb secara bahasa artinya mengambil
sesuatu secara zalim. Sedangkan menurut istilah fuqaha adalah mengambil dan
atau menguasai hak orang lain secara zalim dan aniaya dengan tanpa hak[i].
Ghasb adalah haram. Allah Subhaanahu wa
Ta'aala berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”
(An Nisaa’: 29)
Di samping itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ
مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal mengambil harta seorang muslim kecuali dengan
kerelaan dirinya.” (HR. Abu Dawud dan Daruquthni, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahihul Jami' no. 7662)
Ketika khutbah wadaa', Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ،
بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ
هَذَا
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu terpelihara
antara sesama kamu sebagaimana
terpeliharanya hari ini, bulan ini dan negerimu ini." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ،
وَلاَ يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ
وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً، يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ
حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
"Tidaklah seseorang berzina dalam keadaan beriman, tidaklah
seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam keadaan beriman,
tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang
merampas sebuah barang rampasan di mana orang-orang melihatnya, ketika
melakukannya dalam keadaan beriman." (HR. Bukhari dan Muslim)
As Saa'ib bin Yazid meriwayatkan dari
bapaknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لَاعِبًا
أَوْ جَادًّا، فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْه
"Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat
saudaranya baik main-main maupun serius. Jika salah seorang di antara kamu
mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikankah." (HR. Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi dan ia menghasankannya. Hadits ini dihasankan pula oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih At Tirmidzi)
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan
oleh Muslim dari Abu Umamah secara marfu' disebutkan:
مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ،
فَقَدْ أَوْجَبَ اللهُ لَهُ النَّارَ، وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ» فَقَالَ لَهُ
رَجُلٌ: وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «وَإِنْ قَضِيبًا
مِنْ أَرَاكٍ
"Barang siapa yang mengambil harta saudaranya dengan
sumpahnya, maka Allah mewajibkan dia masuk neraka dan mengharamkan masuk surga.
Lalu ada seorang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, meskipun hanya
sedikit?" Beliau menjawab, "Meskipun hanya sebatang kayu araak (kayu
untuk siwak)."
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari
Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ
يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
"Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zalim,
maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepadanya."
Oleh karena itu orang yang melakukan ghasb
harus bertobat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan mengembalikan barang ghasb
kepada pemiliknya serta meminta maaf kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ
كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ
مِنْهُ الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ
لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ
لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
“Barang
siapa yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya maupun lainnya, maka
mintalah dihalalkan hari ini, sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada
dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah amal salehnya
sesuai kezaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal salehnya, maka
diambil kejahatan orang itu, lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari)
Jika barang ghasb masih ada, maka dikembalikan seperti sedia kala.
Namun jika sudah binasa, maka dengan mengembalikan gantinya.
Menanam tanaman atau pohon atau membuat bangunan di atas sebuah
tanah ghashb (rampasan)
Barang siapa yang menanam di tanah rampasan, maka tanaman itu
milik yang punya tanah, dan bagi perampas memperoleh nafkah. Hal ini, jika
tanaman belum dipetik, adapun jika sudah dipetik, maka pemilik tanah tidak
berhak selain upah.
Pohon yang ditanam juga wajib dicabut, demikian juga bangunan yang
dibuat juga harus dirobohkan. Dalam hadits Raafi' bin Khudaij disebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ زَرَعَ فِي أَرْضِ قَوْمٍ
بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ، فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ وَلَهُ نَفَقَتُه
"Barang
siapa yang menanam di sebuah tanah milik sebuah kaum tanpa izin mereka, maka ia
tidak berhak memperoleh dari tanaman itu sedikit pun, dan untuknya (perampas)
nafkah yang dikeluarkannya." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan ia
menghasankannya, dan Ahmad, ia berkata: "Sesungguhnya saya berpegang
kepada hukum tersebut atas dasar istihsan; dengan menyelisihi qiyas.")
Abu Dawud dan Daruquthni juga meriwayatkan dari hadits Urwah bin
Az Zubair bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْيَا
أَرْضًا فَهِيَ لَهُ وَلَيْسَ لِعِرْقِ ظَالِمٍ حَقٌّ
"Barangsiapa
yang menghidupkan tanah, maka tanah itu menjadi mililknya, dan untuk keringat
orang yang zhalim tidak memiliki hak."
Urwah berkata, "Telah memberitakan kepadaku orang yang menceritakan
hadits ini kepadaku bahwa ada dua orang yang bertengkar lalu menghadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang satu menanam pohon kurma di
tanah milik yang lain. Maka Beliau menetapkan (tanaman tersebut) untuk pemilih
tanah karena tanahnya dan memerintahkan kepada pemilik pohon kurma untuk
mengeluarkan pohon itu darinya. Ia berkata, "Sungguh, saya melihatnya
ketika pohon kurma itu dipotong akarnya dengan kapak, padahal pohon itu adalah
pohon kurma yang tinggi."
Syaikh Shalih Al Fauzan dalam Al Malkhash Fiqhiy berkata,
"Jika orang yang melakukan ghasb telah membuat bangunan di tanah
rampasannya atau menanam di atasnya tanaman, maka ia harus melepas bangunan itu
atau mencabut tanaman itu, jika pemiliknya meminta demikian. Jika tindakannya
itu sampai membekas ke tanah yang dirampasnya, maka ia wajib mengganti rugi
kekurangannya, di samping ia juga harus menghilangkan sisa-sisa tanaman dan
bangunan sehingga ia menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan baik. Ia
pun wajib membayar upah standar dari sejak merampas sampai menyerahkannya,
karena ia mencegah pemiliknya untuk memanfaatkan di masa itu dengan tanpa hak.
Jika ia merampas sesuatu dan menahannya hingga menjadi murah harganya, maka
harus menanggung kekurangannya menurut pendapat sahih."
Jia barang yang dirampas bercampur dengan barang lainnya yang bisa
dibedakan seperti gandum dengan sya’ir, maka perampas wajib membersihkannya dan
mengembalikannya. Namun jika bercampur dengan barang yang sulit dibedakan,
seperti gandum dengan gandum, perampas
wajib mengembalikan barang itu; ada berapa takar atau timbangan ketika
diambilnya sebelum dicampur?
Jika dicampur dengan dengan barang yang di bawahnya atau lebih
baik darinya atau tidak sejenis, namun sulit dibedakan, maka campuran itu
dijual, lalu diberikan seukuran harganya masing-masing. Dan jika barang
rampasan berkurang nilainya jika secara terpisah, maka perampas menanggung
kekurangannya. Disebutkan oleh para fuqaha,
الْأَيْدِي
الْمُتَرَتِّبَةُ عَلَى يَدِ الْغَاصِبِ كُلِّهَا أَيْدِيْ ضَمَانٍ
“Tangan-tangan
yang muncul di atas tangan perampas semuanya adalah tangan tanggungan.”
Maksudnya Tangan-tangan di mana barang rampasan berpindah
kepadanya melalui jalan perampas semuanya menanggung jika binasa.
Dengan demikian, jika orang kedua mengetahui hakikat sebenarnya
dan bahwa orang yang memberikan barang kepadanya adalah perampas, maka ia harus
menanggungnya karena ia berbuat zhalim dengan kesengajaan (diketahuinya) tanpa
izin pemiliknya. Namun jika orang kedua tidak mengetahui keadaan sebenarnya, maka
yang menanggung adalah perampas (orang pertama).
Jika barang rampasan adalah yang biasa disewa, maka perampas wajib
mengganti upah semisalnya (standar) selama barang itu berada di tangannya.
Karena manfaat adalah harta yang jelas nilainya, maka wajib ditanggung seperti
menanggung barang.
Semua tindakan ghaasib (perampas) adalah batal, karena tidak ada
izin pemiliknya.
Jika seseorang merampas sesuatu dan ia tidak mengetahui di mana
pemiliknya serta tidak mampu mengembalikannya, maka ia bisa serahkan kepada
hakim yang akan menaruhnya di tempat yang benar atau ia sedekahkan memakai nama
pemiliknya. Sehingga jika disedekahkan, maka pahalanya untuk pemilik barang dan
si perampas sudah lepas tanggungan.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa
‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqh Muyassar Fii Dhau'il Kitab was Sunnah (beberapa
ulama), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Al Mulakhash Al Fiqhiy (Shalih
Al Fauzan), Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi dll.
[i] Jika
mengambil harta orang lain secara rahasia dari tempat yang terjaga, maka hal
itu disebut pencurian. Jika mengambilnya secara kekerasan, maka hal itu
adalah muhaarabah dan jika mengambilnya karena menguasai, maka
hal itu adalah ikhtilas (jambret) dan jika mengambilnya saat ia diamanahi, maka
hal ini disebut khianat.
0 komentar:
Posting Komentar