بسم الله الرحمن الرحيم
Bagaimana
Menyambut
Hari
Raya Idul Adh-ha?
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di pagi hari ini,
kita berkumpul bersama merasakan kegembiraan karena dapat merayakan salah satu
di antara dua hari raya umat Islam dalam setahun, yaitu Idul Adh-ha.
Kegembiraan seperti ini adalah kegembiraan yang terpuji, yakni kegembiraan
karena dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, bukan
kegembiraan ketika berada di atas maksiat. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman:
Katakanlah,
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan." (Terj. QS. Yunus:
58)
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Idul
Fithri dan Idul Adh-ha adalah pengganti terhadap hari raya yang pernah
dirayakan oleh masyarakat jahiliyyah dahulu, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu
pernah berkata, “Dahulu masyarakat jahiliyyah memiliki dua hari dalam setiap tahunnya, di mana mereka
bersuka-ria di hari itu, maka ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang
ke Madinah, Beliau bersabda:
كَانَ لَكُمْ
يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا
مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى *
“Dahulu kamu memiliki dua hari
untuk bersuka-ria, dan Allah telah menggantikannya dengan yang lebih baik
darinya, yaitu Idul Fithri dan Idul Adh-ha.” (HR. Nasa’i, dan dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani)
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Hari Idul Adh-ha
ini adalah salah satu di antara sepuluh hari yang sangat dicintai Allah 'Azza
wa Jalla jika seorang hamba mengisinya dengan amal saleh. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيْهَا أَحَبُّ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ - يَعْنِي
أَيَّامَ الْعَشْرِ - قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ
اللهِ ؟ قَالَ "وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ
بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
“Tidak ada hari di mana amal saleh
pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini –yakni
sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)- para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, tidak juga jihad fii sabiilillah?” Beliau menjawab, “Tidak juga
jihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa-raga
dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.” (HR. Bukhari)
Hadits ini
menunjukkan bahwa hari-hari di dunia yang
paling utama adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, amal saleh yang
dikerjakan pada hari-hari itu dilipatgandakan pahalanya, dan bahwa Allah
mencintai amal saleh yang dikerjakan di hari-hari itu.
Di antara sepuluh
hari ini, hari yang paling utama adalah adalah hari haji akbar yaitu hari nahr
(10 Dzulhijjah) ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ
يَوْمُ الْقَرِّ * (ابوداود)
“Sesungguhnya hari yang paling
agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta’aala adalah hari nahar, lalu hari qar
(setelah hari nahar).” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Imam Hakim dan Syaikh
Al Albani)
Oleh
karena itu, setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyari’atkannya hari raya
ini. Hari raya ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan, maka janganlah
menjadikannya sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah menjadikannya
sebagai kesempatan bermaksiat dan bergelimang di atas maksiat, seperti: memainkan
musik, bermain judi, bermabuk-mabukkan dan sejenisnya yang dapat membuat amal
kebaikan yang dikerjakannya selama sepuluh hari terhapus.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di hari raya ini
kita disyariatkan melakukan shalat 'Ied dan berkurban.
Hukum
shalat 'Ied menurut pendapat yang rajih adalah fardhu 'ain karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa mengerjakannya, bahkan menyuruh para
sahabat untuk mendatanginya sampai-sampai
menyuruh semua wanita keluar baik yang gadis, yang dipingit maupun yang haidh,
hanyasaja bagi wanita yang haidh
diperintahkan menyingkir dari tempat shalat. Bahkan bagi wanita yang tidak
memiliki jilbab, hendaknya saudarinya memberikan jilbab kepadanya(sebagaimana
dalam hadits riwayat Bukhari). Di samping itu, shalat Jum’at sampai bisa
menjadi gugur jika bertepatan dengan hari raya dan diganti dengan shalat
Zhuhur.
Adapun hukum berkurban,
maka para ulama berbeda pendapat tentang
hukumnya, apakah wajib atau sunat? Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa
hukumnya wajib bagi yang mampu, berdasarkan hadits init:
مَنْ كَانَ لَهُ
سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barang siapa yang memiliki
kemampuan, namun tidak mau berkurban, maka janganlah sekali-kali mendekati
tempat shalat kami (lapangan shalat ‘Iid).” (Hadits hasan, lihat Shahih Ibnu
Majah 2532)
Sedangkan
ulama yang lain berpendapat bahwa hukumnya sunat mu’akkadah (sunat yang sangat
ditekankan) karena beralasan dengan hadits berikut:
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ
أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ » .
“Apabila kalian melihat hilal
(bulan sabit tanda tanggal satu) Dzulhijjah, sedangkan salah seorang di antara
kamu ingin berkurban, maka tahanlah (jangan dicabut) rambut dan kukunya.” (HR.
Muslim)
Kata-kata
“Salah seorang di antara kamu ingin berkurban” menunjukkan sunatnya.
Namun
sebaiknya, seorang muslim tidak meninggalkannya ketika ia mampu berkurban.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di hari ini, yakni
10 Dzulhijjah dan hari sebelumnya (hari 'Arafah) dan tiga hari setelahnya (hari
tasyriq) kita disyariatkan mengumandangkan takbir.
Lafaz
takbirnya dalam hal ini adalah waasi'
(bisa yang mana saja) di antaranya:
اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لَاِالهَ اِلَّا اللهُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
وَ ِللهِ اْلحَمْدُ
Artinya: “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar.
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Allah Mahabesar, Allah
Mahabesar, untuk-Nyalah segala puji.” (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih, dan tidak mengapa
ucapan takbirnya 3 kali sebagaimana diriwayatkan oleh Baihaqi
dari Yahya bin Sa'id dari Al Hakam yaitu Ibnu Farwah Abu Bakkaar dari 'Ikrimah
dari Ibnu Abbas bahwa takbirnya tiga kali dan sanadnya juga shahih).
Atau,
اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ اَللهُ اَكْبَرُ
وَاَجَلُّ اَللهُ اَكْبَرُ عَلىَ مَاهَدَانَا
Ini adalah takbir Ibnu Abbas yang diriwayatkan
oleh Baihaqi dengan sanad shahih juga.
Atau,
اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا
Ini
adalah takbir dari Salman Al Khair yang diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad
yang shahih.
Takbir ini dimulai dari Subuh hari ‘Arafah (9 Dzulhijjah) dan tetap
terus bertakbir hingga Ashar akhir hari tasyriq.
Imam Ahmad pernah
ditanya, “Berdasarkan hadits apa anda berpendapat bahwa takbir diucapkan
setelah shalat Subuh hari ‘Arafah sampai akhir hari tasyriq?” Ia menjawab,
“Berdasarkan ijma’; yaitu dari Umar, Ali, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud
radhiyallahu 'anhum.”
Dianjurkan suara
takbirnya dijahar(keras)kan, baik ketika di pasar, di rumah, di jalan-jalan dan
lainnya, namun bagi wanita cukup mensir(pelan)kan suaranya. Sunnahnya adalah
masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri (tidak dipimpin), dan hal ini
berlaku pada semua dzikr dan doa.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Hari
raya Idul Adh-ha lebih utama daripada Idul Fitri karena di hari Idul Adh-ha terdapat
shalat Ied dan berkurban. Di samping itu, pada hari Idul Adh-ha berkumpul dua
keutamaan; waktu dan tempat yang utama.
Di
hari raya terdapat beberapa perbuatan yang disyariatkan untuk dilakukan, yaitu:
1.
Keluar
menuju lapangan dengan pakaian yang indah dan berhias dengan yang mubah. Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakai burdah
berwarna merah pada hari raya.” (Silsilah Ash Shahiihah 1278)
Tentunya
berhiasnya adalah sesuai syariat, tidak dengan mencukur
janggut, memakai kain melewati mata kaki, tidak memakai cincin emas bagi
laki-laki, tidak juga dengan mencukur rambutnya dengan model qaza’ (mencukur
sebagian rambut dan meninggalkan bagian yang lain) ini adalah haram. Dan bagi
wanita dilarang bertabarruj (bersolek dan menampilkan keindahan tubuhnya)
ketika keluar dari rumah, juga tidak boleh memakai wewangian apalagi sampai
melepas jilbab, atau memakai pakaian yang tipis dan tembus pandang.
2.
Mengumandangkan
takbir.
3.
Dianjurkan
melewati jalan yang berbeda antara berangkat dengan pulangnya (sebagaimana dalam
hadits riwayat Bukhari).
4.
Dianjurkan
pada hari raya Idul Ad-ha tidak makan kecuali setelah shalat Ied (sebagaimana
dalam hadits riwayat Tirmidzi).
5.
Setelah
shalat 'Ied, ia berkurban, ia boleh memakan daripadanya, lalu menghadiahkan
kepada kerabat, tetangga dan menyedekahkannya kepada kaum fakir. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُوا وَادَّخِرُوا وَتَصَدَّقُوا
"Makanlah, simpanlah, dan
sedekahkanlah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di
akhir khutbah ini, khatib akan membacakan sebuah ayat:
Artinya:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,"
(Terj. QS. Ali Imran: 190)
Ya,
pada penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah, ilmu-Nya yang sempurna, hikmah-Nya yang dalam dan
rahmat-Nya yang luas. Silih bergantinya malam dan siang, lama dan cepatnya
waktu, panas, dingin dan sejuknya keadaan serta segala yang ada di dalamnya
mengandung maslahat yang besar bagi makhluk yang tinggal di bumi. Semua itu
merupakan nikmat Allah kepada mereka. Hanya orang-orang yang berakal sajalah
yang mampu mengerti hikmah di balik itu.
Allah
Ta'ala menjadikan malam dan siang sebagai kesempatan beramal, tahapan menuju
ajal, ketika tahapan yang satu lewat, maka akan diiringi oleh tahapan
selanjutnya. Siapa saja di antara mereka yang tidak sempat memperbanyak amal di
malam harinya, ia bisa mengejar di siang hari. Ketika tidak sempat di siang
hari, ia bisa mengejar di malam hari,
"Dan
Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Terj. QS. Al Furqan: 62)
Oleh
karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian
malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi
bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda
anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu
kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang
berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah
dihabiskan, ia pun memanfaatkan waktunya untuk hal yang memberinya manfat baik
di dunia maupun akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun
bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunat. Jika dirinya berbuat
zalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan
barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia
memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat.
Ya
Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik
kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami
bertemu dengan-Mu, Allahumma aamiin.
Abu Yahya Marwan
0 komentar:
Posting Komentar