بسم
الله الرحمن الرحيم
Hukum
Melakukan Sihir dan Mempelajarinya
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Pada kesempatan ini, kami menyajikan kepada
anda pembahasan tentang masalah sihir dan pandangan Islam terhadapnya. Semoga
Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamiin.
Ta'rif sihir
Sihir adalah sejumlah pekerjaan setan yang
dilakukan oleh pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul (mengadakan
perantara) kepada setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan pesihir dengan
ditambah dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah Subhaanahu wa
Ta'ala berfirman:
"Dan
dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul."
(Terj. QS. Al Falaq: 4)
Pelaku sihir apabila hendak melakukan
prakteknya, biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi
dengan meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan kepada para setan
sehingga sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin Allah Ta'ala.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak
memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin
Allah."
(Terj. QS. Al Baqarah: 102)
Maksud izin Allah di sini bukan berarti
Allah meridhai perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua; izin syar'i dan
izin kauni. Izin syar'i adalah izin yang diridhai Allah, sedangkan izin kauniy
(terkait dengan taqdir-Nya di alam semesta) yang tidak mesti diridhai Allah
Subhaanahu wa Ta'ala.
Beberapa bentuk sihir
Sihir mempunyai pengaruh pada hati dan
badan. Sihir bisa membuat orang sakit, membunuh seseorang, dan memisahkan
antara suami dengan istrinya. Sungguh buruk perbuatan ini, sehingga Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam dosa besar yang
membinasakan seseorang di dunia dan akhirat. Beliau shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
« اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ
:« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ
اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ،
وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
الْغَافِلاَتِ » .
"Jauhilah
tujuh dosa yang membinasakan!" Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau menjawab,
"Syirk kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah
untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta
anak yatim, melarikan diri dari peperangan dan menuduh berzina wanita yang suci
mukminah yang tidak tahu-menahu." (HR. Bukhari-Muslim)
Di antara sihir ada pula yang hanya berupa
tipuan, khayalan dan sulapan yang tampak oleh mata manusia padahal tidak ada
hakikatnya, seperti yang dilakukan para pesulap, dan seperti yang dilakukan
para pesihir Fir'aun. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
"Maka tiba-tiba tali-tali dan
tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat,
karena sihir mereka." (Terj. QS. Thaahaa: 66)
Hukum sihir
Pada umumnya sihir tidak dapat dilakukan
kecuali dengan mengerjakan perbuatan syirk, karena setan yang mengajarkan sihir
kepada manusia biasanya meminta orang yang belajar sihir atau mempraktekkannya
untuk melakukan perbuatan syirk, seperti berkurban untuk selain Allah
Subhaanahu wa Ta'aala atau beribadah kepada selain-Nya. Oleh karena itu, jumhur
(mayoritas) para ulama berpendapat bahwa sihir adalah sebuah kekafiran,
demikian pula mempelajarinya. Alasannya adalah firman Allah Ta'ala di surah Al
Baqarah ayat 102. Hal jika sihirnya mengandung syirk, seperti melalui
perantaraan setan, meminta bantuan kepadanya dan menggunakan bintang-bintang,
di mana di dalamnya pelakunya mendekatkan diri kepada setan dengan berkurban
untuk mereka atau beribadah kepada mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
اَلرُّقَى
وَالتَّمَائِمُ وَالتِّوَلَةُ شِرْكٌ
"Ruqyah
(jampi-jampi yang mengandung syirk)[i],
tamimah (jimat) dan pelet adalah syirk." (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad,
Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Ash Shahiihah 331)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman
had bagi pelaku sihir? Jika dalam sihirnya terdapat kesyirkkan, maka ia dibunuh
sebagai murtad. Jundab berkata: "Had bagi penyihir adalah dibunuh dengan
pedang." Bajaalah bin 'Abdah berkata, "Kami pernah menerima surat
Umar radhiyallahu 'anhu setahun sebelum wafatnya yang isinya, "Bunuhlah
setiap pesihir laki-laki maupun wanita."
Tetapi jika sihirnya tidak mengandung
kesyirkkan, maka di antara ulama ada yang berpendapat bahwa orang tersebut
dibunuh untuk mencegah bahaya yang diakibatkannya dan untuk menghindarkan
gangguannya terhadap kaum muslimin, tentunya dengan memperhatikan maslahat.
Ibnu Hubairah dalam kitabnya Al Isyraaf 'alaa madzaahibil asyraaf
berkata, "Apakah pelaku sihir dibunuh karena melakukan hal itu dan
menggunakannya?" Imam Malik dan Ahmad mengatakan "Ya.", Imam
Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan "Tidak.", namun jika sihir yang
dilakukannya mengakibatkan tewasnya seseorang, maka menurut Imam Malik, Syafi'i
dan Ahmad bahwa pelakunya dibunuh. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat,
tidak dibunuh sampai ia melakukan berulang kali atau mengakui tindakan
(kejahatannya) terhadap orang tertentu. Jika sudah dibunuh, maka menurut mereka
semua selain Imam Syafi'i adalah sebagai hukuman had, sedangkan Imam Syafi'i
berpendapat bahwa ia dibunuh karena sebagai qishas."
Kemudian, jika pesihirnya adalah seorang Ahli
Kitab, maka menurut Abu Hanifah bahwa ia dibunuh sebagaimana pesihir yang
muslim, namun Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia tidak dibunuh
karena ada kisah Lubaid bin Al A'sham yang melakukan sihir (tetapi tidak
dibunuh). Para ulama juga berselisih tentang wanita muslimah yang melakukan
sihir? Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita tersebut tidak dibunuh, akan tetapi
dipenjarakan. Sedangkan Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia
seperti laki-laki (dibunuh). Wallahu a'lam.
Catatan:
Penegakkan hudud adalah tugas imam kaum
muslimin atau orang yang
ditunjuk oleh imam untuk mewakilinya[1].
Apakah pelaku sihir diterima tobatnya?
Menurut pendapat yang shahih, jika pelaku
sihir bertobat, maka diterima tobatnya.
Cara mengatasi dan mengobati sihir
Cara mengatasi sihir terbagi dua:
Pertama, sebelum terjadi.
Kedua, setelah terjadi.
Tindakan yang perlu dilakukan seseorang sebelum sihir menimpanya
adalah:
1. Melaksanakan
kewajiban agama, meninggalkan larangan, dan bertobat dari segala maksiat.
2. Banyak
membaca Al Qur'an dan menjadikannya sebagai wirid harian.
3. Membentengi
diri dengan doa, ta'awwudz, dan dzikr-dzikr, baik dzikr mutlak maupun dzikr
muqayyad. Misalnya membaca dzikr setelah shalat, dzikr pagi-petang, dzikr
sebelum tidur, dzikr bangun tidur, dzikr masuk dan keluar rumah, dzikr naik
kendaraan, dzikr masuk masjid dan keluar darinya, dsb.
4. Memakan
tujuh buah kurma sebelum makan dan minum jika memungkinkan. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اصْطَبَحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ، لَمْ
يَضُرَّهُ ذَلِكَ اليَوْمَ سَمٌّ، وَلاَ سِحْرٌ
"Barang
siapa yang makan pada pagi hari dengan tujuh buah kurma 'Ajwah, maka racun
maupun sihir tidak akan membahayakannya (sampai malam)." (HR. Bukhari dan
Muslim)
Kurma 'Ajwah adalah kurma Madinah yang paling baik dan paling
lunak. Yang lebih utama adalah jika kurmanya dari daerah yang berada di antara
dua batu hitam di Madinah sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بَيْنَ لَابَتَيْهَا
حِينَ يُصْبِحُ، لَمْ يَضُرَّهُ سُمٌّ حَتَّى يُمْسِيَ
"Barang
siapa yang memakan tujuh buah kurma yang berada di antara dua batu hitam di
pagi harinya, maka racun tidak akan membahayakannya sampai sore hari."
Menurut Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, bahwa diharapkan hal itu
berlaku pula pada selain kurma Madinah secara mutlak.
Mengobati sihir ada dua macam:
1. Mengobati
dengan menggunakan sihir juga. Ini disebut Nusyrah, tentang hal ini Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Itu termasuk amal setan."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
2. Mengobati
sihir dengan doa-doa yang syar'i dan pengobatan yang mubah. Inilah yang
dibenarkan dan inilah yang wajib.
Demikian juga bisa dengan cara mencari tempat diletakkan sihir
dan mengeluarkan sihir itu dan membatalkannya dengan cara-cara yang mubah, dan
ini termasuk cara yang ampuh untuk menanggulangi sihir, insya Allah.
Adapun praktek mengobati sihir adalah sbb.:
a. Tumbuk
tujuh helai daun bidara yang berwarna hijau di antara kedua batu atau
semisalnya, lalu tuangkan air kepadanya seukuran yang cukup untuk mandi dan
membaca beberapa ayat ini, yaitu: ayat kursi (Al Baqarah: 255), Al A'raaf:
117-122, Yunus: 79-82, Thaahaa: 65-70, membaca surah Al Kafirun, Al Falaq, dan
An Naas.
Setelah beberapa ayat itu dibacakan di atas air, maka orang yang
terkena sihir meminum dari air itu sebanyak tiga kali, dan mandi dengan air
sisanya.
Dengan cara seperti ini, insya Allah sihir itu hilang, dan jika
diperlukan bisa dilakukan praktek ini dua atau tiga kali sampai sihir itu
hilang. Penyakit lainnya juga bisa dilakukan seperti ini, seperti penyakit
'ain, kesurupan, dan lain-lain.
b. Cara
lainnya adalah dengan membacakan surah Al Fatihah, Ayat Kursi, dua ayat
terakhir surah al Baqarah, dan membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas
tiga kali atau lebih sambil meniup dan mengusap bagian yang sakit dengan tangan
kanan. Atau dengan membacakan doa-doa perlindungan seperti yang disebutkan
dalam beberapa hadits, seperti doa:
أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ
أَنْ يَشْفِيَكَ
"Aku
meminta kepada Allah Tuhan pemilik 'Arsy agar Dia menyembuhkanmu." (7 x)
(HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
c. Termasuk
cara mengatasi sihir pula adalah dengan membekam bagian anggota tubuh karena bekas
sihir.
Wallahu a’lam, wa shallallahu 'ala Muhammad wa ‘alaa aalihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid
(Syaikh. Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), dan 3.45, Ad Du'aa wa yaliih Al 'Ilaaj bir ruqaa
minal kitab was sunnah (Dr. Sa'id Al Qathaniy) dll.
[1] Imam Thahawi meriwayatkan dari
Muslim bin Yasar bahwa ia berkata: Salah seorang sahabat berkata, “Zakat,
hudud, fai’, shalat Jum’at itu diserahkan pelaksanaannya kepada pemerintah.”,
Imam Thahawi berkata, “Kami tidak mengetahui adanya khilaf dari sahabat yang
lain."
[i] Al Khaththabiy
rahimahullah berkata, "Adapun jika jampi-jampi dengan Al Qur'an atau
nama-nama Allah, maka ia adalah mubah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam meruqyah Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma, dengan berkata:
أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ
التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
"Aku
melindungi kamu berdua dengan kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan,
burung hantu dan dari setiap mata yang membuat sakit (jasad)." (HR. Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar