Menghadapi fitnah akhir zaman

بسم الله الرحمن الرحيم

Menghadapi Fitnah Akhir Zaman


Akhir zaman merupakan waktu di mana fitnah datang silih berganti bagai potongan malam yang gelap. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنٌ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
“Sebelum datang kiamat ada beberapa fitnah seperti potongan malam yang gelap.” (HR. Hakim, Shahihul Jaami’ no. 2855)
Oleh karena fitnah yang datang begitu banyak, maka dibutuhkan pegangan agar seseorang tidak terbawa arus fitnah tersebut. Nah, dalam risalah yang singkat ini insya Allah akan diterangkan beberapa cara menghadapi fitnah yang datang.
Hikmah di balik adanya fitnah (cobaan)
Dengan adanya fitnah (cobaan), maka dapat diketahui orang-orang yang benar imannya dan orang-orang yang dusta. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan Allah pasti mengetahui orang-orang yang dusta. (terj. Al ‘Ankabut: 3)
Pembagian fitnah
Fitnah (cobaan) terbagi menjadi dua:
1.  Fitnah khusus
Fitnah khusus adalah fitnah, di mana masing-masing manusia akan diuji dengan keluarganya (isteri dan anak), hartanya (lih. Al Anfal: 28) dan tetangganya. Pada umumnya cobaan itu dapat melalaikan dan menjauhkan manusia dari beribadah kepada Allah dan melupakannya dari mencari bekal untuk akhirat. Terhadap fitnah ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Wahai orang-orang beriman! Janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (terj. Al Munafiqun: 9)
Fitnah ini disebut juga fitnah syahwat. Fitnah ini pernah menimpa Adam ‘alaihis salam ketika ia tergoda memakan buah yang dilarang Allah, akhirnya Beliau dikeluarkan dari surga, setelah itu Beliau bertobat dan Allah pun menerima tobatnya. Untuk menghadapi fitnah syahwat ini adalah dengan bersabar menjalankan ketaatan kepada Allah, bersabar menjauhi maksiat dan istiqamah di atas agamanya.
2.  Fitnah umum
Fitnah umum adalah fitnah yang berkaitan dengan agamanya, inilah fitnah syubhat. Fitnah ini pertama kali menimpa Iblis karena qias batil yang dijadikan hujjah untuk menolak perintah Allah untuk sujud menghormati Adam. Dalam Al Qur’an disebutkan:
Allah berfirman, "Apa yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Iblis menjawab, "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah". (terj. Al A’raaf: 12)
Fitnah syubhat ini bagi orang yang kurang dalam ilmunya terlihat seakan-akan baik, bagus dan benar, padahal di balik itu ada bahaya yang besar, dan bahaya tersebut umumnya hanya diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmu agamanya (ulama).
Fitnah ini juga muncul ketika Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu terbunuh. Setelah itu, kaum muslimin berpecah belah, mereka dikuasai oleh hawa nafsu, mengkafirkan satu sama lain, bahkan sampai terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah.
Untuk menghadapi fitnah syubhat ini adalah dengan yakin di atas kebenaran dan teguh tidak mudah berubah oleh situasi dan kondisi; berbekal ilmu syar’i.
Nah, untuk fitnah yang kedua inilah Insya Allah akan dibahas lebih rinci bagaimana cara menghadapinya. Berikut ini hal yang perlu disiapkan untuk menghadapi fitnah tersebut:
1.   Menjaga tauhid dan menjauhi syirk.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirk), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (terjemah Al An’aam: 82)
2.   Berpegang teguh dengan kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dengan pemahaman As Salafush Shaalih (generasi pertama Islam) dan bersatu di atasnya.
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ ، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِداَ عَلَيَّ الْحَوْضَ
“Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara; kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang kepada keduanya; kitab Allah dan Sunnahku, dan keduanya tidak akan berpisah sampai mendatangi telagaku.” (Syaikh Al Albani dalam Manzilatus Sunnah berkata: “Isnadnya hasan.”)
Tentang keharusan memahami keduanya (Al Qur’an dan As Sunnah) dengan pemahaman As Salafush Shaalih, Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ *
“Kalian akan melihat setelahku perselisihan yang dahsyat. Maka kalian harus berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan geraham serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap bid’ah adalah sesat.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Sabda Beliau “Sunnahku” adalah sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sabda Beliau “dan sunnah para khalifah yang lurus…”adalah sunnnahnya para sahabat, yakni manhaj/jalan yang mereka tempuh dalam memahami agama, atau istilah lainnya “pemahaman mereka (para sahabat)”.
Inilah solusi agar kita tetap di atas hidayah/petunjuk ketika terjadi banyak perselisihan seperti di zaman sekarang.
Adapun tentang keharusan bersatu di atasnya, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (terjemah Ali Imran: 103)
Terlebih di zaman sekarang, ketika musuh-musuh Islam saling bahu-membahu menjauhkan ummat Islam dari agamanya dan mengadakan kerusakan dengan berbagai sarana. Kondisi seperti ini menghendaki kita bersatu di atas kitabullah dan Sunnah Rasulullah dengan pemahaman salaful ummah  dan bahu membahu membendung gelombang itu. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (terjemah Al Anfal: 73)
Persatuan ini pun tetap memperhatikan saling nasehat-menasehati (yakni dengan beramr ma’ruf dan bernahi mungkar), tidak mendiamkan kemungkaran yang terjadi.
3.   Tetap beribadah dan beramal shalih.
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ
“Beribadah pada saat terjadi kekacauan (banyak fitnah) seperti berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim)
4.   Beritighfar dan bertobat serta banyak berdzikr.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan pun menampakkan indah apa yang selalu mereka kerjakan.” (terjemah Al An’aam: 43)
Ali radhiyallahu 'anhu berkata: “Tidaklah turun bala’ (musibah) kecuali karena dosa, dan bala’ itu tidak diangkat kecuali dengan bertobat.”
5.   Kembali mempelajari agama.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (terjemah At Taubah: 122)
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ
ٍSesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu dan tampaknya kebodohan (terhadap agama).” (HR. Bukhari dan Muslim)
6.   Mendekat kepada para ulama rabbani
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri).” (terjemah An Nisaa’: 83)
Makna “Ulil Amri” di sini adalah ulama dan umara’. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kami ketika timbul kekhawatiran, pikiran kami kacau dan bumi (yang luas) terasa sempit, kami mendatangi beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), kami perhatikan dan dengarkan kata-katanya sehingga hilanglah (syubhat) yang menimpa kami semuanya.”
7.   Tetap bersama jama’ah kaum muslimin dan imam mereka.
Hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah yang panjang ketika Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam menjelaskan akan muncul banyak fitnah, lalu Hudzaifah bertanya tentang bagaimana sikap yang harus dilakukannya. Maka Beliau bersabda:
تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Kamu tetap bersama jamaah kaum muslimin dan imam mereka.” Hudzaifah bertanya, “Jika mereka tidak memiliki jama’ah dan imam (bagaimana)?” Beliau menjawab: “Jauhilah semua firqah (golongan) itu, meskipun kamu harus menggigit akar pohon sampai maut menjemputmu dan kamu berada di atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
8.   Berlemah lembut dan tidak tergesa-gesa dalam sesuatu agar dapat menyikapi masalah dengan bijak (hikmah).
9.   Bersabar dan teguh di atas Sunnah
Berpegang dengan sunnah di zaman fitnah sungguh berat, ibarat memegang bara api. Oleh karena itu, seseorang butuh bersabar. Untuk memperoleh kesabaran di antara caranya adalah dengan mengkaji Al Qur’an dengan tafsirnya dan As Sunnah dengan syarahnya, memperhatikan akibat baik bagi orang-orang yang bersabar, mempelajari kisah-kisah para nabi dan para sahabat, menghadiri majlis-majlis ilmu, berkawan dengan orang-orang shalih, mengingat surga dan neraka, mengingat bahwa hidup di dunia hanya sementara, dsb.
10.            Ingat, masa depan di tangan Islam
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.” (terjemah An Nuur: 55)
Oleh karena itu, tetaplah mendalami Islam dengan benar, amalkanlah, dakwahkanlah dan bersabarlah dalam berdakwah. Jika kita sudah melakukannya, niscaya Allah akan memenangkan Islam sebagaimana Allah telah memenangkan Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dahulu.
11.            Berhati-hati terhadap nifak dan sarana yang mengarah kepadanya.
Al Hasan berkata, “Tidak ada yang takut terhadapnya (yakni terhadap nifak) kecuali orang mukmin dan tidak ada orang yang merasa aman darinya kecuali orang munafik.”
Di antara sarana (dalam bentuk amal) yang dapat mengarah kepada nifak adalah khianat dalam amanat, berdusta dalam bicara, ingkar janji, bertindak kasar ketika bertengkar, tidak mau mengerjakan shalat dengan berjama’ah, menunda-nunda hingga hampir habis waktuya, sangat berat melakukan shalat; terutama shalat Subuh dan 'Isya, malas beribadah dsb.
12.            Hati-hati jangan menyelisihi perintah Nabi shallalllahu 'alaihi wa sallam
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih.” (terj. An Nuur: 63)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni hendaknya orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul shallalllahu 'alaihi wa sallam batin maupun zhahir merasa khawatir dan takut “tertimpa fitnah” yakni di hati mereka berupa kekufuran, kemunafikan atau bid’ah.”
Termasuk penyimpangan di hati.
13.            Berlindung kepada Allah dari fitnah.
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
تَعَوَّذُوْا بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
"Berlindunglah kepada Allah dari fitnah; yang nampak maupun yang tersembunyi.” (HR. Muslim)
14.            Berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan hati.
Hati manusia semuanya berada di antara dua jari di antara jari-jari Allah, Dia mudah membalikkannya jika Dia menghendaki (HR. Ahmad dan Muslim). Oleh karena itu, Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam sering berdo’a dengan do’a berikut:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلىَ دِيْنِكَ
“Wahai Allah yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku ini di atas agamamu.” (HR. Tirmidzi dari Anas, lih. Shahihul Jami’ 7864)

Abu Yahya Marwan
Maraji’: ‘Isyruuna wasiilatan limuwaajahatil fitan (Salman bin Yahya), majalah Al Furqon (tulisan Ust. Aunur Rafiq Ghufran tentang “Kiat-kiat Insan beriman dalam menghadapi cobaan”), wasaa’iluts tsabat (Syaikh M. bin Shalih Al Munajjid).

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger