بسم الله الرحمن الرحيم
Sampai Kapan Kelalaian Ini Berakhir?
Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling. (terj. Al Anbiyaa’: 1)
Siapa saja yang memperhatikan keadaan manusia sekarang
ini, niscaya akan menemukan kesamaan keadaan mereka dengan ayat di atas. Anda
akan melihat mereka lalai terhadap akhirat, lalai terhadap kewajiban agama,
lalai terhadap fitrah mereka yang sesungguhnya mereka diciptakan untuk
beribadah kepada-Nya. Mereka rela memeras pikiran dan tenaganya demi
mendapatkan dunia dan perhiasannya, namun untuk agama terasa berat memerasnya.
Yang lebih menyedihkan lagi adalah mereka mau mengerjakan kewajiban agama jika
ujung-ujungnya mereka mendapatkan dunia –‘iyaadzan billah-. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تَعِسَ
عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا
انْتَقَشَ
“Celaka
hamba dinar, hamba dirham dan hamba khamiishah (pakaian mewah). Jika diberi ia
senang, jika tidak ia marah, celakalah ia dan tersungkurlah, kalau terkena duri
semoga tidak tercabut.” (HR. Bukhari)
Semua aktifitas mereka didasari karena dunia, mereka
cinta kepada seseorang karena dunia meskipun orang yang dicintainya adalah
orang kafir, benci pun karena dunia meskipun orang yang dibencinya adalah orang
mukmin, bertengkar karena dunia, bahkan karena dunia mereka meninggalkan
perintah Rabb mereka…
Perhatikanlah! Karena urusan dunia mereka rela
meninggalkan shalat berjama’ah, karena permainan mereka rela mengorbankan harta
dan tenaga adapun untuk berinfak dan bersedekah berat sekali melakukannya,
karena urusan dunia mereka rela meninggalkan shalat, karena kepentingan dunia mereka
rela bermaksiat, karena kenikmatan yang rendah inikah mereka rela meninggalkan
perintah Rabb mereka yang telah mengaruniakan bermacam-macam nikmat?
Sampai kapankah kelalaian ini berakhir?
Untuk rapat ada waktu, untuk permainan ada waktu,
untuk bisnis ada waktu, untuk jalan-jalan ada waktu, untuk semuanya ada waktu
namun untuk membaca Al Qur’an, menghadiri majlis ilmu syar’i, shalat
berjama’ah, mengerjakan kewajiban agama dan menambah dengan amalan sunat; ma’af
“TIDAK ADA WAKTU”.
Sampai kapan kelalaian ini berakhir?
Banyak di antara mereka yang pandai dan cerdas
terhadap masalah dunia, namun tidak pandai dalam masalah akhirat, ia sama
sekali tidak memikirkan apa yang bermanfaat buat akhiratnya,
Mereka
hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai. (terj. Ar Ruum: 7)
Penyair mengatakan,
يَا مُتْعِبَ الْجِسْمِ كَمْ تَسْعَى لِرَاحَتـِهِ
أَقْبِلْ عَلَى الرُّوْحِ وَاْستَكْمِلْ فَضَائِلَهَا
أَتْعَبْتَ جِسْمَكَ فِيْمَا فِيْهِ خُسْــرَانٌ
فَأَنْتَ بِالرُّوْحِ لَا بِالْجِسْمِ إِنْسَــانٌ
Wahai kamu yang memeras tenaga, berapa banyak tenaga
yang kamu keluarkan,
Sudah, beralihlah memperbaiki rohani anda dan kejarlah
keutamaan,
Apakah kamu akan tetap terus memeras tenaga untuk hal
yang ada kerugian di dalamnya,
Karena kamu sebagai manusia karena ruh, bukan badan.
Alangkah semangatnya mereka mengejar harta dan dunia,
namun alangkah beratnya mereka melangkahkan kakinya memenuhi panggilan
Tuhannya.
Kita semua tidak mengingkari seseorang mengejar dunia,
namun yang jadi masalah adalah jika berlebihan sampai tidak menyisakan waktu
untuk akhirat. Begitulah kenyataannya.
Waktunya berlalu begitu saja tanpa faedah, bahkan
penuh terisi dengan maksiat dan meninggalkan perintah,
Wahai manusia! Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat
durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah.--Yang telah menciptakan kamu lalu
menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, (terj. Al
Infithaar: 6-7)
Ia mengira perbuatannya itu mendatangkan kebahagiaan
dan ketenangan, padahal sebenarnya mendatangkan kesengsaraan sadar atau tidak
sadar,
Dan barang siapa
berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan
buta" (terj. Thaha: 124)
Kepada mereka ditujukan perkataan penyair yang bijak,
نَهَارُكَ يَا مَغْرُوْرٌ سَهْوٌ وَغَفْـلَةٌ
وَشُغْلُكَ فِبْمَا سَوْفَ تَكْرَهُ غِبَّهُ
وَلَيْـلُكَ نَوْمٌ وَالرَّدَى لَكَ لاَزِمٌ
كَذَلِكَ فِي الدُّنْيَا تَعِيْشُ الْبَهَائِمُ
Siangmu wahai orang yang lalai adalah lupa dan tidak
sadar.
Sibukmu hanya untuk hal-hal yang kelak kamu akan
menyesali akibatnya,
Malammu tidur, sudah layak kerugian menimpamu,
Seperti itulah binatang hidup di dunia.
Dosa di matanya ibarat lalat menempel di hidung, ia
lupa dan lalai kepada siapa sebenarnya ia berbuat maksiat.
Di pagi dan siang hari dosa-dosa dijalaninya dari
mulai dosa kecil hingga dosa besar.
Ghibah (gosip), namimah (adu domba), dusta, menuduh
orang lain menjadi hal yang biasa. Khianat, mengambil harta orang lain tanpa
kerelaannya, menyakiti tetangga, memutuskan tali silaturrahim, bermusuhan
menjadi bagian hidupnya. Sombong, ‘ujub (bangga diri), hasad dan ghisy (menipu
orang) menjadi akhlaknya. Mengumbar aurat bagi wanita dan memakai wewangian baginya
ketika keluar sudah biasa. Memakai sutera dan perhiasan emas bagi laki-laki,
mencukur habis janggut, memakai sarung atau celana isbal (melewati mata kaki)
maupun lainnya sudah biasa. Dosa kecil dan besar dilaluinya seakan-akan tidak
pernah terlintas di hatinya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
tentang dosa kecil,
إِيَّاكُمْ وَمُحَقِّرَاتِ
الذُّنُوْبِ فَإِنَّهُنَّ إِذَا يَجْتَمِعْنَ عَلىَ الرَّجُلِ حَتًَّى
يُهْلِكَنَّهُ
“Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena sesungguhnya
dosa-dosa itu apabila berkumpul pada seorang hamba maka akan membinasakannya.”
(HR. Ahmad, Shahihul Jami’ 2687)
Padahal,
لاَصَغِيْرَةَ مَعَ اْلِاسْتِمْرَارِ وَلاََ كَبِيْرَةَ مَعَ اْلاِسْتِغْفَارِ
“Tidak ada dosa kecil apabila dilakukan terus menerus, dan tidak
ada dosa besar apabila diiringi istighfar.”
Dan seakan tidak pernah terlintas di hatinya sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang dosa besar bahwa ia (dosa
besar) dapat membinasakan dunia-akhirat (muubiqaat) yang di antaranya,
اجْتَنِبُوا
السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ
بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا
بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ
الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan”, para
sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu ?” Beliau menjawab, “Syirk
kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk
dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak
yatim, lari dari peperangan dan menuduh zina kepada wanita mukminah yang
baik-baik lagi tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari)
Ia tidak lagi sempat bertanya kepada dirinya “Apa
akibat dari tindakannya itu?” “Apa yang akan terjadi setelah puas mengerjakan
perbuatan itu?”
Apakah mereka masih saja lalai terhadap kematian?
Apakah mereka masih saja lalai terhadap hisab, apakah mereka masih saja lalai
terhadap kubur? Apakah mereka masih saja lalai terhadap neraka dan apakah
mereka masih saja lalai terhadap azab cepat atau lambat?
Relakah mereka menanggung azab yang pedih hanya karena
ingin mendapatkan keseanangan yang sesaat?
Sampai kapan kelalaian ini berakhir?
Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan
dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat
perbuatan mereka) (terj. Al Hijr: 3).
Yakni biarkan saja mereka menikmati hidupnya seperti
halnya binatang, yang diurusnya hanya makan, minum dan kesenangan semata, kelak
mereka akan mengetahui dan menyesali perbuatannya.
Pernahkah terlintas di hatinya bahwa dunia hanya
sementara dan hidupnya di dunia merupakan ujian baginya; apakah ia mampu
melaksanakan kewajiban agama yang diembankannya atau tidak?
أَمـَا وَاللهِ لَوْ عَلِمَ اْلأَنَامُ # لِمـَا خُلِقُوْا لَمَا غَفَلُوْا
وَنَامُوْا
لَقَدْ خُلِقُوْا لِمَا لَوْ أَبْصَرْتَهُ # مَمَاتٌ
ثُمَّ قَـبْرٌثُمَّ حَشْـٌر
عُيُوْنُ قُلُوْبِهِمْ تاَهُوْا وَهَامُوْا # وَتَوْبِيْخٌ وَأَهْـوَالٌ عِظَـامٌ
Demi Allah, kalau sekiranya orang tahu
Untuk apa mereka diciptakan, tentu mereka tidak lalai
dan lelap tidur
Kamu akan lihat di depannya
Maut, kubur dan padang mahsyar,
Hati mereka bingung tidak tahu arah,
Ada celaan dan peristiwa
yang menegangkan.
Sebelum menjauh pembicaraan ini mari kita menengok
kepada diri sendiri, apakah kita termasuk orang-orang yang lalai itu atau
tidak, jalan mana yang kita tempuh; apakah jalan yang menghubungkan kepada
keridhaan Allah ataukah jalan yang menghubungkan kepada kemurkaan Allah. Perhatikanlah
baik-baik hal ini, karena masalahnya serius, bukan main-main, jangan biarkan
dirimu terjatuh. Bangkit dan perbaikilah sekarang, lihatlah apakah sikapmu
selama ini sejalan dengan perintah Allah atau sejalan denagan larangan-Nya.
Ketahuilah, agama ini tidak bisa dipisah-pisahkan,
karena berpegang dengan sebagiannya dan meninggalkan yang lain masuk dalam
kategori bermain-main dengan perintah Allah, dan ini tidak pantas dilakukan
oleh seorang muslim, bukankah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? (terj. Al Baqarah: 85).
Maka sudah selayaknya bagi seorang muslim antara di
masjid dan di luar masjid tetap mempraktekkan ajaran Islam, bicaranya dibatasi
dengan ajaran Islam dan sikapnyapun demikian, bicaranya tidak jauh dari
kebaikan dan sikapnya tidak jauh dari nilai-nilai Islam.
Anda bisa memulai hal ini dari sekarang, tidak ada
kata “Sudah terlanjur basah”, ini adalah putus asa, dan putus asa adalah akhlak
orang-orang kafir.
Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. sesungguhnya tidak
ada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(terj.
Yusuf: 87)
Inginkah anda kepada surga yang penuh kenikmatan,
tidak ada kematian dan tidak ada penderitaan, tidak ada kemiskinan dan
kesedihan, tidak ada sakit dan tidak ada lagi masa tua? Semua kenikmatan ada di hadapan, dan
kenikmatannya adalah kenikmatan yang sempurna. Inginkah anda berkumpul bersama
orang-orang yang memperoleh kenikmatan (para nabi, shiddiqin, syuhada dan
orang-orang shalih)? Maka taatilah Allah dan Rasul-Nya, jauhilah segala
larangan dan kerjakanlah perintah sesuai kemampuan,
Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Mereka ttulah teman yang sebaik-baiknya. (terj. An
Nisaa’: 69)
Bandingkanlah dengan neraka yang di dalamnya penuh
kesengsaraaan dan penderitaan, bila lapar diberi makan Zaqqum dan bila haus
diberi nanah dan air mendidih,
Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat
pengintai--Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui
batas--Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya--Mereka tidak merasakan
kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman--Selain air yang
mendidih dan nanah--Sebagai pambalasan yang setimpal--Sesungguhnya mereka tidak
berharap (takut) kepada hisab. (terj. An Naba’: 21-28)
Semoga nasehat ini membuat anda ingin untuk
memperbaiki diri.
Tempuhlah jalan ini dan jangan ragu! Hati-hatilah
jangan sampai tertipu oleh dunia, betapa pun terasa lama menikmati dan hidup di
dunia ini, namun anda tetap akan pergi meninggalkannya dan maut akan mendatangi
anda. Berapa banyak orang yang sebelumnya mengira akan hidup lama, namun
ternyata besoknya atau lusanya telah pergi hanya tinggal namanya, orang-orang
membawanya ke liang kubur yang akan menjadi nikmat atau azab baginya.
Sungguh sangat rugi dan rugilah dia, jika maut datang
sedangkan dirinya belum sempat bertobat, sungguh sangat rugi dan rugilah dia jika
ada seruan bertobat namun ia tidak mau menanggapi.
Berpikirlah matang-matang, persiapkan amalan karena di
depanmu ada maut bersama sekaratnya dan kubur bersama kegelapannya.
Ingat, Rabbmu akan bertanya kepadamu tentang amalanmu
besar maupun kecil,
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua---tentang apa yang telah mereka kerjakan
dahulu. (terj. Al Hujr: 92-93)
Demi Allah, sungguh sangat tidak masuk akal apabila
ada seseaorang yang santai begitu saja, tidak beramal padahal di depannya ada
peristiwa-peristiwa dahsyat yang menegangkan, maut-kubur-kebangkitan dan
pembalasan. Sungguh, saat ini adalah kesempatan bagi anda untuk beramal dan
nanti tidak ada lagi saat beramal.
Tengoklah ke kanan dan kiri, berapa banyak orang yang
dijemput kematian tanpa membawa amalan. Tengoklah ke kanan dan ke kiri berapa
banyak orang yang dijemput kematian dalam keadaan berbuat maksiat, ini semua
akibat menunda-nunda tobat, thuulul amal (panjang angan-angan) dan menyangka
masih jauh kematian.
Jangan sampai kamu seperti orang yang dijemput
kematian baru menyadari akan kelalalaiannya, seraya mengatakan,
"Ya
Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)--Agar aku berbuat amal yang saleh yang
telah aku tinggalkan” (terj. Al Mu’minuun: 99-100)
akan tetapi,
Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang
waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (terj, Al
Munaafiqun: 11)
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Ghaflah Al Muhlikah (Maktab ta’aawuni’y lid da’wah
wal irsyaad), Uriid an atuub wa laakin (Syaikh M. bin Shalih Al Munajjid) dll.
0 komentar:
Posting Komentar