بسم الله الرحمن الرحيم
Bimbingan Haji dan
Umrah (Bag. 1)
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Ini
merupakan risalah singkat tentang haji dan Umrah, kami susun untuk memudahkan
saudara-saudara kami yang hendak menjalankan ibadah haji dan umrah. Dalam
risalah ini kami tidak mencantumkan dalil-dalilnya agar tidak terlalu panjang.
Ikhwatii
fillah, haji merupakan salah satu rukun Islam,
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
“Islam
dibangun di atas lima
(dasar): bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
berpuasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah bagi orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana.”
(Muttafaq ‘alaih)
Dengan
demikian, haji hukumnya wajib dalam sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang
mampu.
Mampu
di sini adalah dengan sehat badannya, memiliki biaya untuk mengadakan
perjalanan ke Mekah, memiliki bekal yang cukup untuk pergi dan pulangnya di
samping telah meninggalkan nafkah untuk orang yang ditanggungnya. Sedangkan
untuk wanita ditambah lagi syaratnya, yaitu dengan menyertakan mahram.
Seorang
muslim diberikan pilihan untuk melakukan ibadah haji, baik dengan Ifrad, Qiran
atau Tamattu’.
Ifrad
artinya berihram[i]
untuk haji saja tanpa umrah. Qiran artinya berihram untuk umrah dan haji
bersamaan. Sedangkan tamattu’ artinya berihram untuk umrah di sela-sela
bulan-bulan haji (yaitu Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah), lalu bertahallul
dari umrah (menyelesaikan umrahnya), kemudian ia lanjutkan dengan haji pada
tahun itu juga.
Di
antara cara haji di atas, yang paling utama adalah haji Tamattu’, karena Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memerintahkan demikian kepada para sahabatnya.
Tata
cara haji tamattu’
1.
Umrah
Rukunnya:
ihram, thawaf, sa’i, dan halq/taqshir (cukur habis/memendekkan).
Apabila
seorang muslim telah sampai ke miqat (tempat memulai berihram)[ii]
maka dianjurkan untuk mandi dan mewangikan badannya[iii]
sebelum berihram sekaligus bersih-bersih (seperti memotong kukunya dan bulu
ketiaknya). Kemudian bagi laki-laki memakai kain ihram, yang terdiri dari kain
sarung dan selendang, dan dianjurkan pula mengenakan dua sandal.
Adapun
bagi wanita, maka ia boleh memakai pakaian yang ia kehendaki selama terpenuhi
syarat hijab, tidak ada bentuk tabarruj (bersolek) atau mirip dengan laki-laki,
dan tidak memakai minyak wangi. Ia (wanita) boleh memakai pakaian berwarna apa
saja. Namun perlu diingat, wanita tidak boleh memakai penutup muka (cadar),
namun boleh baginya menutupkan mukanya jika dilewati oleh laki-laki ajaanib (bukan
mahram) dengan selain cadar.
Selanjutnya seorang muslim berniat di hatinya
untuk masuk ke dalam ibadah umrah dan disyariatkan mengucapkan ”Labbaika
’umrah” atau ”Allahumma labbaika umrah”, dan ucapan ini lebih utama
diucapkan ketika ia telah berada di atas kendaraan, seperti mobil, dsb.
Catatan:
-
Perlu
diketahui, untuk ihram tidak ada shalat khusus dua rakaat, akan tetapi apabila
seorang muslim berihram setelah shalat fardhu, maka ini lebih utama karena Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan seperti itu.
-
Bagi seorang
muslim boleh mensyaratkan dalam ihramnya, jika ia khawatir di tengah ibadah
haji atau umrahnya ia tidak bisa melanjutkan karena ada penghalang, seperti
sakit, karena takut, atau lainnya. Yaitu dengan mengucapkan, ”In habasani
haabisun famahalli haitsu habastanii” (artinya: Ya Allah, jika ada yang
menghalangiku untuk melanjutkan ibadah ini, maka tahallulku adalah di tempat
Engkau tahan aku). Manfaat syarat ini adalah agar jika ada penghalang yang
menghalanginya untuk melanjutkan ibadahnya, maka ia bisa bertahallul tanpa
mengeluarkan fidyah.
Setelah seorang muslim berihram, maka dianjurkan baginya
memperbanyak talbiyah, yaitu ucapan:
لَبَّيْكَ اللّهُـمَّ
لَبَّيْكَ , لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ اْلحَـمْدَ وَالنِّعْـمَةَ لَكَ
وَاْلمـُلْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ
"Aku
penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu,
tidak ada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala pujian dan nikmat serta kerajaan adalah milik-Mu, tidak
ada sekutu bagi-Mu."
Bagi laki-laki mengucapkannya dengan jahar (keras),
sedangkan bagi wanita cukup mensir(pelan)kan saja.
Setelah sampai di Ka’bah, maka ia hentikan talbiyahnya
dan beridhthiba’[iv],
kemudian ia mengusap hajar aswad dengan tangan kanannya
dan menciumnya sambil mengucapkan ”Allahu akbar”. Jika tidak memungkinkan untuk
menciumnya karena berdesakan, maka ia usap hajar aswad dengan tangannya dan
mencium tangannya. Tetapi, jika tidak bisa juga, maka ia usap dengan benda yang
ada padanya seperti tongkat dan sejenisnya, lalu ia mencium tongkat itu. Dan
jika tidak memungkinkan juga mengusapnya, maka ia menghadap kepadanya dengan
badannya dan berisyarat dengan tangan kanannya tanpa mencium tangannya sambil
mengucapkan Allahu akbar.
Selanjutnya ia berthawaf di
Ka’bah tujuh kali putaran. Setiap putaran diawali dari hajar aswad dan diakhiri
dengannya, ia mengusapnya dan menciumnya sambil bertakbir setiap kali
melewatinya. Tetapi jika tidak memungkinkan, maka ia berisyarat kepadanya tanpa
menciumnya namun tetap bertakbir. Hal ini juga dilakukan di akhir putaran
ketujuh.
Adapun ketika melewati rukun
yamani, maka cukup mengusapnya dengan tangannya tanpa bertakbir. Jika tidak
memungkinkan karena berdesakan, maka tidak perlu berisyarat kepadanya dan tidak
perlu bertakbir, bahkan ia tetap melanjutkan terus thawafnya.
Dianjurkan ketika berada di antara
Rukun Yamani dan Hajar Aswad membaca doa:
رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى اْلاخِرَةِ حَسَنَةً وَ ِقنَا عَذَابَ النَّارِ
"Wahai
Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
jagalah kami dari siksa api Neraka."
Catatan:
-
Untuk thawaf tidak ada dzikr khusus, kalau sesorang membaca Al Qur’an atau
berdzikr yang ma’tsur (ada riwayatnya), maka tidak mengapa.
-
Disunahkan dalam thawaf, seseorang melakukan raml (jalan cepat dengan
langkah pendek) pada tiga putaran pertama.
- Menurut jumhur (mayoritas) ulama, bersuci adalah syarat sahnya
thawaf, namun yang lain di antaranya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berpendapat, bahwa bersuci ketika thawaf adalah sunah. Jika
wudhunya batal di tengah-tengah melakukan thawaf, maka hendaknya ia keluar dan
berwudhu, lalu mengulangi thawaf dari awal, ini
adalah madzhab Maliki dan Hanbali. Namun menurut madzhab Syafi’i, bahwa ketika
ia berhadats saat thawaf, maka ia keluar dari thawaf itu untuk berwudhu lalu
melanjutkan thawafnya (tanpa mengulangi dari awal). Tetapi mereka (ulama
madzhab Syafi’i) berbeda pendapat, apakah memulai thawafnya dari tempat mulai
thawaf atau dari tempat dimana ia
putuskan thawafnya? Menurut Syaikh Khalid Al Mushlih, bahwa pendapat yang lebih
dekat (kepada kebenaran) adalah apabila ia keluar untuk bersuci, maka ia mulai
dari tempat ia putuskan thawafnya kecuali jika jedanya lama karena keinginannya,
maka ia mulai dari tempat mulai thawaf, wallahu a’lam.
-
Jika di tengah-tengah melakukan thawaf didirikan shalat jamaah, maka
shalatlah bersama mereka lalu sempurnakanlah thawafnya dari tempat di mana ia
berhenti. Jangan
lupa menutupi kedua pundak kamu ketika hendak salat, sebab menutupi keduanya
dalam shalat adalah wajib.
-
Jika seorang muslim ragu-ragu tentang jumlah thawafnya, maka ia mendasari atas
hal yang ia yakin, yakni ia kuatkan jumlah yang sedikit, sehingga jika ia
ragu-ragu apakah sudah tiga kali putaran atau empat, maka ia anggap baru tiga
untuk kehati-hatian.
Setelah ia menyelesaikan
thawafnya, maka ia pergi menuju Maqam (batu tempat berdiri) Ibrahim sambil
membaca firman Allah Ta’ala, ”Wat takhidzuu mim maqaami Ibraahiima mushalla,”
kemudian ia shalat di belakangnya dua rakaat dengan membaca surah Al Kafirun
dan surah Al Ikhlas, dan tidak dalam keadaan beridhthiba’, bahkan ia tutup
pundaknya.
Jika tidak memungkinkan shalat di
belakang maqam Ibrahim karena sesak, maka ia boleh shalat di bagian mana saja
di masjidil haram.
Selanjutnya, dianjurkan baginya
meminum air Zamzam, lalu pergi menuju Hajar Aswad untuk mengusapnya dengan
tangan kanannya. Jika tidak memungkinkan melakukan hal itu, maka tidak mengapa.
Setelah itu, ia pergi menuju
Shafa dan dianjurkan baginya membaca ayat berikut ketika telah dekat dengan
bukit Shafa:
¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |Møt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# xsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& §q©Üt $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #Zöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOÎ=tã ÇÊÎÑÈ
Artinya: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah
sebagian dari syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah
atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan
suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri kebaikan lagi Maha
Mengetahui." (Al-Baqarah: 158).
Kemudian ia mengucapkan, ”Nabda’u
bimaa bada’allahu bih” (artinya: Kami memulai dengan apa yang Allah mulai
dengannya).
Selanjutnya,
dianjurkan baginya naik ke Shafa lalu menghadap ke kiblat dan mengangkat kedua
tangannya dan mengucapkan dengan jahar (keras) kalimat berikut:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ
وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَحْدَهُ اَنْجَزَ وَعْدَهُ وَ نَصَرَ عَبْدَهُ وَ هَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ
Artinya: Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Allah Mahabesar. Tidak
ada tuhan yang berhak disembah selain Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Milik-Nya kerajaan dan milik-Nya pujian. Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah saja. Dia telah melaksanakan
janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan pasukan bersekutu sendiri
saja."
Ia ulangi dzikir tersebut sebanyak tiga kali dan berdoa pada setiap
selesai membacanya dengan doa-doa yang ia kehendaki, namun untuk yang ketiga,
setelahnya tidak perlu berdoa.
Kemudian ia turun dan berjalan menuju Marwah, dan disunatkan
baginya mempercepat jalannya ketika berada di antara dua tanda hijau. Jika ia
telah sampai di Marwah, maka dianjurkan naik ke atasnya dan menghadap ke
Ka'bah, kemudian melakukan sebagaimana yang ia lakukan di Shafa. Demikianlah
yang ia lakukan pada putaran berikutnya. Pergi (dari Shafa ke Marwah) dihitung
satu kali putaran dan kembali (dari Marwah ke Shafa) juga dihitung satu kali
putaran sehingga sempurna menjadi tujuh kali putaran. Oleh karena itu, putaran
sa'i yang ketujuh berakhir di Marwah. Tidak ada dzikir (doa) khusus untuk sa'i,
akan tetapi disyariatkan berdzikir dan berdoa, atau membaca Al-Qur'an.
Catatan:
- Dianjurkan
bagi seorang muslim dalam keadaan suci ketika bersa’i.
-
Jika shalat berjamaah ditegakkan sedangkan ia dalam keadaan bersa’i, maka
ia shalat berjamaah dahulu setelah itu melanjutkan sa’inya.
Setelah selesai sa’i, maka ia
cukur rambutnya atau hanya memendekkan, namun dalam keadaan ini memendekan
lebih utama agar nanti ia mencukurnya ketika melaksanakan ibadah haji.
Perlu diperhatikan, bahwa dalam
memendekkan rambut hendaknya merata, tidak hanya bagian tertentu saja. Adapun bagi wanita, maka
hendaknya ia mengumpulkan rambutnya dan mengambil darinya kira-kira seukuran
kuku.
Selesai mencukup atau memendekkan, maka selesailah pekerjaan
umrah, sehingga seorang muslim telah selesai dari ihramnya hingga tiba saat ia
berihram haji, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah.
Bersambung…
Marwan bin Musa
[i] Ihram artinya memulai masuk ke dalam
ibadah haji atau umrah.
[ii] Tempat memulai ihram itu adalah:
q
Dzulhulaifah (sekarang bernama Abyaar ‘Ali), jauhnya dari Mekah kira-kira
428 km.
q
Juhfah, namun ia sudah sudah runtuh, sehingga orang-orang
berihram dari Raabigh (kampung yang dekat dengan Juhfah yang jauhnya dari Mekah
kira-kira 186 km).
q Yalamlam (jauhnya dari Mekah kira-kira 120 km), dan orang-orang
saat ini berihram dari desa As Sa’diyyah.
q Qarnul Manaazil (sekarang bernama As Sailul Kabiir), jauhnya dari
Mekah kira-kira 75 km.
q Dzaatu’irq,
dinamakan juga Adh Dhariibah. Sekarang miqat ini sudah ditinggalkan orang,
tidak ada yang lewat dari sini.
Catatan:
- Jika jalur yang dilaluinya tidak ada miqat, maka ia berihram
ketika sejajar dengan miqat yang terdekat.
- Bagi penduduk yang tinggal di antara Makkah dan miqat-miqat
tersebut, maka miqat mereka adalah dari rumahnya.
[iii] Agar
lebih mudah, hendaknya bagi orang yang menuju Makkah naik pesawat yang ingin
hajji atau umrah bersiap-siap untuk itu dengan mandi dsb. sebelum naik pesawat.
Apabila sudah sejajar dengan miiqat ia pakai pakaian ihram kemudian mengucapkan
“Labbaikallahumma ‘umrah” atau “Labbaikallahumma hajjataw wa ‘umrah”, dan jika
ia memakai pakaian ihramnya sebelum naik pesawat atau sebelum sejajar dengan
miiqat makaniy, maka tidak apa-apa, tetapi niat untuk naik hajji atau umrah
serta mengucapkan “Labbaikallahumma ‘umrah” atau “Labbaikallahumma hajjataw wa
‘umrah” hanya dilakukan jika bertepatan/sejajar dengan miiqat.
[iv] Idhthiba’
artinya meletakkan pertengahan kain selendang di
bawah pundak kanan, dan kedua ujungnya di atas pundak kiri.
0 komentar:
Posting Komentar