Adab Ziarah Kubur

Jumat, 30 Desember 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫زيارة القبور‬‎
Adab Ziarah Kubur
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang adab ziarah kubur, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat kuburan, lalu Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Wanita itu menjawab, “Menyingkirlah dariku! Karena engkau tidak mendapatkan musibah seperti diriku,” wanita ini tidak mengenal bahwa Beliau adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu diberitahukan, bahwa yang berbicara tadi adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia pun segera mendatangi pintu rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ternyata ia tidak menemukan penjaga pintunya, lalu ia bertemu dengan Beliau dan berkata, “Tadi aku tidak mengenalmu,” maka Beliau bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Sesungguhnya kesabaran itu dilakukan ketika benturan pertama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Musibah membutuhkan kesabaran, dimana seorang muslim perlu menghiasi dirinya saat musibah itu datang.
Ada empat tingkatan sikap seseorang ketika menghadapi musibah, yaitu:
1. Keluh kesah, ini hukumnya haram.
2. Sabar, ini hukumnya wajib.
3. Ridha, ini dianjurkan.
4. Syukur, ini yang terbaik.
Tujuan Ziarah Kubur
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
“Dahulu aku melarang kalian menziarahi kubur, namun sekarang ziarahilah.” (Hr. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi kubur ibunya, lalu Beliau menangis, dan menangis pula orang-orang yang di sekeliling Beliau, kemudian Beliau bersabda,
«اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي تَعَالَى عَلَى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي، فَاسْتَأْذَنْتُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ بِالْمَوْتِ»
“Aku meminta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampunan untuknya (ibunda Beliau), namun tidak diizinkan, maka aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, maka Dia mengizinkan. Ziarahilah kubur, karena ia dapat mengingatkan kepada kematian.” (HR. Muslim dan Abu Dawud, namun lafaz “ziarahilah kubur” adalah tambahan dalam riwayat Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani).
Dari Hani maula Utsman radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Utsman saat berdiri di atas kubur menangis hingga membasahi janggutnya, kemudian ada yang berkata kepadanya, “Mengapa ketika disebutkan surga dan neraka engkau tidak menangis, tetapi menangis karena hal ini?” Ia menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْقَبْرُ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ، فَإِنْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ، فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ
“Kubur adalah awal persinggahan menuju akhirat. Jika selamat di situ, maka setelahnya lebih mudah, tetapi jika tidak selamat di situ, maka setelahnya akan lebih susah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ
“Aku belum pernah melihat suatu pemandangan yang lebih mengerikan daripada kubur.” (Hr. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Berdasarkan hadits-hadits di atas, maka tujuan ziarah kubur dalam Islam adalah:
Pertama, membuat zuhud terhadap dunia dengan mengingat akhirat dan mengingat kematian.
Kedua, berbuat ihsan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dengan mendoakan mereka.
Perlu diketahui, bahwa ziarah kubur dianjurkan baik bagi laki-laki maupun wanita berdasarkan keumuman hadits di atas. Akan tetapi, tidak boleh bagi kaum wanita sering melakukan ziarah kubur. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ القُبُورِ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang sering ziarah kubur. (Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)
Imam Tirmidzi berkata, “Sebagian ulama berkata, “Makruhnya ziarah kubur bagi kaum wanita adalah karena kurangnya kesabaran mereka dan seringnya mereka keluh kesah.” (Sunan At Tirmidzi 3/362).
Adab Ziarah Kubur
1. Berniat ikhlas karena Allah agar mendapatkan keridhaan-Nya, demikian pula agar hatinya lembut dan tidak keras, serta membuatnya ingat akan akhirat.
2. Memberi salam dan mendoakan kaum muslimin dan muslimat yang telah meninggal dunia.
Dari sulaiman bin Buraidah dari ayahknya radhiyallahu 'anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada mereka (para sahabat) apabila keluar mendatangi pekuburan untuk mengucapkan,
اَلسَّلَامُ عَلَى أَهْلِ اَلدِّيَارِ مِنَ اَلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ, وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اَللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ, أَسْأَلُ اَللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu wahai penghuni kubur dari kalangan mukminin dan muslimin, dan kami Insya Allah akan menyusulmu, aku meminta kepada Allah perlindungan-Nya untuk kami dan kamu.” (Hr. Muslim)
Adapun kepada kubur kaum kafir, maka dianjurkan menyampaikan berita gembira dengan api neraka.
Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Az Zuhri, dari Salim, dari ayahnya ia berkata, “Seorang Arab badui pernah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku menyambung tali silaturrahim, ia melakukan ini dan itu, di manakah tempatnya?” Beliau bersabda, “Dia di neraka.” Mendengar jawaban itu, orang Arab badui ini marah dan berkata, “Wahai Rasulullah, di mana tempat ayahmu?” Maka Beliau bersabda,
«حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ مُشْرِكٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ»
 “Di mana saja engkau lewati kuburan orang musyrik, maka sampaikan kabar gembira kepadanya dengan neraka.”
Maka orang Arab badui itu pun masuk Islam dan berkata, “Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membebaniku suatu yang melelahkan. Tidaklah aku melewati kuburan orang kafir, melainkan aku berikan kabar gembira dengan neraka.” (Dishahihkan oleh Al Albani).
3. Tidak duduk dan menginjak kuburan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh, duduknya salah seorang di antara kamu di atas bara api sampai membakar bajunya dan menembus ke kulitnya lebih baik daripada duduk di atas kuburan.” (Hr. Muslim)
4. Tidak mencari keberkahan kepada kuburan dan tidak menciumnya, apalagi sampai thawaf di kuburan.
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al Aql berkata, “Berkah berasal dari Allah Ta'ala. Namun Allah mengkhususkan sebagian makhluk-Nya dengan sebagian keberkahan sesuai yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, sesuatu tidak boleh dinyatakan mempunyai berkah kecuali berdasarkan dalil. Berkah artinya kebaikan yang banyak dan bertambah atau kebaikan yang tetap dan tidak hilang. Waktu-waktu yang mengandung keberkahan seperti malam lailatul Qadar. Adapun tempat yang ada berkahnya seperti masjid yang tiga (Masjidilharam, masjid Nabawi dan masjid Al Aqsha). Benda yang ada berkahnya seperti air Zamzam. Amal yang ada berkahnya adalah setiap amal saleh yang memang diberkahi, dan pribadi yang ada berkahnya adalah seperti para nabi. Kita tidak boleh mencari berkah kepada manusia dan peninggalan mereka, kecuali kepada pribadi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sesuatu yang terpisah dari badannya, seperti air liur Beliau, keringat dan rambutnya karena dalil yang ada hanya menyatakan demikian. Namun hal ini tidak berlaku lagi setelah wafatnya Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan hilangnya apa yang disebutkan itu. Tabarruk (mencari berkah) termasuk perkara yang tawqifi (tergantung ada atau tidak dalilnya). Oleh karena itu, tidak boleh bertabarruk kepada sesuatu kecuali pada hal yang telah dinyatakan oleh dalil.” (Mujmal Ushul Ahlissunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah tentang Tabarruk).
Menurut penulis, ada dua kesalahan manusia dalam masalah tabarruk (mencari berkah), yaitu:
a. Bertabarruk dengan sesuatu yang di sana tidak disebutkan ada berkahnya oleh nash.
Contohnya: bertabarruk dengan kuburan para wali, bertabarruk dengan pribadi orang saleh dan peninggalannya (seperti dengan ludahnya, keringatnya, sisa minumannya, pecinya, bajunya, dsb.) bertabarruk dengan hari Isra’-mi’raj, hari hijrah, hari terjadinya perang Badar, hari Fat-hu Makkah, dsb. Bertabarruk dengan tanah karbala, bertabarruk dengan keris, sabuk, jimat, dsb. Demikiian pula bertabarruk dengan nasi tumpeng,  bertabarruk dengan pohon atau benda yang dikeramatkan. Bertabarruk dengan batu, dan lain-lain. Umar bin Khattab pernah berkata ketika mencium Hajar Aswad, ”Sungguh, aku tahu bahwa kamu hanya sebuah batu; tidak dapat menimpakan bahaya dan tidak memberi manfaat. Kalau bukan karena aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan menciummu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
2. Bertabarruk dengan cara yang tidak sesuai Sunnah. Contohnya adalah mencium atau mengusap-usap dinding dan tanah masjid, bahkan yang benar adalah dengan melakukan berbagai ibadah di masjid tersebut seperti pada masjid yang tiga; tidak hanya ziarah saja. Contoh lainnya adalah mengamalkan amalan yang tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu atau tempat yang diberkahi, seperti membaca surah Yasin pada malam atau siang hari Jum’at. Membaca Barzanji dan ratib pada saat-saat tertentu, dsb.
5. Tidak shalat di pekuburan dan menghadap kepadanya ketika shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ، وَلَا تَجْلِسُوا عَلَيْهَا»
“Janganlah shalat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya.” (Hr. Muslim dari Abu Martsad Al Ghanawi)
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
"Ingatlah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Ingatlah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian terhadap perbuatan itu." (HR. Muslim)
6. Tidak mencaci maki penghuni kubur selama mereka meninggal di atas Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
“Janganlah kamu mencaci-maki orang-orang yang telah meninggal dunia, karena mereka telah menerima (balasan) apa yang telah mereka kerjakan.” (Hr. Bukhari dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)
7. Tidak berjalan di antara pekuburan kaum muslimin memakai sandal Sibtiyyah (sandal dari kulit yang disamak dengan daun salam).
Imam Ahmad memakruhkan seseorang berjalan di antara pekuburan dengan sandal Sibtiyyah. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Basyir maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada seorang yang berjalan di antara pekuburan dengan sandalnya, maka Beliau bersabda,
«يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ»
“Wahai pemakai dua sandal Sibtiyyah! Kasihanilah dirimu, lepaskanlah kedua sandal Sibtiyyahmu.”
Maka orang itu pun melihat, dan ketika ia mengetahui bahwa yang memerintahkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia melepasnya dan melemparnya (Dihasankan oleh Al Albani).
Al Khaththabi berkata, “Sepertinya di makruhkan hal itu, karena di dalamnya terdapat bentuk kesombongan. Hal itu, karena sandal Sibtiyyah termasuk sandal orang mewah.” Ia juga berkata, “Oleh karena itu, Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai masuk ke pekuburan dengan tampilan tawadhu dan pakaian orang-orang khusyu.”
Makruhnya hal tersebut menurut Imam Ahmad adalah ketika tidak ada uzur, tetapi ketika ada uzur yang menghalangi untuk melepasnya, seperti ada duri atau najis, maka makruhnya hilang.
Adapun jika bukan sandal Sibtiyyah dan semisalnya (mewah), maka menurut kebanyakan Ahli Ilmu tidak mengapa. Jarir bin Hazim berkata, “Aku melihat Al Hasan dan Ibnu Sirin berjalan di antara kubur memakai sandal.”
Dan dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i dari Anas secara marfu (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), bahwa seorang hamba ketika telah diletakkan di kubur, lalu kawan-kawannya telah pergi meninggalkannya, maka ia mendengar bunyi sandal mereka.
Hal ini menunjukkan bolehnya memakai sandal selain Sibtiyyah ketika berjalan di antara kubur, wallahu a’lam (Lihat pula Fiqhus Sunnah 1/551 karya Syaikh Sayyid Sabiq).
8. Tidak perlu menabur bunga ketika ziarah kubur
Hal itu, karena perbuatan ini tidak pernah dikerjakan oleh kaum salaf (generasi pertama Islam).
Catatan:
Tidak diperbolehkan melakukan hal-hal berikut di kuburan:
1. Menyembelih hewan, meskipun karena Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَعَقْرَ فِي الْاِسْلاَمِ
“Tidak ada penyembelihan di kubur dalam Islam.” (Hr. Abu Dawud, Baihaqi, dan Ahmad, dan dinyatakan isnadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim oleh Syaikh Al Albani).
2. Meninggikan kuburan melebihi tanah yang dikeluarkan daripadanya.
3. Mengecatnya.
4. Menuliskan nama.
5. Membuat bangunan di atasnya.
6. Duduk di atasnya.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنىَ عَلَيْهِ، [أَوْ يُزَادَ عَلَيْهِ] ، [أَوْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ]
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kubur dikapuri (dicat), diduduki, dibuat bangunan di atas, ditinggikan melebihi (tanah yang dikeluarkan daripadanya), dan dituliskan nama di atasnya.” (Hr. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Tirmidzi dan ia menshahihkannya, Hakim, Baihaqi, dan Ahmad, dua tambahan di atas riwayat Abu Dawud dan Nasa’i).
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, http://islam.aljayyash.net , Ahkamul Janaiz (M. Nashiruddin Al Albani) dll.

Syarah Kitab Tauhid (25)

Jumat, 23 Desember 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫التوحيد هو حق الله على العبيد‬‎
Syarah Kitab Tauhid (25)
(Penjelasan Bahwa Sebagian Umat Ini Ada Yang Menyembah Berhala)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Penjelasan Bahwa Sebagian Umat Ini Ada Yang Menyembah Berhala
Firman Allah Ta’ala,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلَاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman.” (Qs. An Nisa: 51)
**********
Penjelasan:
Setelah penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) menerangkan tentang tauhid dan hal-hal yang dapat merusak atau mengurangi kesempurnaannya, maka pada bab ini, beliau menerangkan, bahwa perbuatan syirik ini bisa terjadi di tengah umat Islam. Beliau terangkan hal ini untuk membantah para penyembah kubur yang melakukan perbuatan syirik sambil mengatakan, bahwa tidak mungkin terjadi syirik dalam umat ini karena mereka mengucapkan Laailaahaillallah dan Muhammad Rasulullah.
Kata ‘Jibt’ dalam ayat di atas mengandung arti patung, dukun, dan pesihir. Sedangkan ‘Thagut’ artinya setiap yang disikapi secara melampaui batas, tetapi yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan.
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menunjukkan keanehan dan pengingkaran terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mendapat bagian dari Al Kitab yang di dalamnya terdapat penjelasan mana yang hak (benar) dan mana yang batil, namun demikian mereka malah membenarkan kebatilan seperti penyembahan kepada berhala, mendatangi dukun dan sihir, dimana mereka menuruti keinginan setan dalam hal tersebut.
Jika Ahli Kitab sampai ada yang beriman kepada Jibt dan thagut, maka umat yang mendapatkan Al Qur’an ini juga tidak mustahil ada yang beriman dan menyembah Jibt dan Thagut, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan, bahwa di tengah umat ini ada orang-orang yang melakukan seperti perbuatan yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Kesimpulan:
1.    Di tengah umat ini ada yang menyembah berhala sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
2.    Beriman kepada Jibt dan Thagut bisa berupa sikap setuju dengan mereka yang melakukannya.
3.    Kafir kepada Jibt dan Thagut merupakan kewajiban yang termaktub dalam semua kitab samawi.
4.    Wajibnya beramal dengan ilmu, dan bahwa orang yang tidak beramal dengan ilmu terdapat keserupaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
**********
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللهِ مَن لَّعَنَهُ اللهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
Katakanlah, "Maukah aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuk dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" (Qs. Al Ma’idah: 60)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam agar mengatakan kepada orang-orang yang menjadikan agama ini sebagai senda gurau dan permainan dari kalangan Ahli Kitab, “Maukah aku beritahukan kepada kamu orang yang akan memperoleh balasan yang buruk pada hari Kiamat di sisi Allah?” Yaitu orang yang orang-orang yang dijauhkan dari rahmat Allah serta dimurkai-Nya, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi, dan ada (orang yang) menyembah thaghut?"
Orang-orang Yahudi yang dijadikan kera adalah orang-orang yang melanggar kehormatan hari Sabtu. Sedangkan orang-orang yang dijadikan babi adalah orang-orang kafir tentang hidangan yang diturunkan kepada Nabi Isa ‘alaihis salam dari kalangan orang-orang Nasrani. Ada pula yang mengatakan, bahwa orang-orang yang dijadikan kera dan babi adalah orang-orang yang melanggar kehormatan hari Sabtu, dimana para pemudanya dijadikan kera, sedangkan orang-orang tuanya dijadikan babi.
Disebutkan ayat di atas dalam bab ini oleh penulis (Syaikh Muhammad At Tamimi) adalah untuk menerangkan, bahwa jika di antara mereka ada yang menyembah thagut, maka di tengah umat ini juga ada yang melakukan hal yang sama.
Kesimpulan:
1.    Bisa terjadinya syirik di tengah-tengah umat ini sebagaimana di tengah-tengah orang-orang Yahudi dan Nasrani ada orang yang menyembah thagut.
2.    Membantah orang-orang yang berada di atas kebatilan dengan menerangkan kesalahan dan cacat mereka saat mereka mencela orang-orang yang berada di atas kebenaran dengan tuduhan dusta.
3.    Balasan disesuaikan dengan amalan yang dilakukan.
4.    Menaati setan merupakan sumber terjadinya kemusyrikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
**********
Firman Allah Ta’ala,
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya." (Qs. Al Kahfi: 21)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan tentang orang-orang yang berkuasa atas urusan As-habul kahfi sebagai bentuk celaan terhadap mereka, bahwa mereka mengatakan, “Kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan yang didatangi manusia dan dicari keberkahan di sana."
Pada ayat tersebut terdapat dalil, bahwa akan ada di tengah umat ini orang-orang yang membangun masjid di area pekuburan sebagaimana yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka.
Kesimpulan:
1.    Larangan menjadikan kuburan sebagai masjid dan peringatan terhadapnya, karena hal itu dapat mengantarkan kepada kemusyrikan.
2.    Akan ada di tengah umat ini orang-orang yang membangun masjid di area pekuburan sebagaimana yang dilakukan oleh generasi sebelum mereka.
3.    Peringatan agar tidak bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap orang-orang saleh.
4.    Menjadikan kuburan sebagai masjid termasuk bentuk ghuluw terhadap orang-orang saleh.
**********
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ حَذْوَ الْقُذَّةِ بِالْقُذَّةِ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ» ، قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ: اليَهُودَ، وَالنَّصَارَى قَالَ: «فَمَنْ»
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sama seperti bulu anak panah yang sejajar, sehingga jika mereka masuk ke lubang dhabb (hewan seperti biawak namun lebih kecil),tentu kamu akan masuk ke dalamnya.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang kami ikuti?” Beliau menjawab, “Siapa lagi?” (Hr. Bukhari dan Muslim)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 3456 dan Muslim no. 2669, namun yang saya dapatkan dengan lafaz ‘syibran bi syibrin wa dzira’an bidzira’in’, wallahu a’lam.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan dalam bentuk khabar (berita) yang mengandung larangan, yaitu bahwa umatnya akan mengikuti tindakan yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani meskipun dalam masalah yang ringan.
Dalam hadits tersebut terdapat dalil, bahwa umat ini bisa terjatuh ke dalam perbuatan syirik sebagaimana yang terjadi pada umat-umat terdahulu.
Kesimpulan:
1.    Terjadinya syirik di tengah-tengah umat ini seperti yang terjadi pada umat-umat sebelumnya.
2.    Bukti kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena telah terjadi apa yang Beliau sampaikan.
3.    Peringatan agar tidak menyerupai orang-orang kafir.
4.    Peringatan agar tidak melakukan perbuatan yang dilakukan orang-orang kafir berupa syirik dan perbuatan yang diharamkan Allah lainnya.
**********
Dalam riwayat Muslim dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا، وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ: يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ، وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ، يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا - أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا - حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya Allah telah menghimpun bumi di hadapanku, sehingga aku dapat melihat bagian timur dan bagian baratnya. Kekuasaan umatku akan sampai kepada bagian yang dihimpunkan untukku itu. Aku juga diberikan dua simpanan berharga; merah dan putih (Romawi dan Persia). Aku memohon kepada Rabbku agar Dia tidak membinasakan umat ini karena kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan dan tidak memberikan kekuasaan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas negeri mereka. Lalu Allah berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku ketika menetapkan keputusan, maka keputusan itu tidak dapat dirubah, dan Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu agar tidak dibinasakan disebabkan paceklik yang berkepanjangan, dan tidak dikuasai oleh musuh selain dari kalangan mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagat raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu menghancurkan sebagian yang lain dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Barqani dalam Shahihnya, dan ia menambahkan,
وَإِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمِّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّيْنَ، وَإِذَا وَقَعَ عَلَيْهِمْ السَّيْفُ لَمْ يُرْفَعْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ حَيٌّ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِيْنَ، وَحَتَّى تَعْبُدَ فِئَامٌ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ، وَإِنَّهُ سَيَكُوْنُ فِي أُمِّتِي كَذَّابُوْنَ ثَلاَثُوْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ لاَ نَبيَّ بَعْدِيْ، وَلاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ مَنْصُوْرَةً لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Sesungguhnya yang aku takuti menimpa umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan. Ketika terjadi pertumpahan darah di antara mereka, maka tidak akan berakhir sampai hari Kiamat, dan tidak akan tegak hari Kiamat sampai sekelompok umatku mengikuti kaum musyrik dan sehingga sekumpulan umatku menyembah berhala. Dan sesungguhnya akan ada di tengah-tengah umatku tiga puluh pendusta; masing-masing mereka mengaku dirinya nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahku. Dan akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dan mendapatkan pertolongan. Tidak merisaukan mereka orang yang menelantarkan mereka dan menyelisihi mereka sampai tiba keputusan Allah Tabaraka wa Ta’ala (angin sejuk yang mencabut nyawa mereka).”
**********
Penjelasan:
Tsauban bin Bajdad atau bin Jahdar adalah seorang budak yang dimerdekakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selalu menemani Beliau hingga wafat. Beliau berasal dari daerah Sarah, tempat yang terletak di antara Mekkah dan Yaman, ada pula yang mengatakan dari Himyar. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, maka ia pergi ke Syam dan singgah di Ramlah, kemudian pindah ke Himsh dan tinggal di sana hingga wafat pada tahun 54 H.
Barqani adalah seorang Ahli Hadits dengan nama Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Ghalib Al Khawarizmi Asy Syafi’i. Ia lahir tahun 336 H dan wafat pada tahun 425 H. Al Khathib berkata, “Ia seorang yang tsabit (kokoh) dan wara’, kami belum pernah melihat di antara guru-guru kami yang lebih tsabit daripadanya. Ia ahli di bidang fiqih dan menyusun banyak karya.”
Hadits di atas memuat beberapa hal penting dan berita yang benar. Allah Subhaanahu wa Ta’ala menghimpun bumi untuk Beliau, sehingga Beliau melihat bagian timur dan barat bumi yang dikuasai umatnya, dan hal ini telah terwujud, dimana kekuasana umatnya telah mencapai bagian timur dan barat bumi. Beliau juga memberitahukan bahwa Beliau diberikan dua simpanan berharga, merah dan putih atau Romawi dan Persia, dan ternyata umat Beliau berhasil mengalahkan dua negara adi daya dunia ketika itu. Romawi disebut merah, karena biasanya perbendaharaan mereka adalah emas, sedangkan Persia disebut putih karena perbendaharaan mereka adalah permata dan perak.
Beliau juga meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar umatnya tidak dibinasakan oleh paceklik panjang dan tidak diberikan kekuasaan kepada musuh untuk menguasai umatnya sehingga musuh berhasil menguasai negeri mereka dan menghabisi mereka, lalu Allah mengabulkan yang pertama dan mengabulkan yang kedua selama umat menjauhi perpecahan dan pertengkaran. Jika terjadi perpecahan dan pertengkaran, maka akan diberikan kekuasaan kepada musuh, dan hal ini pun terjadi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengkhawatirkan umatnya ditimpa pemimpin-pemimpin yang menyesatkan baik dari kalangan umara (pemerintah) maupun ulama, karena membuat manusia mengikuti mereka dalam kesesatan. Beliau juga menerangkan, bahwa ketika sudah terjadi fitnah dan peperangan di tengah-tengah umat, maka hal itu akan terus terjadi sampai hari Kiamat, sehingga ketika terbunuhnya Utsman bin Affan radhyallahu ‘anhu, maka peperangan terus terjadi sampai sekarang. Beliau juga memberitahukan, bahwa di antara umatnya ada yang mengikuti kaum musyrik baik tinggalnya maupun agamanya, dan bahkan sekumpulan umatnya ada yang berbuat syirik, kubur pun disembah, demikian pula pepohonan dan bebatuan juga disembah.
Beliau juga memberitahukan, bahwa akan muncul orang-orang yang mengaku nabi, padahal tidak ada lagi nabi setelah Beliau. Al Hafizh berkata, “Kebenaran sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah terbukti pada zaman Beliau sendiri. Ketika itu, muncul Musailamah Al Kadzdzab di Yamamah dan Al Aswad Al ‘Insi di Yaman. Pada masa pemerintahan Abu Bakar muncul Thulaihah bin Khuwalid di tengah-tengah Bani Asad dan Sajjah di tengah-tengah Bani Tamim. Al Aswad terbunuh sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Musailamah terbunuh dalam masa pemerintahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu; dibunuh oleh Wahsyi yang pernah membunuh Hamzah pada peperangan Uhud, dan Wahsyi dibantu oleh salah seorang Anshar pada saat terjadinya perang Yamamah. Sedangkan Thulaihah bertaubat dan wafat di atas Islam pada zaman pemerintahan Umar radhiyallahu ‘anhu. Disebutkan pula, bahwa Sajjah juga bertaubat. Demikian pula muncul nabi palsu bernama Al Mukhtar bin Abu Ubaid Ats Tsaqafi dan ia mampu menguasai Kufah di awal pemerintahan Ibnuz Zubar. Ia menampakkan cinta kepada Ahlul Bait dan mengajak manusia menuntut darah para pembunuh Al Husain, lalu ia pun diikuti, kemudian ia membunuh para pembunuh Husain dan yang membantunya, kemudian orang-orang pun mencintainya, lalu ia mengaku sebagai nabi, dan mengatakan, bahwa Jibril alaihis salam datang kepadanya. Demikian pula muncul Al Harts Al Kadzdzab, ia muncul di zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, lalu ia dibunuh, dan banyak pula yang mengaku nabi di zaman pemerintahan Bani Abbasiyyah.”
Yang dimaksud dalam hadits bukanlah setiap orang yang mengaku nabi secara mutlak, karena jumlah mereka banyak, dimana yang membuat mereka mengaku demikian adalah karena hilang akal atau gila, akan tetapi pengakuan nabi di sini adalah dari mereka yang memiliki kekuatan dan memiliki syubhat. Allah telah membinasakan orang yang mengaku nabi itu, dan masih tersisa yang akan menyusul mereka, dan diakhiri dengan Dajjal terbesar. (Lihat Fathul Majid hal. 329)    
Beliau juga menerangkan, bahwa akan tetap senantiasa ada di tengah umat Beliau segolongan orang yang berada di atas Islam dan Sunnah meskipun banyaknya gelombang fitnah, dan bahwa segolongan ini meskipun sedikit tidak membuat kendor dan lemah semangat meskipun ditelantarkan oleh manusia.
Dalam hadits di atas terdapat dalil, bahwa di tengah umat Beliau ada pula mereka yang menyembah berhala, demikian pula terdapat bantahan terhadap mereka yang mengingkari terjadinya perbuatan syirik di tengah umat ini.
Kesimpulan:
1.    Terjadinya syirik di tengah-tengah umat ini.
2.    Bukti kenabian dan kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3.    Kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya, dimana Beliau meminta kepada Allah kebaikan untuk umatnya.
4.    Peringatan agar umat tidak berpecah-belah.
5.    Kenabian telah ditutup oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6.    Kabar gembira, bahwa kebenaran itu tidak akan sirna secara keseluruhan, bahkan akan senantiasa ada sekelompok orang di tengah umat ini yang berpegang dengan Islam dan Sunnah tanpa peduli cemoohan manusia.
 Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Tahdzibu Kamal (Yusuf bin Abdurrahman Al Mizziy), dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger