Amalan Ringan Berpahala Besar (4)

Minggu, 29 Mei 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Amalan Ringan Berpahala Besar (4)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan hadits-hadits yang menyebutkan amalan ringan namun berpahala besar yang kami rujuk kepada risalah A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah yang diterbitkan oleh AlBetaqa.com. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Amalan Ringan Berpahala Besar

41.   Berdzikir ketika terbangun di malam hari

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ تَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ، فَقَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، الحَمْدُ لِلَّهِ، وَسُبْحَانَ اللَّهِ، وَلاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، أَوْ دَعَا، اسْتُجِيبَ لَهُ، فَإِنْ تَوَضَّأَ وَصَلَّى قُبِلَتْ صَلاَتُهُ "َ

Dari Ubadah bin Ash Shamit radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun di malam hari, lalu mengucapkan “Laailaahaillallahu wahdahu…sampai walaa quwwata illaa billah.” (artinya: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. kepunyaan-Nya-lah kerajaan dan kepunyaan-Nya-lah segala pujian. Dia Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Mahasuci Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Allah Mahabesar dan tidak ada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan Allah.”)

Kemudian berkata, “Ya Allah, ampunilah aku,” atau dia berdoa, maka doanya akan dikabulkan. Jika dia berwudhu kemudian shalat, maka shalatnya akan diterima.” (HR. Bukhari)

42.   Memurnikan Tauhid cara masuk surga tanpa hisab

عَنْ عِمْرَانَ، قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ» ، قَالُوا: وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: «هُمُ الَّذِينَ لَا يَكْتَوُونَ وَلَا يَسْتَرْقُونَ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ» َ. وَفِي لَفْظٍ : وَلَا يَتَطَيَّرُونَ

Dari Imran ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk ke dalam surga 70.000 orang dari umatku tanpa hisab.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak mengobati luka mereka dengan besi panas, tidak meminta ruqyah, dan bertawakkal kepada Rabb mereka.” Dalam sebuah lafaz disebutkan, “dan tidak merasa sial dengan sesuatu.” (Hr. Muslim)

43.   Keutamaan Bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا، وَحَطَّ عَنْهُ عَشْرَ خَطِيئَاتٍ» َوَفِي رِوَايَةٍ: وَرَفَعَ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali saja, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali dan menggugurkan darinya sepuluh kesalahan.” Dalam sebuah riwayat disebutkan, “serta mengangkat untuknya sepuluh derajat.” (Hr. Bukhari dalam Al Adab, dan dishahihkan oleh Al Albani)

44.   Memperbagus wudhu dan melakukan shalat dengan khusyu

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ، وَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، يُقْبِلُ بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ عَلَيْهِمَا، إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ»

Dari Uqbah bin Amir Al Juhanniy, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang berwudhu, lalu ia memperbagus wudhunya, kemudian shalat dua rakaat; dimana hati dan badannya fokus terhadapnya, maka ia berhak masuk surga.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

45.   Sabar ketika mendapat cobaan berupa mata yang buta

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ اللَّهَ قَالَ: إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الجَنَّةَ "

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu alahihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan mencabut kedua penglihatannya, lalu dia bersabar, maka Aku akan menggantinya dengan surga.” (Hr. Bukhari)

46.   Banyak melakukan shalat sunah

عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ الْيَعْمَرِيُّ، قَالَ: لَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْخِلُنِي اللهُ بِهِ الْجَنَّةَ؟ أَوْ قَالَ قُلْتُ: بِأَحَبِّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ، فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً»

Dari Ma’dan bin Abi Thalhah Al Ya’muriy ia berkata, “Aku pernah bertemu dengan Tsauban maula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu aku berkata, “Beritahukanlah kepadaku amalan yang dengannya Allah memasukkanku ke dalam surga?” Atau aku mengatakan, “Amalan yang paling dicintai Allah?” Ia pun diam, kemudian aku bertanya lagi, tetapi ia tetap diam, hingga aku bertanya sampai tiga kali, maka ia berkata, “Aku pernah bertanya demikian kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka Beliau bersabda, “Hendaknya engkau banyak bersujud kepada Allah (dengan melakukan banyak shalat sunah), karena engkau tidaklah melakukan sujud sekali saja, melainkan Allah akan angkat dengannya derajatmu dan menghapuskan dengannya dosamu.” (Hr. Muslim)

47.   Datang lebih awal untuk shalat Jumat

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الخَامِسَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ حَضَرَتِ المَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mandi pada hari Jumat seperti mandi junub, lalu ia berangkat lebih awal, maka ia seakan-akan berkurban dengan seekor unta. Siapa saja yang datang pada waktu kedua maka ia seakan-akan berkurban dengan seekor sapi. Siapa saja yang datang pada waktu ketiga maka ia seakan-akan berkurban dengan seekor kambing bertanduk. Siapa saja yang datang pada waktu keempat maka ia seakan-akan berkurban dengan seekor ayam. Siapa saja yang datang pada waktu kelima maka ia seakan-akan berkurban dengan sebutir telur. Apabila imam telah hadir, maka para malaikat hadir menyimak khutbah.” (Hr. Buukhari dan Muslim)

48     Keutamaan mengucapkan Laailaahaillahu wahdahu laa syariika lah…dst.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ، وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ، وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ، إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ "

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membaca Laailaahaillahu wahdahu laa syariikah lah…dan seterusnya sampai wa huwa alaa kulli syai’in Qadir (artinya: tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.) dalam sehari seratus kali, maka dia mendapatkan pahala seperti membebaskan sepuluh orang budak, ditetapkan baginya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus keburukan, dan baginya ada perlindungan dari godaan setan pada hari itu sampai sore hari, dan tidak ada orang yang lebih baik amalnya dari orang yang membaca dzikir ini kecuali seorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

49.   Keutamaan mengucapkan Subhaanallah ‘adada khalqihi wa ridhaa nafsihi…dst.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ جُوَيْرِيَةَ قَالَتْ: مَرَّ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ صَلَّى الْغَدَاةَ، - أَوْ بَعْدَ مَا صَلَّى الْغَدَاةَ - وَهِيَ تَذْكُرُ اللَّهَ، فَرَجَعَ حِينَ ارْتَفَعَ النَّهَارُ - أَوْ قَالَ: انْتَصَفَ - وَهِيَ كَذَلِكَ، فَقَالَ: " لَقَدْ قُلْتُ مُنْذُ قُمْتُ عَنْكِ: أَرْبَعَ كَلِمَاتٍ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَهِيَ أَكْثَرُ وَأَرْجَحُ - أَوْ أَوْزَنُ - مِمَّا قُلْتِ: سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ رِضَا نَفْسِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ زِنَةَ عَرْشِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ "

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, dari Juwairiyah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melewatinya saat ia sedang shalat Subuh atau seusai shalat Subuh, ketika itu ia sedang berdzikir kepada Allah. Lalu Beliau kembali ketika matahari sudah semakin tinggi –atau ketika matahari sudah di pertengahan- sedangkan ia (Juwairiyah) masih dalam keadaan berdzikir, lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku telah mengucapkan sejak aku berdiri meninggalkanmu empat kalimat sebanyak tiga kali yang lebih banyak atau lebih berat timbangannya daripada kalimat yang engkau ucapkan, yaitu:

سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ رِضَا نَفْسِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ زِنَةَ عَرْشِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ مِدَادَ كَلِمَاتِهِ

“Mahasuci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya. Mahasuci Allah sejauh keridhaan Diri-Nya. Mahasuci Allah seberat timbangan Arsyi-Nya. Mahasuci Allah sebanyak tinta untuk kalimat-Nya.

(Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

50.   Keutamaan pemimpin yang adil, rajin ibadah sejak muda,… dst.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah Ta’ala pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seorang yang hatinya terikat dengan masjid, dua orang yang cinta karena Allah, berkumpul karena-Nya dan berpisah pun karena-Nya, seorang yang diajak mesum oleh wanita yang berkududukan dan cantik lalu ia mengatakan, “Sesungguhnya saya takut kepada Allah,” seorang yang bersedekah lalu ia menyembunyikan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya, dan seorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi, lalu kedua matanya berlinangan air mata.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

51.   Melakukan shalat Isyraq (ketika matahari baru terbit dan baru naik)

عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ» ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ»

Dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah.” Anas berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Secara sempurna, sempurna, dan sempurna.” (Hr. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)

Shalat ini dilakukan setelah matahari naik setinggi satu tombak, yang kurang lebih 15 atau 20 menit setelah terbit matahari (syuruq).

Bersambung…

Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Amalan Ringan Berpahala Besar (3)

Kamis, 12 Mei 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Amalan Ringan Berpahala Besar (3)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan hadits-hadits yang menyebutkan amalan ringan namun berpahala besar yang kami rujuk kepada risalah A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah yang diterbitkan oleh AlBetaqa.com. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Amalan Ringan Berpahala Besar

28.   Menghafal sepuluh ayat surah Al Kahfi

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ» .

Dari Abu Darda radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang hafal sepuluh ayat dari awal surah Al Kahfi, maka ia akan terjaga dari fitnah Dajjal.” (Hr. Muslim)

29.   Membaca Subhaanallah (artinya: Mahasuci Allah) sebanyak 100 kali.

عَنْ سَعْدٍ، قَالَ: كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَكْسِبَ، كُلَّ يَوْمٍ أَلْفَ حَسَنَةٍ؟» فَسَأَلَهُ سَائِلٌ مِنْ جُلَسَائِهِ: كَيْفَ يَكْسِبُ أَحَدُنَا أَلْفَ حَسَنَةٍ؟ قَالَ: «يُسَبِّحُ مِائَةَ تَسْبِيحَةٍ، فَيُكْتَبُ لَهُ أَلْفُ حَسَنَةٍ، أَوْ يُحَطُّ عَنْهُ أَلْفُ خَطِيئَةٍ»

Dari Sa’ad ia berkata, “Kami pernah berada di dekat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu Beliau bersabda, “Tidak sanggupkah kalian melakukan setiap hari seribu kebaikan?” Lalu ada seorang yang bertanya di antara yang hadir, “Bagaimana salah seorang di antara kami melakukan seribu kebaikan?” Beliau bersabda, “Yaitu ia bertasbih seratus kali, maka akan dicatat untuknya seribu kebaikan atau dihapuskan darinya seribu kesalahan.” (Hr. Muslim)

30.   Berdoa sebelum berjima

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ: بِاسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا "

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kalau seandainya salah seorang di antara mereka ketika hendak berjima dengan istrinya mengucapkan ‘Bismillah sampai dengan maa razaqtana (artinya: Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkan setan dari rezeki yang Engkau karuniakan kepada kami), jika ditakdirkan memperoleh anak, maka setan tidak dapat membahayakannya selamanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

31.   Menahan marah

عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذٍ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ، دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ مَا شَاءَ»

Dari Sahl bin Mu’adz, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menahan marahnya padahal dia mampu melampiaskannya, maka Allah Azza wa Jalla akan memanggilnya di hadapan manusia pada hari Kiamat dan memberinya pilihan untuk memilih bidadari yang ia suka.” (Hr. Abu Dawud, dihasankan oleh Al Albani)

32.   Berjabat tangan ketika bertemu

عَنِ الْبَرَاءِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ، فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا»

Dari Bara ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada dua orang muslim yang saling bertemu lalu berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa keduanya sebelum berpisah.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

33.   Berpuasa enam hari di bulan Syawwal

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»

Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengiringi dengan enam hari di bulan Syawwal maka seperti puasa setahun.” (Hr. Muslim)

34.    Menghilangkan penderitaan seorang mukmin, menutupi aibnya, dan memudahkannya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ، لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menghilangkan satu derita (kesulitan) dari derita-derita dunia yang menimpa seorang mukmin, maka Allah akan menghilangkan satu derita dari derita-derita hari kiamat, dan barang siapa yang memudahkan orang yang susah, niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat, dan barang siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat, dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya apabila hamba tersebut mau menolong saudaranya. Barang siapa yang menempuh jalan untuk memperoleh ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah sebuah kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan rahmat, dan mereka akan dikelilingi malaikat serta Allah akan menyebut mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya (para malaikat). Barang siapa yang diperlambat amalnya, maka tidak akan dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim)

35.   Membaca doa Kaffaratul majlis

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ جَلَسَ فِي مَجْلِسٍ فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ، فَقَالَ قَبْلَ أَنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ فِي مَجْلِسِهِ ذَلِكَ "

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang duduk di suatu majlis, lalu ia berbicara yang mengandung dosa, kemudian sebelum bangun dari majlis ia mengucapkan ‘Subhaanakallahumma wa bihamdika…dan seterusnya sampai kalimat wa atuubu ilaik,” (artinya: Mahasuci Engkau ya Allah sambil memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Aku memohon ampunan dan bertobat keada-Mu) melainkan akan diampuni dosa yang terjadi di majlis itu.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

36.   Keutamaan mengucapkan salam

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ، فَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ، ثُمَّ جَلَسَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَشْرٌ» ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ، فَرَدَّ عَلَيْهِ، فَجَلَسَ، فَقَالَ: «عِشْرُونَ» ثُمَّ جَاءَ آخَرُ فَقَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، فَرَدَّ عَلَيْهِ، فَجَلَسَ، فَقَالَ: «ثَلَاثُونَ»

Dari Imran bin Hushain ia berkata, “Ada seorang yang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan mengucapkan ‘As Salamu alaikum’ maka Beliau menjawab salamnya, lalu orang itu duduk, ketika itu Beliau bersabda, “Sepuluh (kebaikan).” Lalu ada lagi orang lain yang datang dan mengucapkan “As Salaamu alaikum wa rahmatullah’ maka Beliau menjawab salamnya, lalu orang itu duduk, ketika itu Beliau bersabda, “Dua puluh (kebaikan).” Lalu ada lagi orang lain yang datang dan mengucapkan “As Salaamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuh’ maka Beliau menjawab salamnya, lalu orang itu duduk, ketika itu Beliau bersabda, “Tiga puluh puluh (kebaikan).” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

37.   Keutamaan menjenguk orang sakit

عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلَّا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الجَنَّةِ»

Dari Ali radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang muslim yag menjenguk muslim lainnya di pagi hari melainkan akan didoakan oleh 70.000 malaikat sampai sore hari, dan jika ia menjenguknya di sore hari, maka 70.000 malaikat akan mendoakannya sampai pagi pagi hari. Dia juga memperoleh kebun di surga.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

38.   Mengucapkan Subhaanallahi wa bihamdih-Subhaanahallahil ‘azhim (artinya: Mahasuci Allah sambil memuji-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Agung)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan dicintai Ar Rahman, yaitu:  Subhaanallahi wa bihamdih-Subhaanahallahil ‘azhim.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

39.   Menyayangi makhluk Allah Azza wa Jalla

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ، الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللَّهُ»

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang yang sayang akan disayang Allah Ar Rahman. Sayangilah yang ada di bumi, maka yang ada di atas langit (Allah) akan menyayangimu. Rahim diambil dari nama Ar Rahman. Barang siapa yang menyambungnya, maka dia akan disambung Allah, dan barang siapa yang memutuskannya, maka dia akan diputuskan Allah (dari rahmat-Nya).” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

40.   Mengumandangkan azan ketika hendak shalat

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي صَعْصَعَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ لَهُ: إِنِّي أَرَاكَ تُحِبُّ الغَنَمَ وَالبَادِيَةَ، فَإِذَا كُنْتَ فِي غَنَمِكَ أَوْ بَادِيَتِكَ فَأَذَّنْتَ لِلصَّلاَةِ، فَارْفَعْ صَوْتَكَ بِالنِّدَاءِ، فَإِنَّهُ: «لاَ يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ المُؤَذِّنِ جِنٌّ وَلاَ إِنْسٌ، وَلاَ شَيْءٌ، إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ القِيَامَةِ» ، قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dari Abdurrahman bin Abdillah bin Abdurrahman bin Abi Sha’sha’ah, dari ayahnya, ia dikabari bahwa Abu Sa’id radhiyallahu anhu pernah berkata kepadanya, “Sesungguhnnya aku melihat dirimu senang menggembala kambing dan berada di gurun. Jika engkau sedang menggembala atau berada di gurun, lalu engkau azan untuk shalat, maka keraskanlah azanmu, karena tidaklah mendengar suara azanmu baik jin maupun manusia atau lainnya dari kejauhan melainkan ia akan menjadi saksi baginya pada hari Kiamat.” Abu Sa’id berkata, “Aku mendengar demikian dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.” (Hr. Bukhari)

Bersambung…

Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Amalan Ringan Berpahala Besar (2)

Jumat, 06 Mei 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Amalan Ringan Berpahala Besar (2)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut lanjutan hadits-hadits yang menyebutkan amalan ringan namun berpahala besar yang kami rujuk kepada risalah A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah yang diterbitkan oleh AlBetaqa.com. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Amalan Ringan Berpahala Besar

16.   Menyambung Tali Silaturrahim (hubungan kekerabatan).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturrahim.” (Hr. Bukhari)

17.   Membaca ayat kursi seusai shalat.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَنْ قَرَأَ آيَةَ اَلْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ اَلْجَنَّةِ إِلَّا اَلْمَوْتُ

Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membaca ayat kursi di akhir setiap shalat fardhu, maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga kecuali karena dia tidak meninggal dunia.” (Hr. Nasa’i, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

18.   Mengucapkan kalimat Subhaanallahil ‘adzhim wa bihamdih (artinya: Mahasuci Allah Yang Maha Agung sambil memuji-Nya).

عَنْ جَابِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ العَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ، غُرِسَتْ لَهُ نَخْلَةٌ فِي الجَنَّةِ "

Dari Jabir, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan ‘Subhaanallahil ‘adzim wa bihamdih’ maka akan ditanamkan untuknya sebuah pohon kurma di surga.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

19.   Mengucapkan kalimat Subhaanallahi wa bihamdih (artinya: Mahasuci Allah sambil memuji-Nya).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ، وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan ‘Subhaanallahi wa bihamdih’ dalam sehari seratus kali, maka akan dihapuskan dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

20.   Berpuasa di jalan Allah Azza wa Jalla.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا»

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan jauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

21.   Berpuasa tiga hari dalam setiap bulan.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ، وَتَقُومُ اللَّيْلَ؟» ، فَقُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «فَلاَ تَفْعَلْ صُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا، وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُومَ كُلَّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ لَكَ بِكُلِّ حَسَنَةٍ عَشْرَ أَمْثَالِهَا، فَإِنَّ ذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ»

Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alahi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai Abdullah, aku mendapatkan kabar bahwa engkau berpuuasa di siang hari dan melakukan qiyamullail di malam hari?” Aku menjawab, “Ya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Jangan lakukan demikian! Berpuasalah dan berbukalah, shalat malam dan tidurlah, karena badanmu punya hak, matamu punya hak, istrimu punya hak, dan tamumu punya hak. Cukup bagimu berpuasa dalam sebulan tiga hari, karena engkau akan memperoleh sepuluh kebaikan (pahala) untuk satu kebaikan, karena puasa tiga hari itu sama saja puasa sepanjang tahun.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

22.   Berpuasa Arafah (9 Dzulhijjah) dan Asyura (10 Muharram).

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ، صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ»

Dari Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hari dalam setiap bulan, puasa Ramadhan dan puasa Ramadhan berikutnya itu sama dengan berpuasa sepanjang tahun. Puasa Arafah, terhadapnya aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya, dan puasa Asyura aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa setahun sebelumnya.” (Hr. Muslim)

23.   Berakhlak mulia.

عَنْ عَائِشَةَ رَحِمَهَا اللَّهُ، قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ»

Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang mukmin benar-benar mendapatkan derajat orang yang rajin berpuasa dan rajin qiyamullail karena akhlaknya yang mulia.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

24.   Berdzikir sebelum tidur.

عَنْ عَلِيٍّ، أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ أَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَشْكُو إِلَيْهِ مَا تَلْقَى فِي يَدِهَا مِنَ الرَّحَى، وَبَلَغَهَا أَنَّهُ جَاءَهُ رَقِيقٌ، فَلَمْ تُصَادِفْهُ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ، فَلَمَّا جَاءَ أَخْبَرَتْهُ عَائِشَةُ، قَالَ: فَجَاءَنَا وَقَدْ أَخَذْنَا مَضَاجِعَنَا، فَذَهَبْنَا نَقُومُ، فَقَالَ: «عَلَى مَكَانِكُمَا» فَجَاءَ فَقَعَدَ بَيْنِي وَبَيْنَهَا، حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى بَطْنِي، فَقَالَ: «أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى خَيْرٍ مِمَّا سَأَلْتُمَا؟ إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا - أَوْ أَوَيْتُمَا إِلَى فِرَاشِكُمَا - فَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَاحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَكَبِّرَا أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ، فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمَا مِنْ خَادِمٍ»

Dari Ali radhiyallahhu anhu bahwa Fatimah radhiyallahu anha pernah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengeluhkan tangannya yang lecet karena menggiling gandum. Ketika itu Fatimah mendapatkan kabar bahwa ada budak yang diperoleh Beliau, namun ketika itu Fatimah tidak menjumpai Beliau, lalu Fatimah menyampaikan keperluan itu kepada Aisyah. Saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang, maka Aisyah menyampaikan pesan Fatimah itu, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang kepada kami (Ali dan Fatimah) sedangkan kami telah berbaring untuk tidur, maka kami pun bangun, lalu Beliau bersabda, “Tetaplah di tempat!” Lalu Beliau datang dan duduk antara aku dengan Fatimah sehingga aku merasakan dingin kakinya, lalu Beliau bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Jika kalian berbaring atau mendatangi tempat tidur, maka bertasbihlah (mengucapkan Subhaanallah) 33 kali, bertahmidlah (mengucapkan Alhamdulillah) 33 kali, dan bertakbirlah (mengucapkan Allahu akbar) 34 kali. Itu lebih baik baik bagi kalian berdua daripada mempunyai pembantu.” (Hr. Bukhari dan Abu Dawud)

25.   Mengucapkan Sayyidul Istighfar di waktu pagi dan petang.

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ " سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ " قَالَ: «وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ»

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Sayyidul Istighfar (pemimpin istighfar) adalah engkau mengucapkan, “Allahumma anta Rabbiy Laailaahailla anta….dan seterusnya sampai Laa yaghfirudz dzunuba illaa anta.” (artinya: Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, sedangkan aku hamba-Mu. Aku senantiasa berada di atas perjanjian dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang aku lakukan. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni selain Engkau.) Beliau bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan kalimat itu di bagian dari siang hari (pagi) dengan meyakininya, lalu ia wafat pada hari itu sebelum tiba sore hari, maka dia akan menjadi penghuni surga. Barang siapa yang mengucapkannya di malam hari, lalu dia wafat sebelum tiba pagi hari, maka dia akan menjadi penghuni surga.” (Hr. Bukhari)

26.   Menyebut nama Allah (mengucapkan bismillah) ketika hendak masuk rumah dan ketika hendak makan.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ، وَلَا عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ، فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ، وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ "

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, bahwa ia mendengar Nabi shallallahu alaih wa sallam bersabda, “Apabila seorang masuk rumah, lalu ia menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika hendak makan, maka setan akan berkata (kepada sesama setan), “Kalian tidak dapat bermalam dan tidak mendapatkan makan malam.” Tetapi ketika seorang masuk rumah dan tidak menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka setan akan berkata (kepada sesama setan), “Kalian bisa bermalam di dalamnya.” Dan jika ia tidak menyebut nama Allah ketika hendak makan, maka setan berkata (kepada sesama setan), “Kalian dapat bermalam di dalamnya dan mendapatkan jatah makan malam.” (Hr. Muslim)

27.   Mengucapkan “Laa haula walaa quwwata illaa billah”

 عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا» ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي نَفْسِي: لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، فَقَالَ: " يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ، قُلْ: لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الجَنَّةِ " أَوْ قَالَ: «أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الجَنَّةِ؟ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ»

Dari Abu Musa radhiyallahu anhu ia berkata, “Kami ketika bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu safar. Saat berjalan ke tempat tinggi kami bertakbir (dengan keras), maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia! Kasihanilah diri kalian, karena kalian tidak berdoa kepada yang tuli atau tidak hadir, akan tetapi kalian berdoa kepada yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Lalu Beliau mendatangiku saat aku mengucapkan dalam diriku, “Laa haula walaa quwwata illaa billah” (artinya: tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), Beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Qais, ucapkanlah Laa haula walaa quwwata illaa billah, karena ia termasuk perbendaharaan surga.” Atau Beliau bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkan kalimat yang termasuk perbendahaarn surga? Itulah Laa haula walaa quwwata illaa billah.”  (Hr. Bukhari)

Bersambung…

Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

Minggu, 01 Mei 2022

بسم الله الرحمن الرحيم




Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'd:

Berikut tanya-jawab seputar zakat mal yang kami ambil dari https://baznas.go.id/kalkulatorzakat lalu kami edit kembali dan kami berikan tambahan. Semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Tanya-Jawab Seputar Zakat Mal

1. Pertanyaan: Apakah syarat wajib zakat maal ?

Jawab: 1. Islam, 2. Merdeka, 3. Berakal dan baligh, 4. Hartanya memenuhi nisab (ukuran wajib zakat).

2. Pertanyaan: Berapa nisab zakat maal untuk harta baik tabungan atau perdagangan dan cara menghitungnya?

Jawab: Untuk harta tabungan pribadi dan harta dagangan sebesar 85 gram emas atau setara 72.250.000 (asumsi harga emas Rp850.000). Tabungan = 2,5% x jumlah tabungan.

Harta dagangan = 2,5% x (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan - hutang - kerugian).

3. Pertanyaan:  Apakah rumah atau mobil mewah wajib dihitung sebagai harta yang dizakatkan?

Jawab: Hukum asal rumah mewah dan mobil mewah yang tujuan kepemilikannya untuk dipakai tidak terkena zakat. Namun jika seseorang yang memiliki harta itu bertujuan untuk membisniskannya (jual beli untuk keuntungan) maka wajib dizakati setiap tahun.

4. Pertanyaan: Apakah rumah atau properti lainnya yang disewakan wajib dizakati ?

Jawab: Rumah maupun properti lainnya yang disewakan, tidak dizakati nilai fisiknya. Namun yang dizakati adalah hasil sewanya. Dalam keputusan Majma’ Fiqh Islami tentang zakat sewa tanah, properti yang disewakan, wajib dizakati nilainya; sewanya saja dan bukan nilai fisiknya. (Qarar Majma’ al-Fiqhi al-Islami, muktamar ke-11, Rajab 1409 H).

5. Pertanyaan: Bolehkah zakat mal diberikan dalam bentuk selain uang seperti sembako?

Jawab: Zakat Mal harus dalam bentuk asal harta tersebut atau nilainya, yaitu dalam bentuk uang. Tidak boleh dirupakan dalam bentuk barang, makanan, pakaian, atau selainnya. Jika terdapat fakir atau miskin yang memang tidak bermanfaat jika diberi uang, misal karena dia gila, atau mengalami keterbelakangan mental, sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya, atau malah menimbulkan mafsadat, maka saat itu boleh diberikan benda yang paling dia butuhkan (Lihat fatwa ulama seputar ini di bagian akhir risalah).

6. Pertanyaan: apa harus diucapkan kalau ini dana zakat?

Jawab: Jika kamu menyerahkan zakat kepada orang yang kamu yakini dia berhak menerima, dengan niat zakat, maka ini menjadi zakat yang sah. Kami berharap semoga diterima oleh Allah Ta’ala. Dan anda tidak harus memberitahukan kepada penerima bahwa itu zakat. (Fatwa Lajnah Daimah, no. 11241)

Sekali lagi, ini berlaku jika penerima adalah orang yang kita yakini sebagai pihak yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin atau lainnya. Sementra jika ini dititipkan ke lembaga atau yayasan penampung zakat, kita harus memberi tahu. Agar petugas bisa menyalurkannya ke sasaran yang benar.

7. Pertanyaan: Siapa saja penerima zakat?

Jawab:  1.Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa atau punya sedikit kecukupan tetapi kurang dari setengahnya. 2.Miskin adalah orang yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tetapi tidak memadai. 3. Amil (pengurus zakat). 4. Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya seperti baru masuk Islam). 5. Fir Riqab (untuk membantu memerdekakan hamba sahaya). 6. Gharimin (orang-orang yang memiliki utang di jalan Allah dan tidak sanggup membayarnya). Fi sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah). 8. Ibnu sabil (Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya). Lihat Qs. At Taubah: 60.

8. Pertanyaan: Bagaimana zakat maal yang dibagikan langsung ke anak-anak SMP dhuafa berupa uang tanpa melalui orang tuanya ?

Jawab: Jika memang anak SMP telah mumayyiz  dan termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan.

9. Pertanyaan: Apabila kita membayar zakat melalui panti asuhan yatim piatu apakah itu sah secara hukum Islam?

Jawab: Pada dasarnya, anak yatim tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat. Akan tetapi apabila anak yatim itu tidak mampu maka ia berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang yang tidak mampu.

10. Pertanyaan: Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?

Jawab:   Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung) dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung). Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168) 

Pada prinsipnya, zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang biaya hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan muzaki (orang yang berzakat).

11. Pertanyaan: Apakah boleh memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua, kakak ipar, atau adik ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat?

Jawab: Memberikan zakat kepada mertua dan saudara ipar dibolehkan. Dikarenakan mertua atau keluarga istri secara umum, bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami untuk memperhatikan keadaan keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah bil maruf (melakukan interaksi yang baik) kepada istrinya.

12. Pertanyaan: Bolehkah seorang istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk golongan mustahik zakat?

Jawab: Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita yang mengeluarkan zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir atau memiliki utang yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka wajib zakat. Atau tidak berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan menjadi tanggungan nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada suami dalam keadaan membutuhkan.  

Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.

13. Pertanyaan: Apakah boleh zakat disalurkan kepada kakak dan adik kandung sendiri?

Jawab: Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi, maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695)

14. Pertanyaan: Bolehkan memberikan zakat kepada paman, bibi, saudara kakek atau nenek atau keponakan?

Jawab: Boleh dengan syarat kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh menerima zakat dari kita.

Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada orang lain.

Dalam hadits diterangkan, bahwa zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja), sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua: zakat dan silaturahim. (Hr. Nasai, Darimi, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani).

Sebagai tambahan, di sini kami hadirkan juga masalah lain seputar zakat.

Hukum Zakat dalam bentuk sembako

14. Pertanyaan: 
1-ما حكم إخراج الزكاة في الأعوام السابقة بشراء تموين وضروريات للفقراء ولم تكن نقداً؟ وهل نأثم بالجهل في ذلك ؟ وماذا علينا حالياً ؟
 2- بعض بيوت الفقراء إذا سلمنا الزكاة نقدا فإن عائلها يأخذها ويحرم منها أهل البيت في شراء دخان أو دش أو سفريات فنضطر لشراء احتياجات البيت ولا تسلم نقدا.. حتى نضمن استفادة هذه الأسرة وسد حاجتها ...فما الحكم في ذلك ؟
(1) Apa hukumnya mengeluarkan zakat pada tahun-tahun sebelumnya dengan membelikan perbekalan dan kebutuhan bagi fakir miskin dan tidak dalam bentuk uang tunai? Apakah kami berdosa karena ketidaktahuan dalam hal ini? Apa yang harus kami lakukan sekarang? 
(2) Di sebagian rumah orang miskin, jika kita mengeluarkan zakat dalam bentuk uang tunai, maka si miskin mengambilnya dan tidak memberikan hak kepada keluarganya, bahkan digunakan untuk membeli rokok, mandi air hangat, atau jalan-jalan, sehingga kami terpaksa membeli kebutuhan rumah tersebut dan tidak memberikan dalam bentuk uang agar kesejahteraan keluarga ini tercukupi dan kebutuhannya terpenuhi, lalu apa hukumnya?
  Jawab:

Alhamdulillah.

Pertama, hukum asalnya zakat yang dikeluarkan harus sejenis dengan  harta zakat. Oleh karena itu, zakat mata uang, yang dikeluarkan juga uang. Zakat hewan ternak, yang dikeluarkan juga hewan ternak. Zakat tanaman, yang dikeluarkan juga tanaman, selain zakat perdagangan, maka yang dikeluarkan adalah nilainya, dan boleh dengan barang dagangan. Penjelasan tentang ini telah disebutkan dalam jawaban pertanyaan no. 22449.

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mengeluarkan zakat dengan selain jenis zakat mal. Hal ini dikenal di kalangan ulama dengan ‘mengeluarkan qimah (senilai) dalam zakat’ yang rajih (kuat) adalah tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk nilai.

Akan tetapi jika melihat kuatnya perselisihan dalam masalah ini, maka kami berharap tidak masalah bagimu mengeluarkan dalam bentuk nilai pada tahun-tahun yang lalu, namun engkau harus mengeluarkan sesuai jenis zakat mal pada tahun-tahun berikutnya.

Kedua, jika orang yang miskin kurang baik dalam mengelola harta, maka sebagian ulama membolehkan mengeluarkan zakat dalam bentuk barang sebagai ganti dari uang karena mempertimbangkan maslahat orang miskin dan menutupi kebutuhannya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu Fatawa (25/82) berkata, “Adapun mengeluarkan nilai dalam zakat, kaffarat, dan semisalnya, maka yang masyhur dalam madzhab Malik dan Syafi’i adalah tidak boleh, namun menurut Abu Hanifah boleh. Sedangkan Imam Ahmad melarangnya dalam beberapa tempat dan  membolehkannya dalam tempat yang lain. Di antara kawan-kawannya  yang semadzhab ada yang menetapkan pernyataannya, dan ada pula yang menjadikannya menjadi dua riwayat. Namun yang lebih tampak dalam masalah ini adalah bahwa mengeluarkan nilai bukan karena kebutuhan dan maslahat yang kuat adalah dilarang…dst.”

Ia juga berkata, “Adapun mengeluarkan nilai karena kebutuhan atau maslahat atau karena keadilan, maka tidak mengapa. Misalnya seseorang menjual buah-buahan di kebunnya atau tanamannya dengan harga beberapa dirham, dimana ia keluarkan ketika itu sepersepuluh dari dirham yang ada, maka cukup baginya, dan dia tidak dibebankan unntuk membeli buah atau gandum karena ia telah menyamakan kaum fakir dengan dirinya. Imam Ahmad menyatakan kebolehan terhadap hal itu. Termasuk juga ketika para mustahik zakat memintanya untuk memberikan dalam bentuk nilai (uang) agar lebih bermanfaat bagi mereka, maka diberikan.”

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, “Boleh juga mengeluarkan barang berupa pakaian, makanan dan lainnya sebagai ganti dari uang jika dilihat ada maslahat untuk penerima zakat dalam hal itu dengan memperhatikan nilainya. Misalnya orang miskin ini gila, lemah akal, kurang akal, atau memiliki kekurangan yang dikhawatirkan mempermainkan uang, dimana yang bermaslahat baginya adalah memberikan makanan atau pakaian yang bisa dimanfaatkan dari zakat mata uang sesuai nilai yang wajib. Hal ini berdasarkan pendapat yang paling sahih di antara pendapat ulama.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn Baz 14/253).

Beliau rahimahullah juga pernah ditanya tentang membelikan makanan bergizi beraneka ragam (sembako) dan barang-barang tertentu seperti selimut dan pakaian, dan memberikannya kepada pihak syar’i yang membutuhkan dari harta zakat. Apalagi dalam keadaan yang tidak terpenuhi kebutuhan pokok karena harga yang tidak wajar di negeri tersebut.” Ia (Ibnu Baz) menjawab, “Tidak mengapa hal itu setelah memastikan memang dialihkan untuk kaum muslimin.” (Majmu Fawata wa Maqalat Syaikh Ibn Baz 14/246)

Lajnah Daimah Lil Ifta (Komite Tetap Fatwa, KSA) pernah ditanya, “Kami ingin meminta kejelasan dari syaikh yang mulia terkait memberikan zakat dengan membelikan makanan pokok beraneka ragam (sembako) dan barang-barang tertentu seperti selimut, pakaian, dan menyerahkannya kepada pihak syar’i yang membutuhkan seperti di Sudan, Afrika, dan Mujahidin Afghanistan, terutama ketika kebutuhan pokok tidak terpenuhi dengan harga yang wajar di negeri  tersebut atau hampir tidak ada sama sekali kebutuhan pokok, dimana jika ada namun dengan harga berkali lipat dari harga barang yang dikirimkan? Kami mengharap jawabanmu, semoga Allah balas anda dengan kebaikan atas pandanganmu terhadap hal tersebut.

Lajnah menjawab, “Jika keadaannya sebagaimana yang disampaikan, maka tidak mengapa hal itu untuk memperhatikan maslahat penerimanya.” (Fatawa Lajnah Daimah 9/433)

Kami memohon kepada Allah taufik dan kebenaran  dalam ucapan dan perbuatan.Wallahu a’lam. (Islamqa.info)

Bolehkah mengeluarkan nilai (uang) sebagai ganti dari barang dalam masalah zakat?

15. Pertanyaan: Zakat wajib pada jenis yang telah ditetapkan Al Qur’an dan As Sunnah, dimana jenis dan ukurannya telah ditetapkan. Jenisnya misalnya unta, sapi, kambing, dan buah-buahan, lalu apakah yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis itu atau boleh mengeluarkannya dalam bentuk nilainya berupa uang atau bentuk yang lain?

Mayoritas para fuqaha (ahli fiqih) berpendapat, bahwa zakat yang dikeluarkan harus sesuai dengan jenis harta zakat mal. Akan tetapi Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan uang sebagai ganti barang, sebagaimana Imam Malik juga membolehkan dalam sebuah riwayat, dan Imam Syafi’i juga dalam salah satu pendapatnya, sedangkan dalam pendapat yang lain adalah bahwa seseorang diberi pilihan antara mengeluarkan dalam bentuk uang atau barang. Di antara alasannya adalah:

1. Zakat pada unta bisa dikeluarkan dari selainnya, yaitu kambing, dimana pada setiap 5 ekor unta yang dikeluarkan satu ekor kambing, 2 ekor unta yang dikeluarkan dua ekor kambing sebagaimana sudak maklum.

2. Berdasarkan nash yang ada tentang bolehnya mengeluarkan nilai dalam bentuk uang atau bentuk lainnya sebagaimana dalam Shahih Bukhari yaitu, “Barang siapa yang memiliki unta yang terkena zakat jadza’ah, sedangkan ia tidak memiliki jadza’ah, yang ada hiqqah, maka diambil daripadanya ditambah dua ekor kambing yang mudah didapat atau 20 dirham.”

3. Hadits yang diriwayatkan Daruquthni dan lainnya, bahwa Muadz bin Jabal berkata kepada penduduk Yaman, “Berikan kepadaku baju Khamis atau pakaian lainnya, yang aku ambil sebagai ganti jagung dan gandum dalam zakat, karena yang demikian lebih mudah bagi kalian dan lebih bermanfaat bagi kaum muhajirin di Madinah.” Khamis adalah pakaian yang panjangnya 5 hasta. Disebut demikian karena orang yang pertama mengenakannya  adalah Khams salah seorang penguasa Yaman, dan tidak ada riwayat yang sahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingkarinya saat ia mengambil pakaian sebagai ganti dari jagung dan gandum.

4. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam Zakat Fitri, “Cukupkan mereka (orang miskin) agar tidak meminta-minta di hari ini (hari raya).” (hadits dhaif), diriwayatkan oleh Baihaqi. Beliau bermaksud memberikan kecukupan yang menutupi kebutuhan mereka, sehingga apa saja yang menutupi kebutuhan mereka adalah boleh.

5. Firman Allah Ta’ala,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً

“Ambillah zakat dari harta mereka.” (Qs. At Taubah: 103)

Allah Azza wa Jalla tidak mengkhususkan dengan sesuatu saja; meninggalkan yang lain.

Demikianlah alasan bolehnya mengeluarkan nilai (uang) sebagai ganti dari barang dalam zakat sebagaimana yang disebutkan oleh Qurthubi dalam Tafsirnya juz 8 hal. 175.

Ia juga menyebut dalil riwayat kedua dari Imam Malik yang menerangkan tidak bolehnya dengan uang, dan inilah yang tampak dari madzhabnya, dimana lafaz haditsnya adalah pada lima ekor unta ada zakat satu kambing, pada empat puluh ekor kambing zakatnya satu kambing, akan tetapi tidak tampak berdalih pada pengambilan seekor kambing terhadap lima ekor unta, sedangkan jenisnya berbeda. Namun ada yang membantah, bahwa jenisnya sama yaitu sebagai hewan ternak, dan tidak masalah berbeda macamnya, sehingga bisa diambil dari kambing sebagai ganti unta.

Akan tetapi pendalilannya lemah tidak dapat mengalahkan  alasan yang membolehkan, terlebih pada alasan nomor dua dan tiga, dimana nash yang pertama menunjukkan ganti yaitu dua ekor kambing dan nilai berupa  dua puluh  dirham, sedangkan pada alasan no. 2 menunjukkan ganti, yaitu pakaian sebagai ganti biji-bijian. Oleh karena itu, barang apa saja yang ringan sebagai ganti yang disebutkan dalam nash hadits maka tidak mengapa, karena ia merupakan zakat yang dikeluarkan dari hartanya yang tidak berkurang dari nilai yang disebutkan. Terkadang nilai (uang) lebih bermanfaat bagi si miskin atau mustahiq zakat. Di samping itu, zakat pada barang perdagangan diambil dari nilainya, karena dijumlahkan pada akhir haul. Dalilnya adalah hadits riwayat Ahmad dan Abu Ubaid dari Abu Amr bin Hamas dari ayahnya ia berkata, “Umar memerintahkan kepadaku dengan berkata, “Tunaikanlah zakat hartamu.” Aku menjawab,  “Aku tidak memiliki selain Ji’ab dan Udum.” Ia menjawab, “Jumlahkan nilainya lalu tunaikan zakatnya.” Ji’ab adalah bentuk jamak dari kata ju’bah yaitu tempat anak panah, sedangkan udum adalah kulit. Penulis kitab Al Mughni (juz 3 hal. 58) berkata, “Kisah ini sudah masyhur dan tidak diingkari sehingga menjadi ijma.”

Imam Abu Hanifah juga membolehkan mengeluarkan zakat dari barang dagangan seperti pada harta lainnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kita memandang perlu memperhatikan maslahat orang yang mengeluarkan zakat pada barang dagangannya yang tetap, sehingga boleh dikeluarkan dari barang dagangan. Bahkan Ibnu Taimiyah dalam Fatwanya (juz 1 hal. 299) mengisyaratkan untuk memperhatikan maslahat karena agama ini mudah, jjika ada maslahat maka di situlah syariat Allah.” (https://fiqh.islamonline.net/)

16. Bolehkah Zakat Fitrah dengan uang

Jawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:

فإخراج القيمة في زكاة الفطر أو غيرها من الزكوات مختلف فيها بين أهل العلم، و هذه المسألة من المسائل الاجتهادية فالأحوط والأبرأ للذمة بلا شك هو موافقة قول الجمهور وألا تخرج القيمة في شيء من الزكاة إلا من ضرورة، وعدم إخراج القيمة في صدقة الفطر آكد، ولكن من رأى قوة القول بجواز إخراج القيمة أو قلد من يفتي بذلك من العلماء رجونا أن يجزئه ذلك إن شاء الله وبخاصة إذا كان في ذلك مصلحة راجحة

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya dan para sahabattnya, amma ba’du:

Mengeluarkan uang dalam zakat fitrah atau zakat lainnnya termasuk masalah yang diperselisihkan di kalangan ahli imu. Hal ini termasuk masalah ijtihadiyyah. Yang lebih hati-hati dan lebih melepaskan tanggungan tanpa diragukan lagi adalah yang sejalan dengan pendapat mayoritas ulama, yaitu tidak dikeluarkan dalam bentuk nilai (uang) dalam zakat kecuali karena darurat. Tidak mengeluarkan dalam bentuk uang pada zakat ffitrah lebih ditekankan lagi. Akan tetapi siapa saja yang memandang kuatnya pendapat orang yang membolehkan mengeluarkan uang atau mengikuti ulama yang berfatwa demikian, maka kami harap hal itu sudah cukup insya Allah, terutama jika di sana terdapat maslahat yang kuat.

Selanjutnya ulama dalam situs Islamweb menyebutkan kesimpulan pendapat para ulama terkait hal ini menjadi tiga pendapat, yaitu:

1. Pendapat ulama yang mengatakan boleh secara mutlak. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ats Tsauri, dan dipilih oleh Bukhari pemilik kitab Shahih.

2. Pendapat yang mengatakan tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanbali.

3. Pendapat yang merincikan, yakni boleh mengeluarkan uang jika dibutuhkan atau ada maslahat yang kuat, dan jika tidak ada maka tidak boleh. Ini adalah pendapat Ibnu Taimiyah.

Lihat alasannya di sini:

https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.

Editor dan Penambah materi: Marwan bin Musa

Maraji’: https://baznas.go.id/kalkulatorzakat , https://islamqa.info/ar/answers/79337/%D8%A7%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9-%D8%B9%D8%B1%D9%88%D8%B6%D8%A7-%D8%A8%D8%AF%D9%84%D8%A7-%D8%B9%D9%86-%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%82%D9%88%D8%AF , https://fiqh.islamonline.net/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D8%A8%D8%AF%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%8E%D9%8A%D9%92%D9%86-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2/ , https://www.islamweb.net/ar/fatwa/140294/%D8%AA%D9%81%D8%B5%D9%8A%D9%84-%D9%83%D9%84%D8%A7%D9%85-%D8%A3%D9%87%D9%84-%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85-%D9%81%D9%8A-%D8%A5%D8%AE%D8%B1%D8%A7%D8%AC-%D8%A7%D9%84%D9%82%D9%8A%D9%85%D8%A9-%D9%81%D9%8A-%D8%A7%D9%84%D8%B2%D9%83%D8%A7%D8%A9

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger