بسم الله الرحمن الرحيم
Aqidah Islam (12)
'Arsy, Kursi, Syafa'at dan Ru'yatullah Yaumal Qiyamah
Termasuk perkara 'Aqidah yang wajib diimani setiap muslim adalah
sbb:
22- الإيمان بما صح الدليل عليه من الغيبات
كالعرش والكرسي والجنة والنار ونعيم القبر وعذابه والصراط والميزان وغيرها دون
تأويل شيء من ذلك.
23- الإيمان بشفاعة النبي صلى الله
عليه وسلم, وشفاعة الأنبياء والملائكة والصالحين وغيرهم يوم القيامة كما جاء
تفصيله فى الأدلة الصحيحة.
24- رؤية المؤمنين لربهم يوم القيامة
فى الجنة وفى المحشر حق ومن أنكرها أو أولها فهو زائغ ضال وهي لن تقع لأحد فى
الدنيا
22. Beriman kepada apa yang disebutkan oleh dalil yang sahih
tentang hal-hal gaib, seperti 'Arsy, Kursi, Surga, Neraka, nikmat kubur dan
azabnya, Shirat, Mizan dan lainnya tanpa mena'wil sedikit pun daripadanya.
23. Beriman kepada
syafa'at Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, syafa'at para nabi, malaikat, orang-orang
saleh dan selain mereka pada hari kiamat sebagaimana disebutkan secara tafsil
(rinci) dalam dalil-dalil yang sahih.
24. Melihatnya kaum
mukmin kepada Tuhan mereka pada hari kiamat di surga dan di padang mahsyar adalah benar. Barang siapa
yang mengingkarinya atau mena'wilnya, maka dia menyimpang dan tersesat, dan hal
itu (melihat Allah) tidak dapat terjadi bagi seorang pun di dunia. (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr. Nashir Al
‘Aql)
Penjelasan:
No. 22:
Arsyi artinya singgasana Allah. Ia memiliki tiang-tiang yang dipikul oleh para
malaikat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika semua
manusia sudah mati, akulah orang yang pertama kali sadar. Namun ternyata Musa
telah berpegangan dengan salah satu tiang 'Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia
sadar sebelumku atau telah cukup dengan pingsan ketika berada di bukit
Thur." (Muttafaq 'alaih)
Para
malaikat yang memikul 'Arsy adalah para malaikat yang besar. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
أُذِنَ لِيْ أَنْ أُحَدِّثَ
عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلَائِكَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ ، إِنَّ
مَا بَيْنَ [شَحْمَةِ] أُذُنِهِ إِلىَ عَاتِقِهِ مَسِيْرَةَ سَبْعَمِائَةِ
عَامٍ
"Telah diizinkan kepadaku untuk menceritakan salah satu di
antara malaikat Allah pemikul 'Arsy, bahwa antara lentik telinganya dengan
pundaknya sejauh perjalanan 700 tahun." (HR. Abu Dawud dan lain-lain, Ash
Shahihah: 151)
Arsyi adalah makhluk
Allah yang paling besar dan paling tinggi. Ia ibarat kubah bagi alam semesta
dan atapnya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersemayam di atas 'Arsyi-Nya (lih.
Thaha: 5). 'Arsyi Allah berada di atas air (lih. Huud: 7).
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu 'anhu berkata, “Antara
langit dunia dengan langit berikutnya jaraknya 500 tahun, antara masing-masing
langit jaraknya 500 tahun, antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500
tahun, antara kursi dengan samudra (air) jaraknya 500 tahun dan ‘arsy di atas
samudra (air), sedangkan Allah di atas ‘arsy, tidak samar bagi-Nya sedikitpun
dari amalmu.” (HR. Ibnu Mahdiy dari Hammad bin
Salamah dari ‘Ashim dari Zirr dari Abdullah, juga diriwayatkan oleh Al
Mas’uudiy dari ‘Aashim dari Abu Waa’il dari Ibnu Mas’uud. Riwayat ini isnadnya
adalah hasan, diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah, Adz Dzahabiy dan Baihaqi.)
Sedangkan
kursi, maka menurut Ibnu Abbas,
ia adalah tempat Allah meletakkan
kaki-Nya. Tentang kursi, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
مَاالْكُرْسِيُّ فِى الْعَرْشِ اِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيْدٍ
اُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ اْلاَرْضِ
“Kursiy dibanding ‘Arsyi tidak lain seperti gelang besi yang
diletakkan di padang
pasir yang luas di bumi.” (Shahih, HR. Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al
‘Arsy.)
Imam Ath Thahawiy berkata, "(Meskipun demikian) Allah
Subhaanahu wa Ta'aala tidak butuh kepada 'Arsy dan apa yang ada di bawahnya.
Dia meliputi segala sesuatu dan berada di atasnya, dan tidak ada satu pun
makhluk yang dapat meliput-Nya."
Ia juga menjelaskan, "Bahwa Allah menciptakan 'Arsy dan
bersemayam di atasnya, bukanlah karena Allah membutuhkan 'Arsy, tetapi Allah
mempunyai hikmah tersendiri dalam hal itu."
Adapun tentang surga dan neraka telah
dibahas sebelumnya. Sedangkan tentang azab kubur dan nikmat kubur,
cukuplah dalilnya tentang perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada para sahabatnya untuk berlindung dari azab kubur ketika berdoa sebelum
salam. Demikian juga berdasarkan hadits Al Barra' bin 'Azib tentang kisah
fitnah kubur. Terhadap orang mukmin ada suara dari langit yang mengatakan, "Benarlah
hamba-Ku, berikanlah permadani dan pakaian dari surga, dan bukakanlah pintu ke
surga. Maka datanglah kepadanya angin dan wanginya, serta diluaskan kuburnya
sejauh pandangan mata." Sedangkan kepada orang kafir ada suara dari
langit yang mengatakan, "Dustalah hamba-Ku, berikanlah permadani dari
neraka, dan bukakanlah pintu ke neraka, lalu datanglah rasa panasnya dan angin
panasnya. Kuburnya pun dipersempit hingga tulang rusuknya tidak
beraturan." (sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dll.
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Faedah:
Apakah azab kubur atau kenikmatannya mengena kepada ruh atau
badannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Madzhab kaum salaf
dan imamnya adalah bahwa azab kubur dan kenikmatannya dapat mengena kepada ruh
mayit dan badannya, dan bahwa ruh tetap merasakan kenikmatan atau memperoleh
siksaan setelah berpisah dari badan, dan bahwa terkadang bersatu dengan badan
sehingga ia merasakan nikmat atau azab bersama badan."
Sedangkan tentang shirat dan mizan sudah dibahas sebelumnya. Kita
mengimani semua itu tanpa mena'wilnya.
No. 23: Syafa'at artinya permintaan
kebaikan untuk orang lain. Syafa'at ada 8 macam, di antara syafa'at itu ada
yang khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ada pula yang tidak
hanya khusus bagi Beliau, yakni yang lain pun dapat memberikan syafa'at.
Pertama, syafa'at 'uzhma (maqaam
mahmud), yaitu syafa'at yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar
Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikan keputusan di antara hamba-hamba-Nya
setelah mereka berdiam lama di padang
mahsyar.
Kedua, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam agar penghuni surga segera dimasukkan ke surga setelah mereka
selesai dihisab.
Ketiga, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam untuk pamannya Abu Thalib agar diringankan siksanya.
Ketiga syafa'at ini hanya khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Keempat, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam kepada ahli tauhid yang mesti masuk neraka agar mereka tidak
memasukinya.
Kelima, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam kepada mereka yang telah masuk neraka dari kalangan ahli
tauhid agar dikeluarkan daripadanya.
Keenam, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam agar sebagian penghuni surga ditinggikan derajatnya.
Ketujuh, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam kepada mereka yang seimbang antara kebaikan dan keburukannya
agar mereka masuk surga. Mereka ini menurut sebagian ulama adalah As-habul
A'raaf.
Kedelapan, syafa'at Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam untuk sebagian kaum mukmin agar mereka masuk surga tanpa
dihisab dan diazab.
Kelima syafa'at ini bisa dilakukan pula oleh para nabi, para
malaikat, para shiddiqin dan para syuhada.
Syafa'at tidaklah terwujud kecuali dengan dua syarat:
a.
Izin dari Allah kepada pemberi
syafa'at, lih. Al Baqarah: 255 dan Yunus: 3.
b.
Ridha Allah kepada orang yang
diberi syafa'at, lih. Al Anbiyaa': 28
Kedua syarat ini disebutkan pula di surat An Najm: 26.
Dalil bahwa selain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada pula yang diberi izin memberi syafa'at
adalah hadits berikut:
فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتِ الْمَلاَئِكَةُ وَشَفَعَ
النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلاَّ أَرْحَمُ
الرَّاحِمِينَ فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنَ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ
يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ .
Allah berfirman Azza wa Jalla, "Para
malaikat memberi syafa'at, para nabi memberi syafa'at dan kaum mukmin memberi
syafa'at dan tinggallah Allah Yang Maha Penyayang. Dia pun menggenggam sebuah
genggaman dari neraka, lalu dikeluarkan daripadanya beberapa orang yang belum
mengerjakan kebaikan sedikit pun." (HR. Muslim)
No. 24: Dalil bahwa kaum mukmin dapat
melihat Allah pada hari kiamat adalah firman Allah Ta'ala, "Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.---Kepada Tuhannyalah mereka
melihat." (Terj. Al Qiyamah: 22-23)
Imam Muslim meriwayatkan
dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa orang-orang di zaman Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat
Tuhan kami pada hari kiamat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab, "Ya."
Adapun orang-orang
kafir dihalangi dari melihat Allah (Lih. Al Muthaffifin: 15).
Tidak hanya
di surga, kaum mukmin juga melihat Allah di padang mahsyar. Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
"Apakah
kalian kesulitan melihat bulan ketika malam purnama?" "Tidak,” jawab
para sahabat. Rasulullah bertanya lagi: "Apakah kalian kesulitan melihat
matahari ketika tidak ada mendung?" Para
sahabat menjawab, "Tidak wahai Rasulullah." Nabi bersabda:
"Sesungguhnya kalian akan melihat-Nya. Ketika Allah mengumpulkan manusia,
Dia berfirman, "Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka temuilah."
Maka siapa yang menyembah matahari, ia mengikuti matahari, siapa yang menyembah
bulan, ia mengikuti bulan, siapa yang menyembah thaghut, ia mengikuti thaghut,
dan tersisalah dari umat ini orang penolongnya atau justru orang-orang
munafiknya –Ibrahim (perawi hadits) ragu kepastian redaksinya-. Lantas Allah
menemui mereka dan berkata, "Aku Tuhan kalian." Lantas mereka
menjawab, "Ini adalah tempat tinggal kami sehingga Tuhan kami mendatangi
kami, jika Tuhan kami menemui kami, niscaya kami mengenalnya." Allah
kemudian menemui mereka dengan rupa yang mereka kenal, Allah lalu berfirman:
"Aku Tuhan kalian." Lantas mereka katakan, "Engkau memang Tuhan
kami." Mereka pun mengikuti-Nya. Titian (jembatan) lantas dipasang antara
dua tepi jahanam, aku dan umatkulah yang pertama-tama menyeberangimnya…dst.”
(HR. Bukhari)
Dalam
riwayat Bukhari juga disebutkan, "Maka Allah Yang Maha Perkasa datang
kepada mereka dan berkata, "Aku-lah Tuhan kalian." Mereka berkata,
"Engkau Tuhan kami." Ketika itu, tidak ada yang berbicara selain para
nabi. Allah berfirman, "Adakah kalian mengetahui tanda yang dapat
mengenali-Nya?" Mereka menjawab, "Betis." Maka Allah menyingkap
betis-Nya, lalu bersujudlah setiap mukmin, dan tinggallah orang yang sujud
kepada Allah karena riya' dan sum'ah. Ia pergi agar dapat sujud namun
punggungnya kembali dalam satu lipatan." Dalam riwayat Muslim disebutkan,
"Ketika ia ingin sujud, maka ia terjatuh di atas tengkuknya."
Demikianlah
Allah memperlihatkan kemunafikan mereka.
Marwan bin Musa
Maraji’: Mujmal Ushul
Ahlissunnah wal Jamaa'ah fil 'Aqiidah (Dr. Nashir Al 'Aql), Syarh Ath
Thahaawiyyah (Imam Ath Thahaawiy), Ta'liq Mukhtashar 'ala kitab Lum'atil I'tiqad
(Syaikh Ibnu 'Utsaimin), Syarh 'Aqidah Wasithiyyah (Syaikh Shalih Al fauzan),
Syarah 'Aqidah Ahlussunnah (Ust. Yazid) dll.
0 komentar:
Posting Komentar