Belajar Mudah Ilmu Tauhid (15)

Minggu, 22 Maret 2015
بسم الله الرحمن الرحيم

Hasil gambar untuk ‫البدعة في الاسلام‬‎

Belajar Mudah Ilmu Tauhid (15)

(Pembahasan Tentang Bid’ah)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini pembahasan tentang Pembahasan tentang bid’ah, yang kami terjemahkan dari kitab At Tauhid Al Muyassar karya Syaikh Abdullah Al Huwail, semoga Allah menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin,
BID’AH
Definisi bid’ah
Bid’ah secara bahasa artinya sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan secara syara’, bid’ah adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama tanpa ada dalil.
Macam-macam bid’ah
1.     Bid’ah dalam kegiatan sehari-hari
Misalnya membuat trobosan baru. Hal ini adalah mubah, karena hukum asal kegiatan sehari-hari adalah mubah.
2.     Bid’ah dalam agama
Hal ini adalah haram, karena hukum asal dalam agama ini adalah diam (menunggu dalil).
Macam-macam bid’ah dalam agama
Bid’ah dalam agama terbagi tiga:
Pertama, bid’ah dalam akidah, yaitu dengan memiliki keyakinan yang menyelisihi apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contoh: bid’ahnya keyakinan tamtsil (serupanya sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya), bid’ahnya ta’thil (menolak sifat Allah), dan bid’ahnya mengingkari takdir.
Kedua, bid’ah dalam amal, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara yang tidak disyariatkan-Nya. Misalnya mengadakan ibadah yang sama sekali tidak disyariatkan, menambah atau mengurangi ibadah yang sudah disyariatkan, mengerjakan suatu ibadah dengan cara yang diada-adakan, dan mengkhususkan waktu untuk melakukan suatu ibadah yang masyru’ padahal syara tidak mengkhususkannya seperti membuat bangunan di kuburan, menjadikan hari-hari tertentu sebagai hari raya, dan mengadakan peringatan-peringatan yang diada-adakan.
Ketiga, bid’ah dalam bentuk meninggalkan, yaitu meninggalkan perkara yang mubah atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan karena menganggap sikapnya itu ibadah. Misalnya meninggalkan makan daging karena beribadah dan meninggalkan menikah karena hendak beribadah.
Macam-macam bid’ah dilihat dari hukumnya
Bid’ah dilihat dari hukumnya terbagi dua, yaitu:
1.       Bid’ah yang dapat mengkafirkan
Bid’ah ini dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam. Misalnya bid’ah kaum Syi’ah Rafidhah dan bid’ahnya pernyataan bahwa Al Qur’an adalah makhluk.
2.       Bid’ah yang menjadikan pelakunya sebagai orang fasik.
Pelakunya berdosa, akan tetapi tidak menjadikan pelakunya tidak keluar dari Islam. Misalnya bid’ah dzikr jama’i, bid’ahnya mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan ibadah.
Peringatan terhadap bid’ah dan bantahannya
Cukup satu ayat dan dua hadits berikut untuk menolak bid’ah, yaitu:
Pertama, firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS. Al Ma’idah: 3)
Kedua, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan dalam urusan agama kami ini yang tidak termasuk di dalamnya, maka ia tertolak.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam sebuah lafaz Muslim disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak kami perintahkan, maka amal itu tertolak.”
Ketiga, sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، (وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ) وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ)
“Dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. Muslim, lafaz yang berada dalam tanda kurung adalah tambahan Nasa’i).
Apakah bid’ah ada yang hasanah (yang baik) dan sayyi’ah (yang buruk)?
Orang yang membagi bid’ah kepada bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, maka ia telah keliru dan salah, serta menyalahi sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bid’ah adalah dhalalah (sesat).” Hal itu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa semua bid’ah adalah sesat, sedangkan orang ini menyatakan, bahwa tidak semua bid’ah sesat, bahkan ada pula yang hasanah (baik).
Sebab munculnya bid’ah
Di antara sebab munculnya bid’ah adalah,
1.     Tidak mengetahui hukum-hukum agama.
2.     Mengikuti hawa nafsu.
3.     Fanatik terhadap pendapat dan para tokoh.
4.     Menyerupai orang-orang kafir.
5.     Bersandar kepada hadits-hadits yang maudhu (palsu) yang tidak ada asalnya.
6.     Adat-istiadat serta khurafat yang tidak ditunjukkan syara’ dan tidak didukung akal.
Dua kaedah penting dan bermanfaat untuk mengenali bid’ah dan menolaknya
Pertama, hukum asal dalam ibadah adalah terlarang, haram, dan diam menunggu dalil sampai ada dalil yang mensyariatkannya.
Kedua, setiap ibadah yang ada pendorongnya di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun Beliau dan para sahabatnya yang mulia tidak melakukannya, maka hal itu menunjukkan tidak disyariatkannya ibadah tersebut.
Dua catatan penting
Pertama, Imam Malik rahimahullah berkata, “Barang siapa yang mengada-adakan dalam Islam suatu bid’ah yang ia pandang baik, maka berarti ia telah menyangka bahwa Muhammad telah mengkhianati risalahnya, karena Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu” (Terj. QS. Al Ma’idah: 3), maka apa saja yang pada waktu itu tidak termasuk agama, sekarang pun tidak termasuk bagian agama.”
Kedua, Syaikh Al Albani rahimahullah berkata, “Kita wajib mengetahui, bahwa bid’ah kecil yang dilakukan seseorang dalam agama adalah haram. Oleh karena itu, tidak ada bid’ah yang hukumnya hanya makruh sebagaimana yang disangka sebagian orang.”
Sebagian contoh bid’ah yang terserbar di tengah-tengah umat Islam
1.     Mengadakan peringatan maulid Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam dan maulid-maulid lainnya,
2.     Memperingati malam Isra’ dan Mi’raj.
3.     Memperingati malam Nishfu Sya’ban.
4.     Memperingati hari kelahiran.
5.     Mencari berkah dengan tempat, jejak/peninggalan, dengan diri orang-perorang baik masih hidup atau sudah mati.
6.     Mengadakan dzikr jama’i.
7.     Meminta pembacaan surat Al Fatihah untuk ruh orang mati, dan membacakan surat Al Fatihah dalam beberapa kesempatan.
8.     Mengkhususkan bulan Rajab dengan umrah atau ibadah-ibadah tertentu.
9.     Menjaharkan (mengeraskan) niat ketika hendak shalat.
10. Bertawassul dengan kedudukan seseorang atau haknya.
Buku-buku bermanfaat untuk mengenal bid’ah
1.     At Tahdzir minal Bida’ karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.
2.     As Sunan wal Mubtada’at karya Syaikh Muhammad Abdussalam Al Qusyairiy.
3.     Al Bida’ wal Muhdatsat wa maa Laa Ashla lahu dikumpulkan dan disusun oleh Hamud Al Mathir.
4.     Al Ibdaa’ fii Madhaaril Ibtida’ karya Syaikh Ali Mahfuzh.
5.     Al Bida’ Al Hauliyyah karya Syaikh Abdullah At Tuwaijiri.
Catatan
Mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (mutaba’ah) tidaklah terwujud kecuali jika amal yang dilakukan sesuai dengan syariat dalam enam perkara, yaitu:
No.
Syarat Mutaba’ah
Contoh Menyelisihi Sunnah
1.
Sebab
Melakukan shalat dua rakaat karena turun hujan
2.
Jenis
Mengeluarkan zakat fitri dengan uang
3.
Jumlah
Melakukan shalat Maghrib empat rakaat dengan sengaja
4.
Tatacara
Ketika berwudhu, mendahulukan membasuh kaki dan mengakihiri dengan membasuh wajah
5.
Waktu
Berkurban di bulan Ramadhan
6.
Tempat
Beri’tikaf di gurun dan lapangan
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Diterjemahkan dari kitab At Tauhid Al Muyassar oleh Marwan bin Musa

Islam, Agama Yang Penuh Rahmat (Kasih-Sayang)

Senin, 09 Maret 2015
بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫الإسلام دين الرحمة‬‎
Islam, Agama Yang Penuh Rahmat (Kasih-Sayang)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Sebagian manusia menyangka bahwa agama kita (Islam) adalah agama yang keras dan kasar. Hal ini karena mereka tidak mengenal ajaran Islam, dan hanya melihat kepada orang-perorang. Padahal keadaan kaum muslim di zaman sekarang tidaklah mewakili agama Islam, karena banyak di antara mereka yang meninggalkan ajaran-ajaran Islam dan mengerjakan larangan-larangannya.
Islam agama yang penuh rahmat
Agama Islam adalah agama yang penuh kasih sayang. Bagaimana tidak? Pemilik agama ini adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan Nabi yang diutus-Nya adalah Nabi yang memiliki sifat kasih dan sayang. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman menyifati Diri-Nya,
وَإِلَـهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 163)
Dia juga berfirman menyifati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
Di surat yang biasa kita baca dalam shalat di setiap rakaat, yaitu surat Al Fatihah juga tertera ayat yang berbunyi Ar Rahmaanir Rahim. Di antara hikmah disebutkan firman-Nya ini dalam surat Al Fatihah adalah agar menancap dalam benak kita, bahwa Rabb kita adalah Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan sudah barang tentu syariat ditetapkan dalam agama-Nya itu adalah syariat yang penuh kasih sayang. Bahkan, Islam memerintahkan pemeluknya memiliki sifat sayang dan menjadikan sifat tersebut sebagai syarat mendapatkan rahmat Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang menyayangi akan disayangi Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi, niscaya yang ada di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani).
Luasnya rahmat Allah Azza wa Jalla
Sifat rahmat yang dimiliki Allah Azza wa Jalla adalah sifat rahmat yang Mahaluas dan meliputi segala sesuatu; tidak dapat dijangkau oleh akal fikiran manusia. Perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,
إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الرَّحْمَةَ يَوْمَ خَلَقَهَا مِائَةَ رَحْمَةٍ، فَأَمْسَكَ عِنْدَهُ تِسْعًا وَتِسْعِينَ رَحْمَةً، وَأَرْسَلَ فِي خَلْقِهِ كُلِّهِمْ رَحْمَةً وَاحِدَةً
“Sesungguhnya Allah menciptakan rahmat pada hari Dia menciptakannya menjadi seratus rahmat. Dia menahan sembilan puluh sembilan rahmat di sisi-Nya dan melepas satu rahmat untuk semua makhluk-Nya.” (HR. Bukhari)
Maksud hadits ini adalah, bahwa berbagai bentuk kasih sayang yang engkau lihat di dunia, seperti sayangnya ibu kepada anaknya, sayangnya orang-orang kaya yang saleh kepada orang-orang miskin dan sebagainya adalah satu dari seratus bagian rahmat Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang meliputi segala sesuatu.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus sebagai rahmat bagi alam semesta
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman menerangkan keadaan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya’: 107)
Oleh karenanya, aktifitas Beliau penuh dengan rahmat (kasih sayang). Beliau tidak suka memberatkan manusia dan menyusahkan mereka, bahkan selalu memudahkan mereka. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا، وَلَا مُتَعَنِّتًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk menyusahkan manusia dan mencari-cari kesalahan mereka. Dia mengutusku sebagai pendidik dan sebagai orang yang memberikan kemudahan.” (HR. Muslim)
Berikut ini contoh kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada semua pihak.
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum wanita
عَنِ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهم عَنْهَا مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي الْبَيْتِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا سَمِعَ الْأَذَانَ خَرَجَ
Dari Al Aswad bin Yazid ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, “Apa yang biasa dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di rumahnya?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau biasa membantu pekerjaan istrinya. Ketika azan tiba, maka Beliau keluar (untuk shalat).” (HR. Bukhari)
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ وَغُلَامٌ أَسْوَدُ يُقَالُ لَهُ أَنْجَشَةُ يَحْدُو فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَنْجَشَةُ رُوَيْدَكَ سَوْقًا بِالْقَوَارِيرِ *
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam safarnya. Saat itu ada budak hitam yang namanya Anjasyah, ia yang menghalau rombongan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai Anjasyah! Berjalanlah pelan-pelan membawa kaca-kaca (kaum wanita).” (HR. Bukhari)
Demikian pula, ketika Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui istrinya di malam hari, Beliau masuk ke rumahnya mengucapkan salam dengan tidak mengeraskan suara salamnya agar tidak membangunkan istrinya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Miqdad, ia berkata, “Ketika Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang di malam hari, maka Beliau mengucapkan salam dengan suara yang tidak membangunkan orang yang tidur namun tedengar bagi orang yang sedang terjaga (tidak tidur).” (HR. Muslim)
Demikianlah keadaan Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pantaskah kita mengganggu saudara dan tetangga kita di malam atau siang hari dengan suara keras, seperti memperdengarkan suara lagu dan musik melalui tape atau radio dengan mengeraskan suaranya?
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada anak-anak
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ أَبْصَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ الْحَسَنَ فَقَالَ إِنَّ لِي عَشْرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ *
Dari Abu Hurairah, “Bahwa Al ‘Aqra’ bin Habis pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al Hasan (cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam), ia pun berkata, “Sesungguhnya saya mempunyai sepuluh anak, namun saya tidak pernah mencium salah seorang pun dari mereka,” maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mendorong umatnya mengurus anak yatim,
أَنَا وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَكَذَا
“Saya dan pengurus anak yatim berada di surga seperti ini.”
Beliau berisyarat dengan telunjuk dan jari tengah, serta merenggangkannya sedikit.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُ عَلَيْنَا وَلِي أَخٌ صَغِيرٌ يُكْنَى أَبَا عُمَيْرٍ وَكَانَ لَهُ نُغَرٌ يَلْعَبُ بِهِ فَمَاتَ فَدَخَلَ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَرَآهُ حَزِينًا فَقَالَ مَا شَأْنُهُ قَالُوا مَاتَ نُغَرُهُ فَقَالَ يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ *
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya masuk menemui kami. Ketika itu, aku memiliki adik yang dipanggil Abu ‘Umair, ia memiliki burung yang sering dibuat mainan. Suatu hari burungnya mati, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemuinya, dilihatnya Abu Umair bersedih, Beliau pun bertanya, “Ada apa dengan dirinya?” Keluarganya menjawab, “Burungnya mati,” Beliau pun berkata, “Wahai Abu Umair, apa yang terjadi pada si nughair (burung kecil).” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak hanya menyayangi anak-anak kaum muslimin, bahkan Beliau menyayangi anak-anak kaum kafir. Oleh karenanya, ketika Beliau mengirimkan pasukan perang, di antara wasiatnya adalah, “Jangan kalian mengkhianati janji, mencincang, dan membunuh anak-anak.”
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pemuda
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: إِنَّ فَتًى شَابًّا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، ائْذَنْ لِي بِالزِّنَا، فَأَقْبَلَ الْقَوْمُ عَلَيْهِ فَزَجَرُوهُ وَقَالُوا: مَهْ. مَهْ. فَقَالَ: " ادْنُهْ، فَدَنَا مِنْهُ قَرِيبًا ". قَالَ: فَجَلَسَ قَالَ: " أَتُحِبُّهُ لِأُمِّكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأُمَّهَاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِابْنَتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِأُخْتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِأَخَوَاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِعَمَّاتِهِمْ ". قَالَ: " أَفَتُحِبُّهُ لِخَالَتِكَ؟ " قَالَ: لَا. وَاللهِ جَعَلَنِي اللهُ فِدَاءَكَ. قَالَ: " وَلَا النَّاسُ يُحِبُّونَهُ لِخَالَاتِهِمْ ". قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهِ وَقَالَ: " اللهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ، وَحَصِّنْ فَرْجَهُ " قَالَ : فَلَمْ يَكُنْ بَعْدُ ذَلِكَ الْفَتَى يَلْتَفِتُ إِلَى شَيْءٍ.
Dari Abu Umamah, ia berkata, “Ada seorang pemuda yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan saya berzina.” Maka para sahabat mendatanginya dan mencegahnya, mereka mengatakan, “Berhentilah dari sikap ini! Berhentilah dari sikap ini!” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dekatkanlah dia denganku.” Maka orang itu pun didekatkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia duduk, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sukakah kamu jika zina itu menimpa pada ibumu?” ia menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusan bagimu.” Beliau bersabda, “Manusia yang lain juga sama; tidak ingin perzinaan itu menimpa ibu mereka.” Beliau bersabda, “Sukakah kamu jika zina itu menimpa pada puterimu?” Ia menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusan bagimu.” Beliau bersabda, “Manusia yang lain juga sama; tidak ingin perzinaan itu menimpa puteri mereka.” Beliau bersabda, “Sukakah kamu jika zina itu menimpa saudarimu?” Ia menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusan bagimu.” Beliau bersabda, “Manusia yang lain juga sama; tidak ingin perzinaan itu menimpa saudari mereka.” Beliau bersabda, “Sukakah kamu jika zina itu menimpa pada bibimu?” Ia menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusan bagimu.” Beliau bersabda, “Manusia yang lain juga sama; tidak ingin perzinaan itu menimpa bibi mereka.” Beliau bersabda, “Sukakah kamu jika zina itu menimpa pada saudari ibumu?” Ia menjawab, “Tidak. Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusan bagimu.” Beliau bersabda, “Manusia yang lain juga sama; tidak ingin perzinaan itu menimpa saudari ibu mereka.” Maka Beliau meletakkan tangannya ke (dada)nya dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kehormatannya.” Maka setelah itu, pemuda ini tidak memperhatikan hal itu lagi.” (HR. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada musuh
Dalam Shahih Bukhari disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat shubuh bersama kaum muslimin di Hudaibiyah, tiba-tiba datang tujuh puluh atau delapan puluh orang dari Tan’im untuk menyerang kaum muslimin, mereka kemudian tertangkap lalu dibebaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa hukuman apa-apa.
Dalam sejarah disebutkan, bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menerima tebusan para tawanan perang Badar.
Dalam sejarah pula disebutkan, bahwa pada saat penaklukkan Makkah, Beliau memaafkan orang-orang Quraisy dan penduduk Makkah yang sebelumnya menyakiti Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya sedangkan Beliau berkuasa menghukum mereka.
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada hewan
Suhail bin Al Hanzhaliyyah pernah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati seekor unta yang punggung dan perutnya dekat (kurus), maka Beliau bersabda,
اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ الْمُعْجَمَةِ فَارْكَبُوهَا صَالِحَةً وَكُلُوهَا صَالِحَةً *
“Bertakwalah kepada Allah terhadap binatang yang tidak bisa bicara ini, tunggangilah dengan cara yang baik dan makanlah dengan cara yang baik.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan sanadnya oleh Al Arnaa’uth)
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada pembantu
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama sembilan tahun. Aku belum pernah mengetahui Beliau berkata kepadaku, “Kenapa engkau melakukan ini dan itu?” Dan Beliau tidak pernah mencelaku sedikit pun.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada umatnya untuk berbuat baik kepada pelayannya, Beliau bersabda,
«إِنَّ إِخْوَانَكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ، فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ»
“Sesungguhnya saudara kalian menjadi pelayan kalian. Allah menjadikan mereka berada di bawah kekuasaan kalian. Barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, maka hendaknya saudaranya itu makan seperti yang ia makan, memakai pakaian seperti yang ia pakai, dan jangan membebani mereka dengan sesuatu yang menyusahkan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah.” (HR. Bukhari)
Kasih sayang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang yang tidak tahu
Mu’awiyah bin Hakam As Sulamiy radhiyallahu 'anhu berkata, “Pernah ketika aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba-tiba ada orang yang bersin, lalu aku katakan kepadanya “Yarhamukallah” (artinya: semoga Allah merahmatimu), maka orang-orang pun memandangiku, aku pun berkata (dalam shalat), “Celaka kalian, mengapa kalian memandangiku?” Maka orang-orang menepukkan tangannya ke pahanya (berisyarat agar Mu’awiyah tidak berbicara ketika shalat). Ketika aku melihat mereka menyuruh diam (dengan isyarat), maka aku pun diam. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai shalat, maka biarlah bapak dan ibuku menjadi tebusannya. Sungguh, aku belum pernah melihat pendidik yang paling baik sebelumnya maupun sesudahnya daripada Beliau, Beliau tidak memarahiku, tidak memukulku dan tidak mencelaku, Beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak baik jika ada kata-kata manusia. Shalat itu isinya tasbih, takbir, dan bacaan Al Qur’an atau seperti yang dikatakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Aku pun bertanya, “Wahai Rasulullah, saya ini seorang yang baru lepas dari kejahiliahan. Allah Ta’ala mendatangkan agama Islam, sedangkan di antara kami ada orang-orang yang mendatangi dukun (bolehkah kami mendatanginya)?” Beliau menjawab, “Jangan kamu datangi,” aku pun bertanya lagi, “Di antara kami ada orang yang merasa sial dengan sesuatu ?” Beliau pun menjawab, “Itu adalah sesuatu yang terelintas di hati mereka, maka jangan sampai hal itu menghalangi niat mereka.” Aku bertanya lagi, “Di antara kami ada orang yang membuat garis di tanah?” Beliaupun menjawab, “Dahulu salah seorang nabi di antara para nabi ada yang membuat garis, jika tepat begitulah.” (yakni untuk sekarang hal itu dilarang). Mu’awiyah melanjutkan kata-katanya, “Saya pernah punya budak wanita yang mengembala kambing-kambing saya di dekat Uhud dan Jawwaniyyah. Suatu hari, saya memperhatikan kambing itu, ternyata salah satunya dibawa oleh serigala, sayapun marah sebagaimana orang lain marah, maka saya pukul budak saya itu, kemudian saya mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (memberitahukan hal itu), Beliau menganggap perkara besar perkara itu bagiku, kemudian saya berkata, “Apakah saya perlu memerdekakan?” Beliau menjawab, “Bawalah ia kepadaku,” aku pun membawanya, lalu Beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah?” Ia menjawab, “Di atas langit.” Beliau bertanya lagi, “Siapa saya?” Ia menjawab, “Engkau Rasulullah (utusan Allah).” Maka Beliau bersabda, “Bebaskanlah dia, karena dia seorang mukminah.” .(HR. Muslim)
عن أَبَي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ *
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Pernah seorang baduwi berdiri lalu kencing di masjid, orang-orang pun bangun (untuk memarahinya), maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dia! Siramkanlah kencingnya itu dengan setimba air atau seember air, karena kalian diutus untuk memudahkan bukan untuk menyusahkan.” (HR. Bukhari)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
Maraji’: Al Islam Dinur Rahmah (Syaikh Syadi Muhammad Salim An Nu’man), Maktabah Syamilah versi 3,45, dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger