بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Musa dan Harun ‘alaihimass salam (bag. 5)
Kisah
Nabi Musa dan Khadhir
Suatu
ketika Nabi Musa berkhutbah di tengah-tengah Bani Israil, lalu ia ditanya,
“Siapakah manusia yang paling dalam ilmunya?” Ia menjawab, “Sayalah orang yang
paling dalam ilmunya.” Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyalahkannya karena
tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala kemudian
mewahyukan kepadanya yang isinya, “Bahwa salah seorang hamba di antara
hamba-hamba-Ku yang tinggal di tempat bertemunya dua lautan lebih dalam ilmunya
daripada kamu.” Musa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara menemuinya?” Maka
dikatakan kepadanya, “Bawalah ikan (yang sudah mati) dalam sebuah keranjang.
Apabila engkau kehilangan ikan itu, maka orang itu berada di sana.” Musa pun
berangkat bersama muridnya Yusya’ bin Nun dengan membawa ikan dalam keranjang,
sehingga ketika mereka berdua berada di sebuah batu besar, keduanya merebahkan
kepala dan tidur (di atas batu itu), lalu ikan itu lepas dari keranjang dan
mengambil jalannya ke laut dan cara perginya membuat Musa dan muridnya merasa
aneh. Keduanya kemudian pergi pada sisa malam yang masih ada hingga tiba pagi
hari. Ketika pagi harinya, Musa berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari
makanan kita, sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan ini.” Musa
tidaklah merasakan keletihan kecuali setelah melalui tempat yang diperintahkan
untuk didatangi. Muridnya kemudian berkata kepadanya, “Tahukah engkau ketika
kita mecari tempat berlindung di batu tadi, aku lupa menceritakan tentang ikan
itu, dan tidak ada yang membuatku lupa untuk mengingatnya kecuali setan,” Musa
berkata, “"Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. Ketika mereka sampai di batu besar itu, tiba-tiba
ada seorang laki-laki yang menutup dirinya dengan kain atau tertutup dengan
kain, lalu Musa memberi salam kepadanya. Kemudian Khadhir berkata, “Dari mana
ada salam di negerimu?” Musa berkata, “Aku Musa.” Khadhir berkata, “Apakah Musa
(Nabi) Bani Israil?” Ia menjawab, “Ya.” Musa berkata, “Bolehkah aku mengikutimu
agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu
(untuk menjadi) petunjuk?" Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak
akan sanggup bersabar bersamaku, wahai Musa?” Sesungguhnya aku berada di atas
ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya,
demikian pula engkau berada di atas ilmu yang Dia ajarkan kepadamu dan aku
tidak mengetahuinya.” Musa berkata, “Engkau akan mendapatiku insya Allah
sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan mendurhakai perintahmu.” Keduanya
pun pergi berjalan di pinggir laut, sedang mereka berdua tidak memiliki perahu,
lalu ada sebuah perahu yang melintasi mereka berdua, maka keduanya berbicara
dengan penumpangnya agar mengangkutkan mereka berdua, dan ternyata diketahui
(oleh para penumpangnya) bahwa yang meminta itu Khadhir, maka mereka pun
mengangkut keduanya tanpa upah. Tiba-tiba ada seekor burung lalu turun ke tepi
perahu kemudian mematuk sekali atau dua kali patukan ke laut. Khadhir berkata,
“Wahai Musa, ilmuku dan ilmumu yang berasal dari Allah tidak lain seperti
patukan burung ini ke laut (tidak ada apa-apanya di hadapan ilmu Allah), lalu
Khadhir mendatangi papan di antara papan-papan perahu kemudian dicabutnya.”
(Melihat keadaan itu) Musa berkata, “Orang yang telah membawa kita tanpa
meminta imbalan, namun malah engkau lubangi perahunya agar penumpangnya
tenggelam.” Khadhir berkata, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, bahwa
engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku.” Musa berkata, “Janganlah engkau
hukum aku karena lupaku dan janganlah engkau bebankan aku perkara yang sulit.”
Untuk yang pertama Musa lupa, maka keduanya pun pergi, tiba-tiba ada seorang
anak yang sedang bermain dengan anak-anak yang lain, kemudian Khadhir memegang
kepalanya dari atas, lalu menarik kepalanya dengan tangannya. Musa berkata,
“Apakah engkau hendak membunuh seorang jiwa yang bersih bukan karena ia
membunuh orang lain.” Khadhir berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup
bersabar bersamaku.” Keduanya pun
berjalan, sehingga ketika mereka sampai ke penduduk suatu kampung, keduanya
meminta agar penduduknya menjamu mereka, namun tidak diberi. Keduanya pun
mendapatkan sebuah dinding yang hampir roboh, maka Khadhir menegakkannya,
Khadhir melakukannya dengan tangannya. Musa pun berkata, “Sekiranya engkau mau,
niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.” Maka Khadhir berkata, “Inilah
perpisahan antara aku dengan kamu.”
Kemudian
Khadhir menyampaikan alasan terhadap tindakan yang dilakukannya, ia berkata:
"Adapun
kapal itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku
bertujuan merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang
merampas setiap kapal.--Dan adapun anak muda itu, maka kedua(orang tuanya)nya
adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua
orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.--Dan kami menghendaki, agar
Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya
dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).--Adapun
dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di
bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah
seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar mereka sampai kepada
kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Itulah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (Lihat Al Kahfi:
79-82).
Kisah
sapi betina
Di
zaman Nabi Musa 'alaihis salam terjadi beberapa perkara aneh, di antaranya
kisah terbunuhnya salah seorang Bani Israil yang tidak diketahui siapa
pembunuhnya. Mereka telah mencari siapa pembunuhnya namun tetap saja tidak
mengetahui siapa pembunuhnya. Ketika mereka telah bosan mencarinya, maka mereka
ingat, bahwa di tengah-tengah mereka ada Nabi Musa 'alaihis salam, lalu
sebagian mereka mendatanginya dan memintanya untuk berdoa kepada Allah agar Dia
memberitahukan siapa pembunuhnya. Lalu
Nabi Musa 'alaihis salam berdoa kepada Allah agar menyelesaikan masalah
itu, kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa 'alaihis salam agar ia
memerintahkan mereka menyembelih seekor sapi betina. Saat mereka mendengar
perintah itu, maka mereka heran dan menyangka bahwa hal itu hanya mengolok-olok
mereka, sehingga Bani Israil tidak segera melaksanakan perintah itu, bahkan
kembali bertanya tentang sifat-sifat sapi betina itu dan meminta penjelasan
lebih rinci tentang sifat-sifatnya, maka karena mereka tidak segera
melaksanakan perintah itu bahkan membebani diri dengan bertanya lebih rinci
sifat-sifatnya sehingga mereka diberi beban dengan beban yang lebih berat,
diberitahukan kepada mereka sifat-sifatnya yang berbeda dengan sapi betina
lainnya. Allah menyuruh mereka menyembelih sapi yang tidak muda dan tidak tua
yang sudah banyak melahirkan, tetapi sapi itu masih kuat yang baru melahirkan
sekali atau dua kali. Kalau mereka langsung mengerjakan, tentu akan mudah
mendapatkannya, tetapi mereka malah bertanya lagi kepada Nabi Musa
sifat-sifatnya; mereka bertanya apa warnanya, maka Nabi Musa alaihis salam
berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang
yang memandangnya."
Mereka
pun terus bertanya tentang sapi betina itu sehingga mereka dibebani dengan
beban yang lebih berat lagi, yaitu perintah Nabi Musa 'alaihis salam
berikutnya, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi
betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk
mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya."
Mereka
pun berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang
sebenarnya".
kemudian
mereka mencari sapi itu dengan susah payah hingga akhirnya mereka menemukannya
dan membelinya dengan harga yang cukup mahal, mereka pun menyembelihnya dan
hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu." (Lihat. QS. Al
Baqarah: 69-71)
Selanjutnya
Nabi Musa 'alaihis salam mendekati sapi itu dan mengambil bagian anggota badannya,
kemudian ia gunakan untuk memukul orang yang terbunuh itu, maka tiba-tiba orang
yang terbunuh itu dapat bergerak setelah Allah mengembalikan ruhnya kepadanya,
kemudian ia memberitahukan siapa pembunuhnya, yaitu putera saudaranya, kemudian ia pun mati lagi. Ini termasuk
mukjizat besar dari Allah untuk menunjukkan kebenaran Nabi Musa 'alaihis salam.
Kisah
Nabi Musa dengan Qarun
Qarun
termasuk kaum Nabi Musa 'alaihis salam. Ia adalah seorang yang kaya, harta dan
simpanannya banyak, bahkan kunci-kunci simpanan kekayaannya tidak dapat dibawa
kecuali oleh orang-orang yang kuat.
Akan
tetapi, Qarun mendurhakai Nabi Musa dan Harun, ia tidak menerima nasihat
keduanya, dan ia menyangka bahwa harta dan kenikmatan yang didapatkannya adalah
karena ia berhak memilikinya dan bahwa ia memperolehnya karena ilmunya.
Suatu
hari, Qarun keluar ke kota dengan perhiasan yang besar dan perlengkapan yang
banyak sambil memakai pakaian yang bagus. Ketika ia melewati manusia, maka
sebagian manusia mendekatinya untuk memberinya nasihat dengan berkata, "Janganlah
kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu
membanggakan diri.--Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Terj. Al Qashash: 76-77)
Maka
Qarun menolak nasihat itu dengan sombong, ia berkata, "Sesungguhnya aku
hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku."
Ia
menyangka bahwa harta yang diperolehnya ini karena kecerdasan dan kemampuannya.
Suatu
ketika Qarun keluar ke hadapan manusia dengan satu iring-iringan yang lengkap
dengan pengawal, hamba sahaya dan segala kemewahannya untuk memperlihatkan
kemegahannya kepada kaumnya. Saat itu, sebagian manusia ada yang terfitnah
(terpukau) dengan kekayaan dan perhiasan Qarun, mereka ingin sekiranya mereka
mempunyai seperti yang dimiliki Qarun, tetapi orang-orang saleh di antara
mereka berkata, "Pahala Allah lebih baik bagi orang yang beriman dan
beramal saleh."
Ketika
Qarun terus bersikap sombong dan congkak, maka Allah benamkan Qarun dan
rumahnya ke dalam bumi, dan tidak ada seorang pun yang mampu menolongnya, dan
ketika itu, orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu,
berkata, "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita
(pula). Wahai, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari (nikmat Allah)."
(Terj. QS. Al Qashash: 82)
Wafatnya
Nabi Musa 'alaihis salam
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang wafatnya Nabi Musa 'alaihis
salam sebagai berikut:
جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى
عَلَيْهِ السَّلَامُ. فَقَالَ لَهُ: أَجِبْ رَبَّكَ قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ
السَّلَامُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللهِ
تَعَالَى فَقَالَ: إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ،
وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي، قَالَ فَرَدَّ اللهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى
عَبْدِي فَقُلْ: الْحَيَاةَ تُرِيدُ؟ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ
عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ، فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا
سَنَةً، قَالَ: ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: ثُمَّ تَمُوتُ، قَالَ: فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ، رَبِّ
أَمِتْنِي مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ، رَمْيَةً بِحَجَرٍ، قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَاللهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ
إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ، عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ»
"Malaikat maut
datang kepada Nabi Musa 'alaihis salam, lalu malaikat itu berkata kepadanya,
"Penuhilah Tuhanmu." Maka Nabi Musa segera memukul mata malaikat maut
dan mencoloknya, kemudian malaikat itu kembali kepada Allah Ta'ala dan berkata,
"Engkau mengirimku kepada seorang hamba yang tidak mau mati." Dan ia
telah mencolok mataku, lalu Allah mengembalikan matanya dan berfirman,
"Kembalilah kepada hamba-Ku dan katakan, "Apakah engkau ingin
hidup?" Jika engkau ingin hidup, maka letakkanlah tanganmu di atas
punggung sapi, maka hidupmu sampai waktu sebanyak bulu yang tertutup tanganmu.
Engkau masih dapat hidup setahun." Kemudian Musa berkata,
"Selanjutnya apa?" Allah berfirman, "Selanjutnya engkau
mati." Musa berkata, "Kalau begitu sekaranglah segera." Wahai
Tuhanku, matikanlah aku di dekat negeri yang suci yang jaraknya sejauh lemparan
batu." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Demi
Allah, kalau sekiranya aku berada dekat sana, tentu aku akan memberitahukan
kalian kuburnya di pinggir jalan, di dekat bukit pasir merah." (HR.
Muslim)
Disebutkan
dalam riwayat, bahwa para malaikat yang mengurus pemakamannya dan yang
menyalatkannya. Ketika itu, usianya 120 tahun.
Selesai dengan pertolongan Allah
dan taufiq-Nya, wa shallallahu
‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Qur’anul Karim, Hidayatul Insan
bitafsiril Qur'an (Abu Yahya Marwan), Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs
www.islam.aljayyash.net), Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu
Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy), dll.
0 komentar:
Posting Komentar