Fawaid Riyadhush Shalihin (7)

Selasa, 29 Desember 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫الحديث الشريف‬‎
Fawaid Riyadhush Shalihin (7)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits) Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy,  dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya banyak merujuk kepada kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، أَنَّ نَاسًا مِنَ الْأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَعْطَاهُمْ، ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ، حَتَّى إِذَا نَفِدَ مَا عِنْدَهُ قَالَ: «مَا يَكُنْ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ، وَمَنْ يَصْبِرْ يُصَبِّرْهُ اللهُ، وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ مِنْ عَطَاءٍ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنَ الصَّبْرِ»
(26) Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa beberapa orang Anshar pernah meminta (harta) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau memberikannya, kemudian mereka meminta lagi, lalu Beliau memberikannya hingga habis harta yang ada pada Beliau, kemudian Beliau bersabda, “Tidak ada satu kebaikan (harta) yang aku sembunyikan dari kalian. Barang siapa yang menjaga dirinya (dari meminta-minta), maka Allah akan mencukupkannya, barang siapa yang merasa cukup, maka Allah akan mengkayakannya, barang siapa yang berusaha untuk sabar, maka Allah akan membantunya untuk bersabar, dan tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Fawaid:
1. Kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Kaya itu bukan kaya atau banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati.
3. Anjuran untuk menjaga diri dari meminta-minta, qana’ah (merasa cukup), dan bersabar terhadap sempitnya rezeki yang diberikan kepadanya serta hal-hal lain yang tidak menyenangkan di dunia.
4. Bolehnya meminta ketika ada kebutuhan meskipun lebih utama meninggalkannya sampai datang pertolongan dari Allah Azza wa Jalla.
عَنْ صُهَيْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»
(27) Dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Semua urusannya baik baginya, dan hal itu tidak ada kecuali pada diri seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu baik baginya, dan jika ia mendapatkan kesengsaraan, maka ia bersabar, maka hal itu baik baginya.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan syukur terhadap nikmat dan sabar ketika mendapatkan musibah. Barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka dia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, barang siapa yang tidak bersyukur terhadap nikmat dan tidak bersabar terhadap musibah, maka ia mendapatkan kesengsaraan, kehilangan pahala, dan mendapatkan dosa.
2. Orang mukmin yang sempurna imannya akan bersyukur kepada Allah saat mendapatkan nikmat dan bersabar ketika mendapatkan musibah.
3. Orang kafir keluh kesal dan marah-marah ketika mendapatkan musibah, sehingga ia mendapatkan dua dosa, yaitu tidak ridha terhadap takdir Allah dan tidak sabar ketika mendapatkan musibah.
عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ، فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: وَا كَرْبَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهَا: «لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ اليَوْمِ» ، فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ: يَا أَبَتَاهُ، أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ، مَنْ جَنَّةُ الفِرْدَوْسِ، مَأْوَاهْ يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ، فَلَمَّا دُفِنَ، قَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: يَا أَنَسُ أَطَابَتْ أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّرَابَ
(28) Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin berat sakitnya, maka Beliau pun diliputi oleh kedukaan –karena menghadapi sakaratul maut-, kemudian Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Aduhai penderitaan yang dihadapi ayah.” Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setelah hari ini, ayahmu tidak akan mengalami penderitaan lagi.” Saat Beliau telah wafat, maka Fathimah berkata, “Aduhai ayah, ia telah memenuhi panggilan Rabb-Nya. Aduhai ayah, surga Firdauslah tempat tinggalnya. Aduhai ayah, kepada Jibril, kami sampaikan berita wafatnya.” Setelah Beliau dikubur, Fathimah radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Anas! Apakah hatimu tenang ketika menaburkan tanah di atas jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Para nabi adalah manusia yang paling berat cobaannya.
2. Bolehnya menaruh kasihan kepada seseorang yang akan dicabut nyawa seperti yang diucapkan Fathimah radhiyallahu ‘anha, dan bahwa hal itu tidak termasuk niyahah (meratap).
3. Bolehnya menyebutkan sifat-sifat si mayit setelah wafatnya.
4. Kehidupan setelah dunia lebih baik bagi para nabi ‘alaihimush shalatu was salam dan para pengikutnya.
5. Dunia adalah tempat yang penuh kelelahan, dan akhirat merupakan tempat istirahat dan kenikmatan bagi seorang mukmin.
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَرْسَلَتِ ابْنَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِ إِنَّ ابْنًا لِي قُبِضَ، فَأْتِنَا، فَأَرْسَلَ يُقْرِئُ السَّلاَمَ، وَيَقُولُ: «إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى، وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى، فَلْتَصْبِرْ، وَلْتَحْتَسِبْ» ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ تُقْسِمُ عَلَيْهِ لَيَأْتِيَنَّهَا، فَقَامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ، وَمَعَاذُ بْنُ جَبَلٍ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَرِجَالٌ، فَرُفِعَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّبِيُّ وَنَفْسُهُ تَتَقَعْقَعُ  فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، فَقَالَ سَعْدٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا هَذَا؟ فَقَالَ: «هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ»
(29) Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Puteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirimkan seseorang untuk menyampaikan berita kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu  “Anakku akan meninggal dunia, maka datanglah kepada kami,” maka Beliau mengirimkan seseorang untuk menyampaikan salam dan mengatakan, “Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, milik-Nya pula apa yang Dia berikan, dan semuanya telah ditentukan ajalnya di sisi-Nya, maka hendaknya ia bersabar dan mengharapkan pahala.” Puterinya pun mengirimkan seseorang sambil bersumpah agar Beliau datang, maka Beliau, Sa’ad bin Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan beberapa orang sahabat pergi mendatanginya, lalu anaknya pun diangkat ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan nafasnya ketika itu terengah-engah, lalu mata Beliau berlinangan air mata, kemudian Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, apa ini?” Beliau menjawab, “Ini adalah rahmat yang Allah berikan kepada hati hamba-hamba-Nya, dan Allah hanya memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Bolehnya meminta orang yang memiliki keutamaan untuk hadir menyaksikan seorang yang hendak dicabut nyawanya untuk meminta doanya, dan bolehnya bersumpah agar orang tersebut datang.
2. Bolehnya berjalan untuk ta’ziyah (menghibur keluarga mayit). Menjenguk juga boleh tanpa izin; berbeda dengan walimah.
3. Anjuran memenuhi sumpah orang lain.
4. Anjuran memerintahkan orang yang mendapatkan musibah untuk bersabar sebelum datang kematian agar dirinya menerima takdir Allah.
5. Bolehnya mengulang-ulang undangan.
6. Dorongan untuk sayang kepada semua makhluk Allah.
7. Peringatan terhadap hati yang kasar dan mata yang tidak pernah menangis.
8. Bolehnya menangis tanpa disertai ratapan.
9. Perintah mendahulukan salam sebelum berbicara.
10. Perintah menghibur orang yang mendapatkan musibah dengan hiburan yang meringankan penderitaannya.
11. Menjenguk orang sakit meskipun bukan orang utama atau bahkan hanya anak kecil merupakan akhlak mulia.
12. Sekedar menangis dan berlinangnya air mata tidaklah haram, bahkan ia merupakan bentuk rahmat dan kasih sayang.
13. Wajibnya bersabar terhadap musibah.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Syarh Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al Utsaimin),  Bahjatun Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.

Hukum Membuat Patung, Mendirikan Monumen Patung, dan Melukis Makhluk Bernyawa

Minggu, 27 Desember 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫حكم التصوير في الاسلام‬‎
Hukum Membuat Patung, Mendirikan Monumen Patung, dan Melukis Makhluk Bernyawa
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan hukum membuat patung, mendirikan monumen patung, dan melukis makhluk bernyawa, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Di akhir-akhir ini ada sebagian manusia mencoba menghidupkan kembali budaya Jahiliyyah yang sudah dihilangkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah dihilangkan pula oleh bapak para nabi, yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Budaya tersebut adalah membuat patung, membuat monumen patung, melukis makhluk bernyawa, dan menjual-belikan patung di antara manusia.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke kota Mekkah, ketika itu di sekeliling Ka’bah terdapat 360 patung, maka Beliau segera menghancurkannya dengan tongkat di tangannya sambil membacakan ayat,
جَاءَ الحَقُّ، وَزَهَقَ البَاطِلُ
“Telah datang kebenaran dan telah lenyap kebatilan.” (QS. Al Israa: 81)
Dalam banyak hadits yang shahih, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dengan tegas menggambar dan melukis makhluk bernyawa, dan memberitahukan bahwa mereka akan mendapatkan azab yang pedih pada hari Kiamat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الَّذِينَ يَصْنَعُونَ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يُقَالُ لَهُمْ: أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ
“Orang-orang yang menggambar (makhluk bernyawa) akan diazab pada Hari Kiamat. Dikatakan kepada mereka, “Hidupkanlah apa yang telah kalian buat!” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ، بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا، نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Setiap penggambar (makhluk bernyawa) di neraka. Akan disiapkan untuk setiap gambar yang dibuatnya sebuah nyawa untuk mengazabnya di neraka Jahannam.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas. Di akhir hadits Ibnu Abbas berkata, “Jika kamu harus menggambar, maka gambarlah pohon dan sesuatu yang tidak bernyawa.”)
تَخْرُجُ عُنُقٌ مِنَ النَّارِ يَوْمَ القِيَامَةِ لَهَا عَيْنَانِ تُبْصِرَانِ وَأُذُنَانِ تَسْمَعَانِ وَلِسَانٌ يَنْطِقُ، يَقُولُ: إِنِّي وُكِّلْتُ بِثَلَاثَةٍ، بِكُلِّ جَبَّارٍ عَنِيدٍ، وَبِكُلِّ مَنْ دَعَا مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ، وَبِالمُصَوِّرِينَ
“Akan keluar leher dari neraka yang memiliki dua mata untuk melihat, dua telinga untuk mendengar, dan sebuah lisan yang dapat berbicara sambil berkata, “Aku diserahkan (menyiksa) tiga orang, yaitu: setiap orang yang sewenang-wenang lagi keras, orang yang menyembah selain Allah, dan orang yang menggambar.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 8051)
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ المُصَوِّرُونَ
“Sesungguhnya orang yang paling pedih azabnya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah para penggambar (makhluk bernyawa).” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
مَنْ صَوَّرَ صُورَةً فِي الدُّنْيَا كُلِّفَ يَوْمَ القِيَامَةِ أَنْ يَنْفُخَ فِيهَا الرُّوحَ، وَلَيْسَ بِنَافِخٍ
“Barang siapa yang membuat gambar (makhluk bernyawa) di dunia, maka dia akan dibebani pada hari KIamat untuk meniupkan ruh ke dalamnya, padahal ia tidak mampu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas)
Apalagi jika yang digambar, dilukis, atau dibuat patungnya adalah orang-orang yang dimuliakan manusia, seperti ulama, raja, orang-orang saleh saleh, para pemimpin, para tokoh, dsb.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan sebuah gereja yang pernah mereka lihat di Habasyah yang terdapat gambar-gambar di sana. Keduanya menyampaikan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda,
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Sesunggunya mereka itu apabila ada orang saleh di tengah-tengah mereka yang wafat, maka mereka membangun masjid di atas kuburnya dan mereka menggambar gambar-gambar (orang saleh) itu. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan menggambar atau melukis makhluk bernyawa, membuat patung, dan mendirikan monument patung sama saja menyakiti Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al Ahzaab: 57)
Ikrimah berkata, “Mereka adalah orang-orang yang membuat gambar-gambar.” (Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 22/32).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ كَخَلْقِي، فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ شَعِيرَةً
“Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat seperti ciptaan-Ku? Cobalah ciptakan debu,  biji, atau gandum!” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikian pula Beliau melarang membuat patung dan menjual-belikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada saat penaklukkan Mekkah,
«إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الخَمْرِ، وَالمَيْتَةِ وَالخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ»
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual-beli khamr, bangkai, babi, dan patung.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Para Pemilik Kitab Sunan)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang memajangnya baik di dinding, di papan pengumuman, di kain, dsb.
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pulang dari safar. Ketika itu, aku menutup rakku dengan kain bergambar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, maka Beliau segera merobeknya sambil bersabda,
أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Manusia yang paling pedih azabnya pada hari Kiamat adalah orang-orang yang membuat penyerupaan dengan ciptaan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal itu, karena yang demikian termasuk sarana yang mengantarkan manusia kepada kemusyrikan, karena terjadinya penyembahan kepada patung dan berhala diawali dengan hal tersebut.
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Berhala-berhala yang ada di zaman Nabi Nuh berpindah ke tangan orang-orang Arab. Berhala Wad menjadi sesembahan suku Kalb di Daumatul Jandal, Suwa’ menjadi sesembahan suku Hudzail, Yaghuts menjadi sesembahan suku Murad, kemudian menjadi sesembahan Bani Ghuthaif di Al Jauf dekat Saba. Berhala Ya’uq menjadi sesembahan suku Hamdan, sedangkan berhala Nasr menjadi sesembahan suku Himyar milik keluarga Dzil Kala’. Berhala itu semua adalah nama laki-laki saleh kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Saat mereka meninggal dunia, maka setan mengilhamkan kepada kaumnya untuk membuatkan patung di majlis-majlis mereka dan menamai patung-patung itu dengan nama orang-orang saleh itu, maka mereka pun melakukannya, namun patung-patung itu belum disembah, tetapi ketika generasi ini telah meninggal dunia, ilmu hilang, patung-patung itu pun akhirnya disembah.” (Diriwayatkan oleh Bukhari 6/160)
Bahkan para malaikat yang membawa rahmat dan keberkahan tidak akan turun ke rumah yang di dalamnya tedapat gambar atau lukisan makhluk bernyawa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَدْخُلُ المَلاَئِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلاَ صُورَةٌ
“Para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang terdapat anjing dan gambar (makhluk bernyawa).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَتَانِي جِبْرِيلُ فَقَالَ إِنِّي كُنْتُ أَتَيْتُكَ الْبَارِحَةَ فَلَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَكُونَ دَخَلْتُ عَلَيْكَ الْبَيْتَ الَّذِي كُنْتَ فِيهِ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ فِي بَابِ الْبَيْتِ تِمْثَالُ الرِّجَالِ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ قِرَامُ سِتْرٍ فِيهِ تَمَاثِيلُ وَكَانَ فِي الْبَيْتِ كَلْبٌ فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ الَّذِي بِالْبَابِ فَلْيُقْطَعْ فَلْيُصَيَّرْ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ وَمُرْ بِالسِّتْرِ فَلْيُقْطَعْ وَيُجْعَلْ مِنْهُ وِسَادَتَيْنِ مُنْتَبَذَتَيْنِ يُوطَآَنِ وَمُرْ بِالْكَلْبِ فَيُخْرَجْ فَفَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Jibril pernah datang kepadaku lalu berkata, “Tadi malam aku datang kepadamu, tetapi yang menghalangiku untuk masuk ke rumah yang engkau berada di dalamnya adalah karena di rumah itu ada patung manusia, dan di rumah juga ada kain tirai yang terdapat gambar-gambar, demikian juga karena di rumah itu ada anjing, maka potonglah kepala patung itu sehingga menjadi seperti pohon, potonglah tirai itu sehingga dijadikan sebagai dua bantal yang terbuang dan terinjak, dan keluarkanlah anjing itu,” maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Baihaqi, Shahihul Jami’ no. 68)
Disebutkan dalam Fathul Bari 1/382, “Adapun gambar yang malaikat enggan memasukinya adalah gambar makhluk yang bernyawa yang tidak dipotong kepalanya atau gambar yang tidak dihinakan (seperti dengan diinjak).”
Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari juga menambahkan dengan perkataan Imam Nawawi, Imam Nawawi berkata, “Para ulama berkata, “Menggambar makhluk hidup (bernyawa) adalah haram dengan keharaman yang keras. Ia termasuk dosa besar, karena diancam dengan ancaman yang  keras ini, dan sama saja, baik menggambarnya untuk direndahkan maupun untuk lainnya, membuatnya dalam keadaan bagaimana pun haram. Demikian pula sama saja, baik di pakaian, permadani, uang dirham, uang emas, uang, bejana, dinding maupun lainnya. Adapun menggambar yang bukan gambar makhluk hidup, maka tidak haram.”
Al Hafizh berkata, “Demikian pula gambar yang ada bayangannya dan yang tidak ada bayangannya, terkena oleh keumuman hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Ali, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang mau ke Madinah, lalu ia tidak membiarkan berhala kecuali ia hancurkan dan tidak membiarkan gambar kecuali ia pudarkan.” (Fathul Bari 1/384)
Imam Adz Dzahabiy dalam Al Kabair berkata, “Adapun gambar, maka maksudnya gambar-gambar yang bernyawa, baik ada bentuknya (seperti patung) maupun bentuknya ukiran, dan baik di atap, di dinding, di permadani, ditenun dalam pakaian atau gambar di sebuah tempat, karena keumuman larangan itu mengena kepadanya, maka jauhilah, wabillahit taufiq.”
Ia juga berkata, “Demikian pula wajib menghapus gambar-gambar itu bagi mereka yang sanggup menghapusnya dan menghilangkannya.” (Al Kabair hal. 204 cet. Maktabah At Taqwa)
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abul Hajjay Al Asadiy, ia berkata, “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata kepadaku, “Maukah engkau aku kirim seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimku? Yaitu,
أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
 “Jangan engkau biarkan patung kecuali engkau hancurkan, dan jangan engkau biarkan kubur yang tinggi kecuali engkau ratakan.” (2/666)
Kesimpulan:
1. Membuat patung, menggambar atau melukis makhluk bernyawa, dan mendirikan monumen patung hukumnya haram dan merupakan dosa yang sangat besar.
2. Penggambar makhluk bernyawa atau pelukis serta pembuat monumen patung adalah orang yang paling pedih azabnya pada hari Kiamat.
3. Diharamkan menjual-belikan patung.
4. Disyariatkan menghapus gambar atau lukisan makhluk bernyawa, dan menghancurkan patung.
5. Disyariatkan bagi penguasa atau pemerintah menghancurkan patung.
6. Diharamkan memajang gambar atau lukisan makhluk bernyawa (termasuk juga foto) di dinding rumah dan papan-papan iklan.
7. Manusia yang paling buruk di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang-orang yang membuat rupaka atau lukisan orang-orang saleh di tempat-tempat ibadah.
8. Malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat gambar atau lukisan makhluk bernyawa yang dipajang, dan patung sampai dihilangkan bagian kepalanya.
9. Menggambar atau melukis makhluk bernyawa, membuat patung, dan mendirikan monument patung sama saja menyakiti Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga pelakunya berhak mendapatkan laknat.
Marwan bin Musa
Maraji’: Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Fathul Majid (Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh), Al Kaba’ir (Imam Adz Dzahabiy), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), dll.

Sikap Berani Yang Benar

Kamis, 24 Desember 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
Sikap Berani Yang Benar
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang sikap berani yang benar, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang paling indah fisiknya dan paling pemberani. Suatu ketika penduduk Madinah ditimpa rasa takut (karena suara keras),  maka mereka pun pergi ke arah itu, ternyata mereka menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (telah mendahului mereka dalam keadaan pulang dari tempat dimana suara ini muncul), dan keadaan yang sebenarnya pun telah tampak. Ketika itu Beliau berada di atas kuda milik Abu Thalhah tanpa pelana, sedangkan di dekat leher Beliau ada pedang sambil bersabda, "Jangan takut! Jangan takut!" Kemudian Beliau bersabda, “Sungguh, kami dapatkan kuda ini cepat larinya.”
Hadits di atas menunjukkan, bahwa sikap berani merupakan akhlak terpuji, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sikap demikian.
Apa itu berani?
Berani adalah keberanian hati dan kuatnya jiwa ketika menghadapi masalah yang sulit.
Keberanian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Para sahabat radhiyallahu 'anhu apabila merasakan perang semakin memanas, maka mereka berlindung di belakang punggung Nabi shallallahu 'alaihi wa salllam dan menjadikan Beliau di depannya. Tentang hal ini, Ali radhiyallahu  'anhu berkata, "Kami, ketika perang semakin memanas, maka kami melindungi diri dengan Rasulullah shallalahu 'alaihi wa sallam, sehingga tidak ada yang lebih dekat dengan musuh daripada Beliau."
Al Barra’ berkata, “Demi Allah, saat perang semakin memanas, maka kami berlindung di balik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang pemberani di antara kami adalah orang yang sejajar dengan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
Dalam perang Hunain saat kaum muslim terpukul mundur, sebagian besar dari mereka melarikan diri, namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tetap di tempatnya tidak berpindah sambil menyeru dengan suara tinggi, "Aku Nabi tidak dusta, aku cucu Abdul Muththalib."
Saat kaum muslim mendengar kalimat itu, maka kembalilah sifat pemberani ke dalam hati mereka, dan mereka berkumpul kembali di sekeliling Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam untuk ikut berperang, sehingga mereka memperoleh kemenangan.
Demikianlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang paling berani, lalu para sahabat mengambil keberanian itu dari Beliau sehingga mereka menjadi panutan dalam pengorbanan dan penebusan.
Keberanian para sahabat radhiyallahu 'anhum
Para sahabat telah memberikan contoh yang paling menarik dalam hal keberanian. Di antaranya adalah para sahabat berikut ini:
'Amr bin Jamuh. Anak-anaknya menahannya agar tidak ikut ke medan perang, karena ia tidak dapat berjalan dengan kakinya yang pincang. Maka 'Amr berkata kepada mereka, "Demi Allah, sesungguhnya saya ingin menginjak surga dengan kakiku yang pincang." Kemudian ia meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berperang, maka Beliau mengizinkan dan ia pun berangkat ke medan perang, ia berperang dengan beraninya sehingga memperoleh syahid di jalan Allah.
Ali bin Abi Thalib. Ia tumbuh di bawah asuhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tumbuh di atas keberanian sejak kecilnya. Ia telah memberikan contoh yang luar biasa tentang keberanian saat ia masih kecil, yaitu ia berani tidur di ranjang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat Beliau berhijrah, padahal ketika itu musuh hendak membunuh Beliau. Ali radhiyallahu ‘anhu rela menempati  ranjang Beliau untuk memudahkan urusan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam agar Beliau dapat berhijrah ke Madinah dengan selamat.
Abdullah bin Rawahah. Seorang sahabat yang mulia, ia rela berjihad di jalan Allah dan syahid di perang Mu'tah. Sebelum ia mendapatkan syahid, ia berbicara dengan dirinya dan mendorongnya untuk berperang, sambil berkata,
Aku bersumpah, wahai diri kamu harus terjun ke dalamnya
Mengapa aku lihat engkau membenci surga
Wahai diri, jika engkau tidak terbunuh (sebagai syahid), engkau tetap akan mati
Inilah kematian telah membakarmu
Apa yang engkau inginkan, maka telah diberikan kepadamu
Jika engkau melakukanya, maka engkau telah ditunjuki
Abdullah ingin memperoleh syahid dan ingin bertemu dengan kedua kawannya, yaitu Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abi Thalib yang telah  syahid dalam perang Mu'tah sehingga ia pun gugur pula sebagai syahid.
Khalid bin Al Walid. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyebutnya sebagai pedang Allah yang terhunus karena keberaniannya dan siap bertempur sampai mati. Saat ia akan meninggal dunia, maka ia bersedih karena tidak mati dalam keadaan syahid di medan perang. Ia berkata, "Tidak ada satu jengkal pun dari badanku kecuali di sana terdapat sayatan pedang, tusukan tombak, atau lemparan panah. Tetapi sekarang saya mati di atas kasurku sebagaimana matinya unta, maka semoga mata para pengecut tidak dapat tidur.
Abu Dzar Al Ghifariy. Beliau terkenal dengan keberaniannya dalam beramar ma'ruf dan bernahi munkar, ia membela kaum fakir dan meminta kaum kaya agar bersedekah dan mengeluarkan zakat harta mereka yang di dalamnya terdapat hak kaum fakir. Ia pernah berkata, "Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang menyimpan emas dan perak dengan setrika dari api, dimana dahi dan rusuk mereka akan dipanaskan dengannya pada hari Kiamat."
Wanita para sahabat
Wanita para sahabat disifati dengan sifat berani. Mereka pernah ikut bersama kaum muslim di medan peperangan, mereka yang menyiapkan makanan untuk orang-orang yang berperang dan yang menyiapkan air untuk memberi minum pasukan kaum muslimin, serta mengobati yang terluka dan yang sakit, sehingga terkenallah di antara mereka Ummu 'Imarah Nusaibah binti Ka'ab, Ummu 'Athiyyah Al Anshaariyyah, Ummu Sulaim, Laila Al Ghifariyyah dan lainnya radhiyallahu 'anhunna.
Bahkan ada seorang sahabiyah bernama Khaulah binti Tsa'labah radhiyallahu 'anha bertemu dengan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu menasihatinya dengan tegas, namun Umar terdiam di hadapannya, mendengarkan kata-katanya sampai selesai.
Anak-anak para sahabat
Banyak anak-anak para sahabat yang menampakkan kesedihan mereka karena tidak dapat ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikisahkan, bahwa Umair bin Abi Waqqash, saat ia masih kecil pernah bersembunyi di barisan pasukan namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihatnya, setelah diketaui, maka Beliau memulangkannya karena usianya yang masih kecil, maka ia menangis, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkan untuk menemani pasukan saja.
Kisah Keberanian Lainnya
1. Surat Kaisar Romawi kepada Mu'awiyah ketika terjadi perselisihan antara Mu'awiyah dan  Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhuma.
Dari Kaisar Romawi kepada Mu'awiayah,
Kami telah mengetahui perselisihan yang terjadi antara anda dengan Ali bin Abi Thalib, dan menurut penilaian kami, Andalah yang paling berhak menempati posisi sebagai khalifah. Jika Anda memerintahkan kepadaku (untuk menyiapkan pasukan),  niscaya aku akan mengirimkan kepadamu sejumlah pasukan yang akan membawakan kepadamu kepala Ali bin Abi Thalib.
Surat kaisar romawi ini pun dibalas oleh Mu'awiyah,
Dari Mu'awiyah kepada Heraklius.
Ini adalah perselisihan antara dua saudara, lalu mengapa Anda ingin turut campur dalam urusan mereka berdua.
Jika engkau tidak membungkam mulutmu sendiri, maka aku akan mengirim kepadamu sebuah pasukan, barisan pertamanya telah sampai kepadamu dan barisan terakhirnya masih di tempatku hanya untuk mendatangkan kepalamu untukku agar aku serahkan kepada Ali bin Abi Thalib.
2. Surat Khalid bin Walid radhiyallahu anhu kepada Kisra
Khalid pernah mengirim surat kepada Kisra, yang isinya:
Masuk Islamlah kengkau, niscaya engkau akan selamat. Jika engkau menolaknya, aku akan mendatangimu dengan sejumlah ksatria yang sangat mencintai kematian seperti kalian mencintai kehidupan.
Ketika Kisra membaca surat tersebut, ia segera mengirim utusannya kepada kaisar Cina; memohon bala bantuan, kaisar Cina kala itu hanya membalas dengan ucapan berikut,
Wahai kisra,  aku sama sekali tidak memiliki kekuatan melawan suatu kaum yang jika mereka bertekad mencabut sebuah gunung, niscaya mereka sanggup untuk melakukannya.
3. Kaum muslimin ketika melewati pelabuhan-pelabuhan di Eropa
Pada masa kekuasaan Daulah Utsmaniyah terdahulu, kapal-kapal armada perang mereka jika melintasi pelabuhan pelabuhan Eropa, serentak seluruh gereja di kota-kota pesisir pantai itu mengehentikan pukulan lonceng-lonceng gereja sebab mereka sangat takut jika hal itu dapat memancing kaum muslimin untuk menaklukkan negeri mereka.
4. Shalahuddin Al Ayyubi di malam hari sebelum terjadinya perang Hittin
Pada malam perang Hitthin, sebuah peperangan monumental kaum muslimin dimana mereka dapat mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam kekuasaan Islam serta menaklukkan pasukan Salib. Pada malam itu panglima Shalahuddin Al Ayyubi berkeliling melakukan pengawasan pada seluruh kemah-kemah tentarannya, ia mendengarkan beberapa kemah penghuninya tengah melaksanakan qiyamullail, kemah yang lain tengah berzikir, sedangkan kemah berikutnya sedang membaca Al Qur'an. Demikian seterusnya, hingga beliau melintasi sebuah kemah yangg sepi sebab seluruh penghuninya terlelap tidur, maka sang panglima mengatakan kepada pengawalnya, “Dari arah kemah inilah kita akan kebobolan,” maksudnya dari kemah inilah kita bisa dikalahkan.
Berbagai macam keberanian
Keberanian ada banyak macamnya, di antaranya:
1. Berani dalam Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah marah kecuali jika salah satu larangan Allah dilanggar, atau seseorang mengerjakan kemungkaran; dengan melakukan maksiat, maka Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam segera menyuruhnya melakukan kebaikan dan melarang kemaksiatan itu.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memerintahkan keberanian seperti ini, Dia berfirman, "(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al Hajj: 41),
Abu Dzar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhku mengatakan yang benar meskipun pahit." (HR. Ahmad. Pentahqiq Musnad Ahmad berkata, "Hadits shahih.")
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ
"Barang siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, maka rubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka rubahlah dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka rubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menerangkan, bahwa orang yang mengingatkan waliyyul amri (pemerintah) dan menasihatinya secara lembut dan baik akan memperoleh pahala yang besar dari Allah Rabbul 'aalamin. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
"Jihad yang paling utama adalah berkata yang hak di hadapan pemimpin yang zalim." (HR. Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani, Baihaqi dalam Asy Syu'ab, dan Nasa'i, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1100)
Berani dalam menuntut ilmu
Seorang muslim selalu berusaha menuntut ilmu, ia bertanya dan meminta penjelasan terhadap masalah yang tidak ia ketahui, karena menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Oleh karena itu, para sahabat biasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta penjelasan terhadap masalah yang tidak mereka ketahui tanpa malu. Dalam hal ini, antara para sahabat baik yang laki-laki maupun yang wanita adalah sama.
Berani mengakui kesalahan
Seorang muslim selalu cenderung kepada yang hak dan kebenaran. Ketika ia keliru, ia segera mengakui kesalahan, menyesalinya, dan bertobat kepada Allah Azza wa Jalla. Di antara (contohnya) adalah sikap Nabi Adam 'alaihis salam saat ia memakan pohon yang dilarang untuk dimakan dan mendurhakai Rabbnya, maka ia segera mengakui kesalahannya dan meminta ampunan kepada Tuhannya sehingga Allah menerima tobatnya.
Demikian juga Nabi Allah Yunus 'alaihis salam saat ia ditelan ikan yang besar, ia segera kembali kepada Rabbnya berdzikr dan meminta ampunan sehingga Allah menyelamatkannya dari keadaan itu. Ketika itu, ia berdoa kepada Rabbnya sambil berkata, "Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim."
Demikianlah seorang muslim, ia selalu kembali kepada kebenaran. Jika terjadi dosa atau kesalahan pada dirinya, maka ia segera bertobat, meminta maaf, dan mengakui kesalahannya.
Keberanian dalam berperang
Allah memerintahkan kaum muslim agar bersiap-siap untuk menghadapi musuh-musuh-Nya, Dia berfirman,
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. " (QS. Al Anfaal: 60)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi kita, Dia berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)." (Terj. QS. Al Anfaal: 15)
Dan seorang muslim tidaklah takut mati di jalan Allah, karena hal itu adalah kedudukan yang agung di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Seorang penyair berkata,
Jika kematian pasti datang
Maka termasuk kelemahan adalah ketika engkau mati dalam keadaan sebagai seorang pengecut.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendorong agar seseorang menjadi orang yang kuat, Beliau bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
"Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Namun pada keduanya ada kebaikan. Berusahalah untuk mengejar hal yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, maka jangan katakan, "Kalau seandainya aku melakukan ini dan itu, tentu akan jadi begini dan begitu." Tetapi katakanlah, "Allah telah menakdirkan dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan." Karena kata "Kalau seandainya," membuka pintu amal setan." (HR. Muslim)
Oleh karena itu, seorang muslim harus menjadikan sifat pemberani sebagai sifat yang selalu melekat pada dirinya.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: http://islam.aljayyash.net, Modul Akhlak SMP (Penulis), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger