بسم الله الرحمن الرحيم
Adab
di Majlis
Dari Abu Waqid Al Laitsiy, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah duduk di masjid sedangkan orang-orang bersama Beliau. Tiba-tiba
ada tiga orang; dua di antaranya menghadap kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, sedangkan yang satu pergi, lalu keduanya berdiri menghadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang satu saat melihat ada celah
dalam halaqah, maka ia segera duduk di
« أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ
الثَّلاَثَةِ ؟ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ ، فَآوَاهُ اللَّهُ ،
وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا ، فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ
فَأَعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ » .
“Maukah kamu aku beritahukan tentang tiga orang? Salah satunya
berlindung kepada Allah, maka Allah melindunginya, yang kedua malu, maka Allah
malu kepadanya, sedangkan yang lain berpaling, maka Allah berpaling darinya.”
(HR. Bukhari)
Beberapa adab ketika berada di Majlis
Di antara adab yang sepatutnya
diperhatikan seorang muslim ketika duduk di suatu tempat adalah sebagai
berikut:
1.
Duduk
dengan orang-orang saleh.
Seorang muslim hendaknya memilah-milih
dalam mencari teman, ia pilih orang yang saleh dan bertakwa; orang yang dikenal
ketaataannya kepada Allah dan rajin ibadah. Oleh karena itu, ia tidak
menjadikan temannya orang yang tidak baik agama dan adabnya, karena teman yang
tidak baik dapat mempengaruhi dirinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,
اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ
يُخَالِلُ
“Seseorang mengikuti agama
temannya, maka hendaknya ia lihat orang yang menemaninya.” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3545)
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam juga mengumpamakan teman yang saleh dengan penjual minyak wangi,
sedangkan teman yang buruk seperti tukang besi peniup kir, Beliau bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ
الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ
إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ
مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
"Perumpamaan teman yang
saleh dengan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi dengan tukang pandai
besi, bisa jadi penjual minyak wangi itu akan menghadiahkan kepadamu atau kamu
membeli darinya atau kamu akan mendapatkan aroma wanginya, sedangkan tukang
pandai besi hanya akan membakar bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak
sedap." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam juga menganjurkan untuk duduk bersama orang-orang saleh dan bertakwa,
Beliau bersabda:
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا
تَقِيٌّ
“Jangan engkau berteman kecuali
dengan orang mukmin, dan janganlah ada yang memakan makananmu kecuali orang
yang bertakwa.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim, dihasankan
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7341)
2.
Menyampaikan
salam dan duduk di tempat ia sampai.
Seorang muslim hendaknya
menyampaikan salam ketika menemui suatu kaum, dimana ia ingin duduk bersama
mereka. Demikianlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada
kita, Beliau bersabda:
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِنْ
بَدَا لَهُ أَنْ يَجْلِسَ فَلْيَجْلِسْ ثُمَّ إِذَا قَامَ فَلْيُسَلِّمْ
فَلَيْسَتِ الْأُوْلَى أَحَقُّ مِنَ الْآخِرَةِ
“Apabila salah seorang di antara kamu tiba
di majlis, maka hendaknya ia mengucapkan salam. Jika ingin duduk, maka silahkan
duduk. Kemudian apabila dia bangun, maka hendaklah ia mengucapkan salam, karena
salam yang pertama tidaklah lebih berhak daripada salam yang terakhir.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 400)
Demikian pula hendaknya seorang
muslim duduk di tempat ia sampai, dan tidak membangunkan seseorang dari tempat
duduknya agar ia duduk di situ meskipun ia sebagai orang terhormat. Hal itu,
karena manusia adalah keturunan Adam, sedangkan Adam dari tanah, tidak ada yang
membedakan di antara mereka selain takwanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَقْعَدِهِ ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ
وَلَكِنْ تَفَسَّحُوا وَتَوَسَّعُوا
“Tidak boleh seseorang
membangunkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia duduk di situ. Tetapi
(katakanlah), “Geser dan luaskanlah.” (HR. Ahmad dan Muslim)
3.
Tidak
duduk di antara kedua orang kecuali dengan izin keduanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
لَا يُجْلَسْ بَيْنَ رَجُلَيْنِ
إِلَّا بِإِذْنِهِمَا
“Tidak boleh diduduki (tempat) di antara
kedua orang kecuali dengan izin keduanya.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh
Syaikh Al Albani, lihat Al Misykaat (4704/tahqiq kedua).
4.
Duduk
dengan baik
Seorang muslim juga ketika
duduk hendaknya berlaku sopan, ia tidak memperhatikan secara tajam orang-orang
yang duduk di sekitarnya, tidak banyak berpindah, tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan sikap terpuji, tidak berdiri ketika orang-orang duduk, dan
tidak duduk ketika orang-orang berdiri. Demikian pula, hendaknya ia duduk
dengan tenang, sopan dan sikap yang baik.
5.
Tidak
duduk di pinggir jalan dan di pasar-pasar.
Seorang muslim juga hendaknya
menjauhi duduk-duduk di pinggiran jalan atau yang disebut dengan “nongkrong”
agar tidak mengganggu kaum muslimin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِيَّاكُمْ
وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ
مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ
فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ
الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ
عَنِ الْمُنْكَرِ *
“Jauhilah
oleh kalian duduk-duduk di pinggir jalan,” para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak dapat
tidak harus duduk untuk berbincang-bincang,” Beliau bersabda, “Jika kalian
tetap ingin duduk-duduk di sana, maka berikanlah hak jalan,” para sahabat
bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Yaitu menundukkan pandangan,
menghindarkan gangguan, menjawab salam, menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar.” (HR. Bukhari-Muslim)
6.
Beretika
dalam berbicara
Ia juga hendaknya diam
mendengar orang yang sedang berbicara dan tidak memutuskan pembicaraannya,
selama yang ia bicarakan bukan dosa atau maksiat. Ia juga menghargai pendapat
orang lain dan tidak terlalu lama berbicara agar orang lain tidak bosan. Jika
ia berbicara, maka ucapannya lembut, ia perdengarkan suaranya sekedarnya tanpa
meninggikan suara. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ
الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (Terj. Qs. Luqman: 19)
Ketika ia hendak menyampaikan
usulan, maka ia sampaikan dengan tenang dan jelas agar dipahami orang lain,
jika ia perlu mengulangi kata-katanya agar yang belum paham bisa paham, maka ia
ulangi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila mengucapkan suatu kalimat,
maka Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali agar dipahami oleh orang yang
mendengarnya. Oleh karena itu, Aisyah radhiyallahu 'anha menyifati perkataan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ucapannya jelas; dapat dipahami
oleh orang yang mendengarnya.
7.
Berusaha
untuk tidak membicarakan sesuatu yang tidak diketahuinya
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ
يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang telah berdusta, jika ia
menceritakan setiap apa yang didengarnya.” (HR. Muslim)
8.
Tidak berbisik-bisik
berdua meninggalkan yang ketiga.
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى رَجُلَانِ دُونَ الْآخَرِ
حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ أَجْلَ أَنْ يُحْزِنَهُ
“Apabila kamu bertiga, maka
janganlah dua orang berbisik-bisik meninggalkan yang lain sampai kamu kamu
bercampur dengan yang lain, karena yang demikian membuatnya bersedih.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
9.
Memberikan kelapangan
untuk yang baru datang.
Jika suatu jamaah duduk di
sebuah majlis, lalu ada orang yang baru datang sedangkan tempatnya sempit, maka
mereka hendaknya memberikan kelapangan semampunya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ
لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا
قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman apabila
dikatakan kepadamu, "Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,
"Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Terj. Qs. Al Mujadilah: 11)
Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
خَيْرُ الْمَجَالِسِ أَوْسَعُهَا
“Sebaik-baik majlis adalah yang paling
lapang.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dll, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahihul Jami’ no. 3285)
10.
Tidak
berdiri dengan tujuan mengagungkan.
Hal ini adalah haram, dan lebih
haram lagi apabila orang yang dihormati berdiri itu senang diberlakukan
demikian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa yang senang
dihormati dengan berdiri, maka hendaknya ia mengambil tempat duduknya di
neraka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 5957)
Anas radhiyallahu 'anhu
berkata, “Tidak ada seorang pun yang paling dicintai mereka (para sahabat)
daripada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi mereka ketika melihat
Beliau, tidak berdiri karena mereka tahu, bahwa Beliau tidak suka demikian.”
(Shahih, HR. Tirmidzi)
Namun tidak mengapa berdiri
untuk menyambut kedua orang tua, menyambut tamu, berdiri dengan maksud
menyalaminya dan mengucapkan selamat (lihat keterangannya dalam kitab Minhajul
Firqatin Najiyah oleh Syaikh M. bin Jamil Zainu tentang Al Qiyamul Mathlub
wal Masyru’).
11.
Memperhatikan
adab ketika bersin, batuk atau riak.
Seorang muslim hendaknya
berusaha untuk tidak mengganggu saudaranya ketika bersin, batuk dan riak. Oleh
karena itulah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika bersin meletakkan
tangan atau kainnya di mulutnya dan merendahkan suaranya (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi (2905)).
Ketika ia bersin, hendaknya ia
ucapkan “Al Hamdulillah,” lalu yang mendengarnya mengucapkan, “Yarhamukallah,”
kemudian yang bersin balik menjawab, “Yahdiikumullah wa yushlih baalakum.”
(Berdasarkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari)
12.
Mengucapkan
salam ketika pulang
Seorang muslim juga ketika
hendak pulang meminta izin kepada orang-orang yang duduk bersamanya dan
mengucapkan salam kepada mereka (lihat dalilnya di adab no. 2)
13.
Bacaan
yang biasa dibaca Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam majlis
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: إِنْ كُنَّا
لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ
الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ: «رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ
التَّوَّابُ الرَّحِيمُ»
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
anhuma ia berkata, “Kami menghitung bacaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
dalam satu majlis sampai mengucapkan seratus kali,
«رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ
أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ»
“Ya Rabbi, ampuni aku dan
terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Pengampung.”
(Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
14.
Menutup
majlis dengan doa kaffaratul majlis
Seorang muslim selalu melakukan
dzikr di majlisnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُومُونَ مِنْ مَجْلِسٍ لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ
فِيهِ إِلَّا قَامُوا عَنْ مِثْلِ جِيفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Tidak ada suatu kaum yang
bangun dari majlis, dimana mereka tidak berdzikr kepada Allah di dalamnya,
kecuali mereka bangun dari tempat yang semisal dengan bangkai keledai dan hal
itu dapat menjadi penyesalan bagi mereka (di akhirat).” (HR. Abu Dawud,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahiihah (77), Shahih Al
Kalimith Thayyib (179) hal. 78)
Beliau juga bersabda,
كَفَّارَةُ الْمَجْلِسِ أَنْ
يَقُولَ الْعَبْدُ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ
إِلا اللَّهُ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
“Kaffaratul Majlis adalah seorang hamba berkata, “Mahasuci
Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang
berhak disembah kecuali Engkau saja, dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku meminta
ampun dan bertobat kepada-Mu.” (HR. Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4487)
15.
Menjaga amanah majlis
Seorang muslim menjaga rahasia
majlis ketika ia telah pergi meninggalkannya dan tidak menceritakan hal yang
terjadi di dalamnya, karena hal itu merupakan amanah. Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ بِالْحَدِيثِ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ
أَمَانَةٌ
“Apabila seseorang menyampaikan suatu
cerita, lalu ia menoleh (ke kanan dan ke kiri), maka hal itu adalah amanah.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash
Shahiihah (1089) dan Shahihul Jami’ (486))
16.
Tidak berbincang-bincang
setelah shalat Isya
Seorang muslim juga hendaknya
tidak duduk di beberapa tempat setelah shalat Isya jika tidak ada faedah
baginya atau memberi faedah kepada orang lain, dimana ia hanya melakukan
obrolan dan bergadang saja. Oleh karena itu, sebaiknya ia segera tidur setelah
Isya agar dapat bangun pagi-pagi, dapat melakukan qiyamullail dan shalat Subuh
berjamaah serta memulai aktifitasnya pada pagi hari yang Allah jadikan sebagai
waktu yang diberkahi. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam melarang tidur sebelum shalat Isya dan berbincang-bincang setelahnya
(HR. Thabrani, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’
no. 6915)
17.
Membaca
doa yang biasa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam baca sebelum meninggalkan
majlis
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَلَّمَا كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُومُ مِنْ مَجْلِسٍ حَتَّى
يَدْعُوَ بِهَؤُلَاءِ الدَّعَوَاتِ لِأَصْحَابِهِ: «اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ
خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا
تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا
مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا
مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ
ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي
دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا،
وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا»
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
anhuma ia berkata, “Jarang sekali Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bangun dari majlis sampai mendoakan para sahabatnya dengan doa ini, “Ya Allah,
berikanlah kepada kami rasa takut kami kepada-Mu yang menghalangi kami berbuat
maksiat, berikan kepada kami ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu,
keyakinan kepada-Mu yang membuat ringan berbagai musibah di dunia, senangkanlah
kami dengan pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami hidup (dengan
menggunakannya untuk ketaatan kepada-Mu), dan jadikanlah itu semua tetap ada
pada kami sampai kami meninggal dunia. Jadikanlah dendam kami hanya kepada orang
yang menzalimi kami, tolonglah kami terhadap orang-orang yang memusuhi kami. Janganlah
Engkau jadikan musibah pada agama kami. Janganlah Engkau jadikan dunia sebagai harapan
kami yang paling besar dan puncak ilmu kami, dan janganlah Engkau memberikan
kekuasaan terhadap kami orang-orang yang tidak sayang kepada kami.” (Hr. Tirmidzi,
dihasankan oleh Al Albani)
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa
nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar