بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqih Azan
"Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru) kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerahkan diri?"
(Terj. Fushshilat: 33)
Aisyah radhiyallahu
'anha berkata menafsirkan ayat, "orang yang menyeru (manusia) kepada
Allah ", "Ia adalah muazin. Ketika ia mengucapkan, "Hayya
'alash shalaah" maka ia sedang menyeru kepada Allah." Ibnu Umar
dan Ikrimah juga menafsirkan ayat tersebut dengan muazin, meskipun ayat
tersebut umum mengena pula kepada orang yang yang mengajak manusia kepada Allah
(da'i).
Ta'rif
(pengertian) azan
Azan secara
bahasa artinya memberitahukan sesuatu. Secara istilah, azan adalah
pemberitahuan tibanya waktu shalat dengan lafaz tertentu yang disyari'atkan.
Hukum
azan
Azan hukumnya
fardhu kifayah bagi laki-laki untuk shalat lima waktu; bukan bagi wanita. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Fa idzaa
hadharatish shalaatu fal yu'adzdzin lakum ahadukum…dst." (artinya: Jika
tiba waktu shalat, maka hendaknya salah seorang di antara kamu mengumandangkan
azan…dst.").
Keutamaan
azan
1. Sebagai orang yang paling panjang
lehernya pada hari kiamat (lih. Shahih Muslim no. 387).
Tentang
maksud "paling panjang lehernya" ada beberapa tafsiran, di antaranya:
(1) lehernya paling panjang di antara manusia yang lain (secara hakiki) namun
bukan sebagai cacat, (2) sebagai orang yang paling rindu mengharap rahmat
Allah, (3) sebagai orang yang mendapat banyak pahala, (4) Ketika manusia
dibanjiri oleh keringat mereka sampai ada yang tenggelam oleh keringatnya, maka
para muazin dipanjangkan lehernya sehingga tidak tenggelam, wallahu a'lam. (lihat
pula Syarah Shahih Muslim).
2. Mengusir setan. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila azan dikumandangkan, maka setan
akan kabur sampai buang angin agar tidak mendengar suara azan…dst."
(HR. Muslim)
3. Tidak ada sesuatu pun yang
mendengarkan suara azan, kecuali akan menjadi saksi untuknya. (lih. Shahih
Bukhari no. 609)
4. Akan diberi ampunan sejauh
terdengar suara azannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنََ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ، وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مُدَّ صَوْتِهِ، وَيُصَدِّقُهُ
مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رُطَبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ
"Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya bershalawat kepada shaf terdepan. Muazin akan diampuni
dosanya sejauh terdengar suaranya, akan dibenarkan oleh yang mendengarnya baik
sesuatu yang basah maupun yang kering, dan ia akan memperoleh pahala seperti
pahala orang yang shalat bersamanya." (HR. Ahmad dan Nasa'i, Shahih At
Targhib wat Tarhib 1/99)
5. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mendoakan ampunan untuknya.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مَؤْتَمَنٌ،
الَلَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِيْنَ
"Imam adalah
penjamin. Muazin adalah seorang yang diamanahi. Ya Allah, tunjukilah para imam
dan ampunilah para muazin." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah,
Shahihut Targhib 1/100)
6. Menghapuskan dosa dan memasukkan
ke surga.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, "Tuhanmu kagum kepada penggembala kambing yang
berada di atas bongkahan bukit. Ia menyerukan shalat dan melakukannya. Allah Azza
wa Jalla berfirman, "Lihatlah kepada hamba-Ku ini; ia melakukan azan
dan iqamat, ia takut kepada-Ku. Sungguh, Aku ampuni hamba-Ku dan Aku akan
memasukkannya ke surga." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i, lih. Ash Shahihah
no. 41)
Tatacara
azan
Tatacara azan ada beberapa cara:
1. Menyebutkan empat kali takbir yang pertama dan mennyebutkan dua
kali setelahnya, sehingga jumlahnya 15 kalimat, yaitu sbb:
Allahu akbar
4X
Asyhadu allaailaahaillAllah 2X
Asyhadu anna muhammadar rasuulullah
2X
Hayya ‘alash shalaah
2X
Hayya ‘alal falaah
2X
Allahu akbar
2X
Laailaahaillallah
1X
Tatacara seperti ini berdasarkan
hadits Abdullah bin Abdi Rabbih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata tentang hadits tersebut,
"Hasan shahih."
2. Menyebutkan empat kali takbir dan mentarji’ dua kalimat syahadat (mengulang
dua kalimat syahadat dengan suara keras setelah sebelumnya dengan suara rendah),
sehingga jumlahnya 19 kalimat. Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abu Mahdzurah,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan azan kepadanya dengan
jumlah 19 kalimat (HR. Lima ahli hadits, Tirmidzi berkata, "Hadits hasan
shahih.")
Contoh dengan tarji' adalah mengucapkan
“Asyhadu alllaailaahaillallah, asyhadu allaailaahaillallah, asyhadu anna
muhammadar rasuulullah, asyhadu anna muhammadar rasuulullah" dengan
suara rendah, kemudian diulangi lagi dengan suara keras.
3. Menyebutkan dua kali takbir dengan mentarji’ dua kalimat syahadat,
sehingga jumlahnya 17 kalimat. yaitu sbb:
Allahu akbar
2X
Asyhadu allaailaahaillAllah
2X
Asyhadu anna muhammadar rasuulullah 2X
Lalu dua kalimat syahadat di atas ditarji’.
Hayya ‘alash shalaah
2X
Hayya ‘alal falaah
2X
Allahu akbar
2X
LaailaahaillAllah
1X
Tatacara seperti ini berdasarkan hadits
Abu Mahdzurah yang diriwayatkan oleh Muslim.
Syarat
azan dan muazin
Syaikh
Dr. Sa'id Al Qahthani menyebutkan syarat azan sbb:
a. Lafaznya tertib (berurutan)
b. Tidak dipisah lama antara lafaz-lafaz azan.
c. Sudah masuk waktu shalat.
d. Dalam mengucapkan tidak sampai lahn (salah) yang merubah arti,
seperti memanjangkan kata "akbar" menjadi "akbaaar".
e. Mengeraskan suara, yakni tidak pelan yang hanya terdengar oleh
diri sendiri.
Sedangkan syarat muazin adalah
sbb:
a. Dilakukan oleh seorang; tidak dua orang.
b. Muslim
c. Mumayyiz (sudah mampu membedakan atau dapat memahami pembicaraan
orang lain dan menjawabnya), usianya 7 tahun ke atas.
d. Berakal
e. Laki-laki
Catatan: Namun jika wanita
melakukan azan di tengah-tengah kaum wanita, maka menurut pendapat yang rajih,
hal ini disyari'atkan. Inilah pendapat Imam Syafi'i, Ahmad, Ibnu Hazm dsb.
tentunya tanpa pengeras suara dan bukan di tempat tinggi (seperi di menara).
f. Adil; bukan orang fasik.
Adab bagi muazin
q Dianjurkan azan dalam keadaan suci dari hadats kecil dan besar,
karena azan merupakan dzikr..
q Hendaknya muazin melakukan azan karena mengharap wajah Allah, oleh
karena itu hendaknya ia tidak meminta upah.
q Hendaknya muazin berdiri dan menghadap kiblat, karena mu'azzin
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika azan selalu menghadap ke
kiblat.
q Hendaknya muazin ketika sampai pada kalimat “Hayya ‘alash
shalaah” menoleh ke arah kanan (tanpa memutarkan badannya) dan pada kalimat
“Hayya ‘alal falaah” menoleh ke arah kiri. Demikianlah yang dilakukan Bilal
muazin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
q Hendaknya muazzin memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga,
berdasarkan hadits Bilal juga.
q Disyari’atkan mencari mu'azzin yang suaranya bagus, sebagaimana Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam memilih Abu Mahdzurah sebagai muazin karena
suaranya yang bagus.
q Disyari'atkan atau disunnahkan pada saat hujan deras atau dingin
sekali, baik ketika safar maupun tidak, bagi mu'azzin mengumandangkan "Shaluu
fii buyuutikum" (Hr. Bukhari dan Muslim) atau "Shalluu fii
rihaalikum" (Hr. Bukhari) atau "Ash Shalaatu fir
rihaal" (artinya sama, yaitu: "Shalatlah
di rumah-rumah kamu.") (Hr. Bukhari) atau “Alaa Shallu fir Rihaal”
(Hr. Bukhari dan Muslim) sebagai ganti "Hayya 'alash shalaah". Berdasarkan
hadits Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan muazin
menyerukan "Shalluu fii rihaalikum" di malam yang dingin atau
malam yang sedang turun hujan ketika safar." (HR. Bukhari-Muslim)
Atau
mengucapkan “Man qa’ada falaa haraj” (artinya: Barang siapa yang tidak
hadir, maka tidak mengapa) Hr. Ibnu Abi Syaibah dan dishahihkan oleh Al Albani.
Letak ucapan “Alaa shaalluu fi Rihaalikum”
atau semisalnya ada tiga tempat:
a. Di dalam azan menggantikan hayya 'alash shalah dan hayya alal
falah. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari.
b. Setelah selesai azan. Imam Nawawi berkata, "Akan
tetapi, mengucapkannya setelah azan lebih baik, agar susunan azan seperti
biasanya…dst."
c. Di dalam azan setelah mengucakan hayya 'alal falaah (dengan
menyebut hayya 'alash shalah sebelumnya). Hal ini berdasarkan hadits seseorang
yang berasal dari daerah Tsaqif, bahwa ia mendengar muazin Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam di malam hari yang sedang turun hujan ketika safar
mengucapkan, "Hayya 'alsh shalaah, Hayya 'alal Falah, kemudian, "Shalluu
fii rihaalikum." (HR. Nasa'i)
Kekeliruan dalam azan
- Azan menggunakan radio atau kaset.
- Mengawali azan dengan
bacaan-bacaan tertentu, seperti bacaan "Innallaha wa malaa'ikatahu
yushalluuna 'alan nabi…dst." atau "Subhaanallah, wal
hamdulillah…dst."
- Mengawali azan dengan menabuh
bedug. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menolak memanggil
manusia untuk shalat dengan cara seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi yang
memakai terompet, orang Nasrani yang memakai lonceng dan orang Majusi yang
memakai api.
- Mengumandangkan azan secara duet.
- Melantunkan puji-pujian santara
azan dan iqamat. Hal ini sudah tentu mengganggu orang yang sedang shalat sunat,
padahal haram hukumnya mengganggu orang yang sedang shalat. Sungguh aneh,
ketika anak kecil dimarahi bersuara keras di masjid ketika ada yang sedang
shalat, namun orang yang melantunkan puji-pujian dibiarkan, fa innaa lilahi
wa innaa ilaihi raaji'uun.
Marwan bin Musa
Maraji’: Tafsir Al Qur'anil 'Azhiim (Ibnu
Katsir), Al Adzaan wal Iqamah (Dr. Sa'id Al Qahthani), Fiqhus Sunnah
(Sayyid Sabiq), Syarh Shahih Muslim (Imam Nawawi), Azan, keutamaan,
ketentuan dan 100 kesalahan (Abu Hazim Muhsin) dll.
0 komentar:
Posting Komentar