Luasnya Rahmat Allah

بسم الله الرحمن الرحيم

Luasnya Rahmat (kasih sayang) Allah Subhaanahu wa Ta'aala


Dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman:
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ  ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ، فَاسْتَهْدُوْنِي أَهْدِكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُوْنِي أَطْعِمْكُمْ . يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُوْنِي أَكْسُكُمْ . يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ، يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُوْنِي . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئاً . يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيْدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُوْنِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ   مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمَخِيْطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ .   يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعَمَالُكُمْ
أُحْصِيْهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوْفِيْكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْراً فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ .
“Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan menjadikan perbuatan itu haram dilakukan antara sesama kamu, maka janganlah kamu saling berlaku zalim. Wahai hamba-Ku, kamu semua tersesat selain orang yang Aku berikan hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan hidayah kepadamu. Wahai hamba-Ku, kamu semuanya kelaparan selain orang yang Aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kamu makanan. Wahai hamba-Ku, kamu semuanya tidak berpakaian selain orang yang Aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku akan berikan kamu pakaian. Wahai hamba-Ku, kamu semuanya melakukan kesalahan di malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya Aku akan ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada bahaya yang dapat kamu lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak adanya manfaat yang dapat kamu berikan kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, seandainya orang yang pertama di antara kamu sampai orang yang terakhir, dari kalangan manusia dan jinnya semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun.  Wahai hamba-Ku, seandainya orang yang pertama di antara kamu sampai orang yang terakhir, dari kalangan manusia dan jinnya, semuanya berhati jahat seperti jahatnya salah seorang di antara kamu, niscaya hal itu tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. Wahai hamba-Ku, seandainya  orang yang pertama di antara kamu sampai orang yang terakhir  semuanya berdiri di sebuah bukit lalu meminta kepada-Ku, kemudian setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku selain bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan ke dalam lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kamu akan dijumlahkan untuk kamu kemudian diberikan balasannya, siapa yang mendapatkan kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan siapa yang menemukan selainnya, maka janganlah ada yang dicela selain dirinya. (HR. Muslim)

Syarh (penjelasan):

Hadits ini disebut hadits Qudsi, yaitu hadits yang lafaz dan maknanya dari Allah Ta’ala, namun tidak dipakai untuk beribadah, tidak seperti Al Qur’an.
Firman Allah, Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan menjadikan perbuatan itu haram dilakukan antara sesama kamu
Di hadits ini Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia mengharamkan terjadinya tindak kezaliman pada Diri-Nya. Zalim adalah lawan dari kata adil, yang artinya tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Oleh karena itu, Allah tidak akan menghukum orang yang tidak melakukan kejahatan, juga tidak akan menghukum seseorang karena dosa yang dilakukan orang lain. Allah akan memutuskan masalah di antara manusia dengan adil, dan tidak mengurangi kebaikan yang dilakukan seorang hamba, bahkan akan melipatgandakannya hingga sepuluh kali lipat, dan seterusnya hingga kelipatan yang banyak. Allah Ta’ala berfirman:
“Barang siapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (terj. Al An’aam: 160)
Dan syari’at Islam seluruhnya berisi keadilan.
Di hadits tersebut juga dijelaskan bahwa Allah mengharamkan hamba-Nya berbuat zalim.
Zalim terbagi dua:
-   Zalim kepada diri sendiri, yaitu dengan mengerjakan maksiat besar maupun kecil, karena saat ia berbuat maksiat, sama saja hendak menganiaya dirinya (siap menerima siksaan). Zalim kepada diri yang paling besar adalah syirk (menyekutukan Allah), karena pelakunya memposisikan makhluk sebagai khaaliq (Pencipta), sehingga ia beribadah dan menyembah kepadanya. Hal ini sama saja tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya.
-   Zalim kepada orang lain, seperti menyakiti, mengambil harta dan menodai kehormatannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ ،
“Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu adalah terpelihara.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Bukhari, Muslim dll.)
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku, kamu semua tersesat selain orang yang Aku berikan hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku…dst.
Maksudnya adalah bahwa pada asalnya manusia itu tersesat kecuali orang yang diberikan hidayah oleh Allah Azza wa Jalla karena sebagaimana diketahui bahwa manusia lahir ke dunia tanpa mengenal apa-apa. Jika demikian keadaannya, maka seharusnya ia meminta hidayah kepada Allah. Oleh karena itu Allah berfirman “maka mintalah hidayah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan hidayah kepadamu.
Hidayah yang diminta ini mencakup dua hidayah, yaitu:
-    Hidayah Irsyad, yakni meminta kepada Allah agar ditunjukkan mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah, mana jalan yang diridhai-Nya dan mana jalan yang dimurkai-Nya.
-    Hidayah Taufiq,  yakni meminta kepada Allah agar dibantu menempuh hidayah irsyad tersebut. Karena banyak orang yang mengetahui jalan yang benar, namun tidak mau menempuhnya.
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku, kamu semuanya kelaparan selain orang yang Aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku …dst.
Yang demikian itu adalah karena Allah adalah Ar Razzaq (Maha Pemberi rizki), di Tangan-Nyalah rizki, maka mintalah rizki kepada-Nya.
Hadits ini, mengingatkan tentang butuhnya kita kepada Allah sedangkan Dia Maha Kaya tidak membutuhkan alam semesta. Demikian juga, menunjukkan lemahnya kita dalam mendatangkan manfaat dan menolak madharrat tanpa pertolongan Allah Ta’ala. Hadits ini juga, menunjukkan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala senang diminta oleh hamba-hamba-Nya dalam semua yang dibutuhkan hamba, baik masalah dunia (seperti meminta makan, minum dan pakaian) maupun agama (seperti meminta hidayah dan ampunan).
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku, kamu semuanya melakukan kesalahan di malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya…dst.
Di dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ, وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ اَلتَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Kata-kata “kamu semuanya melakukan kesalahan di malam dan siang hari” terdapat celaaan yang seharusnya seorang mukmin merasa malu berbuat maksiat. Namun demikian, perbuatan ini al hamdulillah ada obatnya, yaitu istighfar (meminta ampun kepada Allah) sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Kata-kata “maka mintalah ampun kepada-Ku” adalah agar kita tidak putus asa dari rahmat Allah betapa pun besar dosa yang kita lakukan. Oleh karena itu, ketika kita terjatuh dalam maksiat, segeralah beristighfar dan bertobat.
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada bahaya yang dapat kamu lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak adanya manfaat yang dapat kamu berikan kepada-Ku.
Yakni kalau seandainya penduduk bumi semuanya kafir kepada Allah, hal itu sama sekali tidak memberikan madharrat (bahaya) bagi Allah sedikit pun. Demikian juga, kalau seandainya penduduk bumi semuanya beriman, hal itu sama sekali tidak memberikan sedikit pun manfa’at bagi Allah, karena Dia Maha kaya, tidak membutuhkan makhluk-Nya.
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku, seandainya orang yang pertama di antara kamu sampai orang yang terakhir, dari kalangan manusia dan jinnya semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa di antara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun…dst.”
Hadits ini menjelaskan bahwa Allah tidaklah mengambil manfaat dengan ketakwaan hamba-hamba-Nya, bahkan merekalah yang mengambil manfaatnya, merekalah yang butuh bertakwa kepada Allah, butuh menaati-Nya dan butuh mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian juga bahwa pelaku maksiat, perbuatannya itu tidaklah membahayakan siapa-siapa selain dirinya sendiri, dan Allah tidaklah tertimpa madharrat karena maksiatnya.
Firman Allah, “Wahai hamba-Ku, seandainya  orang yang pertama di antara kamu sampai orang yang terakhir  semunya berdiri di sebuah bukit lalu meminta kepada-Ku, kemudian setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku selain bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.
Kata-kata “selain bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan ke dalam lautan” adalah untuk menguatkan bahwa apa yang ada di sisi Allah sama sekali tidak berkurang, karena jika jarum dicelupkan ke dalam lautan, lalu diangkat, maka tetesan yang menempel pada jarum itu sama sekali tidak berarti apa-apa. Di dalam hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يَدُ اللَّهِ مَلأَى لاَ تَغِيضُهَا نَفَقَةٌ ، سَحَّاءُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Tangan Allah selalu penuh, tidak berkurang karena memberi, Dia Selalu memberi di malam dan siang hari.”
Lalu Beliau bersabda: “Bagaimana menurutmu jika ternyata Dia telah memberi sejak diciptakan-Nya langit dan bumi, namun tidak berkurang sama sekali apa yang ada di Tangan-Nya?” (HR. Bukhari-Muslim)
Firman Allah “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kamu akan dijumlahkan untuk kamu kemudian diberikan balasannya, siapa yang mendapatkan kebaikan maka hendaklah dia memuji Allah dan siapa yang menemukan selainnya, maka janganlah ada yang dicela selain dirinya.
Hadits ini menunjukkan bahwa amal manusia baik atau pun buruk, besar maupun kecil akan dijumlahkan semuanya dan akan diberikan balasan. Ini pun termasuk keadilan Allah. Allah Ta’ala berfirman:
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”--Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (terj. Az Zalzalah: 7-8)
Oleh karena itu, barang siapa yang mendapatkan kebaikan, seperti dapat mengerjakan ketaatan, maka hendaknya ia memuji Allah, karena Dia-lah yang membantunya. Dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka yang berhak dicela adalah dirinya, karena dirinya sendiri yang menganiayanya dengan menuruti hawa nafsunya dan tidak mau tunduk kepada hukum Allah, padahal Allah telah menerangkan hujjah, sehingga tidak ada lagi ‘udzur/alasan.

Marwan bin Musa
Maraaji’: Beberapa kitab syarah Al Arba’in (syarh Syaikh Ibnu 'Utsaimin, syarh Syaikh Isma'il Al Anshari dan syarah Syaikh Shalih Abdul 'Aziz Alusy Syaikh), Maktabah Syaamilah, Jaami’ul Ulum wal Hikam dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger