بسم الله الرحمن الرحيم
Fatwa Syaikh Ibnu 'Utsaimin
Seputar Beberapa Masalah
Ulama ibarat orang tua; seorang yang menginginkan kebaikan untuk
kita. Mereka berusaha membimbing kita agar kita berada di atas kebaikan dan jalan
yang lurus. Mereka rela menghabiskan umur mereka untuk menjaga agama Islam dan
membimbing ummat, jasa-jasa mereka patut disyukuri. Mereka memiliki ilmu yang
dalam tentang agama ini dan memiliki pengalaman. Sehingga, merekalah yang
berhak untuk berijtihad. Oleh karena itu, jika kita dihadapkan tentang suatu
masalah yang tidak ada ketegasannya dalam Al Qur’an atau As Sunnah, bertanyalah
kepada mereka agar kita tidak salah dalam melangkah. Berbeda dengan kita,
dengan usia yang masih muda, pengalaman belum cukup dan ilmu yang kurang, jika
kita lepas dari bimbingan mereka, dikhawatirkan kita akan salah melangkah.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
"Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui," (terj. An Nahl: 43)
Berikut ini, kami sebutkan fatwa seorang ulama terkemuka di dunia
Islam, yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin tentang beberapa masalah,
mudah-mudahan risalah ini bermanfa'at, Allahumma aamin.
***************
Pertanyaan: "Apa hukum bermain
kartu dan bermain catur?"
Jawab: "Ahli ilmu rahimahumullah
menerangkan bahwa bermain keduanya adalah haram sebagaimana hal tersebut telah
dibicarakan oleh para syaikh kita. Hal itu, karena di dalam keduanya terdapat
hal yang sangat melalaikan dan memalingkan dari mengingat Allah Subhaanahu wa
Ta'aala. Di samping itu, keduanya juga dapat menimbulkan
permusuhan dan kebencian antar pemain. Umumnya, permainan tersebut dilakukan dengan
adanya peraihan hadiah, padahal sudah maklum bahwa hadiah tidak diperbolehkan
antar peserta lomba kecuali dalam perlombaan yang disebutkan nashnya, yaitu
tiga; memanah, pacuan kuda dan pacuan unta[i].
Siapa saja yang memperhatikan keadaan pemain catur dan kartu, niscaya akan
nampak jelas bahwa waktu mereka yang cukup banyak terlewatkan dengan sia-sia
bukan untuk keta'atan kepada Allah dan bukan untuk hal yang berfaedah untuk
dunia mereka. Sebagian orang ada yang berkata: "Bermain kartu dan catur
dapat membuka pikiran dan menumbuhkan kecerdasan", akan tetapi
kenyataannya tidak sesuai dengan sangkaan mereka, bahkan hal tersebut dapat
membuat kecerdasan berkurang dan pikirannya hanya terbatas dalam ruang lingkup
semacam itu, yakni jika seorang menggunakan fikirannya untuk hal di luar ini,
tentu tidak menemukan jalan. Dengan demikian, hal tersebut dapat melemahkan
pikiran dan membatasi alam pikirannya sampai di situ, sehingga hal ini mengharuskan
seorang yang berakal menjauhi kedua permainan itu."
***************
Pertanyaan: "Apa hukum berolahraga
dengan mengenakan celana pendek dan apa hukum menonton orang yang melakukan hal
tersebut?"
Jawab: "Berolahraga hukumnya
boleh jika tidak melalaikan dari kewajiban. Jika sampai melalaikan dari
kewajiban, maka menjadi haram. Jika sudah menjadi kebiasaan, dalam arti
sebagian besar waktunya (digunakan berolahraga), maka hal ini dapat membuang
waktu secara sia-sia, keadaan seperti ini sekurang-kurangnya dihukumi sebagai
makruh. Adapun jika orang yang terjun di olahraga tersebut hanya mengenakan
celana pendek saja yang menampakkan pahanya atau sebagian besar pahanya, maka
hal ini tidak boleh. Karena yang benar, kain itu harus menutup paha mereka.
Demikian juga tidak boleh menonton para pemain tersebut dalam keadaan seperti
ini, yakni terbuka paha mereka."
***************
Pertanyaan:
"Apa hukum mendengarkan musik dan lagu-lagu, serta hukum menonton sinetron
yang menampilkan wanita bertabarruj (bersolek)?"
Jawab:
"Mendengarkan musik dan lagu-lagu adalah haram, tidak diragukan lagi
keharamannya. Telah disebutkan dari kaum salaf di kalangan sahabat dan tabi'in
bahwa nyanyian dapat menimbulkan kemunafikan di hati, dan mendengarkan nyanyian
termasul lahwul hadits (perkataan tidak berguna), demikian juga menyukainya.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan di antara manusia (ada)
orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan." (terj.
Luqman: 6)
Ibnu Mas'ud berkata dalam menafsirkan ayat tersebut:
"Demi Allah, yang tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Dia,
sesungguhnya (perkataan yang tidak berguna) itu adalah nyanyian."
Tafsir sahabat merupakan hujjah, ia menempati urutan
ketiga dalam tafsir. Karena tafsir itu ada tiga tingkatan, yaitu: tafsir Al
Qur'an dengan Al Qur'an, tafsir Al Qur'an dengan As Sunnah dan tafsir Al Qur'an
dengan perkataan para sahabat. Bahkan sebagian ahli ilmu sampai ada yang
berpendapat bahwa tafsir sahabat memiliki hukum marfu' (sampai kepada Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam), namun yang benar, bahwa tafsir mereka tidak memiliki hukum
marfu', tafsir mereka adalah pendapat yang lebih mendekati kebenaran.
Di samping itu, mendengar nyanyian dan musik sama saja
telah mengerjakan larangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
« لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ
وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ » .
"Sungguh, akan ada pada ummatku orang-orang
yang menganggap halal zina, sutera, khamr dan alat musik."
Yakni mereka akan menganggap halal zina, khamr dan
sutera padahal mereka laki-laki, di mana tidak diperbolehkan bagi mereka
memakai sutera. Sedangkan ma'aazif adalah alat musik, (Diriwayatkan oleh
Bukhari dari hadits Abu Malik Al Asy'ariy atau Abu 'Amir Al Asy'ariy). Oleh
karena itu, saya menyampaikan nasehat kepada saudara-saudara saya kaum muslimin
untuk menghindarkan diri dari mendengarkan nyanyian dan musik serta tidak
terpengaruh oleh pendapat seorang di antara ahli ilmu yang membolehkan alat
musik, karena dalil-dalil yang menunjukkan haramnya cukup jelas dan tegas.
Adapun menonton sinetron yang di sana
ditampilkan kaum wanita, hukumnya juga haram apabila di dalamnya mengarah
kepada fitnah dan menyertakan wanita. Sinetron pada umumnya memberi pengaruh
negatif meskipun ia tidak menyaksikan wanita di sana atau pun jika sampai wanita melihat
laki-laki. Karena tujuan (mereka) pada umumnya merusak masyarakat baik perilaku
maupun akhlaknya. Saya meminta kepada Allah Ta'ala, semoga Dia menjaga kaum
muslimin dari keburukan hal tersebut serta mengarahkan pemerintah kaum muslimin
kepada hal yang terdapat kebaikan bagi kaum muslimin. Wallahu a'lam.
***************
Pertanyaan:
"Apa hukum bekerja di bank-bank ribawi dan bermu'amalah
dengannya?"
Jawab:
"Bekerja di sana
haram, ia bisa membantu perkara riba. Jika sudah membantu perkara riba, maka ia
terkena laknat karena membantu, berdasarkan hadits shahih dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa Beliau melaknat pemakan riba, pemberi makannya, dua
saksi dan dua juru tulisnya, Beliau bersabda: "Mereka semua sama
(dosanya)." Kalau pun ia tidak membantu perkara riba, bekerja di sana merupakan bentuk
ridha dengan pekerjaan tersebut serta mengakuinya. Tidak diperbolehkan bekerja
di bank-bank yang bermu'amalah dengan riba. Adapun menaruh uang di sana jika memang
dibutuhkan, maka tidak mengapa apabila kita tidak menemukan tempat yang aman
selain bank-bank tersebut dengan syarat seseorang tidak mengambil ribanya. Jika
mengambil, maka haram."
***************
Pertanyaan:
"Apa hukum bertepuk tangan dan bersiul seperti yang dilakukan
orang-orang dalam acara-acara tertentu?"
Jawab:
"Hukumnya adalah bahwa perbuatan tersebut, yang jelas diambil dari non
muslim. Oleh karena itu, tidak sepatutnya bagi seorang muslim melakukannya.
Bahkan seharusnya, jika ia takjub terhadap sesuatu hendaknya ia bertakbir atau
bertasbih (mengucap subhaanallah). Namun caranya tidak dengan takbir jama'i
(secara bersama-sama) atau tasbih jama'i saat melihat sesuatu yang menakjubkan.
Hal ini, tidak saya ketahui asalnya."
***************
Pertanyaan:
"Apakah menjulurkan kain (hingga melewati mata kaki) karena tidak
sombong haram atau tidak?"
Jawab:
"Menjulurkan kain bagi laki-laki adalah haram baik karena sombong maupun
tidak. Akan tetapi, jika karena sombong hukumannya lebih keras dan lebih besar,
berdasarkan hadits Abu Dzar yang tercantum dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga orang yang tidak diajak bicara oleh
Allah pada hari kiamat, tidak diperhatikan, tidak disucikan dan bagi mereka
azab yang pedih." Abu Dzar berkata: "Siapa mereka wahai Rasulullah,
mereka celaka dan rugi?" Beliau menjawab:
« الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ
بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ » .
Orang yang menjulurkan kain (melewati mata kaki),
orang yang menyebut-nyebut pemberian dan orang yang melariskan barang
dagangannya dengan sumpah palsu."
Hadits ini adalah mutlak, akan tetapi ditaqyid
(dibatasi) dengan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda:
« مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ » .
"Barangsiapa yang menjulurkan kainnya
dengan sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat."
Sehingga kemutlakan yang ada di hadits Abu Dzar
ditaqyid dengan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, yakni apabila dilakukan
karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya, mensucikannya dan baginya
azab yang pedih. Hukuman ini lebih besar daripada hukuman yang menerangkan
tentang orang yang menjulurkan kainnya melewati mata kaki bukan karena sombong. Terhadap hal ini, Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Kain apa saja yang melewati
mata kaki tempatnya di neraka."
Dikarenakan hukuman keduanya berbeda, maka untuk yang
ini tidak berlaku hamlul mutlak 'alal muqayyad (yang mutlak dibawa kepada
yang muqayyad), karena ka'idah hamlul mutlak alal muqayyad di antara syaratnya adalah bersamaan nashnya
dalam hal hukum (masalah). Adapun jika ternyata berbeda hukumnya, maka tidak
bisa yang satu ditaqyid oleh yang lain. Oleh karena itu, kita tidak mentaqyid
ayat tayammum, di mana Allah Ta'ala berfirman:
"Maka sapulah mukamu dan
tanganmu dengan (debu) itu." (terj. Al Maa'idah:
6)
Kita tidak mentaqyidnya dengan ayat wudhu', di mana
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai siku." (terj. Al Maa'idah: 6)
Sehingga tayammum itu mengusapnya tidak sampai siku
(karena berbeda hukum/masalah). Dalil yang menunjukkan demikian adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Malik dan lainnya dari hadits Abu Sa'id Al Khudri bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sarung seorang mukmin
sampai pertengahan betisnya, dan apa saja yang melewati mata kaki, maka
tempatnya di neraka. Serta siapa saja yang menjulurkan kainnya karena sombong,
maka Allah tidak akan melihat kepadanya."
Dalam satu hadits, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
membuatkan dua permisalan dan menerangkan perbedaan hukumnya karena perbedaan
ancaman, keduanya berbeda dalam fi'il (praktek) dan berbeda dalam hukum dan
ancamannya. Dengan demikian, keliru orang yang mentaqyid sabda Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam, "Kain apa saja yang melewati mata kaki tempatnya di
neraka." Dengan sabda Beliau, "Barangsiapa yang menjulurkan
kainnya dengan sombong, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari
kiamat."
Selain itu, terkadang sebagian orang ketika diingkari
karena melakukan isbal, ia berkata: "Saya melakukannya bukan karena
sombong." Maka kami katakan kepadanya: "Isbal itu ada dua macam; ada
yang diberi hukuman sebatas pelanggaran yang dilakukannya saja, yaitu dengan
diancam neraka sebagai balasan karena melanggar, yaitu seorang yang menjulurkan
kain melewati mata kaki (dengan tidak sombong), pelakunya tidak diancam dengan
ancaman Allah tidak memperhatikannya pada hari kiamat, tidak mensucikannya dan
baginya azab yang pedih. Bahkan hal ini hanya bagi orang yang menjulurkan
kainnya karena sombong. Demikianlah jawaban kami kepadanya.
Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa aalihi wa
shahbihi wa sallam.
***************
Pertanyaan:
"Ada
kebiasaan yang sering terjadi di mana-mana, yaitu seorang wanita atau bapaknya
menolak pernikahan dari laki-laki yang melamarnya, karena alasan ingin
menyelesaikan SMA-nya atau kuliahnya atau karena ingin mengajar sampai beberapa
tahun. Apa hukum hal tersebut dan apa nasehat anda kepada mereka yang
melakukannya, karena sampai ada sebagian wanita yang sudah berusia tiga puluh
tahun atau lebih, namun belum menikah?"
Jawab:
"Hukum hal tersebut adalah bahwa perbuatan tersebut menyalahi perintah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Apabila datang kepada kamu orang yang kamu ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah (puterimu) dengannya." Beliau shallallahu
'alaihi wa sallam juga bersabda: "Wahai para pemuda, siapa saja di
antara kamu yang sudah mampu, maka hendaknya ia menikah. Karena menikah dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan."
Keengganan seseorang untuk menikah dapat menghilangkan
maslahat yang banyak dari pernikahan. Oleh karena itu, nasehat saya kepada
saudara saya kaum muslimin baik wali si wanita maupun saudariku kaum muslimat,
hendaknya mereka tidak menolak ajakan menikah karena alasan menyelesaikan studi
atau mengajar. Di samping itu, wanita juga bisa meminta syarat kepada suaminya
agar tetap melanjutkan studinya sampai selesai, demikian juga ia bisa tetap
mengajar di sekolah selama setahun atau dua tahun selama tidak disibukkan oleh
anaknya, hal ini tidak mengapa. Selain itu, seorang wanita yang mempelajari
materi-materi tingkat kuliah padahal tidak dibutuhkan termasuk masalah yang
perlu ditinjau kembali. Saya memandang, bahwa jika wanita sudah menyelesaikan
tingkat dasar, dan ia bisa mengenal
tulis-baca, di mana hal tersebut dapat digunakan untuk membaca kitab Allah dan
tafsirnya serta membaca hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan
syarahnya, hal itu pun sudah cukup. Kecuali, jika mempelajari ilmu yang
dibutuhkan sekali oleh orang-orang seperti ilmu kedokteran dsb. apabila di sana tidak terdapat
sesuatu yang dilarang seperti ikhtilath (campur baur) dsb. "
[i] Termasuk ke
dalam lomba semacam ini adalah lomba-lomba yang bermanfa'at lainnya seperti lomba balap lari, renang, dan lomba-lomba bermanfa'at
lainnya, hukum hadiah di dalamnya adalah boleh. Namun dengan syarat hadiah
tersebut bukan dari peserta lomba agar selamat dari perjudian (penj).
0 komentar:
Posting Komentar