Agar Hari-Harimu Bernilai

Senin, 21 Oktober 2019

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫عمل اليوم والليلة‬‎
Agar Hari-Harimu Bernilai

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut kiat menjadikan hari-hari kita bernilai dan berkwalitas, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Agar Hari-Harimu Bernilai
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[i], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Al Ahzaab: 35)
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,--Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Qs. Fathir: 29-30)
Ayat di atas menerangkan kepada kita amalan-amalan yang menghasilkan ampunan Allah, pahala yang besar, dan yang menjadikan hari-hari kita bernilai.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ، مَثَلُ الحَيِّ وَالمَيِّتِ»
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzkir adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (Hr. Bukhari)
Jika kita padukan ayat di atas dan ayat-ayat lainnya dengan apa yang disebutkan dalam As Sunnah, bahwa amalan yang menghasilkan pahala yang besar di antaranya adalah:
1. Awali bangunmu dari tidur dengan dzikrullah (membaca dzikr bangun tidur), dan lanjutkan dengan berwudhu dan shalat malam.
Di antara dzikir bangun tidur adalah,
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
“Segala puji bagi Allah, yang membangunkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangitkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Akhiri shalat malammu dengan istighfar (seperti membaca sayyidul istighfar) dan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, karena di sepertiga malam terakhir adalah waktu mustajab.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ العَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ»
"Keadaan paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah di bagian malam terakhir. Jika engkau mampu termasuk orang yang berdzikr kepada Allah di waktu itu, maka lakukanlah." (HR. Tirmidzi dari Amr bin 'Anbasah, dan dishahihkan oleh Al Albani).
3. Jika azan berkumandang, maka ikutilah ucapannya, dan ketika muazin mengucapkan ‘Hayya ‘alash shalah’ dan ‘Hayya alal falah’ ucapkanlah ‘Laa haula walaa quwwata illa billah’. Bacalah doa setelah mendengar azan agar engkau memperoleh syafaat Nabi shallallahu alaihi wa salllam.
4. Antara azan dengan iqamat, manfaatkanlah dengan shalat sunah dan dengan berdoa, karena berdoa di waktu ini mustajab. 
5. Lanjutkan dengan shalat Subuh ditambah shalat sunah qabliyah Subuh sebelumnya. Jika engkau tertinggal dari shalat sunah sebelum Subuh, maka engkau bisa melakukannya setelah shalat Subuh atau menunda nanti setelah matahari terbit, karena shalat sunah qabliyyah Subuh lebih baik daripada dunia beserta isinya.
Rasulullah shallalalhu alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sebelum Subuh lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (Hr. Muslim)
6. Pergilah menuju masjid sambil berjalan kaki, karena langkahmu akan menghasilkan kebaikan/pahala, meninggikan derajat, dan menghapuskan kesalahan. Jangan lupa membaca doa menuju masjid, dan ketika hendak masuk masjid.
7. Sudahi shalat Subuh dengan dzikir setelah shalat, dan dzikir pagi-petang.
8. Engkau bisa lanjutkan dengan membaca Al Qur’an dan berdzikir hingga terbit matahari, dan tunggu hingga matahari terbit setinggi 1 tombak (kira-kira 15-20 menit setelah syuruq/terbit) kemudian lakukan shalat isyraq, engkau akan meraih pahala haji dan umrah secara sempurna.
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barang siapa yang yang shalat Subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian ia shalat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah secara sempurna, sempurna, dan sempurna.” (Hr. Tirmidzi)[ii]
9. Hadirkan niat yang baik ketika bekerja. Termasuk niat yang baik dalam bekerja adalah bekerja untuk menafkahi dirimu dan orang yang ditanggungmu dari harta yang halal, bekerja untuk menjaga kesucian dirinya agar tidak meminta-minta, bekerja agar dapat bersedekah, dsb. Ini semua termasuk fii sabilillah.
Imam Thabrani meriwayatkan dalam Mu'jam Kabirnya dari Ka'ab bin Ujrah ia berkata:
مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَرَأَى أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جِلْدِهِ وَنَشَاطِهِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ: لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللهِ؟، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي سَبِيلِ الشَّيْطَانِ»
"Pernah ada seseorang yang melewati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kemampuan dan semangatnya, lalu mereka berkata, "Kalau sekiranya orang ini berada di jalan Allah (tentu baik baginya)?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika ia keluar bekerja untuk anak-anaknya yang masih kecil, tentu dia berada di jalan Allah. Jika ia keluar bekerja untuk menafkahi dua ibu-bapaknya yang sudah tua, tentu ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya, yakni untuk menjaga kesucian diri, maka dia di jalan Allah, dan jika ia keluar bekerja untuk riya dan berbangga-bangga (di hadapan manusia), maka dia berada di jalan setan." (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 1428).
10. Sebagian Ahli Ilmu menerangkan, bahwa hikmah panjangnya jarak antara waktu Subuh dengan waktu Zhuhur adalah agar engkau semakin rindu dengan shalat berikutnya dan agar engkau memiliki waktu untuk memenuhi hajat dan kebutuhanmu. Dan antara Zhuhur dengan Ashar ada waktu istirahat atau tidur siang (qailulah), manfaatkanlah waktu ini dengan istirahat meskipun sebentar karena setan tidak qailulah, di samping dengan qailulah membantu seseorang untuk dapat bangun di malam hari. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
قِيْلُوْا فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Istirahat sianglah, karena setan tidak melakukan istirahat siang.” (Hr. Thayalisi dan Abu Nu’aim, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 4431)
11. Isi hari-harimu dengan istighfar dan tobat, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sehari beristighfar dan bertobat lebih dari tujuh puluh kali padahal dosa-dosa Beliau telah diampuni baik yang dahulu maupun yang akan datang. Bahkan dalam sehari, Beliau beristighfar sampai 100 kali.
Ingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
طُوْبَى لِمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيْفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا
“Sungguh bahagia orang yang mendapatkan pada catatan amalnya terdapat banyak ucapan istighfar.” (Hr. Baihaqi dari Abdullah bin Busr, Abu Nu’aim dari Aisyah, Ahmad dalam Az Zuhd dari Abu Darda secara mauquf, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3930)
Jika seorang bertanya, “Mana yang lebih didahulukan antara istighfar dan ucapan tasbih semisal subhaanallah wal hamdulillah, dst.? Jawab, “Jika dirimu bersih, tentu lebih didahulukan subhaanallah wal hamdulillah wa Laailaaha illallah wallahu akbar, namun jika dirimu dikotori oleh dosa dan maksiat, maka dahulukan istighfar dan tobat.”
12. Di waktu Dhuha, engkau bisa luangkan waktu untuk shalat Dhuha, yang dua rakaat saja seimbang dengan 360 sedekah dari setiap persendian manusia.
Engkau juga bisa lakukan empat rakaat, enam, delapan, dan dua belas rakaat. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman,
ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ، أَكْفِكَ آخِرَهُ 
“Wahai anak cucu Adam! Kerjakanlah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, nanti Aku cukupkan untukmu di akhirnya.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Waktu Dhuha diawali kira-kira limabelas menit setelah syuruq dan diakhiri kurang lebih limabelas menit sebelum Zhuhur.
13. Jangan berhenti berdoa dan berharap kepada Allah Azza wa Jalla, karena ia merupakan tali keselamatan dan kiat menggapai cita-cita.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ، يَقُولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan doa salah seorang di antara kamu selama ia tidak terburu-buru, yaitu ketika ia berkata, “Aku sudah berdoa tetapi tidak dikabulkan,” (Hr. Bukhari dan Muslim)
14. Ingat selalu, bahwa ucapanmu dicatat oleh malaikat, maka jangan engkau berkata dusta, ghibah (gosip), namimah (mengadu domba), mencela dan menghina orang lain.
Agar lisanmu tidak diisi dengan maksiat lisan, maka isilah dengan dzikr dan membaca Al Qur’an. Seperti dzikir dalam hadits berikut ini:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى اَلرَّحْمَنِ, خَفِيفَتَانِ عَلَى اَللِّسَانِ, ثَقِيلَتَانِ فِي اَلْمِيزَانِ, سُبْحَانَ اَللَّهِ وَبِحَمْدِهِ , سُبْحَانَ اَللَّهِ اَلْعَظِيمِ
 “Ada dua kalimat yang dicintai Ar Rahman (Allah), ringan di lisan dan berat di timbangan yaitu “Subhaanallah wa bihamdih-subhaanalalahil ‘azhiim[iii].” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
« أَحَبُّ الْكَلاَمِ إِلَى اللَّهِ أَرْبَعٌ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ . لاَ يَضُرُّكَ بَأَيِّهِنَّ بَدَأْتَ .
Kalimat yang paling dicintai Allah ada empat, yaitu: Subhaanallah, Al Hamdulillah, Laailaahaillallah, dan Allahu Akbar[iv]. Tidak mengapa bagimu memulai dari yang mana saja.” (HR. Muslim)
15. Tetaplah optimis, kerjakan rencanamu yang bermanfaat dan raihlah harapanmu dengan memohon pertolongan kepada Allah dan bersandar kepada-Nya, dan jangan bersikap lemah. Jika engkau memperoleh sesuatu yang tidak engkau sukai atau engkau harapkan, jangan katakan ‘kalau sekiranya aku lakukan begini atau begitu, tentu akan terjadi begini dan begitu,’ tetapi katakanlah Qaddarallah wa maa syaa’a fa’ala” (artinya: Allah telah menakdirkan, dan apa yang Dia kehendaki, maka Dia lakukan).
16. Jangan biarkan hari berlalu tanpa engkau sempatkan membaca Al Qur’an sesibuk apa pun kegiatanmu, karena dengan membaca Al Qur’an menjadikan hari-harimu berkah, bernilai, dan berkwalitas.
Tengok generasi terdahulu yang berkali-kali mengkhatamkan Al Qur’an, karena keadaan mereka di hadapan Al Qur’an seperti keadaanmu di hadapan handphone. Ingatlah, bahwa satu huruf diberi balasan 10 kebaikan, dan bahwa ia akan memberikan syafaat kepadamu pada hari Kiamat.
17.  Perbanyak doa “Yaa muqallibal qulub tsabbit qalbi ‘alaa dinik” (Wahai Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati ini agar tetap berada di atas agama-Mu) dan “Rabbanaa aaatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aaakhirati hasanataw waqinaa ‘adzaaban naar” (Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat, dan jagalah kami dari azab neraka). Demikianlah doa yang sering dibaca Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
18. Sambung tali silaturrahim dan jangan sekali-kali engkau putuskan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ»
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturrahim.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
19. Tambahkan shalat fardhu dengan shalat sunah. Kerjakanlah shalat sunah rawatib agar engkau meraih istana di surga. Yaitu sebelum Subuh 2 rakaat, sebelum Zhuhur 4 atau 2 rakaat dan setelahnya 2 rakaat, setelah Maghrib 2 rakaat, dan setelah Isya 2 rakaat.
20. Jangan lampiaskan kemarahanmu, dan redakanlah dengan isti’adzah, merubah posisi, dan diam.
21. Jangan engkau tutup pintu pengabulan doa dengan mengenakan dan mengkonsumsi yang haram.
22. Jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu dalam menjalani hidup di dunia yang penuh cobaan dan penderitaan.
23. Jauhilah prasangkan buruk, karena ia sedusta-dusta ucapan saat engkau katakan.
24. Ketahuilah, bahwa sebab kegundahan dan kegelisahan adalah karena berpaling dari dzikrullah dan dari mengamalkan agama-Nya. Allah berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (Qs. Thaahaa: 124)
25. Ketahuilah, orang yang malang adalah orang yang terhalang dari khusyu dalam shalat.
26. Cintailah manusia karena Allah, dan bencilah mereka karena-Nya pula, serta bergaullah dengan akhlak yang mulia.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ»
“Barang siapa yang cinta karena Allah dan benci karena Allah, memberi karena Allah dan mencegah pun karena-Nya, maka telah sempurnalah imannya.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
“Sesungguhnya orang mukmin karena akhlaknya yang baik dapat mencapai derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat malam.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani)
27. Maafkanlah orang yang mengghibahimu, karena sebenarnya ia sedang menghadiahkan kebaikan kepadamu.
28. Sebagian kaum salaf berkata, “Kami mendapati kaum Salaf, bahwa mereka tidak memandang ibadah hanya pada puasa dan shalat saja, tetapi termasuk pula menjaga lisan dari mencela kehormatan manusia, karena orang yang melakukan Qiyamullail dan berpuasa di siang hari, jika tidak menjaga lisannya akan bangkrut pada hari Kiamat."
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ»
"Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta benda." Beliau pun bersabda, "Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, namun ia datang dalam keadaan pernah mencaci-maki orang ini, menuduh orang itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, dan memukul orang ini, maka orang ini dan itu diberikan pahala kebaikannya. Jika habis kebaikannya sebelum selesai dibayarkan, maka diambil kesalahan (dosa) mereka kemudian dipikulkan kepadanya, lalu ia dilempar ke neraka."  (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
29. Ingatlah panas neraka agar engkau sabar dalam menjauhi maksiat, dan jangan remehkan dosa. Jangan lihat kecilnya dosa yang engkau lakukan, tetapi lihat kepada siapa engkau bermaksiat.
30. Bersedekahlah, karena orang yang telah meninggal dunia ingin kembali ke dunia agar termasuk orang-orang yang bersedekah.
Sebagian Ahli Ilmu menjelaskan, bahwa mengapa mayit ingin kembali ke dunia untuk bersedekah (lihat Qs. Al Munafiqun: 10) ; tidak menyebut amal yang lain adalah karena ia melihat dahsyatnya manfaat sedekah setelah ia meninggal dunia.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُورِ، وَإِنَّمَا يَسْتَظِلُّ الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ»
“Sesungguhnya sedekah dapat memadamkan panasnya kubur bagi penghuninya, dan sesungguhnya seorang mukmin akan berteduh pada hari Kiamat di bawah naungan sedekahnya.” (Hr. Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no.3484).
Jika engkau tidak mampu bersedekah dengan harta, maka di hadapanmu terdapat banyak jalan untuk bersedekah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنْ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
"Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau menyuruh yang ma'ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang buta juga sedekah, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah." (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, lihat Ash Shahiihah (572))
31. Jagalah shalat yang lima waktu dan tambahkan dengan shalat sunah, karena dengannya dosa-dosamu terampuni, dan engkau akan meraih surga Allah Azza wa Jalla dan derajat yang tinggi.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
“Hendaknya kamu memperbanyak sujud (yakni dengan banyak melakukan shalat) karena Allah, karena tidaklah kamu bersujud kepada Allah sekali saja, kecuali Allah akan mengangkat derajatmu karenanya dan menggugurkan dosamu karenanya.” (HR. Muslim)
32. Sempatkan berpuasa sunah di samping puasa Ramadhan, meskipun dengan puasa tiga hari dalam setiap bulan (ayyamul bidh) atau dengan puasa Senin dan Kamis, atau puasa enam hari di bulan Syawwal, atau puasa Nabi Dawud alaihis salam, atau pada tanggal 9 dan 10 Muharram, atau pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) agar engkau dapat memasuki pintu Ar Rayyan.
Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan lainnya meriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, "Aku diberitahukan bahwa kamu (selalu) melakukan qiyamullail dan berpuasa di siang hari." Aku (Abdullah bin 'Amr) berkata, "Ya, wahai Rasulullah", Beliau bersabda,
فَصُمْ وَاَفْطِرْ ، وَصَلِّ ، وَنَمْ ، فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًا ، وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَإِنَّ لِزَوْرِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَإِنَّ بِحَسْبِكَ أَنْ تَصُوْمَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ
"Berpuasalah dan berbukalah, lakukanlah qiyamullail dan tidurlah, karena badanmu memiliki hak atasmu, istrimu memiliki hak atasmu, dan tamumu memiliki hak atasmu. Sesungguhnya kamu cukup dengan berpuasa dalam sebulan tiga hari."
33. Mintalah pertolongan kepada Allah dalam melakukan semua amal saleh dan jangan mengandalkan kemampuan dirimu, dan bacalah doa ini di akhir shalat sebelum salam,
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
 “Ya Allah, bantulah aku untuk dapat mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan memperbaiki ibadahku kepada-Mu.” (Hr. Abu Dawud dan Nasa’i, dishahihkan oleh Al Albani)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Untaian Mutiara Hadits (Penulis), http://www.denana.com/main/articles.aspx?article_no=14241&pgtyp=66, dll.


[i] Yang dimaksud dengan muslim di sini adalah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
[ii] Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ash Shahihah no. 3403 berkata, “Disebutkan oleh Tirmidzi (586) dan Al Ashbahani dalam At Targhib (2/790/1930) dari jalan Abu Zhilal dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda...dst.” Tirmidzi berkata, “Hadits hasan gharib, dan saya bertanya kepada Muhammad bin Ismail (Imam Bukhari) tentang Zhilal, ia menjawab, “Haditsnya mendekati. Namanya adalah Hilal.” Aku (Al Albani) berkata, “Akan tetapi jumhur (mayoritas) ulama mendhaifkannya. Oleh karena itu, Dzahabi dalam Al Mughni berkata, “Mereka mendhaifkannya.” Demikian pula yang ia katakan dalam Al Kasyif, namun ia menambahkan, “Selain Ibnu Hibban.” Al Hafizh berkata, “Dhaif.” Akan tetapi hadits tersebut telah dimutaba’ahkan oleh Al Qasim dari Abu Umamah. Disebutkan oleh Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir (8/209/7741) dari jalan Utsman bin Abdurrahman, dari Musa bin Ulay, dari Yahya bin Harits, daripadanya. Al Albani berkata, “Ini adalah isnad yang hasan, para perawnya tsiqah meskipun ada khilaf yang masyhur terkait Al Qasim kawan Abu Umamah.”
Utsman bin Abdurrahman adalah Al Harrani, tentangnya ada pembicaraan yang tidak bermasalah apa-apa di sini. Oleh karena itu, Al Mundziri (1/165) dan Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani, dan isnadnya jayyid.”
Hadits ini juga memiliki jalur lain yang diriwayatkan oleh Al Ahwash bin Hakim dari Abdullah bin Ghabir dari Abu Umamah secara marfu dengan lafaz,
مَنْ صَلَّى صَلاَةَ الصُّبْحَ فِي مَسْجِدٍ جَمَاعَةً، يَثْبُتُ فِيْهِ حَتَّى يُصَلِّيَ صَلاَةَ الضُّحَى؛ كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ أَوْ مُعْتَمِرٍ، تَامّاً حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
 “Barang siapa yang shalat Subuh di masjid berjamaah, dimana ia tetap berada di sana lalu shalat Dhuha, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang naik haji atau umrah secara sempurna haji dan umrahnya.”
Diriwayatkan oleh Thabrani juga (8/174/7649, 180-181), Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (7/353-Tha), sedangkan Al Ahwash bin Hakim adalah seorang yang dhaif karena buruknya hafalan.
Abdullah bin Ghabir –dengan ghain- adalah Abu Amir Asy Syami Al Himshiy Al Alhani, ia adalah seorang yang tsiqah.
Hadits ini juga disebutkan oleh Thabrani (17/129/317) dan oleh Ibnu Asakir dari dua jalur yang lain; dari Al Ahwash dengan menyebutkan hadits itu, hanyasaja ia gandengkan dengan Abu Umamah (Utbah bin Abd As Sulamiy). Al Mundziri (1/165/8) berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani, dan sebagian rawinya diperselisihkan, namun hadits ini memiliki syahid yang banyak.”
Al Albani berkata, “Maksudnya adalah Al Ahwash bin Hakim. Dan hal ini telah diterangkan oleh Haitsami, ia berkata, “Diriwayatkan oleh Thabrani, namun di sana terdapat Al Ahwash bin Hakim, yang ditsiqahkan oleh Al ‘Ijilliy dan lainnya, namun didhaifkan oleh jamaah, sedangkan rawi yang lain tsiqah, dan pada sebagiannya terdapat khilaf yang tidak berpengaruh apa-apa.” (Silsilatul Ahaadts Ash Shahihah karya Syaikh Al Albani 7/1195 no. 3403)
[iii] Artinya: Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Agung.
[iv] Artinya: Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Mahabesar dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah.

Hukum Lagu dan Musik (2)

Minggu, 20 Oktober 2019
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫حكم الأغاني‬‎
Hukum Lagu dan Musik (2)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan tentang pembahasan hukum lagu dan musik, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Hukum Lagu dan Musik
Pendapat Para Ulama
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, “Nyanyian itu awal mulanya dari setan dan akibatnya adalah kemurkaan Allah Ar Rahman.”
Al Qurthubi berkata, “Nyanyian adalah terlarang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.”
Ia juga berkata, “Adapun seruling, senar alat musik, dan gendang, maka tidak ada perselisihan tentang keharaman mendengarnya, dan aku tidak pernah mendengar salah seorang pun yang dipandang pernyataannya baik dari kalangan salaf maupun para imam khalaf (generani mutakhirin) yang membolehkan hal itu. Dan bagaimana hal itu tidak dharamkan? Padahal ia merupakan syiar para peminum minuman keras, orang-orang fasik, pendorong syahwat dan kerusakan, dan syiar orang-orang yang tidak punya malu? Jika demikian keadaannya, maka tidak diragukan lagi keharamannya dan dianggap fasik dan berdosa pelakunya.” (Lihat Az Zawajir ‘aniqtirafil Kabaair karya Ibnu Hajar Al Haitami)
Ibnu Shalah berkata, “Telah sepakat tentang haramnya dan tidak ada seorang pun yang dipandang perkataannya dalam masalah ijma dan khilaf yang membolehkan nyanyian.”
Al Hasan Al Bashri berkata, “Jika di dalam walimah terdapat nyanyian, maka tidak (perlu mendatangi) undangannya.”
An Nuhhas berkata, “Nyanyian haram berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah.”
Thabari berkata, “Para ulama di berbagai negeri sepakat tentang dibencinya nyanyian dan terlarangnya hal itu.”
Imam As Safarini dalam kitabnya Ghidza’ul Albab berkata, “Adapun Abu Hanifah, maka ia membenci nyanyian dan memasukkannya ke dalam dosa-dosa. Demikian pula madzhab penduduk Kufah, Sufyan, Hammad, Ibrahim, Asy Sya’bi, dan lainnya, dan tidak ada perselisihan di antara mereka dalam hal ini, dan kami tidak mengetahui adanya khiaf di kalangan penduduk Bashrah tentang terlarangnya hal itu.”
Imam Malik juga melarang nyanyian dan mendengarkannya, ia pernah ditanya tentang nyanyian dan memainkan musik, “Adakah orang yang berakal yang menyatakan bahwa nyanyian adalah hak (benar), menurut kami yang memainkannya hanyalah orang-orang fasik.”
Ibnul Qayyim menerangkan, bahwa para pengikut madzhab Syafi’i juga mengharamkan musik dan mengingkari mereka yang mengatakan bahwa Imam Syafi’i menghalalkannya seperti yang diterangkan oleh Abuth Thayyib Ath Thabari, Syaikh Abu Ishaq, dan Ibnush Shabbagh (Lihat Ighatsatul Lahfan)
Imam Syafi’i bahkan pernah ditanya tenntang nyanyian, maka ia berkata, ”Orang yang pertama melakukannya adalah orang-orang zindik di Irak sehingga membuat manusia lalai dari shalat dan dzikir.” (Lihat Az Zawajir ‘Aniqtirafil Kabair)
Adapun madzhab Imam Ahmad, maka sebagaimana yang dikatakan anaknya, “Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang nyanyian, maka ia menjawab, “Nyanyian menimbulkan kemunafikan di hati. Aku tidak suka hal itu, lalu ia menyebutkan perkataan Imam Malik, bahwa yang melakukannya hanyalah orang-orang fasik.” (Lihat Ighatsatul Lahfan)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Madzhab Imam yang empat adalah bahwa semua alat musik adalah haram.” (Majmu Fatawa 11/576)
Ia juga berkata, “Oleh karena itu para Ahli Fiqih mengatakan, bahwa orang yang merusak alat-alat musik, maka dia tidak menanggung apa-apa.” (Majmu Fatawa 11/535)
Al Albani berkata, “Madzhab imam yang empat sepakat tentang haramnya semua alat musik.” (Ash Shahihah 1/145)
Pengecualian
Namun dikecualikan daripadanya adalah duf (rebana tanpa gelang) dalam acara pernikahan, hari raya, dan kedatangan orang dari jauh yang dimainkan oleh anak-anak wanita yang belum baligh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Akan tetapi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan keringanan dalam beberapa macam nyanyian ketika pernikahan dan semisalnya sebagaimana Beliau memberikan keringanan kepada kaum wanita menabuh rebana pada acara pernikahan dan kegembiraan. Tetapi pada zaman Beliau, kalangan lelaki tidak ada yang menabuh rebana dan menepuk tangan, bahkan telah sah dalam kitab Shahih bahwa Beliau bersabda, “Tepukan tangan itu bagi kaum wanita dan tasbih bagi kaum lelaki. Beliau juga melaknat wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.”
Ia juga berkata, “Oleh karena nyanyian, menabuh rebana dan tepukan tangan termasuk perbuatan kaum wanita, maka kaum salaf terdahulu menyebut orang yang melakukan demikian dari kalangan laki-laki dengan mukhannats (banci), dan menamai para penyanyi dari kalangan lelaki dengan para banci. Hal ini masyhur dalam ucapan mereka.” (Majmu Fatawa 11/565)
Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata, “Abu Bakar pernah menemuiku, sedangkan di dekatku ada dua anak wanita Anshar yang bernyanyi menyebutkan apa yang diucapkan kaum Anshar terkait pada perang Bu’ats. Kedua anak ini bukanlah penyanyi, maka Abu Bakar berkata, “Apakah dinyanyikan seruling setan di rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam?” Ketika itu hari raya Idul Fitri, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum punya hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” (Shahih Ibnu Majah no. 1540)
Dari Muhammad bin Hathib ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ، الصَّوْتُ وَضَرْبُ الدُّفّ
“Pemisah antara yang halal dan yang haram adalah suara dan tabuhan rebana.” (Hr. Ahmad, dinyatakan hasan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Dari Buraidah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar pada sebagian peperangan yanag dilakukannya. Ketika kembali, datang budak wanita berkulit hitam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah bernadzar, bahwa jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat, maka aku akan menabuh rebana di hadapanmu dan bernyanyi. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau telah bernadzar, maka silahkan tabuh rebana. Jika tidak bernadzar, maka jangan. Maka budak itu pun menabuh rebana. Ketika Abu bakar masuk, ia tetap menabuh rebana, lalu ketika Ali masuk, ia juga tetap menabuh rebana, lalu Utsman masuk dan ia tetap menabuh rebana, kemudian Umar masuk, maka ia letakkan rebana di belakang pinggulnya dan duduk di atasnya, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya setan takut kepadamu wahai Umar. Sebelumnya aku duduk dan wanita ini terus menabuh, lalu Abu Bakar masuk, ia juga tetap menabuh, lalu Ali masuk, ia tetap juga menabuh, dan Utsman pun masuk ia juga tetap menabuh, tetapi ketika engkau masuk, maka ia sembunyikan rebananya.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bolehnya menabuh rebana pada tiga keadaan di atas. Adapun selain tiga keadaan ini, maka kembali kepada hukum asal, yaitu haram. Abdullah bin Abbas berkata, “Rebana haram, alat musik haram, gendang haram, dan seruling haram.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi 10/222)
Namun sebagian ulama mengecualikan juga, bahwa diperbolehkan menabuh rebana ketika ada yang lahir dan khitan. Yang lain berpendapat, boleh juga pada setiap keadaan ketika bergembira seperti sembuh dari penyakit, dsb. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah 38/169)
Namun yang terbaik adalah membatasi pada tiga keadaan yang disebutkan nashnya, wallahu a’lam.
Hukum Nasyid Yang Tidak Memakai Musik
Telah sahih riwayat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya mendengarkan syair, melantunkannya, dan meminta kepada yang lain melantunkannya baik ketika safar maupun tidak, di majlis maupun di tempat bekerja baik dengan suara perorangan maupun suara jamaah. Perorangan seperti yang dilantunkan oleh Hassan bin Tsabit, Amir bin Akwa, dan Anjasyah radhiyallahu anhum, sedangkan dengan suara secara berjamaah, seperti dalam hadits Anas yang menceritakan tentang penggalian parit (Khandaq), ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat kami kelelahan dan kelaparan, maka Beliau bersabda,
«اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلَّا عَيْشُ الآخِرَهْ ... فَأَكْرِمِ الأَنْصَارَ، وَالمُهَاجِرَهْ»
“Ya Allah, tidak ada kehidupan yang hakiki selain kehidupan Akhirat, maka muliakanlah kaum Anshar dan Muhajirin.
Ketika itu kaum Anshar mengatakan,
نَحْنُ الَّذِينَ بَايَعُوا مُحَمَّدَا ... عَلَى الجِهَادِ مَا حَيِينَا أَبَدَا
“Kami yang telah membai’at Nabi Muhammad untuk berjihad selama kami masih hidup.”  (Hr. Bukhari)
Bahkan dalam beberapa majlis berkumpul. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bukanlah orang yang senang berkumpul dan menampakkan orang yang lemah karena beribadah, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang melantunkan syair di majlis-majlis dan menceritakan perihal zaman Jahiliyyah yang pernah mereka alami. Apabila salah seorang di antara mereka terlintas keinginan berbuat maksiat, maka terbelalaklah mata mereka.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/711, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Adabil Mufrad no. 432/555)
Ini semua menunjukkan bolehnya melantunkan nasyid baik perorangan maupun seccara jamaah, dan nasyid itu secara bahasa adalah membacakan syair dengan suara keras disertai pembacaan yang bagus dan indah.
Namun ada yang perlu diperhatikan, di antaranya:
1. Tidak menggunakan alat musik
2. Tidak menjadikan melantunkan nasyid sebagai kebiasaan.
3. Tidak melalaikan kewajiban.
4. Tidak dengan suara wanita.
5. Tidak mengandung kata-kata yang  haram atau kotor.
6. Tidak melantunkannya seperti orang-orang fasik dan yang tidak punya malu.
Untuk lebih lanjut tentang pembahasan lagu dan musik lihat beberapa kitab ini:
1. Al I’lam binaqdil Kitab Al Halal wal Haram karya Syaikh Shalih Al Fauzan.
2.  As Simaa’ karya Imam Ibnul Qayyim.
3. Tahrim Aalaatit Tharb  karya Syaikh M. Nashiruddin Al Albani.
Catatan:
Di antara sekian alat musik, yang boleh digunakan hanyalah rebana, namun ini terbatas pada saat hari raya, pernikahan, dan pada saat kedatangan seseorang dari tempat yang jauh seperti yang telah diterangkan. Dan tidak digunakan penabuhan rebana pada saat berdzikr, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah menggunakannya dalam berdzikir seperti yang dilakukan kaum Shufi. Ini adalah perkara bid’ah, sedangkan Beliau melarang kita berbuat bid’ah.
Khatimah (Penutup)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwa nyanyian memiliki ciri khusus yang memiliki pengaruh terhadap hati dalam hal menumbuhkan kemunafikan, dan tumbuhnya nifak itu dalam hati seperti tumbuhnya tanaman di atas air. Di antaranya adalah bahwa nyanyian itu dapat melalaikan hati dan menghalanginya dari memahami Al Qur’an serta mentadabburinya, demikian pula dari mengamalkannya, karena nyanyian dan Al Qur’an tidak akan berkumpul bersama selamanya dalam hati karena keduanya bertentangan. Al Qur’an melarang mengikuti hawa nafsu, menyuruh menjaga diri, dan menjauhi syahwat serta sebab-sebab kesesatan, dan melarang mengikuti langkah-langkah setan, sedangkan nyanyian menyuruh kebalikannya, menghiasnya, mendorong jiwa mengikuti nafsunya, membangkitkan hal yang disembunyikannya, membangunkan yang telah diam dan menggerakan untuk mengerjakan perbuatan buruk dan menggiring kepada, menghubungkan yang elok dan yang cantik, ia dengan khamr seperti dua anak sepersusuan, di samping mendorong kepada keburukan seperti kuda pacuan.” (Ighatsatul Lahfan 1/248)   
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45, Silsilatul Ahadits Ash Shahihah (M. Nashiruddin Al Albani), Hukmul Aghani wal Musiqi (Ibnu Rajab As Salafi), Tuhfatul Ahwadzi (Abul Ala Muhammad bin Abdurrahman Al Mubarakfuri), ‘Aunul Ma’bud (Muhammad Asyraf bin Amir Al Azhim Abadiy), Ighatsatul Lahfan Min Mashayidisy Syaithan (Muhammad bin Abu bakar Ibnu Qayyim Al Jauziyyah), https://islamqa.info/ar/answers/20406/%D9%85%D8%AA%D9%89-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-%D8%B6%D8%B1%D8%A8-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%81 ,  dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger