بسم الله الرحمن
الرحيم
Min Akhthaa'il
Mushalliin
(Beberapa
Kesalahan Dalam shalat)
Segala puji
bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya,
dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Berikut ini
beberapa kekeliruan yang sering dilakukan seseorang dalam shalat, kami ingatkan
sebagai bentuk nasihat kami bagi kaum muslimin. Mudah-mudahan Allah Subhaanahu
wa Ta'aala menjadikan risalah ini bermanfaat, Allahumma aamiin.
1.
Melafazkan
niat (seperti mengucapkan “Ushalliy…dst.”)
Imam Ibnul Qayyim berkata dalam
Ighaatsatul Lahfaan, “Niat adalah keinginan dan kemauan terhadap sesuatu,
tempatnya di hati, tidak ada kaitannya sama sekali dengan lisan. Oleh karena
itu, tidak ada nukilan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya
bahwa niat itu dilafazkan. Lafaz yang diucapkan ketika hendak memulai bersuci
dan shalat ini dijadikan oleh setan sebagai (alat) perlawanan terhadap orang
yang was-was, di mana hal ini membuat mereka (orang yang was-was) tertahan
(dari melakukan sesuatu) dan merasa tersiksa, bahkan membuat mereka ingin tetap
terus membetulkan (niatnya karena merasa tidak sah dan kurang puas), oleh karenanya
kamu melihat di antara mereka ada yang mengulanginya, ada juga yang bersusah
payah mengucapkannya, padahal hal itu tidak termasuk bagian shalat sedikit pun.”
2.
Menjaharkan/mengeraskan
dzikr-dzikr dalam shalat (termasuk bacaan Al Qur’annya pada
shalat yang disirrkan/dipelankan bacaannya).
Misalnya ketika seseorang shalat terdengar bacaan dzikrnya oleh orang
yang shalat di kanan-kirinya sehingga mengganggu orang yang berada di
kanan-kirinya itu.
3.
Tidak
menggerakkan lisan dan dua bibir ketika membaca dzikr-dzikr shalat (termasuk
bacaan Al Qur’annya).
Dalam membaca dzikr (termasuk bacaan
Al Qur’annya pada shalat yang disirrkan bacaannya) dalam shalat, yang benar
adalah pertengahan antara no. 2 dan no. 3 di atas (tidak menjaharkan dzikirnya
itu, tetapi ia baca sehingga kalau pun terdengar hanya suara lirih/dandanah
saja namun tidak dapat dipahami oleh yang berada di sebelahnya karena pelan)
–Wallahu a’lam-.
4.
Bersandar
ke tiang atau tembok ketika shalat padahal tidak dibutuhkan.
Jika dibutuhkan maka tidak mengapa
seperti karena ia tidak kuat berdiri lama, ia sudah tua atau sakit atau sedang
lemah dsb.
5.
Tidak
mau merapatkan shaff (barisan) dan meluruskannya, tetapi malah membuat celah di
dalam shaff.
6.
Tidak
menutup pundak dalam shalatnya.
7.
Tidak
thuma’ninah di dalam shalat.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, dimana
kalau seseorang meninggalkannya maka tidak sah shalatnya. Thuma’ninah adalah diam
sejenak setelah benar-benar ruku’, sujud, i’tidal atau pun duduk di antara dua
sujud minimal lamanya seukuran sekali ucapan tasbih. Kita dapat melihat banyak
orang yang belum sempurna ruku’ atau sujudnya, ia langsung bangkit dan
melakukan shalat seperti burung yang sedang mematuk (cepat sekali). Orang yang
melakukan shalat dengan tidak thuma’ninah seperti itu adalah tidak sah dan
wajib diulangi.
8.
Tidak
menyentuhkan ke lantai salah satu dari tujuh anggota sujud.
Misalnya
hidung tidak disentuhkan ke lantai, tetapi hanya dahinya saja, kedua kaki tidak
disentuhkan, atau bahkan menaruh salah satu kakinya di atas yang lain dsb.
9.
Kaffuts
tsaub wasy sya’r fish shalaah (menarik/mengangkat kain dan rambut dalam shalat).
Imam Nawawi mengatakan, “Para ulama
sepakat tentang terlarangnya shalat, sedangkan bajunya, lengan bajunya dan
sebagainya diangkat (digulung).”
Ada yang
mengatakan bahwa hikmahnya adalah karena menarik kain dan rambut agar tidak
tersentuh tanah adalah kebiasaan orang-orang yang sombong, maka kita dilarang
berbuat begitu agar tidak mirip orang-orang yang sombong. Jumhur (mayoritas)
ulama berpendapat makruh melakukan demikian bagi orang yang shalat, baik
dilakukan di dalam shalat maupun sebelum memasuki shalat.
10.
Tidak
langsung mengikuti imam ketika baru datang (masbuq) bahkan malah menunggu imam
menyelesaikan gerakannya dsb.
Bagi
masbuq wajib mengikuti imam bagaimana pun keadaan imam setelah didahului
takbiiratul ihram. Jika ia (masbuq)
kurang beberapa rakaat, ia tambahkan rakaatnya itu setelah imam salam.
11.
Tidak
mengikuti imam.
Termasuk
tidak mengikuti imam adalah mendahului imam (musaabaqah), bersamaan
(muwaafaqah) dan berlama-lama (tidak segera) mengikuti imam (takhalluf). Oleh
karena itu, hendaknya makmum langsung mengikuti imam setelah imam selesai
mengucapkan “Allahu akbar”, dan bagi imam hendaknya tidak terlalu panjang
mengucapkan takbir.
12.
Mendatangi
masjid dengan tergesa-gesa.
13.
Mendatangi
masjid sehabis makan bawang merah atau putih atau makanan yang memiliki bau
tidak sedap.
14.
Melakukan
shalat sunnah ketika iqamat sudah dikumandangkan.
Jika masih baru memulai shalat, maka
ia putuskan shalatnya itu, namun jika sudah hampir selesai atau sudah rakaat
terakhir, maka ia lanjutkan dengan ringan.
15.
Memanjangkan
takbir hingga kata terakhirnya “Akbaaaar.”
16.
Makmum
mengeraskan takbiratul ihram dan takbir intiqalnya (berpindah gerakan) seperti
halnya imam.
Yang mengeraskan takbir hanyalah imam,
makmum tidak perlu mengeraskan takbirnya, kecuali jika dibutuhkan. Misalnya
takbir imam tidak terdengar oleh shaf bagian belakang, Hal ini pun tidak perlu
banyak orang.
17.
Meludah
ke arah kiblat atau ke kanannya.
18.
Melakukan
shalat di pemakaman, dan shalat di masjid yang dibangun di sekitar pemakaman;
baik kubur tersebut di depannya (ini lebih parah), di kanannya maupun di kirinya.
Dalam Al Qaulul Mubiin disebutkan,
“Yang shahih adalah dilarang shalat di masjid yang terletak di antara
kubur-kubur sampai antara masjid dengan pekuburan ada penghalang lagi, dan
bahwa dinding masjid tidak cukup menghalangi antara dia dengan kuburan.”
19.
Diharamkan
juga shalat di dekat kuburan, juga haram shalat menghadap ke kuburan dan di
atas kuburan.
20.
Banyak
bergerak ketika shalat meskipun tidak berturut-turut.
Misalnya
melihat jam tangan, memandang ke kanan dan ke kiri ketika shalat, memandang ke
langit, menengok dsb.
21.
Shalatnya
sebagian orang yang sakit dalam keadaan duduk padahal mampu berdiri.
22.
Tidak
mau berhias kepada Allah ketika hendak shalat.
Misalnya
memakai baju yang jelek atau kurang layak ketika shalat, padahal masih ada baju
yang bagus atau lebih layak dsb.
23.
Menentukan
tempat khusus untuk shalat ketika di masjid –selain imam-.
Dalam hadits hasan dari Abdurrahman
bin Syibl ia berkata:
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ r عَنْ نُقْرَةِ
الْغُرَابِ ، وَافْتِرَاشِ السَّبُعِ ، وَأَنْ يُوَطّنَ الرَّجُلُ الْمَكَانَ فِي
الْمَسْجِدِ كَمَا يُوَطِّنُ الْبَعِيْرُ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
(shalat dengan cepat) seperti mematuknya burung gagak, (sujud dengan menidurkan
siku) seperti binatang buas dan melarang seseorang menetapi tempat khusus
(untuk shalat) di masjid seperti halnya unta.” (HR. Ahmad, Darimi, Nasa’i, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan hakim, dan dihasankan oleh Syaikh Masyhur bin Hasan dalam
Al Qaulul Mubin)
24.
Shalat
memakai baju yang bergambar makhluk bernyawa.
Jika gambarnya bukan gambar makhluk
bernyawa, tetapi hanya corak-corak saja atau ukiran yang bisa mengganggu
kekhusyuan maka hukumnya makruh. Akan tetapi, jika gambarnya adalah gambar
makhluk bernyawa maka hukumnya haram, karena sesuatu yang di luar shalat haram
maka lebih haram lagi jika dibawa ke dalam shalat. Kita bisa melihat di zaman
sekarang ada yang shalat dengan memakai baju bergambar binatang, bergambar
manusia, ada pula yang berupa foto dsb.
25.
Mengucapkan
“Rabbigh firliy” ketika hendak mengucapkan amin setelah membaca surat Al Fatihah. Ini
termasuk diada-adakan.
26.
Mengucapkan
“alaihimas salam” setelah mendengar imam membaca “Shuhufi Ibraahiima wa
muusaa.” Ini pun sama termasuk diada-adakan.
27.
Wanita
mendatangi masjid tanpa mengenakan hijab (jilbab) syar’i.
Di zaman sekarang, zaman dimana umat
Islam sudah jauh dari agamanya, hal ini sudah menjadi hal yang biasa, sungguh
sangat disayangkan banyak para imam masjid malah diam saja tidak mau
mengingatkan, padahal wanita yang keluar mengenakan hijab syar’i hanya memakai
minyak wangi saja dilarang oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ikut
shalat bersama Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam apalagi hal ini (mendatangi
masjid tanpa memakai jilbab).
28.Shalat dengan kepala miring.
29.Shalat dengan aurat terbuka.
Misalnya ketika shalat memakai baju
yang pendek, sehingga ketika ruku’ atau sujud bajunya tersingkap, lalu
kelihatan bagian bawah punggungnya. Memakai baju seperti ini berarti telah
membuka auratnya, dan terbuka auratnya dapat menyebabkan batalnya shalat.
30.Mengucapkan “Subhaan mal laa yanaamu wa laa yas-huu” ketika sujud
sahwi.
Disebutkan dalam kitab As Sunan Wal
Mubtada’aat, “Dan tidak ada riwayat yang dihapal dari Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam tentang dzikr khusus untuk sujud sahwi, bahkan dzikrnya adalah sama
seperti dzikr sujud yang lain dalam shalat, adapaun ucapan ““Subhaan mal laa
yanaamu wa laa yas-huu” maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
mengerjakannya, tidak pula sahabat dan tidak ada dalil dari As Sunnah sama
sekali.
31.
Tambahan
“Sayyiidinaa” dalam bacaan shalawat.
Hal ini, karena masalah ta’abbudiy (ibadah) baik berupa dzikr maupun
perbuatan tidak boleh ditambah-tambah.
32.
Shalat
dengan celana atau sarung yang isbal (kainnya menjulur melewati mata kaki).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ
الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ *
“Yang melewati mata kaki berupa sarung (atau lainnya) adalah di
neraka.” (HR. Bukhari)
Jika ditambah dengan
kesombongan, maka lebih besar lagi dosanya.
33.
Mengganggu
orang yang sedang shalat dengan bacaannya.
Jika seseorang melakukan shalat secara
sendiri (misalnya shalat malam) sedangkan di situ ada orang lain yang sedang
shalat malam juga maka hendaknya masing-masing tidak mengganggu yang lain
dengan mengeraskan bacaan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي
الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَعْلَمْ أَحَدُكُمْ مَا يُنَاجِي
رَبَّهُ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ فِي الصَّلَاةِ * (احمد)
“Sesungguhnya salah seorang diantara kamu jika berdiri dalam
shalat itu sedang bermunajat (berbisik-bisik) dengan Tuhannya. Oleh karena itu,
hendaknya ia mengetahui munajatnya itu kepada Tuhannya, dan janganlah sebagian
kamu mengeraskan bacaan dalam shalat kepada sebagian yang lain.” (HR. Ahmad,
hadits ini setelah kami periksa sanadnya adalah shahih)
Di hadits tersebut kita
dilarang mengganggu orang yang shalat
dengan suara keras kita, namun di zaman sekarang kita melihat ketika ada yang
sedang shalat, orang-orang bersuara keras dengan pengeras suara melantunkan
sya’ir di antara azan dan iqamat. Sudah tentu, hal ini lebih dilarang lagi,
apalagi yang mereka lantunkan itu terkadang mengandung kata-kata ghuluw (memuji
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berlebihan) atau bahkan sampai
mengandung kesyirkkan, seperti dalam shalawat nariyah –Wallahul musta’aan-.
Beberapa Kesalahan Dalam
Dzikr Setelah Shalat
Dalam berdzikr setelah shalat, banyak orang yang
menyelipkan tambahan-tambahan yang sebenarnya bukan dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah: (1) membaca surat Al Fatihah, (2) membaca
Laailaahaillallah 100 kali, (3) membaca dzikrnya secara jama’i (karena yang
sesuai contoh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah membacanya
masing-masing dan tidak dipimpin), (4) membaca dzikrnya sambil mengoyang-goyang
kepala dan (5) setelah berdzikr berdiri bersama-sama membuat lingkaran sambil
bersalam-salaman. Ini semua tidak kami temukan keterangannya dari Al Qur’an
maupun As Sunnah. Oleh karena itu hendaknya seorang muslim membatasi dzikirnya
dengan dzikr dan cara yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja,
karena sebagaimana dikatakan ulama,
اَلْإِقْتِصَادُ ِفى
السُّنَّةِ خَيْرٌ مِنَ اْلِإجْتِهَادِ فِى اْلبِدْعَةِ
“Sedikit namun di atas Sunnah/contoh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada banyak namun
diada-adakan.”
Demikianlah beberapa kekeliruan yang sering
dilakukan sebagian orang baik dalam shalat maupun dzikr setelah shalat, semoga
nasihat ini bermanfaat baik bagi saya pribadi maupun bagi saudara saya kaum
muslimin.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
0 komentar:
Posting Komentar