Terjemah Umdatul Ahkam (24)

Rabu, 28 Maret 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫كتاب البيوع‬‎
Terjemah Umdatul Ahkam (24)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan terjemah Umdatul Ahkam karya Imam Abdul Ghani Al Maqdisi (541 H – 600 H) rahimahullah. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan kitab ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Kitab Jual-Beli
259 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهُ قَالَ: ((إذَا تَبَايَعَ الرَّجُلانِ , فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعاً , أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الآخَرَ. فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ. فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ)) . وَمَا فِي مَعْنَاهُ مِنْ حَدِيثِ
259. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Apabila dua orang berjual-beli, maka masing-masingnya berhak khiyar (melanjutkan atau membatalkan jual beli) selama belum berpisah. Jika keduanya sepakat atau salah satu dari keduanya memilih lalu dilakukan transaksi, maka berarti jual beli itu telah terjadi dengan sah.” Hadits yang semakna dengan hadits ini adalah hadits setelah ini.
260 - حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: ((الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا - أَوْ قَالَ: حَتَّى يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا. وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا)) .
260. Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dua orang penjual atau pembeli berhak khiyar sebelum berpisah –atau Beliau bersabda, “Selama keduanya belum berpisah-, jika keduanya jujur dan menerangkan apa adanya, maka akan diberkahi jual beli mereka berdua. Tetapi jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka akan dicabut keberkahan jual beli mereka berdua.”
Bab Larangan Dalam Jual Beli
261 - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رضي الله عنه -: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ الْمُنَابَذَةِ - وَهِيَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إلَى الرَّجُلِ قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ , أَوْ يَنْظُرَ إلَيْهِ - وَنَهَى عَنْ الْمُلامَسَةِ. وَالْمُلامَسَةُ: لَمْسُ الثَّوْبِ وَلا يُنْظَرُ إلَيْهِ)) .
261. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang munabadzah, yaitu seseorang melempar kainnya kepada orang lain sebagai bukti pembelian harus jadi padahal pembeli belum membolak-balikkannya atau belum melihatnya secara jelas. Beliau juga melarang mulamasah, yaitu sekedar menyentuh kain dan tidak melihat secara jelas lalu jual-beli jadi.”
262 - عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه -: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((لا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ , وَلا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ. وَلا تَنَاجَشُوا. وَلا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ. وَلا تُصَرُّوا الْغَنَمَ. وَمَنْ ابْتَاعَهَا فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ , بَعْدَ أَنْ يَحْلُبَهَا. وَإِنْ رَضِيَهَا أَمْسَكَهَا , وَإِنْ سَخِطَهَا رَدَّهَا وَصَاعاً مِنْ تَمْرٍ)) . وَفِي لَفْظٍ: ((هُوَ بِالْخِيَارِ ثَلاثَاً)) .
262. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah mendatangi rombongan yang datang (membawa barang dagangan dari kampung sebelum mereka sampai ke pasar hingga tahu harga pasar). Janganlah sebagian kalian menjual barang kepada saudaranya padahal sudah didahului yang lain. Jangan melakukan najsy (persekongkolan pihak penjual dengan pihak lain untuk melariskan dagangan). Janganlah orang kota menjualkan barang dagangan orang kampung (yang hendak menjual barang dengan harga pada saat itu). Jangan menahan puting susu hewan (agar hewan tampak gemuk), dan barang siapa yang membelinya, maka dia berhak memilih antara dua pilihan setelah memeras susunya; menahannya atau jika ia marah, maka ia kembalikan ditambah satu sha’ kurma (karena telah ia peras susunya).” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “Dia (pembeli) berhak khiyar selama tiga hari.”
263 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَةِ. وَكَانَ بَيْعاً يَتَبَايَعُهُ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ الرَّجُلُ يَبْتَاعُ الْجَزُورَ إلَى أَنْ تُنْتَجَ النَّاقَةُ. ثُمَّ تُنْتَجَ الَّتِي فِي بَطْنِهَا. قِيلَ: إنَّهُ كَانَ يَبِيعُ الشَّارِفَ - وَهِيَ الْكَبِيرَةُ الْمُسِنَّةُ - بِنِتَاجِ الْجَنِينِ الَّذِي فِي بَطْنِ نَاقَتِهِ)) .
263. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual-beli habalul habalah (janin hewan yang masih dalam perut ibunya), dimana kaum Jahiliyyah melakukan hal itu. Keadaannya adalah seseorang membeli semisal unta hingga unta betina melahirkan, lalu unta yang berada di perutnya juga melahirkan. Ada yang mengatakan, maksudnya ia menjual-belikan unta dewasa dengan menunggu janin yang ada dalam perut induknya melahirkan lagi.”
Catatan:
Jual beli di atas bisa maksudnya ta’liq (jual beli gantung), yakni menjual sesuatu dengan bayaran ditunda sampai unta melahirkan dan anak unta itu juga melahirkan. Hal ini dilarang karena ketidakjelasan kapan dilakukan pembayaran.
Bisa juga maksudnya menjual-belikan sesuatu yang tidak jelas keberadaannya, yaitu seseorang menjual-belikan janin pada perut unta dewasa, padahal tidak diketahui dalam perutnya apakah jantan atau betina dan apakah janin itu lebih dari satu, dan apakah janin itu hidup atau mati?
264 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاحُهَا. نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُشْتَرِيَ)) .
264. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual buah sampai jelas baiknya; Beliau melarang kepada penjual dan pembeli.
265 - عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رضي الله عنه -: ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ بَيْعِ الثِّمَارِ حَتَّى تُزْهِيَ قِيلَ: وَمَا تُزْهِي؟ قَالَ: حَتَّى تَحْمَرَّ. قَالَ: أَرَأَيْتَ إنْ مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ , بِمَ يَسْتَحِلُّ أَحَدُكُمْ مَالَ أَخِيهِ؟)) .
265. Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang menjual buah-buahan sampai jelas baiknya. Ada yang bertanya, “Apa tampak baiknya?” Beliau menjawab, “Sampai memerah. Bagaimana menurutmu jika Allah menghalangi buah itu, atas dasar apa ia menghalalkan harta saudaranya?”
266 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ تُتَلَقَّى الرُّكْبَانُ , وَأَنْ يَبِيعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ، قَالَ: فَقُلْتُ لابْنِ عَبَّاسٍ: مَا قَوْلُهُ حَاضِرٌ لِبَادٍ؟ قَالَ: لا يَكُونُ لَهُ سِمْسَاراً))
266. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang mendatangi kafilah dagang (dari kampung) dan orang kota menjualkan barang dagangan orang desa.” Seorang rawi (periwayat hadits ini) bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apa maksud orang kota menjualkan barang dagangan orang desa?” Ia menjawab, “Tidak menjadi calonya.”
267 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ الْمُزَابَنَةِ: أَنْ يَبِيعَ ثَمَرَ حَائِطِهِ , إنْ كَانَ نَخْلاً: بِتَمْرٍ كَيْلاً. وَإِنْ كَانَ كَرْماً: أَنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ كَيْلاً , أَوْ كَانَ زَرْعاً: أَنْ يَبِيعَهُ بِكَيْلِ طَعَامٍ. نَهَى عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ)) .
267. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli muzabanah, yaitu seorang menjual buah di kebunnya misalnya kurma basah dengan kurma kering yang bertakar, jika buah anggur yang basah dengan buah anggur yang kering bertakar, jika berupa tanaman dijual dengan makanan yang bertakar, Beliau melarang semua itu.”
Muzabanah sama saja menjual sesuatu yang diketahui ukurannya dengan yang tidak jelas ukurannya.
268 - عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ: ((نَهَى النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ الْمُخَابَرَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ , وَعَنْ الْمُزَابَنَةِ وَعَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاحُهَا , وَأَنْ لا تُبَاعَ إلاَّ بِالدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ , إلاَّ الْعَرَايَا)) الْمُحَاقَلَةِ: بيعُ الحِنْطَةِ في سُنْبُلِها بِحِنْطَةِ.26
268. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang mukhabarah, muhaqalah, muzabanah, dan melarang menjual buah sampai jelas baiknya, dan untuk tidak dijual-belikan kecuali dengan dinar dan dirham kecuali dalam masalah Araya.”
Muhaqalah adalah menjual gandum dalam tangkainya dengan gandum yang sudah di luar tangkai dalam ukuran tertentu.
Mukhabarah adalah menyewakan tanah untuk ditanami tumbuhan dengan syarat si pemilik tanah mendapat bagian tertentu dan benihnya dari si penanam (jika benih dari pemilik tanah disebut muzara’ah). Jika ditentukan areanya, sehingga sebagian area tumbuh subur tanamannya, sedangkan area yang lain tidak, sehingga yang bagiannya di area yang tidak tumbuh tidak mendapatkan apa-apa, inilah yang dilarang. Tetapi jika hasilnya menggunakan prosentase atau ukuran nisbah, maka tidak mengapa, seperti sepertiga atau separuhnya untuk yang bersangkutan, maka tidak mengapa.
Muhaaqalah artinya menjual biji-biian di atas tangkai pohonnya dengan biji-bijian yang ditimbang sama jenisnya, misalnya menjual satu kwintal beras dengan padi yang masih di sawah.
Araya adalah menjual kurma basah yang ada di pohon dengan kurma kering yang ada di tangan dengan takaran yang ditetapkan syariat. Araya mirip dengan muzabanah, namun araya dihalalkan sebagai rukhshah (keringanan) bagi manusia, namun dengan syarat: (a) pembeli butuh kurma basah, (b) pembeli tidak memiliki uang tunai untuk membeli kurma, namun yang ia punya kurma kering, (c) kurma yang ditransaksikan araya banyaknya 5 wasaq atau kurang (1 wasaq = 60 sha), (d) kurma basah yang masih ada di tangkai ditaksir dengan banyaknya kurma kering yang telah ditakar (e) dilakukan serah-terima di majlis akad.
269 - عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ - رضي الله عنه - ((أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ , وَمَهْرِ الْبَغِيِّ , وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ)) .
269. Dari Abu Mas’ud Al Anshariy radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang hasil dari jual-beli anjing, hasil dari pelacuran, dan hasil dari praktek perdukunan yang dilakukan.”
270 - عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ - رضي الله عنه - أَنْ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: ((ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ. وَمَهْرُ الْبَغِيِّ خَبِيثٌ , وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ))
270. Dari Rafi bin Khudaij radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hasil dari penjual anjing adalah kotor, hasil dari pelacuran adalah kotor, dan usaha bekam adalah kotor (kurang utama).”
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Penerjemah:
Marwan bin Musa

Mengobati Sihir dan Guna-Guna

Senin, 26 Maret 2018
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫اجتنبوا السبع الموبقات‬‎
Mengobati Sihir dan Guna-Guna
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang mengobati orang yang terkena sihir, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif (definisi) Sihir
Sihir adalah sejumlah pekerjaan setan yang dilakukan oleh pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul (mengadakan perantara) kepada setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan pesihir dengan ditambah dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul." (Terj. QS. Al Falaq: 4)
Pelaku sihir apabila hendak melakukan prakteknya, biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan kepada para setan sehingga sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin Allah Ta'ala. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah." (Terj. QS. Al Baqarah: 102)
Maksud izin Allah di sini bukan berarti Allah meridhai perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua; izin syar'i dan izin kauni. Izin syar'i adalah izin yang diridhai Allah, sedangkan izin kauniy (terkait dengan taqdir-Nya di alam semesta) tidak mesti diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Hukum sihir
Pada umumnya sihir tidak dapat dilakukan kecuali dengan mengerjakan perbuatan syirik, karena setan yang mengajarkan sihir kepada manusia biasanya meminta orang yang belajar sihir atau mempraktekkannya untuk melakukan perbuatan syirik, seperti berkurban untuk selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau beribadah kepada selain-Nya. Oleh karena itu, jumhur (mayoritas) para ulama berpendapat bahwa sihir adalah sebuah kekafiran, demikian pula mempelajarinya. Alasannya adalah firman Allah Ta'ala di surah Al Baqarah ayat 102, dimana Allah menyatakan setan-setan itu kafir karena mengajarkan sihir kepada manusia.
Mengobati Orang Yang Terkena Sihir
Pengobatan terhadap sihir terbagi dua:
Pertama, tindakan pencegahan sebelum sihir menimpa, yaitu:
1. Memiliki akidah yang benar.
2. Mengerjakan kewajiban, menjauhi larangan, dan bertaubat dari segala maksiat.
3. Banyak membaca Al Quran, dan menjadikannya sebagai wirid harian.
4. Membentengi diri dengan dzikir dan doa yang disyariatkan.
Misalnya membaca,
بِسْمِ اللهِ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Artinya: “Dengan nama Allah yang jika disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (sebanyak tiga kali di pagi hari dan sore hari).[i]
Membaca ayat kursi (Qs. Al Baqarah: 255) setelah shalat, sebelum tidur, dan di waktu pagi dan petang[ii].
Membaca surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas sebanyak tiga kali di waktu pagi, sore, setelah shalat, dan ketika hendak tidur.
Membaca,
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Artinya: Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.”
Sebanyak 100 kali. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Membaca zikir pagi dan petang, zikir setelah shalat, zikir sebelum tidur, zikir bangun dari tidur, zikir masuk rumah dan keluar darinya, zikir masuk masjid dan keluar darinya, zikir masuk wc dan keluar darinya, membaca doa saat ada yang terkena musibah, saat naik kendaraan, dsb.
Itu semua dapat mencegah seseorang dari terkena sihir dan penyakit ‘ain (yang diakibatkan oleh mata orang yang hasad), serta dari gangguan setan dengan izin Allah Ta’ala. Itu juga termasuk pengobatan terbaik ketika terkena sihir dan semisalnya[iii].
5. Memakan tujuh buah kurma ajwah di pagi hari sebelum makan yang lain jika memungkinkan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنِ اصْطَبَحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتِ عَجْوَةٍ، لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ اليَوْمَ سَمٌّ، وَلاَ سِحْرٌ
“Barang siapa yang makan tujuh buah kurma ajwah di pagi hari, maka racun dan sihir tidak dapat membahayakannya pada hari itu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Yang lebih sempurna adalah jika kurma itu berasal dari Madinah yang berada di antara dua bebatuan hitam sebagaimana dalam riwayat Muslim. Menurut Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, bahwa semua kurma Madinah terdapat sifat ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
مَنْ أَكَلَ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِمَّا بَيْنَ لَابَتَيْهَا حِينَ يُصْبِحُ، لَمْ يَضُرَّهُ سُمٌّ حَتَّى يُمْسِيَ
“Barang siapa yang makan tujuh buah kurma yang berada di antara dua bebatuan hitam (di Madinah) di waktu pagi, maka racun tidaklah membahayakan dirinya sampai sore hari.” (Hr. Muslim)
Menurut Syaikh Ibnu Baz juga bahwa diharapkan juga demikian bagi yang makan tujuh buah dari kurma yang lain selain kurma Madinah.
Kedua, mengobati sihir setelah menimpa. Hal ini ada beberapa macam caranya, di antaranya:
1. Mengeluarkan dan memusnahkan sesuatu yang digunakan untuk menyihir jika diketahui letaknya dengan cara-cara yang mubah secara syara. Ini termasuk cara yang sangat efektif untuk mengobati orang yang terkena sihir.
2.  Melakukan ruqyah syar’iyyah, di antaranya dengan cara:
a. Menumbuk tujuh helai daun bidara hijau di antara dua batu atau semisalnya, lalu menuangkan ke atasnya air yang cukup untuk mandi dan membacakan padanya ayat-ayat ini: Ayat kursi (Al Baqarah: 255), Al A'raaf: 117-122, Yunus: 79-82, Thaahaa: 65-70, membaca surah Al Kafirun, Al Falaq, dan An Naas.
Berikut ayat-ayatnya:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ} [البقرة: 255]
{وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ - فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ - فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ - وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ - قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ - رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ} [الأعراف: 117 - 122]
{وَقَالَ فِرْعَوْنُ ائْتُونِي بِكُلِّ سَاحِرٍ عَلِيمٍ - فَلَمَّا جَاءَ السَّحَرَةُ قَالَ لَهُمْ مُوسَى أَلْقُوا مَا أَنْتُمْ مُلْقُونَ - فَلَمَّا أَلْقَوْا قَالَ مُوسَى مَا جِئْتُمْ بِهِ السِّحْرُ إِنَّ اللَّهَ سَيُبْطِلُهُ إِنَّ اللَّهَ لَا يُصْلِحُ عَمَلَ الْمُفْسِدِينَ - وَيُحِقُّ اللَّهُ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ} [يونس: 79 - 82]
{قَالُوا يَا مُوسَى إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقَى} [طه: 65]
{قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى - فَأَوْجَسَ فِي نَفْسِهِ خِيفَةً مُوسَى - قُلْنَا لَا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعْلَى - وَأَلْقِ مَا فِي يَمِينِكَ تَلْقَفْ مَا صَنَعُوا إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى - فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى} [طه: 66 - 70]
بسم الله الرحمن الرحيم
{قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ - لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ - وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ - وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ - وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ - لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ} [الكافرون: 1 - 6]
بسم الله الرحمن الرحيم {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ - اللَّهُ الصَّمَدُ - لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ - وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ} [الإخلاص: 1 - 4]
بسم الله الرحمن الرحيم {قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ - مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ - وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ - وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ - وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ} [الفلق: 1 - 5]
بسم الله الرحمن الرحيم {قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ - مَلِكِ النَّاسِ - إِلَهِ النَّاسِ - مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ} {الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ - مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ} [الناس: 1 - 6]
Setelah beberapa ayat itu dibacakan di atas air, maka orang yang terkena sihir meminum dari air itu sebanyak tiga kali, dan mandi dengan air sisanya.
Dengan cara seperti ini, insya Allah sihir itu hilang, dan jika diperlukan bisa dilakukan praktek ini dua atau tiga kali sampai sihir itu hilang. Penyakit lainnya juga bisa dilakukan seperti ini, seperti penyakit 'ain, kesurupan, dan lain-lain.
b. Cara lainnya adalah dengan membacakan surah Al Fatihah, ayat Kursi, dua ayat terakhir surah al Baqarah, dan membaca surah Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas tiga kali atau lebih sambil meniup dan mengusap bagian yang terasa sakit dengan tangan kanan.
Atau orang yang sakit meletakkan tangannya pada anggota tubuh yang dirasakan sakit sambil membaca “Bismillah” 3 x dan membaca,
أَعُوذُ بِاللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ
“Aku berlindung kepada Allah dari keburukan yang aku rasakan dan aku khawatirkan.” (Hr. Muslim)
Atau dengan membacakan doa-doa perlindungan seperti yang disebutkan dalam beberapa hadits, seperti doa:
أَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ
"Aku meminta kepada Allah Tuhan pemilik 'Arsy agar Dia menyembuhkanmu." (7 x) (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ البَاسَ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit. Sembuhkanlah penyakitku, Engkaulah yang menyembuhkan; tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan dari-Mu tidak meninggalkan penyakit.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan setan dan serangga yang berbisa dan dari setiap mata (orang yang hasad yang menimpakan bahaya).” (Hr. Bukhari)
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (Hr. Muslim)
«أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ، مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ، وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَنْ يَحْضُرُونِ»
 “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kemurkaan-Nya, dari kejahatan hamba-Nya, dari godaan setan, dan dari kehadiran mereka di hadapanku.” (Hr. Abu Dawud dan Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani)
اللهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ الْأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى، وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْفُرْقَانِ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، اللهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ
“Ya Allah Tuhan (Pencipta) langit dan bumi, Tuhan (Pemilik) Arsyi yang agung, Tuhan kami dan Tuhan semuanya, Yang menumbuhkan butir tumbuhan dan biji buah-buahan, Yang menurunkan Taurat, Injil, dan Al Furqan. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu yang Engkau Penguasanya. Ya Allah, Engkau adalah Al Awwal; tidak ada sesuatu sebelum-Mu. Engkau adalah Al Akhir; tidak ada sesuatu setelah-Mu. Engkau adalah Azh Zhahir; tidak ada sesuatu di atas-Mu. Engkau adalah Al Bathin; tidak ada sesuatu di bawah-Mu.” (Hr. Muslim)
بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيكَ
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang hasad. Allah yang menyembuhkanmu. Dengan nama Allah, aku meruqyahmu.” (Hr. Muslim)
بِاسْمِ اللهِ يُبْرِيكَ، وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيكَ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ، وَشَرِّ كُلِّ ذِي عَيْنٍ
“Dengan nama Allah yang menyembuhkanmu dan menjagamu, dari segala penyakit, dari segala kejahatan orang yang dengki ketika ia dengki, dan dari kejahatan orang yang matanya yang hasad.” (Hr. Muslim)
«بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ، أَوْ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ، بِسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ»
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari segala kejahatan jiwa atau mata atau orang yang dengki. Allah yang menyembuhkanmu. Aku meruqyahmu.” (Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Doa perlindungan di atas juga bisa dipakai untuk mengobati penyakit ‘ain (yang diakibatkan mata orang yang hasad), kesurupan, dan penyakit-penyakit lainnya dengan izin Allah Ta’ala.
3. Membekam bagian atau anggota badan yang tampak padanya pengaruh sihir jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan, maka bisa digunakan cara-cara sebelumnya.
4. Menggunakan obat-obatan.
Misalnya obat-obatan yang telah ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah yang apabila seseorang mengkonsuminya dengan yakin, jujur, dan bersandar kepada Allah sambil meyakini bahwa manfaat yang diperoleh berasal dari sisi Allah Ta’ala, maka Allah akan memberikan manfaat dengannya insya Allah.
Ada pula obat-obatan yang diramu dari beberapa bahan, seperti obat herbal dan sebagainya, dimana obat-obatan tersebut merupakan hasil uji klinis yang dipersilahkan untuk digunakan secara syara’ selama bukan sesuatu yang haram.
Di antara obat-obatan yang ditunjukkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah adalah:
a. Madu (lihat Qs. An Nahl: 69),
b. Habbatus sauda (jintan hitam),
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْحَبَّةِ السَّوْدَاءِ شِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ، إِلَّا السَّامَ
“Sesungguhnya pada Habbatus sauda terdapat obat terhadap segala penyakit kecuali maut.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
c. Air Zamzam
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang air Zamzam,
إِنَّهَا لَمُبَارَكَةٌ هِيَ طَعَامُ طُعْمٍ وَشِفَاءُ سُقْمٍ
“Sesungguhnya air Zamzam itu diberkahi, ia adalah makanan yang memuaskan dan obat yang menyembuhkan penyakit.” (Hr. Ath Thayalisi, Al Bazzar, Thabrani dalam Ash Shaghir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1115)
d. Air hujan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا
“Dan Kami turunkan dari langit air hujan yang diberkahi.” (Qs. Qaaf: 9)
e. Minyak Zaitun.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا الزَّيْتَ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Makanlah zaitun dan pakailah minyaknya, karena ia berasal dari tumbuhan yang diberkahi.” (Hr. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Pengobatan juga bisa dilakukan dengan mandi, bersih-bersih, dan memakai wewangian. (Lihat kitab Al Ilaj bir Ruqa minal Kitab was Sunnah karya Dr. Sa’id Al Qahthani).
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Ilaj bir Ruqa minal Kitab was Sunnah (Dr. Sa’id bin Ali Al Qahthani), Maktabah Syamilah versi 3.45, Majma’uz Zawaid (Imam Al Haitsami), dll.


[i] Hr. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, Shahih Ibnu Majah 2/332
[ii] Hr. Hakim, dishahihkan olehnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi, Shahih At Targhib wat Tarhib 1/237 no. 658.  
[iii] Lihat Zadul Ma’ad 4/126, dan Majmu Fatawa Ibnu Baz 3/277.  
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger