بسم الله الرحمن الرحيم
Mendidik Anak Secara Islam
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله اما بعد:
Tidak
diragukan lagi bahwa setiap orang tua mendambakan anaknya menjadi anak yang saleh,
anak yang berbakti kepada orang tua selama hidupnya dan mendoakannya setelah
wafat. Tidak ada cara lain untuk menggapai ke arahnya kecuali dengan kembali
kepada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dengan mempraktekkannya dalam
keseharian, mendidik anak-anak kita di atasnya, menanamkan rasa cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya di hati mereka dan membiasakan mereka tumbuh di atas ajaran
Islam.
Usaha mendidik anak agar menjadi saleh memang tidak gampang,
banyak liku-liku yang harus dihadapi oleh orang tua untuk menuju ke arahnya,
jika kita melihat ajaran Islam akan nampak jelas rambu-rambu yang selayaknya
dilalui oleh orang tua yang menginginkan anaknya menjadi saleh. Rambu-rambu
tersebut tidak dimulai ketika anak sudah lahir, bahkan sebelum anak lahir dan
sebelum seseorang memasuki mahligai rumah tangga.
Berikut ini di antara rambu-rambu yang perlu dilalui seseorang
yang mendambakan anaknya menjadi saleh:
1.
Memilih istri
Selayaknya seseorang memilih istri yang mengenal kewajiban
terhadap Tuhannya, kewajiban terhadap suaminya dan kewajiban terhadap anaknya,
inilah istri yang salehah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda,
تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا ,
وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi (orang) karena empat
hal; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena
agamanya, pilihlah yang baik agamanya, niscaya kamu selamat.” (HR.
Bukhari-Muslim)
Istri
sebagai ibu bagi anak sangat berpengaruh sekali terhadap pribadi anaknya, jika
istri seorang yang salehah maka berpeluang besar anaknya menjadi anak yang saleh.
Sebaliknya jika istri tidak baik agamanya, maka dikhawatirkan anaknya akan
terbawa.
2.
Doa
Doa memiliki peranan penting dalam mendidik anak menjadi saleh,
betapa tidak dengan doa sesuatu yang diharapkannya bisa terpenuhi, banyak bukti
yang menunjukkan demikian, tidakkah anda memperhatikan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam ketika ia berdoa,
“Yaa Rabbi, berikanlah
kepadaku anak yang termasuk orang-orang yang saleh.”
Maka Allah
mengabulkannya,
Maka Kami
beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (terj. Ash
Shaaffaat: 101)
3.
Membaca dzikr ketika hendak
jima’.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ :
بِسْمِ اَللَّهِ . اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا اَلشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ
مَا رَزَقْتَنَا ; فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ ,
لَمْ يَضُرَّهُ اَلشَّيْطَانُ أَبَدًا".
“Kalau sekiranya salah seorang di antara
mereka ketika hendak mendatangi istrinya mengucapkan, “Bismillah…dst
(Artinya: Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan
jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugrahkan kepada kami), Sesungguhnya
jika ditaqdirkan mendapatkan anak, niscaya setan tidak akan dapat membahayakannya
selamanya.” (HR. Bukhari-Muslim)
4.
Memenuhi hak anak ketika
lahirnya.
Hak-hak anak tersebut di antaranya adalah:
q Mentahnik
anak yang baru lahir.
Dianjurkan
mentahnik anak yang baru lahir dan mendoakan keberkahan untuknya sebagaimana
yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tahnik maksudnya mengunyah
kurma, lalu mengoleskannya ke langit-langit mulut si bayi dengan jari, kalau
tidak ada kurma bisa dengan makananan manis lainnya. Dan dianjurkan yang
mengolesnya adalah orang yang saleh.
Abu Musa
berkata, "Aku dikaruniakan seorang anak, lalu aku membawa kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya
dengan kurma, mendoakan keberkahan untuknya lalu menyerahkan kepadaku. Anak itu adalah anak paling tua Abu
Musa." (HR. Bukhari)
q Memilih nama
yang baik untuk anak
q Mencukur
rambutnya pada hari ketujuh
Setelah
dicukur rambutnya lalu ditimbang dan disedekahkan dalam bentuk perak. Dalam
mencukur dilarang mencukurnya
dengan model qaza’ yaitu mencukur sebagian rambut kepala dan meninggalkan
sebagiannya yang lain.
q Mengaqiqahkan
Untuk anak
laki-laki disembelihkan dua ekor kambing (sebaiknya yang sepadan umurnya),
sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing. Hal ini dilakukan pada hari
ketujuhnya.
q Mengkhitannya.
Khitan
berlaku baik bagi laki-laki maupun perempuan pada hari ketujuh atau setelahnya.
Ibnul Qayyim pernah berkata, “Tidak boleh bagi wali membiarkan anaknya tidak
dikhitan sampai ia baligh.”
q Mendoakannya
Dianjurkan
mendoakan keberkahan untuk anak sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam. Demikian juga dianjurkan mendoakan perlindungan buatnya. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendoakan perlindungan untuk Al Hasan dan
Al Husain dengan mengucapkan,
اُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ
وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“Aku meminta perlindungan dengan kalimat
Allah yang sempurna untukmu, dari setiap setan dan burung hantu serta dari
pengaruh mata yang jahat.” (HR. Bukhari)
q Menyusuinya
Lebih utama
dilakukan selama dua tahun (lihat Al Baqarah: 233).
q Memberikan
makanan yang halal.
5.
Mendidiknya di atas pendidikan
Islam.
Ini adalah hak anak yang paling besar, yang seharusnya dipenuhi
oleh seorang ayah yaitu mengajarkan anak Al Qur’an dan As Sunnah agar dia
mengetahui kewajibannya, tujuan hidupnya dan bisa beribadah dengan benar, Allah
Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Jagalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (terj. At Tahrim: 6)
Ali bin Abi
Thaalib radhiyallahu 'anhu berkata, “Ajarilah ilmu (agama) kepada mereka dan
adab.”
Contoh
pendidikan Islam adalah dengan mengajarkan anak seperti yang diajarkan Luqman
kepada anaknya berikut ini,
Dan ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman
yang besar" (13) Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik
kepada kedua orang orang tuanya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun . Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (14) Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. (15)
Luqman
melanjutkan kata-katanya lagi:
"Hai
anakku, sesungguhnya jika ada
seberat biji sawi,
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (16) Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah
mengerjakan yang baik dan cegahlah dari
perbuatan yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.
Sesungguhnya yang demikian itu
termasuk hal-hal yang diwajibkan .(17) Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18) [terj. Luqman:
12-18].
6.
Orang tua memiliki akhlak yang
mulia
Seorang anak biasanya mengikuti prilaku orang tua, maka sudah seharusnya
orang tua memiliki akhlak yang mulia, janganlah ia tampakkan kepada anaknya
akhlak yang buruk karena anak akan menirunya. Hendaknya ia ingat sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً
حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barang siapa yang mencontohkan perbuatan
baik dalam Islam, maka dia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang
yang ikut melakukannya setelahnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka.
Dan barang siapa yang mencontohkan perbuatan yang buruk dalam Islam, maka dia
akan memikul dosanya dan dosa orang-orang yang ikut mengerjakannya setelahnya
tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa mereka.” (HR. Muslim)
7.
Mengajarkan dasar-dasar Islam
Yakni dengan mengenalkan tauhid kepada anak, mengenalkan ushul
'Aqidah Islamiyyah (dasar-dasar Aqidah Islam) seperti rukun iman yang enam,
juga mengenalkan maknanya Demikian juga mengajarkan rukun-rukun Islam kepada
anak seperti makna syahadat, tentang shalat, zakat, puasa dan hajji.
8.
Menanamkan rasa cinta kepada
Allah dan RasulNya.
Cara menanamkan rasa cinta kepada Allah adalah dengan mengajak
anak memperhatikan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepadanya, misalnya
ketika ayah dengan anaknya sedang menikmati makanan, lalu ayah bertanya, “Nak,
tahukah kamu siapa yang memberikan makanan ini?” anak lalu berkata, “Siapa,
yah?” Ayah menjawab, “Allah, Dialah yang memberikan rizki kepada kita dan
kepada semua manusia.”
Dengan cara
seperti ini Insya Allah rasa cinta kepada Allah akan tertancap di hati anak.
Sedangkan
cara menanamkan rasa cinta kepada RasulNya shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
dengan menceritakan kepada anak sirah atau sejarah hidup Beliau, akhlak Beliau
dsb.
9.
Menanamkan rasa muraaqabah
(pengawasan Allah) di hati anak.
Lihat surat
Luqman ayat 16.
10.
Membiasakan anak mendirikan
shalat.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوْا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ
لِسَبْعٍ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي
اْلمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anakmu shalat ketika berumur
tujuh tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya setelah berumur sepuluh tahun
dan pisahkanlah tempat tidurnya.“ (shahih, HR. Ahmad dan Abu Dawud)
11.
Melatih anak berpuasa di bulan
Ramadhan.
Rubayyi’
binti Mu’awwidz pernah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
mengirim seseorang pada pagi hari Asyura (10 Muharram) ke desa-desa Anshar (untuk
menyerukan), "Bahwa siapa yang tidak berpuasa sejak pagi
hari maka dia harus menggantinya pada hari yang lain, dan siapa yang sudah
berpuasa sejak pagi hari maka hendaklah dia melanjutkan puasanya". Dia (Ar Rubai'
binti Mu'awwidz) berkata, "Setelah itu kami selalu berpuasa dan kami juga mendidik anak-anak
kecil kami untuk berpuasa dan kami sediakan untuk mereka semacam alat permainan
terbuat dari bulu domba, apabila seorang dari mereka ada yang menangis meminta
makan maka kami beri dia permainan itu. Demikianlah terus kami lakukan hingga
tiba waktu berbuka." (Hr.
Bukhari-Muslim)
12.
Mengajarkan anak meminta izin
ketika masuk ke kamar orang tua.
Islam
menyuruh para orang tua mengajarkan anak meminta izin jika masuk ke kamar orang
tua, khususnya pada tiga waktu; sebelum shalat Subuh, pada siang hari (pada
saat tidur siang) dan setelah shalat Isya, lihat An Nuur: 58.
13.
Mencarikan teman atau lingkungan
yang baik bagi anak.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الرجل على دين خليله
فلينظر أحدكم من يخالل
Seseorang
mengikuti agama kawannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu melihat
siapa yang menjadi kawannya." (HR. Abu dawud dan Tirmizi, Shahihul Jaami'
no. 3545)
14.
Membiasakan adab-adab Islam
kepada anak
Misalnya mengajarkan adab makan, adab mengucapkan salam, adab
bersin, adab di majlis, adab menguap, adab ketika tidur, adab berbicara, adab
buang air dsb.
15.
Mencegah anak berprilaku seperti
wanita atau anak wanita berprilaku seperti anak laki-laki.
16.
Bersikap adil terhadap
anak-anaknya.
Contoh tidak
bersikap adil terhadap anak-anak adalah seorang ayah melebihkan sebagian anak
dalam pemberian dengan meninggalkan yang lain, perbuatan ini hukumnya adalah
haram kecuali jika maksudnya membantu karena anak tersebut tidak mampu dengan
syarat orang tua memiliki niat di hatinya jika anak yang lain tidak mampu juga
maka akan diberikan hal yang sama. Terhadap pemberian yang tidak adil
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلَيْسَ يَسُرُّكَ اَنْ يَكُوْنُوْا
اِلَيْكَ فىِ الْبِرِّ سَوَاءً
“Bukankah kamu suka, jika mereka sama-sama
berbakti kepadamu?” (HR. Ahmad dan Muslim)
17.
Tanggap terhadap prilaku buruk
yang terkadang muncul pada anak
Yakni seorang bapak hendaknya tanggap dan tidak membiarkan prilaku
buruk muncul pada anak. Jika seorang bapak tidak tanggap terhadap prilaku buruk
pada anak maka anak akan terbiasa berprilaku buruk, dan jika sudah seperti ini
sangat sulit diarahkan.
Marwan bin Musa
Ahammul
maraaji’: Ath Thariiq
ilal waladish shaaalih (Wahid Abdus Salaam Baaliy), Kaifa nurabbiy aulaadaanaa
tarbiyah shaalihan (M. Hasan Ruqaith) dll.
0 komentar:
Posting Komentar