Syarah Kitab Tauhid (24)

Senin, 31 Oktober 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫لا تجعلوا قبري عيدا‬‎
Syarah Kitab Tauhid (24)
(Usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan Yang Menuju Kepada Syirik)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab: Usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan Yang Menuju Kepada Syirik
Firman Allah Ta’ala,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Tabuah: 128)
**********
Penjelasan:
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya nikmat yang Dia berikan kepada mereka berupa diutus-Nya ke tengah-tengah mereka seorang rasul yang mulia dari kalangan mereka dan dengan bahasa mereka, dimana di antara sifatnya adalah merasakan berat penderitaan yang mereka alami, menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sangat sayang kepada orang-orang beriman.
Hubungan ayat di atas dengan bab ini adalah bahwa sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki untuk memperingatkan umatnya dari perbuatan syirik yang merupakan dosa yang paling besar dan menyebabkan seseorang sengsara dunia dan akhirat.
Kesimpulan:
1.    Memperingatkan manusia dari perbuatan syirik menunjukkan kasih sayang dan perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya.
2.    Diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan nikmat yang besar bagi manusia.
3.    Mulianya nasab dan rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
4.    Sifat-sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu merasakan penderitaan umatnya, menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sayang kepada mereka.
**********
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan. Janganlah kalian jadikan kuburku sebagai tempat perayaan. Ucapkanlah shalawat kepadaku, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (HR. Abu Dawud dengan isnad yang hasan, dan para perawinya adalah para perawi yang tsiqah).
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2042 dan Ahmad dalam Musnadnya 2/367, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan rumah seperti kuburan, dimana keadaan kuburan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sepi dan kosong dari ibadah, doa, dzikr dan sebagainya. Beliau memerintahkan kita mengisi rumah kita dengan ibadah, seperti shalat sunah, doa, membaca Al Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya.
Demikian pula Beliau melarang umatnya menjadikan kubur Beliau sebagai tempat perayaan, yakni dengan sering dikunjungi dan berkumpul di situ sambil berdoa dan beribadah, karena hal itu merupakan sarana yang mengantarkan kepada perbuatan syirik.
Beliau juga menerangkan kepada umatnya, bahwa cukup bagi mereka memperbanyak ucapan shalawat dan salam kepada Beliau dimana saja mereka berada, karena hal itu akan sampai kepada Beliau baik dari orang yang berada di tempat yang jauh maupun yang dekat, sehingga tidak perlu bagi mereka sering mengunjungi kuburnya.
Dalam hadits di atas terdapat bentuk menutup celah kepada perbuatan syirik.
Kesimpulan:
1.    Menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada kemusyrikan, seperti shalat di kuburan, bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap kuburan para nabi dan orang-orang saleh, menjadikan kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tempat perayaan, dsb.
2.    Disyariatkan mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saja kita berada, dan bahwa ucapan shalawat dan salam dari kita akan sampai kepada Beliau. Demikian pula tidak ada perbedaan, antara yang berada dekat dengan kubur Beliau maupun jauh.
3.    Larangan safar khusus untuk meziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.    Usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga tauhid.
**********
Dari Ali bin Husain, bahwa dirinya pernah melihat seseorang mendatangi sebuah celah di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu orang itu masuk ke dalamnya dan berdoa di sana, maka Ali segera melarangnya dan berkata, “Maukah aku sampaikan kepada kamu sebuah hadits yang aku dengar dari ayahku, dari kakekku, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْداً وَلاَ بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ يَبْلُغُنِيْ أَيْنَمَا -أَوْ حَيْثُ- كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai tempat perayaan, dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya salam kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (Diriwayatkan dalam kitab Al Mukhtarah)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Isma’il Al Qadhiy dalam Fadhlush shalah ‘alan Nabi no. 20 dan dishahihkan oleh Al Albani karena jalur-jalur dan syahidnya, dan diriwayatkan oleh Al Hafizh Dhiya’uddin Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi dalam kitab Al Mukhtarah.
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dikenal dengan Zainal Abidin, seorang tabi’in utama keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia wafat pada tahun 93 H.
Dalam hadits tersebut terdapat larangan mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdoa di dekatnya. Jika ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dilarang apalagi ke kubur selain Beliau karena hal itu termasuk sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan.
Sungguh sangat disayangkan orang-orang Syiah yang mengaku mencintai keturunan Nabi, justru mereka yang terdepan dalam memuja kubur dan berdoa di dekatnya, padahal Ali bin Husain salah seorang keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya seperti dalam riwayat di atas.
Kesimpulan:
1.    Larangan berdoa di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam demi menjaga tauhid.
2.    Disyariatkan mengingkari kemungkaran dan mengajarkan orang yang tidak tahu.
3.    Larangan bersafar hanya untuk mengunjungi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk penjagaan terhadap tauhid.
4.    Tujuan ziarah ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah mengucapkan salam untuk Beliau, dan hal ini bisa dilakukan oleh orang yang dekat dengan kubur Beliau maupun jauh.
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

Terjemah Umdatul Ahkam (5)

Rabu, 26 Oktober 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫صلاة الجماعة‬‎
Terjemah Umdatul Ahkam (5)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut terjemah Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541 H – 600 H). Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan kitab ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Bab Waktu-Waktu Shalat
53 - عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ سَيَّارِ بْنِ سَلامَةَ قَالَ: ((دَخَلْتُ أَنَا وَأَبِي عَلَى أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ , فَقَالَ لَهُ أَبِي: كَيْفَ كَانَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ؟ فَقَالَ: كَانَ يُصَلِّي الْهَجِيرَ - الَّتِي تَدْعُونَهَا الأُولَى - حِينَ تَدْحَضُ الشَّمْسُ , وَيُصَلِّي الْعَصْرَ , ثُمَّ يَرْجِعُ أَحَدُنَا إلَى رَحْلِهِ فِي أَقْصَى الْمَدِينَةِ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ. وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ. وَكَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ الْعِشَاءِ الَّتِي تَدْعُونَهَا الْعَتَمَةَ. وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا , وَالْحَدِيثُ بَعْدَهَا. وَكَانَ يَنْفَتِلُ مِنْ صَلاةِ الْغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلَ جَلِيسَهُ. وَكَانَ يَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إلَى الْمِائَةِ)) .
53. Dari Abul Minhal Sayyar bin Salamah ia berkata, “Aku bersama ayahku pernah masuk menemui Abu Barzah Al Aslamiy, lalu ayahku bertanya kepadanya, “Bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat fardhu?” Ia menjawab, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Zhuhur –yang kalian sebut sebagai siang pertama- pada saat matahari condong (ke barat). Beliau melakukan shalat Ashar, lalu salah seorang di antara kami pulang ke rumahnya di ujung Madinah sedangkan matahari masih putih.” Aku (perawi) lupa perkataannya tentang shalat Maghrib. Beliau juga menyukai mengakhirkan shalat Isya, waktu yang biasa kalian sebut dengan nama ‘atamah. Beliau tidak suka tidur sebelum shalat Isya dan tidak suka melakukan obrolan setelahnya. Dan Beliau selesai dari shalat Subuh saat seseorang dapat mengenali kawan di sebelahnya. Ketika shalat Subuh, Beliau membaca ayat yang jumlahnya enam puluh sampai seratus ayat.”
54 - عَنْ عَلِيٍّ - رضي الله عنه -: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ: ((مَلأَ اللَّهُ قُبُورَهُمْ وَبُيُوتَهُمْ نَارًا , كَمَا شَغَلُونَا عَنْ الصَّلاةِ الْوُسْطَى حَتَّى غَابَتْ الشَّمْسُ)) . وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ ((شَغَلُونَا عَنْ الصَّلاةِ الْوُسْطَى - صَلاةِ الْعَصْرِ - ثُمَّ صَلاهَا بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ))
54. Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada saat perang Khandaq, “Semoga Allah memenuhi kubur dan rumah mereka dengan api karena mereka membuat kita sibuk hingga tertunda dari melakukan shalat wustha (Ashar) hingga terbenam matahari.” Dalam lafaz Muslim disebutkan, “Mereka membuat kita sibuk hingga tertunda dari melakukan shalat wustha –Ashar-,” lalu Beliau melakukannya antara Maghrib dan Isya.”
55 - وَلَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: ((حَبَسَ الْمُشْرِكُونَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنِ الْعَصْرِ , حَتَّى احْمَرَّتِ الشَّمْسُ أَوْ اصْفَرَّتْ , فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: شَغَلُونَا عَنْ الصَّلاةِ الْوُسْطَى - صَلاةِ الْعَصْرِ - مَلأَ اللَّهُ أَجْوَافَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَاراً , أَوْ حَشَا اللَّهُ أَجْوَافَهُمْ وَقُبُورَهُمْ نَاراً)) .
55. Dalam riwayat Muslim dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, “Kaum musyrik mencegah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari melakukan shalat Ashar sehingga matahari semakin merah atau kuning, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka membuat kita sibuk sehingga tertunda dari melakukan shalat wustha –shalat Ashar-, semoga Allah memenuhi perut dan kubur mereka dengan api.”
56 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: ((أَعْتَمَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - بِالْعِشَاءِ. فَخَرَجَ عُمَرُ , فَقَالَ: الصَّلاةُ , يَا رَسُولَ اللَّهِ. رَقَدَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ. فَخَرَجَ وَرَأْسُهُ يَقْطُرُ يَقُولُ: لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي - أَوْ عَلَى النَّاسِ - لأَمَرْتُهُمْ بِهَذِهِ الصَّلاةِ هَذِهِ السَّاعَةِ)) .
56. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menunda shalat Isya hingga larut malam, dimana kaum wanita dan anak-anak ketika itu telah tidur, lalu Beliau keluar dalam keadaan rambut Beliau basah meneteskan air sambil bersabda, “Kalau bukan aku khawatir memberatkan umatku –atau manusia-, tentu aku suruh mereka melakukan shalat ini (Isya) di waktu ini.”
57 - عَنْ عائِشَةَ رضي الله عنها: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((إذَا أُقِيمَتْ  الصَّلاةُ , وَحَضَرَ الْعَشَاءُ , فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ)) . وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ نَحْوُهُ.
57. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila shalat Isya telah didirikan, sedangkan makan malam telah dihidangkan, maka dahulukanlah makan malam.” Dari Ibnu Umar juga sama seperti itu.
58 - وَلِمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يقُولُ: ((لا صَلاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ , وَلا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ)) .
58. Dalam riwayat Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna shalat ketika makanan telah dihidangkan, dan pada saat dirinya didesak oleh dua hal yang kotor (buang air kecil dan buang air besar).”
59 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: ((شَهِدَ عِنْدِي رِجَالٌ مَرْضِيُّونَ - وَأَرْضَاهُمْ عِنْدِي عُمَرُ - أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ الصَّلاةِ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ , وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ)) .
59. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Telah bersaksi di dekatku orang-orang yang diridhai –dan yang paling diridhai menurutku adalah Umar-, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat setelah shalat Subuh sampai terbit matahari, dan setelah shalat Ashar sampai tenggelam.”
60 - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ قالَ: ((لا صَلاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ , وَلا صَلاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ)) .
60. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, “Tidak ada shalat setelah shalat Subuh sampai terbit matahari, dan tidak ada shalat setelah shalat Ashar hingga terbenam matahari.”
وفي البابِ عنْ عليِّ بنِ أَبي طالبٍ، وعبدِ اللهِ بنِ مسعودٍ، وعبدِ اللهِ بنِ عمرَ بنِ الخطابِ، وعبدِ اللهِ بنِ عمرِو بنِ العاصِ، وأَبي هريرةَ، وسَمُرَةَ بنِ جُندُبِ، وسَلَمَةَ بنِ الأَكوَعِ، وزيدِ بنِ ثابتٍ ومعاذِ بنِ جبلٍ، ومعاذِ بنِ عفراء، وكعبِ بنِ مُرَّةَ، وأَبي أُمامةَ الباهليِّ، وعمرِو بنِ عبسةَ السُلَميِّ، وعائشةَ رضي الله عنهم، والصَّنابحيِّ، ولم يسمعْ منَ النبيِّ - صلى الله عليه وسلم -.
Dalam hal ini ada riwayat dari Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khaththab, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, Abu Hurairah, Samurah bin Jundub, Salamah bin Akwa’, Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, Mu’adz bin ‘Afra, Ka’ab bin Murrah, Abu Umamah Al Bahili, Amr bin Absah As Sulamiy, Aisyah –semoga Allah meridhai mereka semua-, demikian pula dari Ash Shanabihi, namun ia tidak mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
61 - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما ((أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ , وَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ. فَقَالَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم -: وَاَللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا. قَالَ: فَقُمْنَا إلَى بَطْحَانَ , فَتَوَضَّأَ لِلصَّلاةِ , وَتَوَضَّأْنَا لَهَا , فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ. ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ))
61. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu datang di saat perang Khandaq setelah matahari terbenam, ia pun mulai mencaci-maki kaum kafir Quraisy, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku hampir saja tidak shalat Ashar hingga matahari terbenam,” lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, aku sama sekali belum shalat Ashar,” Lalu kami menuju Bathhan (sebuah tempat di Madinah), Beliau berwudhu untuk shalat, dan kami pun juga berwudhu, kemudian Beliau shalat Ashar ketika matahari telah terbenam, lalu shalat Maghrib setelahnya.”
Bab Keutamaan Shalat Berjamaah dan Kewajibannya
62 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((صَلاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً)) .
62. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama dibanding shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.”
63 - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: ((صَلاةُ الرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍ تُضَعَّفُ عَلَى صَلاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْساً وَعِشْرِينَ ضِعْفاً , وَذَلِكَ: أَنَّهُ إذَا تَوَضَّأَ , فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ. ثُمَّ خَرَجَ إلَى الْمَسْجِدِ لا يُخْرِجُهُ إلا الصَّلاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إلا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ , وَحُطَّ عَنْهُ خَطِيئَةٌ. فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ , مَا دَامَ فِي مُصَلاهُ: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ , اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ , اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ , وَلا يَزَالُ فِي صَلاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلاةَ)) .
63. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat seseorang dengan berjamaah dilipatgandakan dibanding shalatnya yang dilakukan di rumah dan di pasarnya dengan dua puluh lima derajat lebih. Hal itu, karena apabila seseorang berwudhu dan memperbaiki wudhunya, lalu keluar menuju masjid, dimana tidak ada yang membuatnya keluar rumah melainkan karena shalat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah saja melainkan akan diangkat karenanya satu derajat, dan akan digugurkan satu kesalahan. Jika ia melakukan shalat, maka malaikat akan senantiasa mendoakannya selama ia berada di tempat shalatnya sambil mengucapkan, “Ya Allah, berilah rahmat kepadanya. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia,” dan ia dianggap dalam shalat selama menunggu shalat.”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Penerjemah:

Marwan bin Musa

Terjemah Umdatul Ahkam (4)

Sabtu, 22 Oktober 2016
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫التيمم الصحيح‬‎
Terjemah Umdatul Ahkam (4)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut terjemah Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541 H – 600 H). Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan kitab ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Bab Tayammum
40 - عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رضي الله عنه -: ((أَنَّ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - رَأَى رَجُلاً مُعْتَزلاً , لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا فُلانُ , مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ , وَلا مَاءَ , فَقَالَ: عَلَيْك بِالصَّعِيدِ , فَإِنَّهُ يَكْفِيَكَ)) .
40. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang yang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama yang lain, maka Beliau bertanya, “Wahai fulan, mengapa engkau tidak ikut shalat bersama yang lain?” Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, saya terkena junub dan tidak ada air,” Beliau bersabda, “Hendaknya engkau menggunakan debu (bertayammum), karena itu cukup bagimu.”
41 - عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رضي الله عنهما قَالَ: ((بَعَثَنِي النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - فِي حَاجَةٍ , فَأَجْنَبْتُ , فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ , فَتَمَرَّغْتُ فِي الصَّعِيدِ , كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ , ثُمَّ أَتَيْتُ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ , فَقَالَ: إنَّمَا يَكْفِيَكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا - ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً , ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ , وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ)) .
41. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutusku untuk suatu keperluan, lalu aku tertimpa junub, maka aku berguling di tanah sebagaimana hewan berguling, lalu aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal itu, maka Beliau bersabda, “Sesungguhnya cukup bagimu berbuat begini dengan kedua tanganmu,” lalu Beliau menepuk ke tanah dengan kedua tangannya sekali tepuk, kemudian mengusapkan tangan kiri ke atas tangan kanan, dan mengusapkan bagian atas kedua telapak tangan dan ke wajahnya.”
42 - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((أُعْطِيتُ خَمْساً, لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ مِنْ الأَنْبِيَاءِ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ , وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا , فَأَيُّمَا رَجُلٌ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاةُ فَلْيُصَلِّ , وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ , وَلَمْ تَحِلَّ لأَحَدٍ قَبْلِي , وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً , وَبُعِثْتُ إلَى النَّاسِ عَامَّةً)) .
42. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diberikan lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku, yaitu: aku ditolong dengan dijadikan musuh takut kepadaku meskipun masih berada jauh perjalanan sebulan, dijadikan bumi sebagai masjid dan alat bersuci. Oleh karena itu, siapa saja dari umatku yang mendapatkan waktu shalat, maka hendaknya ia shalat. Demikian pula dihalalkan bagiku harta rampasan perang, dimana harta itu tidak dihalalkan untuk seorang pun sebelumku, aku diberi hak memberi syafaat (uzhma/agung), dan dahulu nabi itu diutus kepada kaum tertentu, sedangkan aku diutus kepada semua manusia.”
Bab Haidh
43 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها ((أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ: سَأَلَتِ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ: إنِّي أُسْتَحَاضُ فَلا أَطْهُرُ , أَفَأَدَعُ الصَّلاةَ؟ قَالَ: لا، إنَّ ذَلِكَ عِرْقٌ , وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا , ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي))
وَفِي رِوَايَةٍ ((وَلَيْسَتْ بِالْحَيْضَةِ , فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ: فَاتْرُكِي الصَّلاةَ فِيهَا , فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْك الدَّمَ وَصَلِّي)) .
43. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Fathimah binti Abi Hubaisy pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata, “Sesungguhnya aku terkena darah istihadhah (penyakit), sehingga aku tidak suci, maka apakah aku meninggalkan shalat?” Beliau bersabda, “Tidak, itu hanyalah urat (yang memancar darinya darah istihadhah). Tinggalkanlah shalat pada hari-hari engkau mengalami haidh, lalu mandi dan shalatlah.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Itu bukan haidh. Ketika tiba haidh, maka tinggalkanlah shalat, dan ketika telah lewat waktunya, maka cucilah darah itu dan shalatlah.”
44 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها ((أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ اُسْتُحِيضَتْ سَبْعَ سِنِينَ , فَسَأَلَتْ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ ذَلِكَ؟ فَأَمَرَهَا أَنْ تَغْتَسِلَ , قَالَتْ: فَكَانَتْ تَغْتَسِلُ لِكُلِّ صَلاةٍ)) .
44. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Habibah pernah merasakan darah istihadhah selama tujuh tahun, lalu ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu, maka Beliau menyuruhnya untuk mandi. Aisyah berkata, “Oleh karena itu, ia mandi untuk setiap kali shalat.”
45 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: ((كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ إنَاءٍ وَاحِدٍ , كِلانا جُنُبٌ.
45. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu wadah, ketika itu kami dalam keadaan junub.”
46 - وَكَانَ يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ , فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ.
“Beliau pernah menyuruhku memakai kain, lalu Beliau bersentuhan denganku, sedangkan ketika itu aku dalam keadaan haidh.”
47 - وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إلَيَّ , وَهُوَ مُعْتَكِفٌ , فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ)) .
“Beliau pernah mengeluarkan kepalanya (dari masjid) kepadaku, sedangkan Beliau dalam keadaan I’tikaf, maka aku membasuhnya sedangkan diriku dalam keadaan haidh.”
48 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: ((كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَتَّكِئُ فِي حِجْرِي , فَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَأَنَا حَائِضٌ)) .
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersandar di pangkuanku, lalu Beliau membaca Al Qur’an, sedangkan aku dalam keadaan haidh.”
49 - عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ: ((سَأَلْتُ عَائِشَةَ رضي الله عنها فَقَلتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ , وَلا تَقْضِي الصَّلاةَ؟ فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ فَقُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ , وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. فَقَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ , فَنُؤَمَّرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ , وَلا نُؤَمَّرُ بِقَضَاءِ الصَّلاةِ))
49. Dari Mu’adzah ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu anha, “Mengapa wanita haidh mengqadha puasa, namun tidak mengqadha shalat?” Ia menjawab, “Apakah engkau seorang wanita Haruri (pengikut Khawarij)?” Aku menjawab, “Aku bukan Haruri, tetapi aku hanya bertanya,” ia menjawab, “Kami juga pernah bertanya hal itu, lalu kami diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat.”
KITAB SHALAT
Bab Waktu-Waktu Shalat
50- عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ وَاسْمُهُ سَعْدُ بْنُ إيَاسٍ - قَالَ: حَدَّثَنِي صَاحِبُ هَذِهِ الدَّارِ - وَأَشَارَ بِيَدِهِ إلَى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رضي الله عنه - قَالَ: ((سَأَلْتُ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم -: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: بِرُّ الْوَالِدَيْنِ , قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ , قَالَ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي)) .
50. Dari Abu Amr Asy Syaibani, namanya adalah Sa’ad bin Iyas ia berkata, “Pemilik rumah ini telah menyampaikan kepadaku –ia berisyarat kepada Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu- ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” Ibnu Mas’ud berkata, “Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepadaku. Jika aku bertanya lagi, tentu Beliau akan menjawabnya.”
51 - عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: ((لَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّي الْفَجْرَ , فَيَشْهَدُ مَعَهُ نِسَاءٌ مِنْ الْمُؤْمِنَاتِ , مُتَلَفِّعَاتٍ بِمُرُوطِهِنَّ ثُمَّ يَرْجِعْنَ إلَى بُيُوتِهِنَّ مَا يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ , مِنْ الْغَلَسِ)) .
51. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat Subuh, dan ikut hadir bersama Beliau kaum wanita mukminah dalam keadaan berselimut dengan kain, lalu mereka pulang ke rumah, namun tidak ada yang mengenali mereka karena gelap.”
52 - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ: ((كَانَ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالْهَاجِرَةِ , وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إذَا وَجَبَتْ , وَالْعِشَاءَ أَحْيَاناً وَأَحْيَاناً إذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ. وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ , وَالصُّبْحُ كَانَ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ)) .
 52. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur di siang hari yang sangat menyengat, shalat Ashar ketika matahari masih putih bersih, shalat Maghrib ketika matahari sudah terbenam, dan shalat Isya terkadang begini dan terkadang begitu; ketika Beliau melihat para sahabat telah berkumpul, maka Beliau menyegerakan, dan ketika Beliau melihat mereka telat, maka Beliau menunda. Adapun shalat Subuh, maka Beliau melakukannya ketika hari masih gelap.”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Penerjemah:

Marwan bin Musa
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger