بسم الله الرحمن الرحيم
Saat Musibah Menimpa
Musibah demi musibah datang silih berganti, terkadang
berupa kemarau panjang, angin ribut, banjir besar, gempa bumi, kemarau panjang,
gunung meletus, kebakaran dan lain-lain.
Namun sangat disayangkan, manusia memandang hal
tersebut dengan sebelah mata, mereka mengira musibah itu hanyalah bencana alam
biasa, karena sebab ini dan itu, sehingga yang terlintas di benak mereka
hanyalah kata-kata “Cara menangatasi musibah ini adalah dengan membuat ini atau
itu” dsb.
“Mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka terhadap
(kehidupan) akhirat adalah lalai.” (terj. Ar Ruum: 7)
Mereka tidak melihat di balik semua itu dan tanpa
menjadikannya sebagai pelajaran, sehingga masih saja tetap berada di atas
maksiat dan penyimpangan –wal ‘iyaadz billah-. Padahal, musibah yang menimpa
sebabnya adalah karena maksiat yang dikerjakan, karena meninggalkan petunjuk
Allah Rabbul ‘Alamin, beralih mengerjakan larangan-larangannya dan melanggar
batasan-batasannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu
maka adalah disebabkan
oleh perbuatan tanganmu sendiri,
dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (terj.
Asy Syuuraa: 30)
Sesungguhnya dalam musibah itu terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah agar manusia kembali kepada Allah, bertobat kepada-Nya dan
menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat yang selama ini mereka kerjakan seperti
syirk (peribadatan kepada selain Allah) dan maksiat-maksiat besar lainnya, misalnya
meninggalkan shalat, enggan membayar zakat, durhaka kepada orang tua,
memutuskan tali silaturrahim, merajalelanya zina, perjudian, riba, meminum
minuman keras, mengurangi takaran dan timbangan, mengumbar aurat bagi wanita,
dsb. Ingat! jika sudah seperti ini keadaannya, dan orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk merubahnya enggan merubahnya berarti negeri tersebut sudah siap
menerima kehancuran baik dari langit, dari bawah bumi, atau dengan dijadikan
musuh menjajah negeri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
Katakanlah:
"Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau
dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan
kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu
keganasan sebahagian yang lain.” (terj. Al An’aam: 65)
Mujahid menjelaskan
tentang tafsir ayat ini,
Katakanlah:
"Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu
yaitu (seperti)
halilintar, hujan batu dan angin topan.
Sedangkan ayat
“atau dari bawah kakimu”
yaitu (seperti) gempa dan tanah
longsor.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا
الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوْا عَلىَ يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُُ بِعِقَابٍ
مِنْهُ
“Sesungguhnya jika masyarakat melihat orang yang
melakukan kezhaliman, namun tidak mereka cegah, Allah bisa segera menimpakan
siksa kepada mereka secara merata.” (HR. Tirmidzi, dan tercantum dalam Ash
Shahiihah)
Perlu diketahui, bahwa Allah tidaklah membinasakan
suatu negeri melainkan karena penduduknya berlaku zhalim. Allah berfirman:
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri
secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Terj.
Huud: 117)
Oleh karena itu, sebelum musibah datang Allah
mengingatkan agar orang-orang yang terpandang di masyarakat melakukan nahi
mungkar:
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum
kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang dari (mengerjakan)
kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah
Kami selamatkan di antara mereka.” (terj. Huud: 116)
Renungan
Ingatlah, sebelumnya orang yang tertimpa musibah
sebenarnya telah melihat saudara-saudaranya yang lain terkena musibah, tetapi
musibah yang menimpa saudaranya itu tidak membekas apa-apa di hatinya, ia
menganggap bahwa musibah yang menimpa saudaranya itu tidak mungkin menimpanya,
karena menyangka tempatnya aman dan tidak rawan musibah. Namun ternyata
anggapannya keliru, dan musibah pun datang menimpa dirinya. Perhatikanlah ayat
berikut:
“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang
tidur?---Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan
siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka
sedang bermain?---Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak
terduga-duga)? Tidak ada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang
yang merugi.
(terjemah Al A’raaf: 97-99)
Oleh karena itu, wahai orang yang bermaksiat kepada
Allah, bertobatlah kepada-Nya sebelum maut datang menjemput, kalau pun anda
tidak tertimpa musibah di dunia, namun di depan anda ada kubur yang bisa
menjadi nikmat atau azab bagi anda, dan setelahnya lebih dahsyat lagi
–nas’alullahas salaamah wal ‘aafiyah-. Kalau pun anda terhindar dari bencana,
namun tidak ada yang dapat menghindarkan diri anda dari malapetaka hari kiamat
yang ketika itu manusia bagai anai-anai yang bertebaran dan gunung-gunung
seperti bulu yang dihambur-hamburkan,
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu;
sesungguhnya goncangan (gempa) hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang
sangat besar--pada hari kamu melihat goncangan itu, lalailah semua wanita yang
menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita
yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya
mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras. (terjemah Al Hajj:
1-2)
Ketahuilah bahwa tidak ada tempat melarikan diri dari
azab-Nya kecuali dengan kembali kepada-Nya,
“Maka larilah kamu kepada Allah, sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan kepadamu”- Janganlah kamu adakan sesembahan lain
selainNya, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepadamu” (terj. Adz
Dzaariyaat ayat 50 dan 51)
Jalan keluar dari musibah
Dalam Al Qur’an Allah berfirman:
Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (terjemah Al A’raaf: 96)
Jelas sekali, bahwa
jika suatu negeri ingin diberikan keberkahan, hujannya menumbuhkan tanaman dan
menyuburkan tanah, kampungnya menjadi tempat tinggal yang nyaman, aman dan
tentram, jalan keluarnya adalah TAQWA; mengerjakan perintah Allah yang
selama ini ditinggalkan dan menjauhi larangan Allah yang selama ini dikerjakan.
Maka kewajiban kita
ketika musibah datang adalah dengan meminta ampun kepada Allah dan bertobat
kepada-Nya, tunduk kepada-Nya dan meminta keselamatan kepada-Nya, serta
memperbanyak dzikr dan istighfar, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Dan tidaklah Allah akan mengazab
mereka, sedangkan mereka meminta ampun (terj. Al Anfal: 33)
Pentingnya Amr ma’ruf
– Nahy munkar
“Dan (ingatlah)
ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kamu menasehati kaum
yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat
keras?" Mereka menjawab, "Agar Kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa---Maka ketika mereka
melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang
yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang
zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (terj. Al
A’raaf: 164-165)
Jika anda ingin
diselamatkan Allah ketika adzab datang, lakukanlah Amr Ma’ruf - Nahy Mungkar,
perhatikanlah ayat tersebut: “Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari
perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang
keras.”
Sikap kita
Ketika musibah datang
menimpa, sikap dan pandangan yang selayaknya dimiliki seorang muslim adalah:
q Musibah
yang menimpanya adalah karena dosa-dosanya dan Allah memaafkan sebagian
besarnya.
q Kewajiban
kita ketika terjadi bencana ini adalah segera beristighfar dan bertobat kepada
Allah.
Sungguh sangat
disayangkan sebagian orang menghadapi musibah ini dengan perbuatan-perbuatan
yang sebenarnya mendatangkan musibah baru, seperti syirk (baik syirk dalam
rububiyyah maupun dalam uluhiyyah) dan maksiat.
Contoh syirk dalam
rububiyyah adalah seperti yang kita saksikan ada sebagian orang yang sudah
terkena musibah, masih saja mengira karena penguasa laut pantai ini atau itu
sedang marah, padahal penguasa pantai ini atau itu dan alam semesta secara
keseluruhan adalah Allah, Maha Suci Allah dari keyakinan yang rusak ini.
Akhirnya mereka membuat sesaji dan kurban yang merupakan syirk syirk dalam
uluhiyyah.
q Dalam
musibah terdapat peringatan bagi kita agar waspada terhadap perbuatan maksiat.
Oleh karena itu, seharusnya musibah itu membekas di hati seorang muslim,
menjadikan kita ingat kepada Allah, menghidupkan hati kita, dan menyadarkan
kita terhadap kelalaian.
q Hendaknya
diingat bahwa musibah bagi seorang muslim itu menghapuskan dosa-dosanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا
مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim mendapatkan
kelelahan, sakit, kesedihan dan kegelisahan bahkan duri yang mengenainya,
kecuali Allah akan menghapuskan dengan itu dosa-dosanya. (HR. Bukhari)
q Perlu
diketahui, bahwa pada bencana tersebut terdapat bukti yang jelas akan keagungan
Allah dan lemahnya orang-orang yang menyombongkan diri.
Adapun kaum 'Aad, mereka
menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata:
"Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?" dan apakah mereka
itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka adalah lebih besar
kekuatan-Nya daripada mereka? (terjemah Fushshilat: 15-16)
q Bagaimana
tidak terdapat bukti yang jelas akan kekuasaan Allah dan lemahnya orang yang
menyombongkan diri, hanya ditimpakan musibah ringan saja manusia sudah
merasakan beratnya menanggung musibah itu. Ini baru musibah biasa, maka
bagaimanakah bila musibah hari kiamat?
q Telah
berlalu ummat-ummat terdahulu, ketika kekufuran dan kemaksiatan merajalela,
Allah mengazab mereka,
Maka masing-masing Kami siksa
disebabkan dosanya, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan
batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara
keras yang mengguntur (halilintar), dan di
antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka
ada yang
Kami tenggelamkan, dan
Allah sekali-kali tidak
hendak menganiaya mereka, akan
tetapi merekalah yang menganiaya
diri mereka sendiri. (Al ‘Ankabut: 40)
Maka siapakah yang
mau mengambil pelajaran?”
Abu Yahya Marwan
Maraaji’: Nashiihah haulaz
zalaazil (Syaikh bin Baz), Az Zilzaal ‘ibrah wa ‘izhah (Syaikh M. bin Abdillah
Al Hadban), Tafsir Ibnu Katsir dll.
0 komentar:
Posting Komentar