بسم الله الرحمن الرحيم
Dunia, ladang beramal
Jika kita keluar rumah, kita akan menyaksikan bahwa
kebanyakan manusia –mungkin juga diri kita- memandang dunia sebagai
tujuan hidupnya. Belum yang kita saksikan di kota-kota baik di pinggiran jalan,
di kendaraan; di bus-bus, kereta maupun lainnya. Kita akan menyaksikan bahwa
yang terlintas di benaknya hanyalah “Bagaimana caranya agar bisa hidup
enak di dunia ini dan menjadi orang yang kaya”, tidak
lebih dari itu. Seakan-akan tidak pernah terlintas di hatinya bahwa hidup di
dunia ini hanya sementara dan bahwa Allah menjadikan dunia ini sebagai ladang
untuk beramal. Kita akan melihat manusia bermegah-megahan dalam segala
hal sampai tidak sempat lagi beramal. Allah berfirman:
"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu-sampai kamu masuk ke
dalam kubur." (Terj. At Takaatsur: 1-2)
Ketika azan dikumandangkan mereka masih saja sibuk dengan
pekerjaannya, tanpa mempedulikan seruan adzan. Padahal tentang dunia ini, Allah
Ta’ala berfirman,
“Ketahuilah, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
saling berbangga dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang
tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan
kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (Terj. QS. Al Hadiid : 20)
Di ayat lain, Allah berfirman:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu, adalah seperti
air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air
itu tanaman-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang
ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya dan berhias, dan
permliknya mengira bahwa mereka pasti
menguasainya (memetik hasilnya), tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami
pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan
laksana tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh
kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada
orang-orang berfikir.” (Terj. QS. Yunus : 24)َ
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
مَا الدُّنْيَا فِي
الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحدُكُمْ أُصْبُعَهُ فِي الْيَمِّ .
فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ؟
"Dunia dibanding akhirat, tidak lain seperti salah seorang
di antara kamu menyelupkan jarinya ke dalam lautan (kemudian diangkat), lalu
lihatlah yang menempel darinya?" (HR. Muslim)
Hikmah di balik musibah
Berbagai macam bencana, musibah, kecelakaan dan kematian yang kita
lihat seharusnya membuat diri kita berhenti dari sikap ini “Mengerahkan pikiran
dan tenaga hanya untuk meraih kenikmatan dunia”, karena pada bencana,
musibah, kecelakaan dan kematian terdapat bukti nyata akan fananya dunia dan
tidak pantasnya dijadikan sebagai tempat tujuan.
Cara pandang yang benar
Sebenarnya, tidak mengapa meraih kesenangan dunia, hanya saja yang
menjadi masalah adalah ketika sibuk dengan dunia sampai lupa dengan akhirat.
Shalat lima
waktu dan ibadah-ibadah lainnya yang sesungguhnya manusia diciptakan untuk itu
malah ditinggalkan dan tidak menggunakan kenikmatan yang ada untuk itu. Tampaknya,
untuk orang yang seperti ini hanya maut saja yang dapat membuatnya menyadari
kelalaiannya. Allah Ta’ala berfirman,
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah
Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara
kamu; lalu ia berkata (menyesali): "Wahai Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan aku sedikit waktu lagi, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?"-- Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan seseorang apabila telah
datang waktunya. Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. (Terj. QS. Al
Munaafiquun : 10-11)
Akibatnya ia pun menyesal, karena terlena
oleh dunia dan tidak sempat beramal.
Sungguh sangat sedikit sekali orang yang memiliki
pandangan “Dunia adalah ladang tempat beramal” sebagai
persiapan menuju negeri yang kekal, yaitu akhirat. Padahal inilah pandangan
yang benar terhadap dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap insan. Oleh
karena itu, ia pun menjadikan berbagai fasilitas yang ada sebagai sarana untuk
memperbanyak amal saleh. Dunia adalah jembatan menuju akhirat, di dunia ia bisa
memperbanyak bekal, yaitu takwa. Dunia adalah tempat ibadah, tempat shalat,
tempat puasa, tempat bersedekah, tempat berjihad dan tempat ia berlomba-lomba
dengan saudaranya untuk menggapai kebaikan (surga).
Petunjuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menjalani
hidup di dunia
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ
أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Jadilah kamu di
dunia seakan-akan sebagai orang asing
atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR.
Bukhari)
Yakni janganlah kamu cenderung kepada dunia, jangan kamu jadikan
sebagai tempat tujuan, jangan sampai terlintas dalam dirimu bahwa kamu akan
kekal di situ, jangan berlebihan terhadapnya, jangan sampai hatimu bergantung
kepadanya, jangan sampai kamu disibukkan oleh selain tujuanmu yang sebenarnya
di dunia ini (yaitu memperbanyak bekal menuju akhirat).
Cukuplah kiranya teladan kita Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam sebagai contoh terdepan dalam berpandangan seperti ini, Ibnu Mas’ud
radhiyallahu 'anhu berkata:
نَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَلَى حَصِيرٍ فَقَامَ وَقَدْ أَثَّرَ فِي جَنْبِهِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
لَوِ اتَّخَذْنَا لَكَ وِطَاءً فَقَالَ مَا لِي وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِي
الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidur di atas tikar. Ketika
bangun, tikar itu memberikan bekas pada rusuk Beliau. Lalu kami berkata, “Wahai
Rasulullah, bolehkah kami membuatkan untukmu kasur?” Beliau menjawab, “Apa
kepentinganku terhadap dunia ini! Aku di dunia ini hanyalah seperti orang yang
menaiki kendaraan yang sedang berteduh sebentar di bawah sebuah pohon, kemudian
akan pergi meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)
Amr bin Harits radhiyallahu 'anhu berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika wafatnya tidak meninggalkan satu dinar,
satu dirham, budak laki-laki maupun budak perempuan dan tidak meninggalkan
apa-apa selain seekor bighal putih (kuda yang lahir dari perkawinan kuda dan
keledai) yang biasa ditungganginya, senjatanya dan tanahnya yang disedekahkan
untuk Ibnussabil." (HR. Bukhari)
Sungguh indah ucapan penyair berikut,
اِنَّ ِللهِ عِبَادًا فُطَنَا طَلَّقُوا الدُّنْيَا وَخَافُو
اْلفِتَنَا
نَظَرُوْا فِيْهَا عَلِمُوْا اَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنًا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً
وَاتَّخَذُوْا صَالِحَ اْلاَعْمَالِ
فِيْهاَ سُفُنًا
“Sesungguhnya Allah
memiliki hamba yang cerdas,
Mereka melepaskan dunia dan takut akan terfitnah,
Mereka melihat dunia itu dengan sebenarnya,
Maka sadarlah mereka bahwa ia tidak pantas
dijadikan tempat menetap,
Mereka pun menjadikan dunia sebagai samudera,
dan menjadikan amal yang shalih sebagai
bahtera.”
Oleh karena itu sudah sepantasnya kita
memiliki sikap Zuhud terhadap dunia.
Nasehat ulama tentang Zuhud
Ali bin Abi Thalib berkata,
“Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan dan akhirat akan datang menghadap.
Masing-masing dari keduanya memiliki
anak-anak, jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia,
karena sesungguhnya hari ini adalah (waktu) beramal dan belum dihisab,
sedangkan nanti adalah hisab dan tidak lagi bisa beramal.”
Abdullah bin ‘Aun berkata,
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu menjadikan untuk dunia ini sisanya (dari
bekerja) untuk akhirat, namun kamu menjadikan untuk akhirat kamu sisanya (dari
bekerja) untuk duniamu.”
Marwan bin Musa
Maraaji': Riyaadhush Shalihin dll.
0 komentar:
Posting Komentar