بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam (bag. 1)
Azar (ayah Nabi Ibrahim) hidup di negeri Babil; Irak, ia
membuat patung dan menjualnya kepada orang-orang agar mereka menyembahnya,
namun ia memiliki seorang anak yang masih kecil bernama Ibrahim yang Allah
karuniakan kepadanya hikmah dan kecerdasan sejak kecil. Allah Subhaanahu wa
Ta'ala berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim
hidayah kebenaran sebelumnya, dan Kami mengetahui (keadaan)nya.” (Terj. Al
Anbiyaa’: 51)
Saat usianya semakin dewasa, mulailah ia memikirkan
siapakah Tuhan yang berhak disembah, kemudian Allah Subhaanahu wa Ta’ala
memberikan petunjuk kepadanya sehingga dia dapat mengenal Allah Tuhannya. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala juga menjadikannya sebagai Nabi dan Rasul kepada kaumnya
untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya; mengeluarkan mereka
dari menyembah patung dan berhala menuju penyembahan kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’ala.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga menurunkan suhuf
(lembaran) kepada Nabi Ibrahim yang di dalamnya terdapat adab, nasihat, dan
hukum-hukum agar Beliau menunjuki kaumnya, mengajarkan kepada mereka
dasar-dasar agama, serta menasihati mereka untuk taat kepada Allah Tuhan mereka,
mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan menjauhi segala perbuatan yang bertentangan
dengan akhlak yang mulia.
Saat Nabi Ibrahim 'alaihis salam pulang ke rumahnya, ia
menemui ayahnya dan berkata, “Wahai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu
yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit
pun?--Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu
pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.--Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah
setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.--Wahai
ayahku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha
Pemurah, sehingga kamu menjadi kawan bagi setan." (Terj. Maryam:
42-45)
Namun ayahnya menolak ajakan anaknya, yaitu Ibrahim ‘alaihis salam. Sambil marah ia berkata, "Bencikah kamu
kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu
akan kurajam, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama". (Terj.
Maryam: 46)
Tetapi Nabi Ibrahim bersabar menghadapi sikap keras
ayahnya, bahkan membalasnya dengan sikap sayang dan berbakti, ia berkata, “Semoga
keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada
Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.---Dan aku akan menjauhkan diri
darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada
Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada
Tuhanku". (Terj. Maryam: 47-48)
Dakwah
Nabi Ibrahim kepada penduduk Hiran dan Babil
Di
zaman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam orang-orang menyembah bintang-bintang dan
patung-patung.
Yang
menyembah bintang-bintang adalah penduduk Hiran, sedangkan yang menyembah
patung adalah penduduk Babil.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
berdakwah kepada penduduk Hiran
Penduduk Hiran adalah para penyembah bintang-bintang.
Beliau mengajak
kaumnya berpikir memperhatikan benda-benda langit; apa pantas benda-benda
tersebut disembah. Disebutkan kisahnya dalam Al Qur’an sbb.:
Ketika
malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang dia berkata, "Ini(kah)
Tuhanku?" Tetapi ketika bintang itu tenggelam dia berkata, "Saya
tidak suka kepada yang tenggelam."
Kemudian
ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, "Ini(kah) Tuhanku?" Tetapi
setelah bulan itu terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak
memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat."
Kemudian
ketika ia melihat matahari terbit, dia berkata, "Ini(kah) Tuhanku?",
ini yang lebih besar." Maka ketika matahari itu terbenam, dia berkata,
"Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan. (lih. Surat
Al An’aam: 75-80)
Di
beberapa ayat tersebut Nabi Ibrahim mengajak kaumnya berpikir jernih tentang kelayakan
menyembah hayaakil (benda-benda langit)?”,
Setelah
menjelaskan kepada kaumnya tentang batilnya menyembah benda-benda langit ini,
Nabi Ibrahim berkata,
"Wahai
kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.--Sesungguhnya
aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan
cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan. (Lihat Al An’aam: 78-79)
Demikianlah
ajaran Nabi Ibrahim, ajarannya adalah ajaran para nabi dari Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam, yaitu tauhid (beribadah hanya
kepada Allah dan meniadakan sesembahan selain-Nya). Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman:
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan.
janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang
menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah. (Terj. Fushshilat: 37)
Nabi
Ibrahim ‘alaihissalam berdakwah kepada penduduk Babil
Penduduk
Babil adalah penduduk yang menyembah
patung-patung.
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam juga keluar menuju tempat
peribadatan kaumnya untuk mengajak kaumnya menyembah Allah, saat sampai di
sana, Beliau mendapatkan kaumnya sedang tekun menyembah patung yang banyak
jumlahnya, mereka menyembahnya, merendahkan diri di hadapannya serta meminta
dipenuhi kebutuhan mereka kepadanya, maka Nabi Ibrahim tampil dan berkata, “Patung-patung
apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?" (Terj. Al Anbiya’:
52)
Kaumnya menjawab, “Kami mendapati bapak-bapak kami
menyembahnya.” (Terj. Al Anbiya’: 53)
Demikianlah kaumnya, mereka tidak memiliki alasan terhadap
perbuatan mereka selain mengikuti nenek-moyang mereka yang sesat.
Ibrahim
berkata lagi, "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam
kesesatan yang nyata. " (Terj. Al Anbiyaa’ : 54)
Kaumnya menjawab, “Apakah kamu datang kepada kami
dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang
bermain-main?" (Terj. Al Anbiyaa’ : 55)
Ibrahim menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan
langit dan bumi yang telah menciptakannya: dan aku termasuk orang-orang yang
dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” (Terj. Al Anbiyaa’: 56)
Ketika Nabi Ibrahim 'alaihis salam melihat kaumnya tetap
kokoh di atas penyembahan kepada patung, maka Beliau memikirkan bagaimana
caranya menghancurkan patung-patung itu agar mereka mau berpikir.
Abu
Ishaq mengatakan dari Abul Ahwash dari Abdullah, ia berkata,
“Ketika
kaum Nabi Ibrahim keluar menuju tempat mereka berhari raya, kaumnya –ada yang
mengatakan “bapaknya”- melewati Nabi Ibrahim sambil berkata, “Wahai
Ibrahim, mengapa kamu tidak ikut bersama kami?” Ibrahim menjawab, “Sesungguhnya
aku sedang sakit dari kemarin,” Nabi Ibrahim pun melanjutkan
kata-katanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi meninggalkannya.” Maka salah
seorang di antara kaumnya ada yang mendengar kata-kata itu.
Dengan
diam-diam Nabi Ibrahim ‘alaihis salam pergi menuju ke tempat patung-patung itu berada, saat melihat di
hadapan patung-patung itu banyak makanan, maka Ibrahim mengejek patung-patung itu dengan berkata, “Mengapa
kalian tidak makan dan mengapa kalian tidak bicara-bicara?”
Segeralah
Nabi Ibrahim menghancurkan berhala-berhala hingga terpotong-potong menggunakan
kapaknya, kecuali berhala yang paling besar.
Menurut
sejarah, Nabi Ibrahim menaruh kapaknya (yang digunakan untuk menghancurkan
patung-patung) di tangan patung yang paling besar, agar kaumnya mengira bahwa
patung inilah yang menghancurkannya dan ia tidak rela ada yang menyembah
selainnya.
Ketika
kaumnya kembali mendatangi tempat patung yang mereka sembah dan melihat apa
yang terjadi,
Mereka
berkata, “Siapakah yang melakukan perbuatan ini
terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya
dia termasuk orang-orang yang zalim."(Terj. Al Anbiyaa’ : 59)
salah
seorang di antara mereka berkata, "Kami dengar
ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim "(Terj. Al
Anbiyaa’ : 60)
Kaumnya
berkata, "Bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang
banyak, agar mereka menyaksikan". (Terj. Al Anbiyaa’ : 61)
Nabi
Ibrahim pun dihadapkan kepada mereka dan disidang, "Apakah
kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai
Ibrahim?"
(Terj. Al Anbiyaa’ : 62)
Ibrahim
menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itulah yang
melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat
berbicara".
(Terj. Al Anbiyaa’ : 63)
Maksud
perkataan Nabi Ibrahim adalah agar
kaumnya mau berpikir, bahwa patung adalah benda mati yang tidak dapat berbicara
sehingga tidak pantas disembah tanpa perlu dijelaskan lagi oleh Nabi Ibrahim
‘alaihis salaam.
Maka
mereka kembali kepada kesadaran mereka dan berkata, "Sesungguhnya kamu sekalian
adalah orang-orang yang menganiaya", (Terj. Al Anbiyaa’ : 64) Yakni karena
meninggalkan patung-patung itu tanpa dijaga.
Kepala
mereka pun menjadi tertunduk, setelah itu mereka berkata kepada Ibrahim:
"Sesungguhnya
kamu telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." (Terj. Al Anbiyaa’
: 65)
Maksudnya,
“Mengapa kamu suruh kami bertanya kepada patung-patung itu, sedangkan kamu tahu
bahwa mereka tidak bisa bicara."
Ketika
itulah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam berkata,
“Maka
mengapa kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat
sedikitpun dan tidak memberi bahaya
kepada kamu?" (Terj. Al Anbiyaa’: 66)
Ah
kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?( Terj.
Al Anbiyaa’ : 67)
Inilah
jihad pertama para nabi, yaitu jihadul ‘ilmi wa iqaamatul hujjah (berdakwah dan
menegakkan hujjah) sehingga tidak ada alasan lagi bagi mereka di hadapan Allah
nanti.
Ketika
kebenaran Nabi Ibrahim telah tampak dan alasan mereka kalah, mereka beralih
kepada cara yang lain, yaitu menggunakan “kekerasan” karena Ibrahim telah menghancurkan patung mereka dan menghina sesembahan
mereka. Mereka
berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu
benar-benar hendak bertindak." (Terj. Al Anbiyaa’ : 68)
Maka
kaumnya pun mengumpulkan banyak kayu bakar, sampai-sampai ada wanita yang sakit
bernadzar, kalau seandainya sakitnya sembuh ia akan ikut mengumpulkan kayu
bakar untuk membakar Ibrahim.
Mereka
meletakan kayu bakar itu dalam sebuah parit dan menyalakan api
di dalamnya hingga menyala besar, lalu mereka meletakan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salaam dalam sebuah wadah manjeniq (alat pelempar) atas usulan seorang dari
daerah Akraad-Persia (Syu’aib Al Jabaay berkata, “Namanya adalah Haizan”, Allah
pun menenggelamkan Haizan ke dalam bumi dan ia tetap berada di dalamnya hingga hari kiamat),
setelah itu dilemparlah Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dalam keadaan terikat dari manjenik itu
ke dalam api. Saat itu Nabi Ibrahim berkata,
حَسْبُنَا اللهُ
وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukup bagiku Allah,
dan Dialah sebaik-baik Pelindung.” (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari)
Maka
Allah Ta’ala pun menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam dengan menjadikan
api itu dingin. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
"Wahai
api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim," (Terj. Al Anbiyaa’
:69)
Ibnu
Abbas dan Abul ‘Aaliyah berkata, “Kalau seandainya Allah tidak berfirman “dan
menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim" tentu dinginnya akan menyakiti
Ibrahim.
Ketika
itu ada binatang yang ikut membantu meniupkan api untuk membakar Nabi Ibrahim,
yaitu wazagh (cicak atau tokek) (berdasarkan hadits riwayat Bukhari), oleh
karena itulah mengapa Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam menyuruh untuk
membunuh cicak, dan menjelaskan bahwa membunuhnya sekali pukul akan mendapatkan
seratus kebaikan, jika dua kali pukul, pahalanya berkurang dst. (berdasarkan
hadits riwayat Muslim). Wallahu a'lam
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraaji’: Al Qur’anul Karim, Mausu’ah Al Usrah Al
Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net),
Shahih
Qashashil Anbiya’ (Ibnu
Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy), dll.
0 komentar:
Posting Komentar