بسم الله الرحمن الرحيم
Fitnah Dunia
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ »
"Sesungguhnya
dunia ini manis lagi hijau (indah), dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu pengganti generasi sebelumnya.
Dia akan melihat apa yang kamu kerjakan, maka berhati-hatilah kamu terhadap
dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah yang pertama kali
menimpa bani Israil adalah karena wanita."
(HR. Muslim)
Saudaraku, jika anda pergi
bertamasya ke tempat-tempat indah dan menarik, seperti dataran tinggi dan
pegunungan, tentu anda akan melihat lebih jelas indahnya dunia. Bumi yang kita
tempati ini penuh dengan keindahan dan hal yang sangat menarik. Di sana ada pemandangan yang
indah, ada sungai-sungai, ada air terjun, ada pepohonan yang lebat, udara yang
sejuk, gunung-gunung yang menjulang tinggi dan lain-lain. Melihat pemandangan
yang indah dan menyenangkan itu, pernah terlintas dalam hati saya -mungkin juga
anda- keinginan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut; tinggal
bersama keluarga. Saya ingin pergi ke kota
untuk bekerja agar dapat mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya yang kemudian
dapat saya gunakan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut. Namun
saya berfikir dan berfikir lagi, jika saya melakukannya apakah saya akan hidup
kekal di sana
dan aman dari bahaya, kemudian bagaimanakah nantinya saya mencari rezeki? Belum
lagi dengan sarana-sarana yang kurang lengkap tidak seperti di kota . Sadarlah saya bahwa kesenangan dunia
tidak sempurna; ada hidup dan ada mati, ada muda dan ada tua, ada senang dan
ada sedih, ada sehat dan ada sakit, ada rasa aman dan rasa takut serta
keterbatasan lainnya. Lebih dari itu, untuk memperoleh kesenangan dunia harus
diraih dengan kerja keras dan usaha.
Kemudian saya membandingkan
keadaan dunia dengan akhirat; yakni surga, ternyata jauh berbeda. Saya
mendapatkan dalam Al Qur'an dan As Sunnah tentang kenikmatan yang diperoleh
penghuni surga, ternyata benar-benar sempurna. Pemandangannya yang indah sampai
tidak terbayangkan oleh hati, belum pernah dilihat oleh mata dan belum pernah
didengar oleh telinga. Penghuninya kekal dan tidak akan mati, mereka tetap muda
dan tidak akan tua, mereka bersaudara tidak bermusuh-musuhan, mereka tetap
senang dan tidak pernah sedih, mereka tetap sehat dan tidak pernah sakit,
mereka senantiasa memperoleh keamanan dan tidak pernah tertimpa rasa takut dan
kekhawatiran. Apa yang mereka inginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja keras
dan berusaha, belum lagi dengan makanan dan minuman enak yang dihidangkan oleh
para pelayan, bidadari yang bermata jeli dan kesenangan lainnya yang sangat banyak
dan sempurna, nyatalah bagi kita, bahwa surga lebih baik dan lebih patut untuk
dicapai. Tentunya hal ini dapat dicapai bagi mereka yang beriman dan beramal
saleh ketika di dunia. Mudah-mudahan Allah memasukkan kita semua ke dalam
surga, aamiin yaa Rabbal 'aalamiin.
Saudaraku, kesenangan seperti
inilah kesenangan yang sesungguhnya dan kenikmatan yang pantas untuk dikejar.
"Dan untuk yang
demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba." (Terj. QS. Al Muthaffifin:
26)
Namun sangat disayangkan,
sedikit sekali di antara kita yang mengejarnya, bahkan kebanyakan dari kita
lebih rela mengejar kesenangan dunia yang fana' ini, meninggalkan negeri yang
kekal abadi. Allah berfirman,
"Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.--- padahal kehidupan
akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (Terj. QS. Al A'laa: 16-17)
Tidak perlu jauh-jauh untuk membuktikannya,
cobalah kita keluar rumah dan memperhatikan orang-orang di sekitar kita –bahkan
mungkin diri kita seperti itu-, kita akan menyaksikan bahwa yang ada di
benak mereka pada umumnya adalah cita-cita agar mereka bisa hidup enak di dunia
ini, tanpa berpikir lagi tentang akhirat; mau bahagia atau tidak di akhirat,
yang penting bisa hidup enak di dunia. Mereka rela memeras akal dan pikiran serta
membanting tulang sejak bangun tidur hingga tidur kembali hanya bertujuan untuk
memperoleh kesenangan yang sesaat ini; itu pun jika dapat dan maut belum
datang. Lebih dari itu, mereka tidak menyisakan sedikit pun waktunya untuk
akhirat walau beberapa saat, untuk beribadah, untuk shalat berjama'ah, untuk
menambah dengan amalan sunat, untuk membaca Al Qur'an, untuk berdzikr, untuk
menuntut ilmu agama, untuk bersedekah, untuk berbakti kepada orang tua, untuk
menyambung tali silaturrahim dan mengerjakan ibadah lainnya. Seruan azan ibarat
angin yang berlalu, ucapan hayya 'alash shalaah-hayya 'alal falah (marilah kita
shalat-marilah menuju kebahagiaan) masuk ke telinga kanan dan keluar lewat
telinga kiri. Saya tidak mengetahui, mengapa mereka seperti ini, masjid-masjid
yang ada menjadi sepi, kalau pun ada hanya beberapa orang saja. Entah mengapa
mereka tidak menyadari bahwa hidup di dunia hanya sementara. Padahal adakah
manusia yang hidup selamanya di dunia ini? Kalau pun ada manusia yang diberi
umur yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap mati juga. Allah
Azza wa Jalla berfirman,
"Sesungguhnya kamu
akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (Terj. QS. Az Zumar:
30)
Jika demikian, apa persiapan
yang sudah kita lakukan menghadapi kematian yang sudah pasti, yang tidak
melihat keadaan orang yang dijemputnya; masih muda atau sudah tua, sehat atau
sakit, kaya atau miskin?
"Di mana saja kamu
berada, kematian akan menjemput kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang
tinggi lagi kokoh." (Terj. QS. An Nisaa': 78)
Apakah harta-benda yang kita persiapkan
menghadapi kematian, padahal ia tidak akan ikut ke dalam kubur. Apakah keluarga
yang kita persiapkan, padahal keluarga tidak mendampingi kita di alam kubur
ataukah amal? Ya, amal itulah yang mendampingi kita di dalam kubur. Rasulullah shallalllahu
'alaihi wa sallam bersabda:
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى - قَالَ - وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
“Anak
Adam akan berkata, “Hartaku, hartaku”, lalu dikatakan, “Hai anak Adam,
bukankah harta yang kamu miliki itu sudah kamu makan lalu habis atau yang kamu
pakai lalu usang, dan yang kamu sedekahkan, itulah yang kamu bawa.” (HR.
Muslim)
Memang tidak mengapa bekerja
keras untuk meraih kehidupan yang layak di dunia, namun yang jadi masalah
adalah jika berlebihan sampai tidak menyisakan waktu untuk akhirat, dan
seperti inilah kenyataan yang kita lihat. Kita sangat sedih ketika melihat
mereka yang miskin dan hidup dalam kekurangan, kemudian ditambah dengan
meninggalkan shalat, penghasilan mereka dalam sehari tidak seberapa namun
anehnya berani meninggalkan shalat. Padahal apa lagi yang bisa diharap jika
seseorang sudah meninggalkan shalat –selain tobat-?! Saya khawatir -bukan
bermaksud memvonis- mereka tergolong orang yang sengsara dunia-akhirat atau
diistilahkan dengan "sudah jatuh tertimpa tangga"; –hadaanallah wa
iyyahum ajma'iin-. Dalam Al Qur'an disebutkan:
"Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"---Mereka menjawab: "Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
(Terj. QS. Al Muddatstsir: 42-43)
Saudaraku, dunia merupakan
tempat beramal; ia adalah kesempatan terakhir yang setelahnya bukan kesempatan,
yang ada hanyalah balasan terhadap amal yang dikerjakan.
Saudaraku, dunia merupakan
jembatan menuju akhirat, keadaan kita di akhirat tergantung keadaan kita di
dunia, barang siapa yang beramal saleh ketika di dunia maka ia akan beruntung
di akhirat dan barang siapa yang malah mengisi hidupnya dengan kemaksiatan,
maka ia akan merasakan kerugian dan penyesalan di akhirat. Ketika itu,
penyesalan tidak berguna lagi. Ketika itu, memperbaiki diri tidak berguna lagi,
yang ada hanyalah nikmat atau azab. Allah berfirman,
“Di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Terj. QS. Al Hadiid: 20)
Saudaraku, mumpung anda masih
diberi kesempatan hidup oleh Allah, maka perbaikilah dirimu sekarang juga. Al Fudhail pernah berkata kepada
seseorang: "Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?" ia
menjawab, "Enam puluh tahun." Fudhail berkata, "Sudah enam
puluh tahun anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu
akan sampai", orang itu berkata, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi
raaji'uun", Fudhail berkata, "Tahukah anda maksud ucapan
"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun"? sesungguhnya barangsiapa
yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya,
maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang
meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa
dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu."
Orang itu pun bertanya, "Lalu bagaimana jalan keluarnya?" Fudhail
menjawab, "Mudah" orang itu bertanya, "Apa itu?" Fudhail menjawab,
"Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan
diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang,
maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang
sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnya ."
Fitnah Dunia
Saudaraku, hidup di dunia penuh
dengan fitnah (godaan). Godaan dunia ibarat sebuah arus yang deras, yang
membawa pergi dan menghanyutkan apa saja yang ada di hadapan. Kemudian tahukah
kamu, ke arah mana arus itu membawa pergi? Jurang; ke sanalah arahnya.
Tetapi wahai saudaraku, jurang ini bukanlah jurang yang ringan. Ia adalah jurang
yang paling dalam dan di bawahnya terdapat api yang membakar, itulah jurang
neraka –wal 'iyaadz billah-. Oleh karena itu, Nabi kita shallallahu 'alaihi wa
sallam mengingatkan agar kita tetap waspada terhadap godaan dunia yang sangat
menyilaukan, demikian juga mengingatkan kita agar berhati-hati terhadap godaan
wanita, yakni jangan sampai dunia dan wanita membuat kita melalaikan kita dari
perintah Allah, dan jangan sampai keduanya membuat kita terjatuh ke dalam
larangan Allah. Di hadapan kita juga terdapat godaan syubhat yang dicetuskan
oleh Iblis, banyak amal yang menjadi sia-sia karena syubhat yang disodorkannya;
ia tunjukkan kepada manusia sesuatu yang nampaknya baik, padahal tidak ada
kebaikan di dalamnya. Maka timbanglah amalmu dengan kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya agar tidak menjadi sia-sia. Inilah rahasia mengapa Allah mewajibkan
membaca surat
Al Fatihah di dalam shalat di setiap rak'at, karena butuhnya kita terhadap
hidayah dan taufiq-Nya dalam meniti hidup yang penuh cobaan dan godaan ini di
samping keadaan hati yang lemah mudah berbalik.
Saudaraku,
shalat merupakan pegangan yang paling kuat agar seseorang tidak terbawa oleh
arus fitnah (godaan) yang begitu deras.
Tidakkah
anda memperhatikan, bahwa dalam surat Al Fatihah terdapat ayat yang berbunyi
"Ihdinash shiraathal mustaqiim", di sana Anda meminta kepada
Allah agar ditunjukkan mana jalan yang lurus, meminta juga kepada-Nya agar
dibantu menempuh jalan yang lurus itu serta meminta kepada-Nya agar dapat
beristiqamah di atasnya hingga akhir hayat. Maka beruntunglah mereka yang tetap
mendirikan shalat, karena mereka masih memiliki pegangan, mereka masih memiliki
hubungan dengan Allah Ta'ala Sang Pencipta. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
لاَ تَتْرُكْ صَلاَةً مَكْتُوْبَةً مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ
"Janganlah kamu meninggalkan shalat
fardhu dengan sengaja. Barang siapa yang meninggalkannya dengan sengaja, maka
hubungannya telah lepas." (Hasan lighairih, HR. Ibnu Majah dan Baihaqi,
lihat Shahihut Targhib wat Tarhib no. 567)
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar