Fiqh Puasa Sya'ban

Minggu, 24 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Fiqh Puasa Sya'ban
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan mengenai puasa Sya'ban, semoga Allah 'Azza wa Jalla menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ r اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ -
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan. Aku juga tidak pernah melihat Beliau banyak berpuasa di bulan lain seperti halnya pada bulan Sya’ban.”
Hadits ini menunjukkan bahwa bulan yang paling banyak diisi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan berpuasa sunat adalah bulan Sya'ban.
Dalam hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anhu disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya oleh Usamah tentang sebab mengapa Beliau banyak berpuasa di bulan Sya'ban, Beliau bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ia (Sya'ban)  adalah bulan yang dilalaikan orang (berada) antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan diangkatnya amalan kepada Rabbul ‘alamin. Aku ingin amalanku diangkat ketika aku sedang berpuasa.”  (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Nasa’i dan dihasankan oleh Al Albani)
Ahli ilmu berpendapat, “Dalam hadits tersebut terdapat dalil dianjurkannya mengisi waktu-watu yang biasa dilalaikan orang dengan ketaatan dan bahwa hal itu dicintai Allah ‘Azza wa Jalla.”
Di antara manfaat berpuasa Sya'ban yang dapat kita rasakan adalah sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan, yakni agar kita merasa ringan dalam berpuasa Ramadhan karena sebelumnya telah terbiasa berpuasa.
Rincian Pelaksanaan puasa Sya'ban
Pelaksanaan puasa Sya'ban ada empat keadaan:
Keadaan Pertama, sunah atau dianjurkan, yaitu ketika memperbanyak puasa sunah dari bagian awal bulan Sya'ban sampai bagian akhirnya. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha yang telah disebutkan sebelumnya.

Kekhususan Para Nabi dan Rasul

Sabtu, 16 Juni 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
Kekhususan Para Nabi dan Rasul 'alaihimush shalaatu was salam
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat. Amma ba'du:
Ada beberapa kekhususan para nabi dan rasul yang tidak dimiliki oleh hamba-hamba Allah yang lain. Di antara kekhususan itu adalah:
a.       Mereka diberi wahyu
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
Katakanlah, "Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." (QS. Al Kahfi: 110)
b.       ‘Ishmah (kema’shuman) dalam hal yang mereka sampaikan, yakni mereka tidak lupa dan salah dalam menyampaikan wahyu.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنسَى
"Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa," (QS. Al A'laa: 6)
Dalil lainnya adalah surat Al Haaqqah ayat 44-47.

Kisah Nabi Muhammad (9)

Jumat, 15 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 9)
Perang Hunain
Setelah selesai Fat-h (penaklukan) Makkah beberapa hari lamanya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menghadapi lagi kabilah-kabilah Arab yang masih membangkang dan memusuhi kaum muslimin. Dua kabilah yang terkenal berani dan kuat yaitu Hawazin dan Tsaqif berhimpun untuk menyerang kaum muslimin. Berita ini sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Beliau menyusun kekuatan tentara yang terdiri dari 12.000 orang (10.000 dari kaum muslimin yang berangkat dari Madinah untuk Fat-hu Makkah dan 2000 orang penduduk Makkah yang masih baru masuk Islam). Pada hari Sabtu 6 Syawwal tahun 8 H, Beliau bersama pasukannya berangkat menuju tempat musuh. Orang-orang Hawazin dan Tsaqif memilih tempat yang strategis, yaitu tanah pegunungan yang berbukit-bukit dan berliku-liku. Mereka bersembunyi di balik bukit-bukit menunggu tentara kaum muslimin lewat di jalan sempit bawahnya. Ketika kaum muslimin tiba di tempat tersebut yang bernama lembah Hunain, datanglah serbuan yang mendadak dari musuh. Tentara kaum muslimin menjadi panik dan lari bercerai berai. Peristiwa ini diceritakan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam Al Qur’an sebagai berikut:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ   
“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (wahai kaum mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (QS. At Taubah: 25)

Kisah Nabi Muhammad (8)

Kamis, 14 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 8)
Shulhul Hudaibiyah (perdamaian Hudaibiyah)
Pada tahun ke 6 H, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam beserta para pengikutnya merasa rindu ke baitullah, kiblat mereka dan mereka ingin berziarah ke Makkah mengunjungi sanak famili dan kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan. Maka pada bulan Dzulqa’dah tahun itu, berangkatlah Beliau dengan para sahabat yang berjumlah kurang lebih 1000 orang menuju Makkah, dengan niat semata-mata melakukan Umrah dan Haji. Untuk menghilangkan persangkaan yang bukan-bukan dari pihak Quraisy, maka kaum muslimin memakai pakaian ihram dan membawa hewan-hewan untuk disembelih di Mina (hadyu). Mereka tidak memanggul senjata, hanya membawa pedang dalam sarungnya sekedar menjaga diri dalam perjalanan. Setelah sampai ke suatu tempat bernama Hudaibiyah. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam berhenti bersama sahabatnya. Di sinilah Nabi Muhamad shallalllahu 'alaihi wa sallam bermusyawarah untuk menentukan langkah selanjutnya. Akhirnya Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam mengutus Utsman bin ‘Affan kepada kaum Quraisy untuk mengadakan pembicaraan dengan kaum Quraisy serta menjelaskan maksud kaum muslimin ke makkah.

Kisah Nabi Muhammad (7)

Selasa, 12 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 7)
c.        Rongrongan kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya
Orang Quraisy sejak permulaan Islam, sudah berusaha keras untuk memusnahkan Islam. Tiga belas tahun lamanya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berdakwah di Makkah mendapatkan perlawanan yang sengit dari mereka. Sedangkan pengikut-pengikutnya waktu itu disiksa di luar perikemanusiaan. Oleh sebab itu Beliau berhijrah ke Madinah, daerah yang cocok untuk mengembangkan Islam.
Meskipun kaum muslimin sudah meninggalkan Makkah, kaum Quraisy masih saja memusuhinya dan bertekad untuk menghancurkannya.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah hanya sebagai pemimpin agama saja, bahkan lebih dari itu Beliau adalah pemimpin untuk suatu masyarakat yang sedang membangun suatu negara yang berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran hakiki. Oleh karena itu, Beliau berkewajiban membela masyarakat itu dari setiap rongrongan yang membahayakannya. Untuk tugas ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menurunkan ayat yang mengizinkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan umatnya  mengangkat senjata guna membela diri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ    
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu.” (QS. Al Hajj: 39)

Kisah Nabi Muhammad (6)

Senin, 11 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 6)
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam
Ada dua kekuatan yang hendak memadamkan cahaya Islam di Madinah, yaitu dari dalam dan dari luar. Dari dalam adalah orang-orang Yahudi dan kaum munafik, sedangkan dari luar adalah kaum kafir Quraisy dengan sekutunya.
a.       Penggerogotan orang-orang Yahudi
Orang Yahudi sudah sejak lama hidup di Madinah. Orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah terdiri dari tiga golongan; Bani Qainuqa’, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah. Dengan ketiga golongan inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengikat perjanjian, guna menjaga kesejahteraan dan keamanan kota Madinah. Bangsa Yahudi memandang bahwa diri mereka adalah kekasih Allah, dan kenabian hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya hati mereka ketika melihat agama Islam dibawa oleh orang yang bukan dari yahudi, kemudian agama itu berkembang sedemikian cepatnya.

Kisah Nabi Muhammad (5)

Minggu, 10 Juni 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 5)
Yatsrib menjadi Madinatun Nabi (kota Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam)
Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan sangat panas, akhirnya pada hari Senin kira-kira tanggal 8 Rabi’ul Awwal tahun 1 Hijrah, tibalah Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam di Quba’, sebuah tempat kira-kira 10 kilometer jauhnya dari Yatsrib. Selama empat hari beristirahat, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam mendirikan sebuah masjid, yaitu masjid Quba’. Inilah masjid yang pertama kali didirikan dalam sejarah Islam.
Pada hari Jum’at 12 Rabi’ul Awwal tahun 1 Hijrah, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam, Abu bakar dan Ali bin Abi Thalib memasuki kota Yatsrib dengan mendapatkan sambutan hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat dari penduduknya. Pada hari itu juga, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam mengadakan shalat Jum’at yang pertama kali dalam sejarah Islam dan Beliau berkhutbah di hadapan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar). Sejak ini Yatsrib berubah namanya menjadi Madinatun Nabi artinya “Kota Nabi”, yang selanjutnya disebut Madinah.

Kisah Nabi Muhammad (4)


بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 4)
Orang-orang Yatsrib masuk Islam
Pada waktu musim hajji tiba, datanglah ke Makkah kabilah-kabilah Arab dari segala penjuru tanah Arab. Di antara mereka itu, terdapat jamaah Khazraj dari yatsrib. Sebagaimana biasanya setiap musim haji, Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam menyampaikan seruan Islam kepada kabilah-kabilah yang sedang melakukan hajji. Kali ini Beliau menjumpai orang-orang Khazraj. Mereka ini sudah mempunyai pengertian sedikit tentang agama, dan sudah biasa mendengar dari orang Yahudi di negeri mereka tentang akan lahirnya seorang nabi dalam waktu dekat. Segeralah mereka mencurahkan perhatian kepada dakwah yang disampaikan Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam kepada mereka itu. Pada waktu itu juga, mereka langsung beriman setelah mereka yakin bahwa Muhammad itu nabi yang dinanti-nantikan. Peristiwa ini merupakan titik terang bagi perjalanan risalah Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang Khazraj yang masuk Islam ini lebih dari enam orang, tetapi merekalah yang membuka lembaran baru sejarah perjuangan Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam.

Kisah Nabi Muhammad (3)

Sabtu, 09 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 3)
Hijrahnya sebagian sahabat ke Habasyah
Ketika orang-orang Quraisy melancarkan bermacam-macam gangguan dan penghinaan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan memperhebat siksaan-siksaan di luar peri kemanusiaan terhadap pengikut-pengikut Beliau. Akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak tahan melihat penderitaan yang dialami sahabat-sahabatnya lalu menganjurkan mereka berhijrah ke Habasyah yang rakyatnya menganut agama Nasrani, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui bahwa raja Habasyah dikenal adil. Maka berangkatlah rombongan pertama terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Kemudian disusul oleh rombongan-rombongan yang lain hingga hampir mencapai seratus orang. Di antaranya Utsman bin Affan dengan istrinya Ruqayyah (puteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), Zubair bin Awam, Abdurrahman bin Auf, Ja’far bin Abi Thalib dan lain-lain. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-5 setelah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diangkat menjadi Rasul.

Cara Mengajar & Berdakwah

بسم الله الرحمن الرحيم

Cara Mengajar dan Berdakwah
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Risalah ini saya tujukan kepada para da'i dan para pendidik agar dakwah dan pengajaran mereka dipahami dengan baik oleh mad'u (objek dakwah) atau peserta didik dan diterima mereka insya Allah. Berikut ini poin-poin pentingnya:
1.    Sebelum anda berdakwah, niatkanlah ikhlas karena Allah Subhaanahu wa Ta'ala, karena Dia hanya menerima amal yang ikhlas karena-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَ مَاكَانَ لَهُ خَالِصًا، وابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal selain yang ikhlas karena-Nya dan mencari keridhaan-Nya.” (HR. Nasa’i, dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1856)
2.    Berdoalah kepada Allah agar diberikan dada yang lapang, dimudahkan urusan, serta dilepaskan kekakuan lisan. Berdoalah seperti doa Nabi Musa 'alaihis salam sebelum berangkat kepada Fir'aun,
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي--وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي--وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي--يَفْقَهُوا قَوْلِي.
"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku--Dan mudahkanlah untukku urusanku,--Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,--Agar mereka mengerti perkataanku," (Terj. QS. Thaahaa: 25-28)
3.    Sebelum memulai pengajaran, mulailah dengan memuji Allah Ta'ala dan bershalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lebih baik lagi jika anda mengawali pembicaraan anda dengan khutbatul hajah, yaitu:
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ, أَمَّا بَعْدُ:
Artinya: Sesungguhnya segala puji milik Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, meminta ampunan kepada-Nya, berlindung juga kepada-Nya dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya semoga shalawat dan salam terlimpah kepadanya. Amma ba’du:
4.    Usahakan agar suara Anda terdengar jelas oleh mad'u.
5.    Berbicaralah dengan kata-kata yang bisa menyentuh perasaan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلاً بَلِيغًا
"Dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka." (QS. An Nisaa': 63)
Di antara cara agar ucapan kita membekas dalam hati mereka adalah dengan menaik-turunkan suara sebagaimana praktek Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menerangkan tentang Dajjal (lihat Shahih Muslim no. 2937). Dan jika perlu adanya pengulangan, maka ulangilah agar nasihat yang engkau sampaikan betul-betul menancap dalam hati mereka. Anas radhiyallahu 'anhu berkata:
أَنَّهُ كَانَ إِذَا تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَعَادَهَا ثَلاَثًا، حَتَّى تُفْهَمَ عَنْهُ
"Bahwa Beliau apabila mengucapkan kalimat, maka Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami." (HR. Bukhari)
Dan usahakanlah olehmu wahai da'i, agar mereka (para mad'u/obkjek dakwah) dapat mengambil pelajaran dari apa yang engkau sampaikan.
6.    Berbicaralah secara pelan-pelan dan bertahap (sedikit demi sedikit). Aisyah radhiyallahu 'anhu berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُحَدِّثُ الْحَدِيثَ لَوْ شَاءَ الْعَادُّ أَنْ يُحْصِيَهُ أَحْصَاهُ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyampaikan sesuatu, jika sekiranya ada orang yang mau menghitung kata-katanya tentu mampu menghitungnya." (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Al Albani)
7.    Berbicaralah kepada manusia sesuai tingkat pemahaman mereka. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu berkata:
حَدِّثُوا النَّاسَ، بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ، اللَّهُ وَرَسُولُه
"Berbicaralah kepada manusia sesuai yang mereka pahami. Sukakah kalian jika Allah dan rasul-Nya didustakan?" (Diriwayatkan oleh Bukhari)
8.    Angkat kepala dan jangan anda tundukkan. Usahakan perhatian anda tidak tertuju kepada seorang mad'u, tetapi kepada semuanya.
9.    Tunjukkan bahwa apa yang anda terangkan adalah perkara serius dan bukan main-main.
10. Terangkan kepada mad'u seperti anda menerangkan kepada kawan anda di samping anda.
11. Tenangkanlah diri anda. Jangan terlalu bebas berbicara sehingga ucapan Anda tergelincir dalam kesalahan atau banyak perkataan sia-sia, dan jangan terlalu tertahan sehingga Anda merasa ketakutan (gerogi).
Catatan:
Hilangkan sikap ragu-ragu ketika bicara. Perumpamaan orang yang ragu-ragu adalah seperti orang yang hendak menyeberang jalan, yang keadaannya antara maju atau mundur sehingga lebih mudah ditabrak oleh kendaraan yang lewat. 
12. Fokuskanlah pikiran Anda kepada perkataan yang Anda sampaikan.
13. Ingatlah, bahwa ketika anda tidak baik menyampaikan, maka anda akan menyesal setelahnya.
14. Sela-selahi penyampaian anda dengan Dzikrullah.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ يُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ
Dari Ibnu Umar, ia berkata: “Kami pernah menghitung ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di satu majlis sebelum bangun (dari duduknya), “Wahai Tuhanku, ampuni aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha penerima tobat lagi Maha Pengampun,” sebanyak seratus kali.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
15. Berikan kesempatan kepada mad'u untuk bertanya.
16. Tutuplah majlis dengan Kaffaratul majlis.
كَفَّارَةُ الْمَجْلِسِ أَنْ يَقُولَ الْعَبْدُ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
“Kaffaratul Majlis adalah seorang hamba berkata, “Mahasuci Engkau Ya Allah dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau saja, dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku meminta ampun dan bertobat kepada-Mu.” (HR. Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabir, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4487)
Sebagai tambahan bagi para da'i, baca juga beberapa risalah saya berikut:
  1. Fiqh Dakwah
  2. Sarana Dakwah
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

Kisah Nabi Muhammad (2)

Rabu, 06 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (bag. 2)
Akhlak Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dari masa kanak-kanak hingga dewasa
Dalam perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi rasul, Beliau terkenal sebagai orang yang jujur, berakhlak mulia dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tidak ada satu pun perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berbeda dengan tingkah laku kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Makkah pada umumnya yang gemar berfoya-foya.
Ahli sejarah menuturkan, bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala, tidak pernah makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala. Beliau sangat benci kepada berhala dan menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan terhadap berhala.

Kisah Nabi Muhammad (1)

Selasa, 05 Juni 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam[i] (bag. 1)
Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
Di saat umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota Makkah seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban manusia.
Dialah Muhammad bin (putera) ‘Abdullah bin ‘Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab keturunan Nabi Isma’il.
Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah.
Beliau lahir dalam keadaan yatim, bapaknya yang bernama Abdullah telah meninggal sebelum Beliau lahir[ii].

Amalan antara Azan dan Iqamat

Senin, 04 Juni 2012

بسم الله الرحمن الرحيم
Amalan Antara Azan dan Iqamat
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Sudah menjadi kebiasaan di masyarakat kita melantunkan syair-syair atau bacaan-bacaan tertentu dengan pengeras suara antara azan dan iqamat. Namun apakah perbuatan tersebut sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau tidak? Nah, maka pada kesempatan kali ini insya Allah penulis akan menerangkan amalan yang sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam antara azan dan iqamat, semoga Allah menjadikan tulisan ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Jika kita melihat Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kita akan temukan, bahwa sunnah Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang dilakukan antara  azan dan iqamat adalah melakukan shalat sunnah dan memanfaatkan waktu tersebut dengan berdoa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، ثَلاَثًا لِمَنْ شَاءَ»
"Antara dua azan (azan dan iqamat) ada shalat." Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali dan menambahkan, "Bagi siapa yang mau." (HR. Bukhari dan Muslim)
Di samping itu, antara azan dan iqamat merupakan waktu pelaksanaan shalat sunah rawatib, baik yang mu'akkadah (ditekankan), seperti dua rakaat sebelum Subuh dan dua rakaat atau empat rakaat sebelum Zhuhur, maupun yang ghairu mu'akkadah (tidak begitu ditekankan), seperti dua rakaat atau empat rakaat sebelum Ashar, dua rakaat sebelum Maghrib, dan dua rakaat sebelum Isya.
Adapun dalil bahwa antara azan dan iqamat disyariatkan berdoa adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
«لَا يُرَدُّ الدُّعَاءُ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ»
"Doa antara azan dan iqamat tidak ditolak." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 3408)
Tentang hadits ini penyusun kitab Subulussalam berkata, "Hadits tersebut menunjukkan dikabulkannya doa di waktu-waktu ini, karena tidak ditolak berarti dikabulkan dan diijabahkan. Dan hadits tersebut umum untuk semua doa, namun tetap harus dibatasi berdasarkan hadits-hadits yang lain, yaitu selama doanya tidak mengandung dosa atau memutuskan tali silaturrahim."
Dan perlu diketahui, bahwa urutan yang dilakukan setelah menjawab panggilan azan adalah bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ، فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهَ لِيَ الْوَسِيلَةَ، فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ، لَا تَنْبَغِي إِلَّا لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ، فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
"Apabila kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muazin, kemudian bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya barang siapa yang bershalawat kepadaku satu shalawat saja, maka Allah akan membalasnya sepuluh kali. Kemudian mintakanlah kepada Allah untukku wasilah, karena ia adalah sebuah kedudukan di surga yang tidak patut diberikan kecuali untuk salah seorang di antara hamba Allah. Aku berharap orang itu adalah aku. Barang siapa yang memintakan wasilah untukku, maka ia akan mendapatkan syafaatku." (HR. Muslim)
Menurut Ibnul Qayyim dalam Al Hadyu, bahwa ucapan shalawat yang paling lengkap adalah ucapan shalawat yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya, karena tidak ada ucapan shalawat yang lebih sempurna daripadanya.
Ucapan shalawat yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada beberapa macamnya, di antaranya seperti dalam hadits Ka'ab bin Ujrah radhiyallahu 'anhu berikut, ia berkata,
قَدْ عَرَفْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ؟ قَالَ: «قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
"Kami telah mengetahui bagaimana mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana kami bershalawat kepadamu?" Beliau menjawab: "Katakanlah, "Allahumma shalli 'alaa Muhammad…dst." (artinya: “Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kita memperhatikan hadits di atas, kita dapat mengetahui bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berani membuat bacaan shalawat tertentu, bahkan mereka bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang cara bershalawat kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mengapa sebagian orang berani membuat shalawat kemudian menganjurkan manusia untuk membacanya, seperti shalawat Badar, shalawat Nariyah, dan sebagainya?
Adapun permintaan wasilah yang diperintahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar kita memintakannya, telah diajarkan juga oleh Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu mengucapkan:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ  
“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, pemilik shalat yang akan ditegakkan. Berikanlah kepada Muhammad wasiilah (derajat tinggi) dan keutamaan, bangkitkanlah ia ke tempat yang terpuji (maqam mahmud) yang telah Engkau janjikan[i].” (HR. Empat orang penyusun kitab Sunan)
Dan tidak ada tambahan "sayyidina" dalam doa tersebut, demikianlah yang disebutkan dalam hadits.
Selanjutnya, kita melakukan shalat sunnah, dan setelah shalat sunnah kita berdoa dengan doa apa saja yang kita inginkan selama tidak mengandung dosa dan memutuskan tali silaturrahim. Namun sebaik-baik doa yang kita panjatkan adalah meminta 'afw (dihapuskan dosa) dan 'afiyat (keselamatan dalam agama dari fitnah dan keselamatan pada diri dari penyakit dan ujian yang berat). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اسْأَلُوا اللَّهَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ، فَإِنَّ أَحَدًا لَمْ يُعْطَ بَعْدَ اليَقِيْنِ خَيْرًا مِنَ العَافِيَةِ
"Mintalah kepada Allah 'afw dan 'afiyat. Sesungguhnya seseorang tidaklah diberikan pemberian yang lebih baik setelah keyakinan daripada 'afiyat." (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 3632)
Oleh karena waktu antara azan dan iqamat disyariatkan melakukan shalat sunnah atau berdoa, maka hendaknya jarak antara azan dan iqamat tidak terlalu cepat di samping tidak terlalu lama sekali. Ibnu Baththal berkata, "Tidak ada batasan jaraknya selain memberikan kesempatan masuk pada waktunya dan berkumpulnya orang-orang yang shalat." Yang demikian untuk memberikan kesempatan orang-orang yang berada di rumah pergi ke masjid dan dapat berkumpul bersama, demikian pula agar orang-orang bisa melakukan shalat sunat, dan sebagainya. Selanjutnya, ketika imam datang, maka iqamat dikumandangkan, dan hendaknya makmum tidak berdiri sampai melihat imam datang. Al Hafizh berkata, "Dipadukan antara kedua hadts itu (yang disebutkan oleh Al Hafizh), yaitu bahwa Bilal memperhatikan waktu keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dari rumah). Ketika ia telah melihat Beliau, maka ia segera iqamat sebelum orang-orang melihat Beliau. Kemudian setelah orang-orang melihat Beliau, mereka pun berdiri."
Demikianlah Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tetapi apabila imam sudah berada di masjid, maka menurut sebagian besar ulama, bahwa makmum tidak berdiri sampai iqamat selesai dikumandangkan. Menurut Imam malik, bahwa berdirinya orang-orang (makmum) ketika diiqamatkan tidak ada batasannya, bahkan menurutnya sesuai kemampuan manusia, karena di antara mereka ada yang berat (berdiri) dan ada yang ringan. Adapun Anas, maka ia berdiri ketika orang yang iqamat telah mengucapkan "Qadqaamatish shalah," (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan lainnya). Menurut Ibnul Musayyib, "Apabila yang iqamat mengucapkan "Allahu akbar," maka makmum harus berdiri. Apabila yang iqamat telah mengucapkan, "Hayya 'alash shalah," maka shaf-shaf diratakan, dan apabila yang iqamat mengucapkan, "Laailaahaillallah," maka imam bertakbir." Namun pendapat ini sebagaimana diterangkan Imam Ash Shan'aniy dalam Subulussalam adalah sekedar pendapat beliau saja, dan tidak disebutkan Sunnahnya (dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Di antara pendapat-pendapat tersebut, tampaknya pendapat Imam Malik sangat tepat, wallahu a'lam.
Saudaraku, inilah petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dilakukan antara azan dan iqamat. Oleh karena itu, apa yang dilakukan sebagian saudara kita berupa melantunkan pujian-pujian atau syair-syair dengan pengeras suara adalah perbuatan yang tidak benar, menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan merupakan perkara yang baru (bid'ah) dalam agama ini, terlebih hal itu dilakukan ketika ada yang sedang shalat sunat, maka lebih tidak dibenarkan lagi. Jika mengeraskan bacaan Al Qur'an saja ketika ada yang shalat diperintahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk dipelankan, apalagi ini pujian-pujian dan syair-syair atau shalawat-shalawat buatan yang bahkan di antaranya ada yang mengandung syirk seperti dalam shalawat nariyah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي الصَّلَاةِ، فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ، فَلْيَعْلَمْ أَحَدُكُمْ مَا يُنَاجِي رَبَّهُ، وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ فِي الصَّلَاةِ
"Sesungguhnya salah seorang di antara kamu ketika berdiri shalat sedang bermunajat dengan Tuhannya, maka hendaknya salah seorang di antara kamu mengetahui apa munajatnya, dan janganlah satu sama lain mengeraskan bacaan dalam shalat." (HR. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh Pentahqiq Musnad).
Demikianlah pembahasan tentang amalan yang dilakukan antara azan dan iqamat, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, Al Mausu'ah Al Haditsiyyah Al Mushaghgharah, Al Qaulul Mubin fii Akhthaa'il Mushallin, dll.

Tambahan Risalah
Kesalahan yang terjadi antara azan dan Iqamat
Alhamdulilah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah wa ala alihihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du:
Sebagian orang awam ketika berada antara azan dan iqamat ada yang melantunkan atau menyanyikan puji-pujian dan sholawat yang tidak syar’i dengan pengeras suara padahal di sana ada ada orang yang sedang melakukan shalat. Hal ini adalah keliru, karena beberapa alasan di bawah ini:
1.    Antara azan dan iqamat disyariatkan melakukan shalat sunah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Baina kulli adzanain shalah” (antara azan dan iqamat ada shalat) HR. Bukhari dan Muslim. Dan Ketika ada yang sedang shalat kita dilarang mengeraskan suara agar saudara kita dapat khusyu dalam shalatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يُنَاجِيْهِ وَ لاَ يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقُرْآنِ
“Sesungguhnya orang yang sedang shalat sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka hendaknya  ia perhatikan munajatnya itu, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan Al Qur’an kepada sebagian yang lain (yang sedang shalat).” (HR. Thabrani, Shahihul Jami no. 1951)
Sangat disayangkan, anak-anak dilarang berisik di dalam masjid karena ada yang sedang shalat sunah, tetapi orang yang menyanyikan puji-pujian dengan pengeras suara dibiarkan, padahal suaranya lebih keras daripada anak-anak.
2.    Antara azan dan iqamat di samping ada shalat sunah, juga merupakan saat yang mustajab untuk berdoa (berdasarkan hadits Anas yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain, lihat Shahihul Jami no. 3408). Oleh karena itu, menggunakan waktu ini untuk melantunkan atau menyanyikan puji-pujian adalah menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3.    Jika seseorang berkata, “Kami menyanyikan doa ini adalah sebagai bentuk memanfaatkan waktu antara azan dan iqamat dengan berdoa,” Kita jawab, “Allah menyuruh kita berdoa dengan sikap tadharru (merendah diri) dan suara yang lembut, tidak dengan cara bersenandung. Dia berfirman, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Terj. QS. Al A’raf: 55)
4.    Jika seseorang berkata, “Tetapi ini ‘kan baik?” Kita jawab, “Kalau hal itu baik, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkannya, dan para sahabat telah melakukannya. Di samping itu, pada saat tersebut adalah saat dimana seseorang dianjurkan melakukan shalat sunah dan berdoa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kalau anda memanfaatkannya dengan bersenandung berarti anda keliru dan menyelisihi perintah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal bukti cinta keada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti sunnah Beliau, tidak cukup hanya di lisan.
5.    Terkadang sebagian orang awam melantunkan puji-pujian dan sholawatan yang tidak diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti melantunkan shalawat nariyah, yaitu “Allahumma shalli shalatan wa sallam salaman tamma ‘ala sayidina Muhammadiniladzi tanhallu bihil uqad…dst.” Shalawat ini di samping tidak diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga di dalamnya terdapat kemusyrikan, yaitu pada kata “tanhallu bihil uqadu wa tanfariju bihil kurab,” dimana di sana dinyatakan, bahwa karena Nabi semua ikatan lepas dan karena Nabi semua penderitaan hilang. Padahal yang menghilangkan penderitaan adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dengan demikian, melantunkan puji-pujian antara azan dan iqamat dengan pengeras suara padahal ada yang sedang shalat adalah perbuatan yang keliru, menyelisih petunjuk Nabi shallallau ‘alaihi wa sallam, bahkan melanggar perintah Beliau untuk tidak mengganggu orang yang sedang shalat. Maka hendaknya mereka berhenti dari sikapnya ini setelah mengetahui.
Wallahu a’lam.
Wa shalllahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.PdI


[i] Dalam As Sunan Al Kubra oleh Baihaqi ditambahkan, "Innaka laa tukhliful mii'aad, " namun menurut Syaikh Masyhur dalam Al Qaulul Mubin, bahwa tambahan tersebut adalah syadz, karena tidak disebutkan dalam semua jalur hadits itu dari Ali bin Iyasy, kecuali dalam riwayat Al Kasymihiniy terhadap Shahih Bukhari namun menyelisihi yang lain, sehingga menjadi syadz karena menyelisihi riwayat yang lain terhadap Shahih Bukhari.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger