Khutbah Jumat: Fenomena Meninggalkan Al Qur’an

Senin, 21 November 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Fenomena Meninggalkan Al Qur’an

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَي مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama adalah nikmat Islam, Iman, Hidayah, Taufiq, Sehat wal Afiyat, dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung oleh kita jumlahnya.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya sampai hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menceritakan tentang pengaduan Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

Rasul (Muhammad) berkata, "Ya Rabbi, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan."  (Qs. Al Furqaan: 30)

Rasul di ayat ini adalah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, karena rasul yang diturunkan kepadanya kitab Al Qur’an adalah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Kaum yang Beliau maksudkan di ayat ini mencakup ummatud da’wah (kaumnya yang belum menyambut seruan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seperti kaum kafir dan orang-orang musyrik) dan ummatul ijabah (kaumnya yang sudah menerima seruan Beliau seperti sebagian kaum musimin). Kaum kafir mengingkari Al Qur’an dan tidak mau beriman kepadanya, padahal Al Qur’an diturunkan agar mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh kebahagiaan. Sedangkan ummatul ijabah, maka sebagian kaum muslimin banyak yang tidak mau membaca Al Qur’an, tidak mau mempelajarinya, apalagi mengamalkannya.

Ayat ‘’kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan."

Menurut Ibnul Qayyim, ada beberapa bentuk meninggalkan Al Qur’an, di antaranya adalah tidak mengimaninya, tidak mau menyimak dan membacanya, tidak mau mentadabburi dan memahaminya, tidak mau menjadikannya sebagai obat penawar bagi hatinya, tidak mau mengamalkannya, tidak mau menjadikannya sebagai penyelesai masalah, dan tidak mau berhukum dengannya.

Dalam Tafsir Muyassar disebutkan, “Rasul mengadu tentang sikap kaumnya, ‘Ya Rabbi, sesungguhnya kaumku telah meninggalkan Al Qur’an ini, menjauhinya, terus-menerus berpaling dari-Nya, meninggalkan mentadabburinya, meninggalkan mengamalkan dan menyampaikannya’. Dalam ayat tersebut terdapat peringatan keras bagi orang yang meninggalkan Al Qur’an dan tidak mengamalkannya.”

Adh Dhahhak rahimahullah berkata, “Akan ada zaman dimana manusia menyimpan Al Qur’an sehingga laba-laba membuat sarang di atasnya, ia tidak mengambil manfaat daripadanya.” (Jami Bayanil Ilmi 2/1023)

Berdasarkan keterangan di atas, bahwa contoh meninggalkan Al Qur’an adalah:

(1) tidak mau mengimaninya,

(2) tidak mau menyimaknya dan memperhatikannya,

(3) tidak mau membacanya,

(4) tidak mau mempelajari dan mentadabburinya,

(5) tidak mau mengamalkannya,

(6) tidak mau menjadikannya sebagai pemutus masalah yang terjadi, dan

(7) tidak mau behukum dengannya.

(8) menjauhinya dan berpaling daripadanya

Siapakah yang lebih rugi daripada orang yang melakukan perbuatan-perbuatan di atas, padahal Al Qur’an adalah pedoman hidup mereka, membuat mereka di atas petunjuk dan kebahagiaan, membuat mereka unggul di atas umat yang lain, dan membuat mereka pulang menghadap Allah dengan membawa banyak pahala?!

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Kalau kita lihat kaum salaf terhadap Al Qur’an, maka kita akan mengetahui jauhnya keadaan kita dengan mereka.

Disebutkan dalam Syu’abul Iman, "Utsman bin Affan radhiyallahu anhu meninggal dunia dalam keadaan mushafnya sobek dan koyak karena banyaknya dibuka dan dilihat." (Syu'abul Iman karya Baihaqi)

Disebutkan pula dalam sejarah, bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dibunuh saat ia sedang membaca Al Qur’an, sehingga darahnya menetes pada ayat yang berbunyi “Fasa yakfiikahumullah...dst (QS. Al Baqarah: 137).”

Saudari Imam Malik bin Anas pernah ditanya, “Apa kesibukan Malik bin Anas di rumahnya?” Saudarinya menjawab, “Memperhatikan Mushaf Al Qur’an dan membaca isinya.”

Saat Abu Bakar bin Iyasy akan meninggal dunia, maka saudarinya menangis, lalu Abu Bakar bertanya kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis? Sesungguhnya aku telah mengkhatamkan di pojok sana 18.000 kali khatam."

Tsabit Al Bannani rahimahullah berkata, "Aku tidaklah meninggalkan satu tiang pun di masjid Jami melainkan aku telah mengkhatamkan Al-Qur'an di situ dan menangis juga di situ." (Tahdzib Al Hilyah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah saat dipenjara pada akhir hayatnya kurang lebih selama dua tahun. Beliau mengkhatamkan Al-Qur'an  dalam penjara sebanyak 80 kali,  dan pada khataman ke-81 saat sampai pada ayat,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ-فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di taman-taman dan sungai,- di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa." (Qs. Al Qamar: 54-55)

Maka beliau wafat rahimahullah

(Dzail Thabaqat Al Hanabilah 4/252)

As Sakhawiy menceritakan tentang Imam Al Iraqi, "Beliau banyak membaca Al Qur'an ketika berada di kendaraan."

Namun jika kita lihat di zaman ini, banyak manusia yang berada di kendaraan umum sibuk dengan HP-nya, di sebelah dana ada yang sibuk dengan media sosial, di sebelah sini ada yang sibuk melihat youtube, di sebelah situ ada yang sibuk main game, di sebelah sana lagi ada yang sibuk memperhatikan berita-berita terkini, dan jarang sekali di antara mereka yang menyempatkan diri membaca Al Qur’an. Padahal jika mereka menyempatkan membaca Al Qur’an, tentu mereka akan memperoleh pahala yang besar.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi pernah ditanya, “Apakah orang yang tidak mengkhatamkan Al Qur’an dalam setiap bulan termasuk orang yang meninggalkan kitab Allah Ta’ala?” Ia menjawab, “Apabila melebihi 40 hari, maka pada dirinya ada sikap meninggalkan sesuai kadar menunda-nunda yang dilakukannya. Wabillahit taufiq.” (Fathur Rabbil Wadud 1/152)

Menurut Abu Hanifah, makruh bagi seorang muslim tidak mengkhatamkan Al Qur’an dalam setahun kurang dari dua kali, sedangkan menurut Imam Ahmad, bahwa makruh bagi seorang muslim tidak mengkhatamkan Al Qur’an lebih dari 40 hari.

Bahkan kaum salaf menganggap makruh bagi seorang muslim, jika hari berlalu tanpa dia tengok Al Qur’an.

Syaikh Shalih Al Fauzan berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an ini untuk dibaca dan diamalkan, tidak untuk ditaruh di kumpulan buku-buku dan mushaf yang diletakkan di rak-rak dan lemari, bahkan agar Al Qur’an dibaca oleh seorang muslim malam dan siang, dan dalam berbagai keadaan yang mudah. Para ulama telah menyebutkan, bahwa para sahabat radhiyallahu anhum membagi-bagi dalam membaca Al Qur’an di malam hari pada saat Qiyamullail. Di antara mereka ada yang mengkhatamkannya dalam tiga hari, ada pula dalam sepekan, ada pula dalam sepuluh hari, dan yang paling terakhir adalah yang membagi Al Qur’an dengan mengkhatamkannya selama 30 hari; ia membaca sehari satu juz Al Qur’an, dimana tidak berlalu siang atau malam melainkan ia membaca satu juz Al Qur’an, namun ini tingkatan yang paling terakhir. Jika kurang dari sebulan, maka ini lebih utama, seperti yang mengkhatamkan Al Qur’an dalam sepuluh hari, tiga hari, atau tujuh hari. Tetapi jika berlalu satu bulan, namun ia tidak mengkhatamkan Al Qur’an, maka ini adalah sikap menjauh dan meninggalkan Al Qur’an. Dan meninggalkan Al Qur’an itu ada banyak bentuknya, di antaranya meninggalkan membacanya dan meninggalkan mengamalkannya.” (Dari kajian yang disampaikan Syaikh Shalih Al Fauzan dengan tema Tilawatul Qur’an wa Ahkamuhu pada tanggal 2 Shafar 1420 H)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ  لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Agar kita tidak meninggalkan Al Qur’an, hendaknya kita ketahui keutamaan membaca, menyimak, mempelajari, dan mengamalkan Al Qur’an.

Tentang keutamaan membaca Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)

"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,-- Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (Qs. Faathir: 29-30)

Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani)

Tentang keutamaan menyimak Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Qs. Al A’raaf: 204)

Tentang keutamaan mempelajari Al Qur’an, Allah Subhanahuwa Ta’ala berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Qs. Muhammad: 24)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

 

 bersabda,

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه

"Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al Qur'an dan mengajarkannya." (Hr. Bukhari)

Tentang keutamaan mengamalkan Al Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Qs. Thaahaa: 123)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ "

“Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat setelahnya (selama berpegang dengan keduanya), yaitu: kitab Allah dan sunnahku. Keduanya tidak akan berpisah sampai mendatangi telagaku.” (Hr. Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 2937)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman tentang Al Qur’an,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Yunus: 57)

قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (15) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (16)

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan--Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. Al Maidah: 15-16)

وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ وَسَوْفَ تُسْأَلُونَ (44)

“Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab.” (Qs. Az Zukhruf: 44)

Demikianlah pembahasan tentang fenomena meninggalkan Al Qur’an dan kiat untuk mengatasinya, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjadikan kita sebagai orang-orang yang selalu mendatangi kitab-Nya dengan membacanya, mempelajarinya dan mengamalkannya, aamiin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ -- وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ – وَ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Khutbah Jumat: Tujuh Dosa Besar Yang Membinasakan

Sabtu, 19 November 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Tujuh Dosa Besar Yang Membinasakan

Oleh: Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama adalah nikmat Islam, Iman, Hidayah, Taufiq, Sehat wal Afiyat, dan nikmat-nikmat lainnya yang tidak terhitung oleh kita jumlahnya.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya sampai hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian, marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,

« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ »

"Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" 

Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau menjawab,

:« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »

"Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu." (Hr. Bukhari-Muslim)

Sabda Beliau, "Jauhilah" lebih keras daripada kata-kata "Jangan kalian mengerjakan", karena larangan mendekati lebih keras daripada larangan melakukan suatu perbuatan, dimana dalam kata-kata "jauhilah" mencakup larangan segala yang dapat mendekatkan kepada perbuatan itu.

Sabda Beliau "tujuh dosa yang membinasakan" adalah tujuh dosa besar. Dikatakan "membinasakan", karena dosa-dosa tersebut menjadi sebab binasa pelakunya di dunia karena hukuman yang diakibatkan darinya dan di akhirat ia akan memperoleh azab.

Dosa besar adalah perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, dimana perbuatan tersebut ada hadnya (hukumannya) di dunia, atau adanya ancaman berupa azab dan kemurkaan di akhirat atau adanya laknat terhadap pelakunya.

Di antara dosa-dosa besar itu adalah:

Pertama, Syirik.

Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah mengharamkan surga bagi orang yang meninggal di atas perbuatan syirk dan mengekalkan orang itu di neraka, Dia berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maa’idah : 72).

Syirik terbagi dua:

1. Syirk Akbar (besar),

Syirik ini bisa terjadi dalam Rububiyyah maupun dalam Uluhiyyah.

Syirik dalam Rububiyyah misalnya menganggap bahwa di samping Allah Ta’ala ada juga yang ikut serta menguasai dan mengatur alam semesta. Sedangkan syirik dalam Uluhiyyah adalah dengan mengarahkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala (baik selain Allah itu para malaikat, para nabi, orang-orang yang telah mati, kuburan, batu, keris, matahari, bulan, jin, hewan, maupun lainnya). Misalnya berdoa dan meminta kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk jin atau penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah, dan segala bentuk penyembahan/ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.

2. Syirik Ashghar (kecil),

Syirik kecil adalah niat, ucapan, dan perbuatan yang dihukumi syirik oleh Islam, karena bisa mengarah kepada Syirik Akbar dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang. Contoh: riya, bersumpah dengan nama selain Allah, merasa sial dengan sesuatu, menisbatkan turunnya hujan karena bintang ini atau itu, tahun ini dan tahun itu.

Contoh syirik lainnya adalah meyakini ramalan bintang (zodiak), melakukan pelet, sihir atau santet, mencari (ngalap) berkah pada benda-benda yang dikeramatkan, memakai jimat, dan membaca jampi-jampi syirik. Demikian pula mengatakan “Hanya Allah dan kamu saja harapanku”, “Aku dalam lindungan Allah dan kamu”, “Dengan nama Allah dan nama fulan” dan kalimat lain yang terkesan menyamakan dengan Allah Ta’ala. Ini semua adalah syirk. Termasuk pula menaati ulama atau umara (pemerintah) ketika mengharamkan apa yang Allah halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haramkan.

Kedua, Sihir.

Sihir adalah sejumlah pekerjaan setan yang dilakukan oleh pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul (mengadakan perantara) kepada setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan pesihir dengan ditambah dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ

"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul." (Terj. QS. Al Falaq: 4)

Pelaku sihir apabila hendak melakukan prakteknya, biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan kepada para setan sehingga sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin Allah Ta'ala. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah." (Terj. QS. Al Baqarah: 102)

Maksud izin Allah di sini bukan berarti Allah meridhai perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua; izin syar'i dan izin kauni. Izin syar'i adalah izin yang diridhai Allah, sedangkan izin kauniy (terkait dengan taqdir-Nya di alam semesta) yang tidak mesti diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Sihir mempunyai pengaruh pada hati dan badan. Sihir bisa membuat orang sakit, membunuh seseorang, dan memisahkan antara suami dengan istrinya. Sungguh buruk perbuatan ini, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam dosa besar.

Ketiga, membunuh jiwa yang terpelihara kecuali dengan alasan yang benar.

Membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh merupakan dosa besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقّ

“Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar.” (Qs. Al-Isra` : 33)

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (Qs. An Nisaa: 93)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ، يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، إِلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan sebab satu dari tiga perkara: pezina muhshan, jiwa dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya yang menyempal dari jamaah.”  (Hr. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)

Hadits di atas menerangkan tiga sebab boleh ditumpahkan darah seorang muslim, yaitu sudah menikah namun berzina, membunuh dengan sengaja, dan murtad dari agama Islam.

Keempat, memakan Riba.

Riba secara bahasa artinya bertambah, Sedangkan secara syara’ adalah penambahan pada ra'sul maal (harta pokok) sedikit atau banyak. 

Riba terbagi dua; Riba Nasii’ah dan Riba Fadhl.

Riba Nasii'ah artinya tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman dari si peminjam sebagai ganti dari penundaan.

Riba Fadhl artinya terjadinya kelebihan di salah satu barang pada barang-barang yang terkena hukum riba (ribawi), misalnya menjual uang dengan uang atau makanan dengan makanan dengan adanya kelebihan.

Di dalam hadits disebutkan lebih jelas pengharaman riba pada enam barang; emas, perak, bur/gandum, sya’ir, kurma dan garam. Jika barang-barang ini dijual dengan barang yang sejenis, diharamkan adanya kelebihan di antara keduanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ مِثْلٌ بِمِثْلٍ مَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الْآخِذُ وَالْمُعْطِي سَوَاءٌ

"Emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, sya’ir dengan sya’ir, gandum dengan gandum, garam dengan garam, sama dan sebanding. Barang siapa menambah-nambah atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil atau yang meminta hukumnya sama." (HR. Ahmad dan Bukhari)

Hadits ini jelas sekali tentang haramnya menjual emas dengan emas; apa pun macamnya, perak dengan perak apa pun macamnya kecuali secara sama di samping langsung serah terima. 

Tentang riba, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Qs.Al Baqarah: 275)

Di ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa orang yang bermu’amalah dengan riba tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kebangkitan melainkan seperti berdirinya orang yang terkena penyakit ayan, hal ini disebabkan mereka memakan riba ketika di dunia.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam neraka kepada orang yang memakan riba, dan mencabut keberkahan pada harta yang bercampur riba, sebagaimana firman-Nya,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا

“Allah memusnahkan riba.” (Qs. Al Baqarah: 276)

sehingga harta itu hanyalah membuat kelelahan baginya ketika di dunia, azab baginya ketika di akhirat dan ia tidak dapat mengambil manfaatnya.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga melaknat semua yang ikut serta dalam akad riba, dilaknat-Nya orang yang memberi pinjaman (yang mengambil riba), orang yang meminjam (yang akan memberikan riba), penulis yang mencatatnya dan dua saksinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberinya, dua saksinya dan penulisnya. Beliau juga bersabda, “Mereka sama (dosanya).”

Bahkan memakan riba adalah sifat orang-orang Yahudi yang mendapatkan laknat, lihat surat An Nisaa’: 161.

Kelima, memakan harta anak yatim.

Tentang memakan harta anak yatim, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا

"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (Qs. An Nisaa': 10)

وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa." (Qs. Al Israa': 34)

Para ulama berkata, "Setiap wali bagi anak yatim, jika ia fakir, lalu memakan hartanya secara ma'ruf (wajar); sesuai kepengurusannya terhadapnya untuk hal yang bermaslahat baginya dan mengembangkan hartanya, maka tidak mengapa. Adapun jika lebih di atas ma'ruf, maka sebagai suht; harta yang haram, berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ

"Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. " (Qs. An Nisaa': 10)

Ada empat pendapat ulama tentang contoh memakan harta anak yatim secara ma'ruf (wajar), yaitu:

1.   Ia mengambilnya, namun sifatnya hanya sebagai pinjaman.

2.   Ia memakannya sesuai kebutuhan tanpa berlebihan.

3.   Ia mengambilnya ketika melakukan sesuatu untuk anak yatim.

4.   Ia mengambilnya ketika terpaksa. Jika ia sudah mampu, nanti akan dibayarnya, namun jika ia tidak mampu, maka menjadi halal (Lihat kitab Zaadul Masir karya Ibnul Jauzi pada tafsir ayat di atas).

Tentang keutamaan mengurus anak yatim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

وَأَنَا وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَكَذَا 

"Saya dan pegurus anak yatim di surga seperti ini."

Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya  dan merenggangkannya sedikit. (Hr. Muslim)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ  لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Termasuk dosa-dosa besar yang membinasakan seseorang adalah sebagai berikut:

Keenam, melarikan diri dari peperangan.

Ketika bertemu musuh wajib tetap bertahan dan haram melarikan diri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al Anfaal: 45)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16)

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).---Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Sangat buruklah tempat kembalinya. (Qs. Al Anfaal: 15-16)

Ayat-ayat di atas mewajibkan kita untuk tetap bertahan dan haramnya melarikan diri kecuali dalam salah satu di antara dua keadaan berikut:

1.       Berbalik untuk berperang lagi, yakni menarik diri mengambil posisi lain yang lebih tepat. Yakni dibolehkan pindah dari posisi yang sempit menuju posisi yang lebih luas dan dari tempat yang terbuka ke tempat yang tertutup, atau dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi dsb. yang memang bermaslahat baginya di medan perang.

2.       Bergabung dengan pasukan lain kaum muslimin, yakni bisa berperang bersama mereka atau meminta bantuan kepada mereka, baik pasukan ini dekat atau jauh.

Dalam dua keadaan di atas boleh bagi orang yang berperang lari dari musuh, meskipun zhahirnya merupakan melarikan diri, namun sebenarnya hal itu merupakan usaha mencari posisi yang lebih tepat untuk menghadapi musuh. Namun jika tidak karena dua hal di atas, maka melarikan diri merupakan dosa yang besar, yakni mengharuskan pelakunya mendapatkan azab yang pedih.

Ketujuh, menuduh wanita mukminah yang suci berzina.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ    

"Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, (Qs. An Nuur: 23)

Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa siapa saja yang menuduh berzina kepada wanita yang baik-baik, yang merdeka lagi suci, maka ia mendapatkan laknat di dunia dan akhirat, serta baginya azab yang besar. Di samping adanya had di dunia, yaitu 80 kali dera dan persaksiannya tidak dianggap meskipun sebagai orang yang adil.

Contoh menuduh adalah seseorang berkata kepada wanita yang merdeka, suci lagi muslimah, "Wahai pezina!" "Wahai pelacur!" atau berkata kepada suaminya, "Wahai suami pelacur!", atau berkata kepada anaknya, "Wahai anak pezina.” Jika ada yang berkata seperti itu laki-laki maupun wanita, maka ia wajib didera 80 kali, kecuali jika ia mendatangkan bukti. Buktinya adalah dengan menghadirkan empat orang saksi seperti yang difirmankan Allah Ta'ala di surat An Nuur: 4. Jika ternyata si penuduh tidak mampu mendatangkan bukti, maka ia didera apabila orang yang dituduh "laki-laki maupun wanita" menuntut hukuman dera.

Demikianlah tujuh dosa besar yang membinasakan, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'aala menjauhkan kita daripadanya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ -- وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ – وَ الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger