Khutbah Jum'at Keutamaan Akhlak Yang Mulia

Jumat, 31 Maret 2023

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Keutamaan Akhlak Yang Mulia

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat wa afiyat, dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya patut untuk kita syukuri.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Islam menjunjung tinggi akhlak yang mulia dan mengajak pemeluknya untuk berakhlak mulia. Bahkan Allah memuji Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam karena akhlaknya yang begitu mulia, Dia berfirman,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs. Al Qalam: 4)

Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan hamba-hamba-Nya berakhlak mulia, Dia berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Qs. Fushshilat: 34)

Demikian juga menjadikan akhlak mulia sebagai sebab untuk meraih surga-Nya yang tinggi, Dia berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,--(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Qs. Ali Imran: 133-134)

Bahkan Allah mengutus Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ (وَفِي رِوَايَةٍ صَالِحَ) الْأَخْلاَقِ

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (dalam sebuah riwayat: akhlak yang baik).” (Hr. Bukhari dalam Al Adab no. 273, Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat (1/192), Hakim (2/613), Ahmad (2/318), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (6/267/1) dari jalan Ibnu Ajlan dari Qa’qa bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah secara marfu, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Seperti apakah akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?

Akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah Al Qur’an, sebagaimana yang dinyatakan Aisyah radhiyallahu anha. Maksudnya adalah Beliau senantiasa mengamalkan Al Quran, berhenti pada batasannya, beradab dengan adab-adabnya, mengambil pelajaran terhadap perumpamaan dan kisahnya, dan mentadabburinya serta membacanya dengan bacaan yang bagus.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah melayani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selama sepuluh tahun, namun Beliau tidak pernah berkata kepadaku “Ah”, dan tidak pernah berkata terhadap perbuatan yang kulakukan, “Mengapa engkau lakukan perbuatan itu?” Dan tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang tidak kulakukan, “Mengapa engkau tidak melakukan hal itu?” Beliau adalah manusia yang paling baik akhlaknya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Ummul Mukminin Khadijah radhiyallahu anha pernah berkata kepada Beliau untuk menenangkannya saat Beliau mendapatkan wahyu,

كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الكَلَّ، وَتَكْسِبُ المَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الحَقِّ

“Demi Allah, Dia tidak akan merendahkanmu. Sesungguhnya engkau seorang yang menyambung tali silaturrahim, memikul beban orang lain, membantu orang yang tidak punya apa-apa, menjamu tamu, dan membela pihak yang benar.” (Hr. Bukhari)

Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul sesuatu dengan tangannya, demikian pula tidak pernah memukul pelayan maupun wanita. Akan tetapi Beliau berjihad di jalan Allah. Beliau tidak pernah membalas suatu kesalahan yang dilakukan seseorang, kecuali apabila larangan-larangan Allah dilanggar, maka Beliau membalasnya karena Allah.” (Hr. Muslim)

Anas radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bukanlah seorang pencela, pelaknat. Dan bukan orang yang berkata keji. Saat ada orang yang Beliau kritik, Beliau hanya mengatakan, “Mengapa orang itu berbuat begitu, semoga dahinya menyentuh tanah (sindiran).” (Hr. Bukhari dan Ahmad)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Setelah kita mengetahui akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu seperti apakah akhlak yang mulia itu?

Al Hasan berkata, “Akhlak yang mulia adalah muka berseri-seri, bersikap dermawan, dan mencegah gangguan.”

Sahl At Tasturiy berkata, “(Akhlak mulia itu) minimal siap menerima beban, tidak membalas, sayang kepada orang yang zalim, memintakan ampunan untuknya, dan kasihan kepadanya.”

Al Junaid berkata, “Empat perkara yang dapat mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi meskipun sedikit amal dan ilmunya, yaitu: sikap santun, tawadhu, dermawan, dan berakhlak mulia. Itu merupakan penyempurna keimanan.”

Al Qadhiy ‘Iyadh berkata, “Akhlak yang mulia adalah bergaul dengan baik kepada manusia, bergembira dan menampakkan rasa cinta kepada mereka, kasihan kepada mereka dan merasakan penderitaan mereka, memikul beban mereka, bersabar terhadap mereka dalam hal-hal yang tidak disukai, tidak sombong dan merasa tinggi di atas mereka, dan menjauhi sifat kasar, pemarah, dan (suka) menghukum.”

Sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwa ciri orang yang berakhlak mulia adalah sangat pemalu, sedikit sekali sikap kurang baiknya, banyak kebaikannya, jujur lisannya, sedikit bicara, banyak berbuat, sedikit sekali tergelincir, tidak banyak dalam sesuatu (selain ibadah), berbakti kepada orang tua dan menyambung tali silaturrahim, sopan, sabar, memiliki rasa syukur yang tinggi, tidak lekas marah, memenuhi janji, menjaga dirinya dari yang haram, tidak suka melaknat, memaki, tidak mengadu domba serta tidak ghibah (menggunjing orang), tidak tergesa-gesa, tidak dendam, tidak bakhil dan dengki, menampakkan wajah gembira dan berseri-seri, cinta karena Allah dan benci pun karena-Nya, ridha karena Allah serta marah pun karena-Nya. (Lihat Minhajul Muslim hal. 116)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Setelah kita mengetahui akhlak yang mulia, maka apa keutamaan yang diperoleh ketika seseorang berakhlak mulia?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di timbangan daripada akhlak yang mulia.” (Hr. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Bukhari dalam Al Adab, dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh Al Albani)

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا، وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالمُتَشَدِّقُونَ وَالمُتَفَيْهِقُونَ

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat majlisnya denganku nanti pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling kubenci dan paling jauh majlisnya nanti pada hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara, suka merendahkan, dan sombong.” (Hr. Ahmad, TIrmidzi, Ibnu Hibban, dan Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, dan dishahihkan oleh Al Albani).

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya orang mukmin karena akhlaknya yang baik dapat mencapai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat malam.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani)

إِنَّ اللهَ تَعَالَى جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، وَيُحِبُّ مَعَالِيَ الْأَخْلَاقِ، وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala indah, Dia menyukai keindahan, Dia menyukai akhlak yang mulia dan membenci akhlak yang hina.” (Hr. Thabrani dalam Al Awsath, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1739)

إِنَّ النَّاسَ لَمْ يُعْطَوْا شَيْئًا خَيْرًا مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ

“Manusia tidaklah diberikan sesuatu yang lebih baik daripada akhlak yang mulia.” (Hr. Thabrani dalam Al Kabir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1977)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukan seseorang ke surga, maka Beliau menjawab,

تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الخُلُقِ

“Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.”

Demikian pula Beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia ke neraka, maka Beliau menjawab,

الفَمُ وَالفَرْجُ

“Mulut dan kemaluan.”

(Hr. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

Demikianlah gambaran tentang akhlak yang mulia dan keutamaannya, semoga Allah memudahkan kita untuk memiliki akhlak tersebut.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ الْمَعْرُوْفِ بِالْخَيْرِ وَالْكَرَمِ وَالْاِمْتِنَانِ الْمُجَازِي الْبِرَّ بِالْبِرِّ، وَعَلَى الْإِحْسَانِ بِالْإِحْسَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الرَّحِيْمُ الرَّحْمَنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الرُّسُلِ وَخُلاَصَةُ الْإِنْسَانِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ. أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Setelah kita mengetahui keutamaan akhlak yang mulia dan hakikatnya, maka bagaimanakah cara meraih akhlak yang mulia. Berikut di antara di cara atau kiatnya adalah:

1. Berdoa

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa,

اَللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي، فَأَحْسِنْ خُلُقِي

“Ya Allah, Engkau telah memperindah fisikku, maka perindahlah akhlakku.” (Hr. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)

Dari Quthbah bin Malik ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلَاقِ، وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan nafsu yang munkar.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

2. Bergaul dengan orang-orang yang saleh

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang mengikuti agama temannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu memperhatikan siapa temannya.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dinyatakan hasan oleh Al Albani)

3. Mengingat keutamaan akhlak terpuji

Tentang keutamaannya telah disebutkan pada khutbah pertama sebelum ini.

4. Membaca kisah orang-orang saleh terdahulu

Yakni dengan membaca kisah orang-orang saleh terdahulu membuat kita berusaha meneladani mereka. Bacalah kisah para nabi, para sahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dst.

Contoh keteladanan Kaum Salaf (Generasi Pertama Islam) dalam memaafkan orang lain adalah sebagai berikut:

Suatu ketika ada seorang yang mencela Salman Al Farisi radhiyallahu anhu, maka Salman berkata kepadanya, “Jika ternyata timbangan kebaikanku ringan, maka aku lebih buruk dari apa yang kamu katakan, tetapi jika timbangan kebaikanku lebih berat, maka apa yang kamu katakan tidaklah merugikanku.”

Ar Rabi bin Khaitsam pernah dicela, maka ia berkata, “Wahai fulan, Allah mendengar ucapanmu. Sesungguhnya sebelum surga terdapat rintangan, jika aku berhasil melintasinya, maka ucapanmu tidak merugikanku, namun jika aku tidak berhasil melintasinya, maka berarti aku lebih buruk dari apa yang engkau ucapkan.”

Jika ada yang menyampaikan kepada Al Fudhail bin Iyadh, bahwa si fulan mencela dirinya, maka ia berkata, “Demi Allah, aku marah kepadanya –yakni Iblis-, lalu ia berkata, “Ya Allah, jika ucapannya benar, maka ampunilah aku. Dan jika ucapannya dusta, maka ampunilah dia.”

Ada seorang yang mencela secara berlebihan kepada Bakar bin Abdullah Al Muzzanniy rahimahullah, namun ia tetap saja diam, maka ada yang berkata kepadanya, “Mengapa kamu tidak membalas celaannya sebagaimana dia mencela dirimu?” Bakar menjawab, “Aku tidak tahu keburukannya sehingga aku dapat mencelanya, dan tidak halal bagiku menuduhnya secara dusta.”

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ، وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

 وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Khutbah Jumat : Adab Berpakaian dan Berhias

Rabu, 29 Maret 2023

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Adab Berpakaian dan Berhias

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat wa afiyat, dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya patut untuk kita syukuri.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Dahulu, sebelum kedatangan Islam, orang-orang Arab berthawaf di sekitar Ka’bah dalam keadaan telanjang, dimana maksud mereka melakukannya adalah untuk melepas semua pakaian yang mereka gunakan untuk maksiat kepada Allah Ta’ala, maka setelah datang Islam perbuatan demikian dihapus, dan diganti dengan pandangan Islami, bahwa yang terpenting adalah kebersihan hati dan berhias diri dengan pakaian yang menutupi aurat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Wahai anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid.” (QS. Al A’raaf: 31)

Seorang muslim memahami, bahwa pakaian merupakan salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya, dimana dengan pakaian mereka dapat menutup aurat mereka, dan dengannya pula mereka dapat memelihara diri mereka dari panas dan dingin. Allah Ta’ala berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah agar mereka selalu ingat.” (QS. Al A’raaf: 31)

وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ

“Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas.” (QS. An Nahl: 81)

Ayat di atas menerangkan kepada kita tentang tujuan berpakaian, yaitu untuk menutupi aurat kita dan untuk menjaga diri kita dari panas dan dingin. Demikian pula menerangkan, bahwa sebaik-baik yang digunakan untuk menutupi diri adalah takwa, karena takwa dapat menjaga diri seseorang dari azab Allah dan kemurkaan-Nya, sebagaimana pakaian dapat menjaga diri dari panas dan dingin.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Sebagai tanda syukur atas nikmat yang besar ini, maka seorang muslim hendaknya memperhatikan adab-adab Islami ketika berpakaian, yaitu sebagai berikut:

1. Menutupi aurat

Aurat laki-laki adalah antara pusar dengan lutut. Akan tetapi, ketika shalat, ia wajib pula menutupi pundaknya di samping tertutup auratnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُصَلِّي أَحَدُكُمْ فِي الثَّوْبِ الوَاحِدِ لَيْسَ عَلَى عَاتِقَيْهِ شَيْءٌ

“Janganlah salah seorang di antara kamu shalat mengenakan satu kain, dimana pundaknya tidak ditutupi sesuatu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuhnya selain muka dan telapak tangan. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya.” (Terj. QS. An Nuur: 31)

Ibnu Abbas berkata, "Yaitu mukanya, kedua telapak tangannya, dan cincin.”

Jika ditutup mukanya (seperti memakai cadar) dan tangannya maka lebih utama. Ibnu Khuwaiz Mandad berkata, “Wanita itu jika cantik dan dikhawatirkan timbul fitnah dari muka dan telapak tangannya hendaknya menutupnya, dan jika wanita itu sudah tua atau tidak cantik maka tidak mengapa membuka wajah dan telapak tangannya.”

2. Wajibnya memakai jilbab bagi wanita

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan menjaga kehormatannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka…dst.” (QS. An Nuur: 31)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang beriman, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 59)

Jilbab adalah baju kurung yang lebar yang dapat menutup kepala,  leher, dan dada.

Ayat di atas menunjukkan bahwa jilbab bukan sebagai budaya bangsa Arab, tetapi sebagai syariat Islam.

Dalam memakai jilbab tidak dibenarkan memakai pakaian yang sempit atau ketat, tipis, membentuk lekuk tubuh, tembus pandang, menyerupai laki-laki, dan diberi wewangian. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

“Ada dua golongan yang termasuk penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. (Pertama) kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk mencambuk manusia, (kedua) wanita yang berpakaian namun telanjang, yang berlenggak-lenggok dan menyimpag. Rambut mereka seperti punuk unta Khurasan yang miring. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium wanginya, padahal wanginya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.”

(Hr. Muslim dari Abu Hurairah)

3. Tidak berbangga dan sombong dengan pakaian yang dipakainya.

Hal itu, karena Allah tidak meyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Luqman: 18)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ, وَاخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ, لَقِيَ اَللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barang siapa yang merasa dirinya sebagai orang besar dan sombong dalam berjalan, maka dia akan menghadap Allah, sedangkan Dia murka kepadanya.” (Hr. Hakim, Ahmad, dan Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dan para pera perawinya tsiqah)

Akan tetapi, tidaklah termasuk sombong, apabila seseorang senang berpenampilan indah.

Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi shallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ»

"Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun sebesar debu."

Kemudian ada seorang yang berkata, "Sesungguhnya seseorang suka jika pakaiannya indah dan sandalnya bagus," maka Beliau bersabda,

«إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ»

"Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia." (Hr. Muslim)

4. Berdoa ketika mengenakan pakaian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ لَبِسَ ثَوْبًا فَقَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي، وَلَا قُوَّةٍ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang memakai sebuah pakaian, kemudian mengucapkan, “Alhamdulillahilladziy kasaanii haadzats tsauba…sampai walaa quwwah,” (artinya: segala puji bagi Allah yang memberiku pakaian ini dan mengaruniakan kepadaku pakaian ini tanpa susah payah dariku), maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan hasan oleh Al Albani)

5. Berdoa ketika mengenakan pakaian baru

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا اسْتَجَدَّ ثَوْبًا سَمَّاهُ بِاسْمِهِ إِمَّا قَمِيصًا، أَوْ عِمَامَةً ثُمَّ يَقُولُ: «اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ، وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ» قَالَ أَبُو نَضْرَةَ: " فَكَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم إِذَا لَبِسَ أَحَدُهُمْ ثَوْبًا جَدِيدًا قِيلَ لَهُ: تُبْلَى وَيُخْلِفُ اللَّهُ تَعَالَى "

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memakai baju baru, maka Beliau menandainya dengan namanya[i], baik berupa gamis maupun sorban, selanjutnya Beliau mengucapkan, “Allahumma…sampai maa shuni’a lahu.” (artinya: Ya Allah, segala puji bagi-Mu. Engkaulah yang memberikan pakaian ini kepadaku, maka aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang ditimbulkannya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang ditimbulkannya). Abu Nadhrah berkata, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ada yang mengenakan pakaian baru, maka didoakan kepadanya, “Tublaa wa yukhlifullahu Ta’ala,” (artinya: semoga bajunya awet hingga usang, dan semoga Allah Ta’ala menggantinya).” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عُمَرَ قَمِيصًا أَبْيَضَ فَقَالَ ثَوْبُكَ هَذَا غَسِيلٌ أَمْ جَدِيدٌ قَالَ لَا بَلْ غَسِيلٌ قَالَ الْبَسْ جَدِيدًا وَعِشْ حَمِيدًا وَمُتْ شَهِيدًا

Dari Ibnu Umar radhiyllahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Umar memakai gamis yang putih, lalu Beliau bertanya, “Bajumu ini baru dicuci atau baru?” Umar menjawab, “Baru dicuci.” Beliau bersabda, “Ilbas jadidan…sampai wa mut syahida.” (artinya: Pakailah baju baru, hiduplah secara terhormat, dan matilah sebagai syahid).” (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnus Sunniy, dishahihkan oleh Al Albani)

6. Mendahulukan bagian yang kanan ketika memakai dan mendahulukan bagian yang kiri ketika melepas

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senang mendahulukan bagian kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan dalam semua urusannya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

7. Tidak melabuhkan kain sampai melewati mata kaki (isbal) bagi laki-laki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِي النَّارِ

“Kain yang berada di bawah mata kaki adalah di neraka.” (HR. Bukhari)

8. Tidak mengenakan pakaian lawan jenis.

Oleh karena itu, tidak boleh bagi laki-laki mengenakan pakaian wanita, demikian pula wanita mengenakan pakaian laki-laki.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki memakai pakaian wanita, dan wanita memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)

Demikianlah beberapa adab berpakaian, semoga Allah membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya, aamin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ عَظِيْمِ الْإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْإِمْتِنَانِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَجُنْدِهِ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Adab lainnya dalam berpakaian adalah:

9. Tidak boleh bagi laki-laki memakai pakaian sutera dan memakai perhiasan emas.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«حُرِّمَ لِبَاسُ الحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ لِإِنَاثِهِمْ»

“Diharamkan memakai pakaian sutera dan emas bagi laki-laki umatku, dan dihalalkan bagi wanitanya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Musa Al Asy’ariy, dishahihkan oleh Al Albani)

10. Dianjurkan mengenakan pakaian berwarna putih

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِلْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ البَيَاضَ، فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

“Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena itu pakaianmu yang terbaik, dan kafankanlah orang-orang yang wafat di antara kamu dengannya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

11. Memakai pakaian yang indah pada hari Jum’at dan pada hari raya

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ، ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ الَّتِي قَبْلَهَا»

“Barang siapa yang mandi pada hari Jum’at, memakai pakaian yang indah, memakai wewangian jika ada padanya, lalu datang untuk shalat Jum’at, dan tidak melangkahi leher manusia, kemudian shalat sesuai yang Allah tetapkan baginya, kemudian diam ketika imam datang hingga shalat selesai ditunaikan, maka hal itu akan menjadi penghapus dosa di antara hari Jum’at itu dengan hari Jum’at sebelumnya.” Abu Hurairah menambahkan, “Ditambah tiga hari.” (HR. Abu Dawud, dan dihasankan oleh Al Albani)

Al Hasan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami dalam dua hari raya agar kami memakai pakaian yang paling baik yang bisa kami peroleh, memakai wewangian yang kami dapatkan, dan berkurban dengan hewan berharga yang dapat kami lakukan.” (HR. Hakim)

12. Tidak melakukan isytimalush shama

Isytimalush shama adalah seseorang menyelimuti dirinya dengan kain tanpa menyisakan tempat keluar bagi tangannya, demikian menurut mayoritas Ahli Bahasa. Namun menurut para Ahli Fiqh, bahwa isytimalush shama adalah menyelimuti badan dengan satu kain, lalu mengangkatnya dari salah satu pinggirnya dan meletakkan di salah satu pundaknya. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim (14/76) menjelaskan, bahwa isytimalush shama seperti yang diterangkan para Ahli Bahasa hukumnya makruh agar jangan sampai ketika seseorang butuh menyingkirkan serangga atau lainnya, dirinya kesulitan menyingkirkannya dengan tangan, sehingga terkena bahayanya. Sedangkan jika isytimalush shama mengikuti penjelasan Ahli Fiqh, maka hukumnya haram jika sebagian aurat terlihat, jika tidak maka hukumnya makruh.

عَنْ جَابِرٍ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يَأْكُلَ الرَّجُلُ بِشِمَالِهِ، أَوْ يَمْشِيَ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ، وَأَنْ يَشْتَمِلَ الصَّمَّاءَ، وَأَنْ يَحْتَبِيَ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ كَاشِفًا عَنْ فَرْجِهِ»

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang makan dengan tangan kirinya, berjalan dengan satu sandal, melakukan isytimaslush shama, dan seseorang melakukan ihtiba (duduk di atas kedua pinggulnya dengan mengangkat kedua betisnya, lalu menutupinya dengan kain) sedangkan farjinya terlihat.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«لَا تَمْشِ فِي نَعْلٍ وَاحِدٍ، وَلَا تَحْتَبِ فِي إِزَارٍ وَاحِدٍ، وَلَا تَأْكُلْ بِشِمَالِكَ، وَلَا تَشْتَمِلِ الصَّمَّاءَ، وَلَا تَضَعْ إِحْدَى رِجْلَيْكَ عَلَى الْأُخْرَى إِذَا اسْتَلْقَيْتَ»

“Janganlah engkau berjalan dengan satu sandal, melakukan ihtiba dengan sebuah kain, makan dengan tangan kiri, melakukan isytimalush shama, dan jangan engkau meletakkan salah satu kaki di atas kaki yang lain ketika tidur terlentang[ii].” (HR. Muslim)

13. Tidak memakai pakaian yang bergambar makhuk bernyawa, salib, dan tulisan-tulisan yang tidak mencerminkan akhlak yang mulia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ

“Manusia yang paling pedih azabnya pada hari Kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَماً مُقْسِطاً فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ ، وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ » . 

“Demi Allah yang diriku di Tangan-Nya, pasti akan turun kepada kalian putera Maryam (Isa) sebagai hakim yang adil, ia akan mematahkan salib, membunuh babi, meniadakan pajak dan harta akan melimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang mau menerima.” (Hr. Bukhari)

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ، وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

 وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I


[i] Maksudnya mengucapkan, “Allah memberikan kepadaku gamis atau sorban ini,” atau mengucapkan, “Ini adalah gamis atau ini adalah sorban.” (Aunul Ma’bud 11/43).

[ii] Larangan ini tertuju jika menaruh kaki yang satu di atas kaki yang lain mengakibatkan aurat terlihat, jika tidak terlihat maka tidak mengapa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidur terlentang di masjid dengan meletakkan kaki yang satu di atas kaki yang lain (sebagaimana dalam Shahih Muslim no. 2100).

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger