بسم الله الرحمن الرحيم
Adab Qadhaa'il haajah (Buang Air)
Ada seseorang yang berkata kepada Salman radhiyallahu 'anhu:
"Apakah Nabi kalian shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan segala
sesuatu sampai masalah buang air?" Ia menjawab:
أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ
أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ
بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ
بِعَظْمٍ .
"Ya, Beliau melarang
kami buang air besar atau buang air kecil menghadap kiblat, beristinja' dengan
tangan kanan, beristinja' dengan batu yang kurang dari tiga buah dan
beristinja' dengan kotoran binatang[i] atau tulang." (HR.
Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan lengkapnya agama Islam, di mana agama ini saking
lengkapnya sampai mengatur masalah buang air. Berikut ini contoh aturan (adab) Islam
yang perlu diperhatikan ketika seseorang buang air:
1. Tidak membawa sesuatu yang terdapat nama Allah
ke dalam wc, kecuali jika khawatir hilang. Hal ini berdasarkan hadits Anas radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin yang bertuliskan
Muhammad Rasulullah, ketika Beliau masuk jamban, Beliau menaruhnya." (HR. Empat
orang, Al Haafizh berkata, "Sesungguhnya hadits tersebut ma'lul (bercacat),
sedangkan Abu Dawud berkata: "Sesungguhnya hadits tersebut munkar, namun
bagian pertama berasal dari hadits yang shahih")
Bagian pertama yang berasal dari hadits yang shahih adalah
kata-kata "Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai cincin yang
bertuliskan Muhammad Rasulullah" selebihnya adalah dha'if. Namun
demikian, dalil-dalil yang lain menunjukkan bahwa seorang muslim hendaknya
memuliakan nama Allah Ta'ala, oleh karena itu tidak sepantasnya ia memasukkan
sesuatu yang terdapat nama Allah Ta'ala ke dalam wc.
2. Menjauh dan bersembunyi dari orang lain ketika
buang air besar, agar tidak terdengar suara atau tercium baunya. Hal ini
berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu 'anhu:
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَكَانَ لَا يَأْتِي الْبَرَازَ حَتَّى يَغِيْبَ فَلاَ يُرَى
"Kami pernah keluar
bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam safar, Beliau biasanya tidak
buang air besar kecuali dengan menghilang, sehingga tidak terlihat." (Shahih,
HR. Ibnu Majah)
3. Mengucapkan doa ketika hendak masuk wc, atau saat
mengangkat baju ketika buang air besar di tanah lapang yang sepi. Doanya adalah
sbb:
بِسْمِ اللهِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ
مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
"Dengan nama Allah. Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan."
Dalil doa di atas adalah kedua hadits berikut:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
سِتْرُ مَا بَيْنَ الْجِنِّ وَعَوْرَاتِ بَنِي اَدَمَ إِذَا
دَخَلَ اَحَدُهُمُ الْخَلاَءَ أَنْ يَقُوْلَ بِسْمِ اللهِ
"Tirai penutup antara
jin dengan aurat Bani Adam ketika salah seorang di antara mereka masuk jamban
adalah mengucapkan "Bismillah." (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi,
dan inilah lafaznya, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ
وَالْخَبَائِثِ
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam apabila masuk ke jamban, Beliau mengucapkan, "Ya Allah,
sesungguhnya saya berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan perempuan."
(HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa'i)
4. Dianjurkan untuk tidak mengangkat bajunya ketika
buang air besar, kecuali setelah dekat dengan tanah untuk menjaga auratnya agar
tidak terlihat. Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ
لاَيَرْفَعُ ثَوْبَهُ حَتَّى يَدْنُوَ مِنَ اْلأَرْضِ
"Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam apabila hendak buang air besar, Beliau tidak mengangkat
bajunya kecuali setelah dekat dengan tanah." (Shahih, diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan Tirmidzi)
5. Menahan diri untuk tidak berbicara secara
mutlak, baik dzikr maupun kata-kata lainnya. Oleh karena itu, ia tidak menjawab
salam dan menjawab muazin, kecuali jika memang harus berbicara seperti
mengarahkan orang yang buta yang dikhawatirkan akan jatuh. Jika ia bersin
ketika buang air, maka hendaknya ia mengucap hamdalah dalam hatinya tanpa
menggerakkan lisannya. Hal di atas berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma:
أَنَّ رَجُلاً مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُوْلُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ
"Bahwa ada seseorang
yang melewati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Beliau sedang buang air
kecil, orang itu mengucapkan salam kepadanya, namun Beliau tidak
menjawabnya." (HR. Jama'ah selain Bukhari)
Para ulama sepakat bahwa larangan berbicara ketika buang air adalah
larangan makruh.
6. Menghormati kiblat. Oleh karena itu, ia tidak
menghadap ke arahnya dan tidak membelakanginya. Hal ini berdasarkan hadits Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا جَلَسَ أَحَدُكُمْ لِحَاجَتِهِ فَلاَ يَسْتَقْبَلِ
الْقِبْلَةَ وَلاَ يَسْتَدْبِرْهَا
"Apabila salah seorang
di antara kamu duduk buang air, maka janganlah ia menghadap kiblat dan jangan
membelakanginya." (HR. Ahmad dan Muslim)
Larangan ini adalah makruh, karena ada hadits Ibnu Umar radhiyallahu
'anhuma ia berkata: "Suatu hari, aku pernah memanjat rumah Hafshah. Aku
melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang buang air menghadap ke Syam,
membelakangi Ka'bah." (HR. Jama'ah)
Namun ada yang menjama' (menggabung) kedua hadits di atas bahwa
menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air tetap haram (tidak makruh),
kecuali jika tertutup bangunan. Wallahu a'lam.
Marwan Al Ashfar berkata, "Aku pernah melihat Ibnu Umar
mendudukkan untanya menghadap kiblat, ia buang air menghadap ke arahnya",
maka aku berkata: "Wahai Abu Abdirrahman, bukankah hal itu dilarang?"
Ia menjawab: "Ya, tetapi hal itu dilarang jika di tempat terbuka. Jika
antara dirimu dengan kiblat ada sesuatu yang menutupimu, maka tidak mengapa."
(HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Hakim dan isnadnya hasan sebagaimana dalam Al
Fat-h)
7. Menjauhi tempat orang-orang berteduh, jalan yang
biasa mereka lalui dan tempat mereka duduk berbincang-bincang. Hal ini
berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
اِتَّقُوا اللاَّعِنَيْنِ قَالُوْا : وَمَا
اللاَّعِنَانِ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : اَلَّذِيْ يَتَخَلَّى فِي طَرِيْقِ
النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
"Hindarilah oleh
kalian dua hal yang dapat mendatangkan laknat!" para sahabat bertanya,
"Apa dua hal yang dapat mendatangkan laknat?" Beliau menjawab:
"Yaitu yang buang air di jalan yang biasa dilalui manusia atau di tempat
mereka berteduh." (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
8. Makruh buang air kecil di tempat mandinya. Hal
ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَبُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ فِي مُسْتَحَمِّهِ
ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فِيْهِ ، فَإِنَّ عَامَّةَ الْوَسْوَاسِ مِنْهُ
"Janganlah salah
seorang di antara kamu buang air di tempat mandinya, lalu ia berwudhu' di situ,
karena umumnya timbul was-was dari sana."
(HR. Lima orang, akan tetapi lafaz "lalu ia berwudhu' di situ" adalah
milik Ahmad dan Abu Dawud saja)
Larangan dalam hadits ini adalah makruh, karena
disebutkan ‘illat (sebab) mengapa dilarang. Ada yang mengatakan, “Jika di tempat mandi
itu ada lubang tempat berlalu air sehingga air kencingnya hilang maka tidak
makruh”.
9. Tidak buang air di air yang diam (tidak
mengalir). Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu 'anhu berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ
"Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam melarang buang air kecil di air yang diam." (HR. Ahmad,
Muslim, Nasa'i dan Ibnu Majah)
10.
Sebaiknya tidak buang air kecil sambil berdiri. Hal ini agar air
kencingnya tidak bercipratan ke mana-mana, namun jika aman dari bercipratan,
maka tidak mengapa. Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَالَ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوْهُ ، مَا كَانَ يَبُوْلُ
إِلَّا جَالِسًا
"Siapa saja yang
menceritakan kepada kalian bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam buang
air kecil sambil berdiri, maka janganlah dibenarkan. Beliau tidak buang air
kecil kecuali dalam keadaan duduk." (HR. Limar orang selain Abu Dawud)
Perkataan Aisyah di atas didasari atas pengetahuannya, sehingga
tidaklah bertentangan dengan apa yang disampaikan Hudzaifah radhiyallahu 'anhu
berikut:
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendatangi
tempat pembuangan sampah, lalu Beliau kencing sambil berdiri, maka aku pun
menjauh. Beliau bersabda: "Mendekatlah", maka aku mendekat sehingga
berdiri di dekat tumitnya, Beliau pun berwudhu' dan mengusap kedua
khuffnya." (HR. Jama'ah)
Imam Nawawi berkata, "Buang air kecil sambil duduk lebih
aku sukai, namun berdiri boleh, semuanya ada riwayatnya dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam."
11.
Ia wajib menghilangkan najis yang menimpa qubul maupun dubur, baik
dengan batu atau yang semakna dengannya (yakni benda yang keras, suci dan dapat
menghilangkan najis, namun tidak memiliki kemuliaan) atau ia hilangkan dengan
air saja. Boleh juga ia gunakan batu dengan air secara bersamaan.
Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا ذَهَبَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ فَلْيَسْتَطِبْ
بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَإِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ
"Apabila salah seorang
di antara kamu pergi ke wc, maka hendaknya ia beristinja' dengan tiga buah
batu, karena hal itu dapat mencukupi." (HR. Ahmad, Nasa'i, Abu Dawud dan Daruquthni)
Anas radhiyallahu 'anhu pernah berkata: "Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah masuk jamban, maka saya bersama anak sepantar saya
membawakan seember kecil air dan tongkat, lalu Beliau beristinja' dengan
air." (Muttafaq 'alaih)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma meriwayatkan sbb:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَرَّ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ : ( إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي
كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْاَخَرُ
فَكَانَ يَمْشِيْ بِالنَّمِِيْمَةِ
"Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam pernah melewati dua kubur, dan bersabda, "Sesungguhnya
keduanya sedang disiksa. Keduanya tidaklah disiksa kecuali karena anggapannya
bukan dosa besar, (padahal dosa besar). Yang satu karena ia tidak menjaga diri
dari buang air kecilnya, sedangkan yang satunya lagi karena ia pergi untuk
mengadu domba." (HR. Jama'ah)
12.
Tidak beristinja' dengan tangan kanan. Dalilnya adalah hadits
Salman yang sudah disebutkan di awal pembahasan ini. Demikian juga berdasarkan
hadits Hafshah berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَجْعَلُ يَمِيْنَهُ لِاَكْلِهِ وَشُرْبِهِ وَثِيَابِهِ وَأَخْذِهِ وَعَطَائِهِ
، وَشِمَالَهِ لِمَا سِوَى ذَلِكَ
"Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum, mengambil dan
memberi, sedangkan tangan kirinya untuk selain itu." (HR. Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Hakim dan Baihaqi)
13.
Menggosok tangannya setelah beristinja' ke tanah atau mencucinya
dengan sabun dsb. agar hilang bau yang masih tersisa di tangannya. Hal ini
berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا أَتَى الْخَلاَءَ أَتَيْتُهُ بِمَاءٍ فِي تَوْرٍ أَوْ رَكْوَةٍ فَاسْتَنْجَى
ثُمَّ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى الْاَرْضِ
"Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam apabila mendatangi jamban, maka aku membawakan air dalam
bejana dari tembaga atau kulit, lalu Beliau beristinja', setelah itu mengusap
tangannya ke tanah." (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Baihaqi dan Ibnu Majah)
14.
Mencuci farjinya dan membasahi celananya setelah buang air kecil
untuk menghilangkan was-was, sehingga jika dilihat celananya basah, ia
berpendapat bahwa basah tersebut merupakan bekas siraman air, bukan bekas air
kencing. Hal ini berdasarkan hadits Al Hakam bin Sufyan atau Sufyan bin Al
Hakam radhiyallahu 'anhu ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِذَا بَالَ تَوَضَّأَ وَيَنْتَضِحُ
"Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam apabila buang air kecil, berwudhu' dan menyiramkan."
Dalam sebuah riwayat disebutkan, "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam buang air kecil, lalu menyiram farjinya", adapun Ibnu Umar, ia
menyiram farjinya hingga basah celananya."
15.
Hendaknya ia dahulukan kaki kirinya ketika masuk, dan mendahulukan
kaki kanannya ketika keluar, lalu mengucapkan "Ghufraanak" (artinya: Ampunanmu,
ya Allah, (aku minta))
'Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ إِذَا خَرَجَ مِنَ الْخَلاَءِ قَالَ : ( غُفْرَانَكَ )
"Bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam apabila keluar dari jamban, mengucapkan: "Ghufraanaka."
(HR. Lima orang selain Nasa'i)
Marwan bin Musa
Maraaji': Fiqhus Sunnah (Syaikh sayyid Saabiq), Al Wajiiz (Abdul 'Azhim
bin Badawi), Minhaajul Muslim (Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazaa'iriy) dll.
0 komentar:
Posting Komentar