Renungan bagi musafir

بسم الله الرحمن الرحيم

Renungan bagi Musafir


Mungkin anda mengira bahwa musafir di sini adalah setiap orang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Tetapi, itu bukanlah yang dimaksud. Bahkan musafir di sini adalah setiap manusia yang tinggal di dunia. Mengapa kita sebut sebagai "musafir"? Hal itu, karena hidup manusia di dunia hanya sementara dan akan pergi meninggalkannya seperti halnya seorang musafir. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat Itulah negeri yang kekal." (Terj. Ghaafir: 39)
Namun sayang seribu sayang, kebanyakan orang tidak menyadari bahwa hidupnya di dunia hanya sementara. Padahal hal ini merupakan kebenaran yang tidak diragukan lagi dan kepastian yang tidak disangsikan lagi. Pernahkah anda melihat ada orang yang hidup kekal di dunia dan tidak mati? Kalau pun ia diberi usia yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap mati juga. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Terj. Az Zumar: 30)
Al Fudhail pernah berkata kepada seseorang: "Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?" ia menjawab: "Enam puluh tahun." Fudhail berkata: "Sudah enam puluh tahun anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai", orang itu berkata: "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun", Fudhail berkata: "Tahukah anda maksud ucapan "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun"? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu." Orang itu pun bertanya: "Lalu bagaimana jalan keluarnya?" Fudhail menjawab: "Mudah" orang itu bertanya, "Apa itu?" Fudhail menjawab, "Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya."nya raaji'uun"."
Jika demikian, sudahkah anda mempersiapkan amalan?

Pentingnya muhaasabah

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Terj. Al Hasyr: 18)
Saudaraku, pernahkah anda menyempatkan diri untuk berfikir sejenak tentang dirimu, apa saja ucapan yang anda lontarkan dan apa saja perbuatan yang anda lakukan? Pernahkah anda menyempatkan diri untuk memperhatikan amal perbuatanmu apakah yang anda lakukan merupakan amal shalih atau kemaksiatan? Jika maksiat, sudahkah anda menutupinya dengan tobat dan istighfar? dan sudahkah anda memperbaikinya dengan amal shalih?
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat." (Terj. Huud: 114)
Cobalah berfikir sejenak dan sempatkanlah untuk itu sebelum tiba hari di mana saat itu tidak berguna lagi penyesalan:
"Ya Tuhan Kami, keluarkanlah kami (dari neraka) niscaya Kami akan mengerjakan amal yang saleh berbeda dengan yang telah kami kerjakan". dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?" (Terj. Faathir: 37)
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata: "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang."

Keadaan orang-orang terdahulu dengan orang-orang sekarang

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka---Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,---Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),---Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka---Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya." (Terj. Al Mu'minuun: 57-61)
Aisyah radhiyallahu 'anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayat di atas, ujarnya: "Apakah orang tersebut adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khmar, namun dirinya takut kepada Allah Azza wa Jallla?" Beliau menjawab: "Tidak, wahai puteri Abu Bakar, puteri Ash Shiddiq. Akan tetapi, dia adalah orang yang melakukan shalat, berpuasa dan bersedekah sedangkan diri mereka takut kepada Allah Azza wa Jalla." (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Yakni mereka takut kalau seandainya ibadah mereka tidak diterima.
Seperti itulah keadaan kaum salaf yang terdahulu, mereka beribadah kepada Allah dengan rasa takut dan harap. Tidak seperti keadaan kta saat ini, hati kita takut tetapi masih tetap berbuat maksiat, hati kita berharap ingin masuk surga tetapi tidak mau beramal, sungguh jauh berbeda.
Ibnul Qayyim berkata, "Barang siapa yang memperhatikan para sahabat, dia akan mendapatkan mereka dalam keadaan banyak beramal dengan rasa takut yang tinggi. Adapun kita, kita menggabungnya dengan kurang beramal, bahkan kurang beramal dengan rasa aman."

Dengarkan kata hati yang paling dalam!

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا وَعَلَى جَنْبَتَيْ الصِّرَاطِ سُورَانِ فِيهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُورٌ مُرْخَاةٌ وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ يَقُولُ أَيُّهَا النَّاسُ ادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيعًا وَلَا تَتَفَرَّجُوا وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ جَوْفِ الصِّرَاطِ فَإِذَا أَرَادَ يَفْتَحُ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ قَالَ وَيْحَكَ لَا تَفْتَحْهُ فَإِنَّكَ إِنْ تَفْتَحْهُ تَلِجْهُ وَالصِّرَاطُ الْإِسْلَامُ وَالسُّورَانِ حُدُودُ اللَّهِ تَعَالَى وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالدَّاعِي فَوْقَ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللَّهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ
"Allah memberikan perumpamaan berupa jalan yang lurus. Kemudian di atas kedua sisi jalan itu terdapat dua dinding. Dan pada kedua dinding itu terdapat pintu-pintu yang terbuka lebar. Kemudian di atas setiap pintu terdapat tabir penutup yang halus. Dan di atas pintu jalan terdapat penyeru yang berkata, 'Wahai sekalian manusia, masuklah kalian semua ke dalam shirath dan janganlah kalian menoleh kesana kemari.' Sementara di bagian dalam dari Shirath juga terdapat penyeru yang selalu mengajak untuk menapaki Shirath, dan jika seseorang hendak membuka pintu-pintu yang berada di sampingnya, maka ia berkata, 'Celaka kamu, jangan sekali-kali kamu membukanya. Karena jika kamu membukanya maka kamu akan masuk kedalamnya.' Ash Shirath itu adalah Al Islam. Kedua dinding itu merupakan batasan-batasan Allah Ta'ala. Sementara pintu-pintu yang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Dan adapun penyeru di depan shirath itu adalah Kitabullah (Al Qur`an) 'Azza wa Jalla. Sedangkan penyeru dari atas shirath adalah penasihat Allah (naluri) yang terdapat pada setiap hati seorang mukmin." (HR. Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Khaalid bin Ma'daan radhiyallahu 'anhu berkata: "Tidak ada seorang hamba pun kecuali memiliki dua mata di wajahnya, di mana dengan keduanya dia memandang dunia. Ada lagi dua mata yang ada di hatinya, di mana dengan keduanya dia memandang akhirat. Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seorang hamba, maka Allah akan membuka dua mata yang ada di hatinya, ia pun melihat janji Allah yang masih ghaib, dan apabila Allah menghendaki selain itu, maka Allah akan membiarkan keadaannya", kemudian ia membaca ayat:
"Ataukah hati mereka terkunci?" (Terj. Muhammad: 24).”
Ya,
"Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?" (Terj. Muhammad: 24)

Pembagian muhaasabah

Muhaasabah terbagi dua; sebelum beramal dan setelah beramal.
Sebelum beramal maksudnya adalah ia diam sejenak memikirkan amalnya, apakah yang akan dikerjakannya amal baik atau amal buruk, ikhlas atau tidak dan sebagainya. Al Hasan berkata: "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang merenungi tindakan yang hendak dikerjakannya. Jika ikhlas karena Allah dia pun melanjutkan, jika tidak, maka ia mundur."
Sedangkan muhaasabah setelah beramal adalah dengan memperhatikan amal yang telah dikerjakan, apakah amalnya merupakan amal saleh atau sebuah kemaksiatan? Jika amal saleh, apakah ia ikhlas mengerjakannya atau tidak? dan apakah sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau tidak?

Beberapa sebab yang membantu seseorang untuk bermuhasabah

Di antara sebab yang membantu seseorang untuk memuhasabah dirinya adalah sbb:
-      Membaca kitab Allah dengan mentadabburi isinya. Seperti memikirkan kisah orang-orang terdahulu, lalu ia memperhatikan keadaan dirinya apakah sama seperti yang disebutkan atau tidak dsb.
-      Mengingat bahwa muhasabah yang dilakukan dapat memperingan hisab di akhirat.
-      Memperhatikan akibat dari tidak memuhasabah diri, amalnya akan tetap buruk hingga akhirnya ia akan menyesal.
-      Bergaul dengan orang-orang saleh.
-      Menziarahi kuburan dan memperhatikan keadaan mereka.
-      Menghadiri majlis ilmu.
-      Menjauhi tempat dan hal-hal yang melalaikan.
-      Berdoa kepada Allah Ta'ala agar dibantu memuhasabah dirinya.
-      Memandang kekurangan pada dirinya.
-      Memperhatikan manfaat muhaasabah.

Cara muhaasabah

Ibnul Qayyim menjelaskan cara memuhasabah diri yaitu sbb:
Pertama, melihat amalan fardhu, jika dilihatnya ada yang kurang, maka ia berusaha mengejarnya.
Kedua, melihat larangan, jika dilihatnya bahwa dirinya mengerjakan larangan, maka ia tutupi dengan tobat dan istighfar serta mengiringinya dengan amal saleh yang memang dapat menghapusnya.
Ketiga, melihat sikap lalai pada dirinya, maka disusul dengan dzikr dan mendekatkan diri kepada Allah.
Keempat, melihat tindakan yang dilakukan anggota badan, ucapan yang dilontarkan oleh lisan, langkah yang dilakukan oleh kaki, gerakan yang dilakukan oleh tangan, pandangan yang dilihat oleh mata dan pendengaran yang dilakukan oleh telinga untuk apa semua dilakukan? Karena siapa melakukannya dan bagaimana bentuk yang dilakukannya?

Pertanyaan sebagai muhasabah

Berikut beberapa pertanyaan untuk diri kita, apakah kita sudah melakukannya atau belum?
1.       Sudahkah anda mengerjakan shalat lima waktu berjama'ah?
2.       Sudahkah anda membaca Al Qur'an hari ini?
3.       Sudahkah anda membaca dzikr mutlak atau muqayyad (khusus) hari ini?
4.       Sudahkah anda mengerjakan shalat sunat rawatib?
5.       Sudahkah anda mengerjakan shalat secara khusyu'?
6.       Sudahkah anda berdoa kepada Allah agar dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka?
7.       Sudahkah anda beritighfar hari ini?
8.       Sudahkah anda berdoa kepada Allah agar diteguhkan hati di atas agama-Nya?
9.       Sudahkah anda berbakti kepada orang tua?
10.   Sudahkah anda membersihkan hati dari riya', sum'ah, sombong, dendam dan hasad?
11.   Sudahkah anda membersihkan lisan dari ghibah, namimah (adu domba) dan dusta?
12.   Sudahkah anda membersihkan makanan, minuman dan pakaian anda dari yang haram?
13.   Sudahkah anda memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya?
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَ شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
"Manfaatkanlah waktu yang lima sebelum datang waktu yang lima; hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempit, masa mudamu sebelum masa tua dan kayamu sebelum miskin." (Shahihul Jaami': 1077)
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ  :  عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ وَ عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَ فِيْمَ أَنْفَقَهُ وَ عَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ
"Tidaklah bergeser kaki seorang hamba (pada hari kiamat) sampai ditanya empat hal; tentang umurnya untuk apa ia habiskan? Tentang pengetahuannya, apa saja yang sudah diamalkan? Tentang hartanya, dari mana ia memperolehnya dan ke mana ia keluarkan? dan tentang badannya, dalam hal apa ia telah melelahkan?" (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 7300)

Jangan hilangkan pahala amal dengan kemaksiatan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ » . قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ . فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ » . 
"Tahukah kamu siapakah orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab: "Menurut kami, orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham dan harta benda." Beliau menjawab: "Sesungguhnya orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, puasa, zakat dan amal saleh lainnya, namun ia pernah memaki si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan, memukul badan si fulan. Lalu untuk membayar perlakukannya, dibayarlah dengan amal salehnya yang akan diberikan ke si fulan dan si fulan. Sehingga ketika amal salehnya habis padahal belum selesai pembayaran dari amal salehnya, maka dosa-dosa orang lain diambil dan diletakkan kepada dirinya sehingga ia pun dilempar ke neraka." (HR. Muslim)

Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger