Kaedah Penting Asma'ul Husna (12)

بسم الله الرحمن الرحيم
Kaedah Penting Asma'ul Husna
 (bag. 12)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini pembahasan lanjutan tentang kaedah penting Asma'ul Husna, dan masih menyebutkan tanya-jawab. Semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman Allah Ta'ala:
óOs9urr& (#÷rttƒ $¯Rr& $uZø)n=yz Nßgs9 $£JÏiB ôMn=ÏJtã !$uZƒÏ÷ƒr& $VJ»yè÷Rr& ôMßgsù $ygs9 tbqä3Î=»tB ÇÐÊÈ  
"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka Yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?" (Terj. QS. Yaasiin: 71)
Apakah zhahirnya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan binatang ternak dengan Tangan-Nya sebagaimana diciptakan-Nya Adam dengan Tangan-Nya ataukah zhahirnya bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan binatang ternak sebagaimana menciptakan yang lainnya, tidak dengan Tangan-Nya. Akan tetapi, dihubungkannya perbuatan menciptakan itu dengan menggunakan kata "Tangan," padahal yang dimaksud adalah pelakunya sebagaimana hal itu sudah masyhur dalam bahasa Arab?
Jawab: pendapat pertama, yakni zhahirnya adalah bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala menciptakan binatang ternak dengan Tangan-Nya adalah tertolak. Pendapat tersebut bukanlah zhahirnya karena dua sisi:
Pertama,  zhahir seperti itu tidak ditunjukkan oleh bahasa Arab. Perhatikanlah ayat berikut:
!$tBur Nà6t7»|¹r& `ÏiB 7pt6ŠÅÁB $yJÎ6sù ôMt6|¡x. ö/ä3ƒÏ÷ƒr& (#qàÿ÷ètƒur `tã 9ŽÏWx. ÇÌÉÈ  
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Terj. QS. Asy Syuraa: 30)
tygsß ßŠ$|¡xÿø9$# Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur $yJÎ/ ôMt6|¡x. Ï÷ƒr& Ĩ$¨Z9$# Nßgs)ƒÉãÏ9 uÙ÷èt/ Ï%©!$# (#qè=ÏHxå öNßg¯=yès9 tbqãèÅ_ötƒ ÇÍÊÈ  
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (Ar Ruum: 41)
Maksud "tangan" pada ayat-ayat di atas adalah perbuatan yang dilakukan oleh mereka meskipun tidak dilakukan oleh tangannya, berbeda jika kata-katanya "Aku buat dengan Tanganku" sebagaimana pada ayat:
×@÷ƒuqsù tûïÏ%©#Ïj9 tbqç7çFõ3tƒ |=»tGÅ3ø9$# öNÍkÏ÷ƒr'Î/ §NèO tbqä9qà)tƒ #x»yd ô`ÏB ÏYÏã «!$# (#rçŽtIô±uŠÏ9 ¾ÏmÎ/ $YYyJrO WxŠÎ=s% ( ×@÷ƒuqsù Nßg©9 $£JÏiB ôMt6tGŸ2 öNÍgƒÏ÷ƒr& ×@÷ƒurur Nßg©9 $£JÏiB tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÐÒÈ  
"Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah," (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Terj. QS. Al Baqarah: 79)
Kedua, jika maksudnya Allah menciptakan binatang ternak itu dengan Tangan-Nya, tentu lafaznya, "Khalaqnaa lahum bi-aydiinaa an'aaman," seperti firman Allah tentang penciptaan Adam 'alaihis salam:
tA$s% ߧŠÎ=ö/Î*¯»tƒ $tB y7yèuZtB br& yàfó¡n@ $yJÏ9 àMø)n=yz £yuÎ/ ( |N÷Žy9õ3tGór& ÷Pr& |MZä. z`ÏB tû,Î!$yèø9$# ÇÐÎÈ  
Allah berfirman, "Wahai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". (Terj. QS. Shaad: 75)
Dengan demikian, zhahirnya yang benar adalah pendapat kedua, yakni Allah Ta'ala yang menciptakan binatang ternak sebagaimana Dia juga yang menciptakan makhluk lain-Nya, namun binatang ternak itu tidak diciptakan dengan Tangan-Nya. Akan tetapi, digunakan kata tangan adalah sama seperti digunakannya kata "tangan" yang maksudnya adalah perbuatannya, kecuali jika ditambahkan huruf ba' (menjadi "biyadayya"), maka maksudnya adalah tangan yang sesungguhnya.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman Allah Ta'ala:
¨bÎ) šúïÏ%©!$# y7tRqãè΃$t6ム$yJ¯RÎ) šcqãè΃$t7ム©!$# ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4
"Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka." (Terj. QS. Al Fath: 18)
Jawab: Ada dua kalimat pada ayat tersebut, yaitu:
Pertama, firman Allah Ta'ala:
¨bÎ) šúïÏ%©!$# y7tRqãè΃$t6ム$yJ¯RÎ) šcqãè΃$t7ム©!$#  
"Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah." (Terj. Al fath: 10)
Kaum salaf telah berpegang dengan zhahir dan hakikatnya, yakni para sahabat radhiyallahu 'anhum membai'at diri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan pada ayat:
* ôs)©9 š_ÅÌu ª!$# Ç`tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# øŒÎ) štRqãè΃$t7ム|MøtrB Íotyf¤±9$#
"Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon." (Terj. QS. Al Fath: 18)
Tidak mungkin ada seseorang yang memahami ayat, "Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah," maksudnya adalah membai'at Allah langsung, dan tidak mungkin ada yang mengatakan bahwa seperti itulah zhahir lafaznya karena bertentangan dengan awal ayat dan ayat ke-18 di atas serta kenyataan, di samping hal itu mustahil bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Orang yang membai'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dijadikan sebagai orang yang membai'at Allah, karena para sahabat yang membai'at Beliau untuk berjihad di jalan Allah, dan membai'at utusan-Nya untuk berjihad di jalan-Nya sama saja membai'at Allah yang mengutusnya sebagaimana orang yang taat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sama saja taat kepada Allah Ta'ala. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
`¨B ÆìÏÜムtAqߧ9$# ôs)sù tí$sÛr& ©!$# (
"Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah." (Terj. QS. An NIsaa': 80)
Di samping itu, dihubungkannya bai'at kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan bai'at kepada Allah Ta'ala merupakan penghormatan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, penguatan dari-Nya sekaligus menguatkan bai'at (janji setia) tersebut dan meninggikannya serta memuliakan orang-orang yang melakukan bai'at.
Kedua, ayat:
tƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4
"Tangan Allah di atas tangan mereka."
Ayat ini juga ditafsirkan sesuai zhahir dan hakikatnya, karena Tangan Allah Ta'ala di atas tangan orang-orang yang melakukan bai'at. Tangan-Nya merupakan bagian dari sifat-Nya, dan Allah Ta'ala sendiri zat-Nya di atas 'Arsy, sehingga memang betul Tangan Allah memang di atas tangan mereka. Ini adalah zhahir; lafaz dan hakikatnya, ia merupakan penguatan terhadap bai'at kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena mereka dianggap membai'at  Allah Azza wa Jalla, dan hal itu tidak mesti Tangan Allah Azza wa Jalla secara langsung membai'at tangan mereka. Perhatikanlah kata-kata "Langit di atas kita" padahal ada jarak yang jauh antara kita dengan langit. Oleh karena itu, Tangan Allah Azza wa Jalla di atas tangan orang-orang yang membai'at Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ketinggian Allah Ta'ala di atas makhluk-Nya. Di samping itu, tidak mungkin ada yang memahami Tangan Allah tersebut adalah tangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia juga bukan zhahir dari lafaz itu, karena Allah mengidhafatkan Tangan kepada Diri-Nya dan menyifatinya bahwa Ia berada di atas tangan mereka. Sedangkan tangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berbai'at dengan para sahabat tidak berada di atas mereka, bahkan tangannya berjabat langsung dengan mereka.
**********
Pertanyaan: Apa maksud firman Allah Ta'ala dalam hadits Qudsi berikut:
« إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى . قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ . قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِى . قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ . قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى . قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى » . 
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan berfirman pada hari kiamat, "Wahai anak Adam! Aku sakit, namun kamu tidak menjengukku." Ia (anak Adam) berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimana aku menjengukmu, sedangkan Engkau Rabbul 'alamin?" Allah berfirman, "Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba-Ku si fulan sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Kalau sekiranya kamu mau menjenguk, tentu kamu akan mendapati-Ku di dekatnya. Wahai anak Adam! aku meminta makan kepadamu, namun kamu tidak memberi-Ku makan." Ia berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu makan, padahal Engkau Rabbul 'alamin?" Allah berfirman, "Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba-Ku si fulan meminta makan kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya. Kalau sekiranya kamu mau memberi, tentu kamu akan mendapatkan yang demikian di sisi-Ku. Wahai anak Adam! aku meminta minum kepadamu, namun kamu tidak memberi-Ku minum." Ia berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum, padahal Engkau Rabbul 'alamin?" Allah berfirman, "Hamba-Ku si fulan telah meminta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya. Kalau sekiranya kamu mau memberinya, tentu kamu akan mendapatkan yang demikian itu di sisi-Ku." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Jawab: Kaum salaf tetap memegang hadits ini dan tidak mengalihkan dari zhahirnya dengan melakukan tahrif (pena'wilan) bermacam-macam sesuai hawa nafsu mereka, bahkan mereka menafsirkannya sesuai yang ditafsirkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam hadits di atas. Oleh karena itu, firman-Nya "Aku sakit", "Aku meminta makan" dan "Aku meminta minum" sudah dijelaskan maksudnya oleh Allah Ta'ala sendiri sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi di atas. Dengan demikian, maksud sakit di sana adalah salah seorang hamba-Nya yang sakit, maksud meminta makan di sana adalah salah seorang hamba-Nya yang meminta makan, dan maksud meminta minum di sana adalah salah seorang hamba-Nya yang meminta minum. Hal ini tidaklah mengalihkan dari zhahirnya, karena seperti itulah tafsirnya, di mana Allah Ta'ala sendiri yang langsung menafsirkan. Dihubungkan kepada Allah Ta'ala pada awalnya adalah untuk mentarghib (mendorong) dan menganjurkan[1], hal ini sama seperti firman Allah Ta'ala,
`¨B #sŒ Ï%©!$# ÞÚ̍ø)ム©!$# $·Êös% $YZ|¡ym
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah)?." (Terj. QS. Al Baqarah: 245)
Hadits di atas merupakan dalil yang kuat membantah Ahlut ta'wil yang mengalihkan nas-nas sifat dari zhahirnya tanpa dalil dari Al Qur'an dan As Sunnah, padahal jika sekiranya maksudnya adalah bukan zhahirnya tentu Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan rasul-Nya sudah menerangkannya, dan jika zhahirnya mustahil bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aala tentu Allah dan Rasul-Nya sudah menerangkannya seperti dalam hadits di atas. Oleh karena itu, kaedah yang sudah dikenal di kalangan Ahlus Sunnah wa Jama'ah adalah membiarkan ayat-ayat sifat dan hadits-haditsnya sesuai zhahirnya tanpa mentahrif (menakwil), menta'thil (meniadakan), mentakyif (menanyakan bagaimana atau menyebutkan hakikatnya adalah begini dan begitu) dan mentamtsil (menyerupakan dengan sifat makhluk). Wal hamdulillahi rabbil 'aalamin.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qawaa'idul Mutsla fi Asmaa'illahi wa shifaatihil 'Ula karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin (tahqiq Hani Al Haaj, cet. Maktabah Al 'Ilm, Cairo, th.1425 H).


[1] Kata-kata tersebut memiliki pengaruh yang dalam di hati, bahkan saya sendiri merasakan ketika menyimak hadits Qudsi ini.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger