Khutbah Jumat: Mengenal Keadilan

Senin, 30 Januari 2023

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Mengenal Keadilan

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam dan nikmat taufiq sehingga kita dapat melangkahkan kaki kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu shalat Jumat berjamaah.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Kita sering mendengar kata-kata ‘adil’ dan banyak pula yang menyerukan kepada keadilan. Apa sebenarnya adil itu?

Adil memiliki beberapa arti, di antaranya memberikan hak kepada setiap yang memiliki hak, menempatkan sesuatu pada tempatnya, berhukum dengan syariat Allah Azza wa Jalla, menyamakan yang sama dan membedakan yang beda, memberlakukan hukum secara sama baik terhadap orang terhormat maupun orang biasa, serta berlaku inshaf (obyektif).

Berdasarkan ta’rif (definisi) di atas maka menyembah dan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla (tauhid) adalah keadilan, sedangkan menyembah kepada selain Allah (syirik) adalah kezaliman, namun ingat bahwa kezaliman itu kembalinya adalah kepada pelakunya; tidak kepada Allah Azza wa Jalla, Dia berfirman,

وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Dan tidaklah mereka menganiaya kami; akan tetapi merekalah yang Menganiaya diri mereka sendiri.” (Qs. Al Baqarah: 57)

Demikian pula berdasarkan definisi di atas kita mengetahui, bahwa berhukum dengan selain hukum Allah Azza wa Jalla merupakan kezaliman.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Islam memerintahkan berlaku adil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى

“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat ihsan, dan memberi kepada kerabat.” (QS. An Nahl: 90)

Dia juga berfirman,

وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ

“Dan apabila kamu memutuskan di antara manusia, maka hendaklah kamu memutuskan dengan adil.” (QS. An Nisaa’: 58)

Adl (Adil) juga merupakan salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, namun bukan sebagai nama-Nya karena tidak adanya dalil yang menjelaskan bahwa di antara nama-Nya adalah Al ‘Adlu.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Adil ada banyak macamnya, di antaranya:

1.       Adil dalam memerintah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ، وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ، الَّذِينَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيهِمْ وَمَا وَلُوا»

“Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya berada di sisi kanan Allah Ar Rahman Azza wa Jalla, dan kedua tangan-Nya adalah kanan (penuh dengan kebaikan dan keberkahan). Mereka adalah orang-orang yang adil dalam berhukum, terhadap keluarga, dan terhadap yang mereka pimpin.” (Hr. Muslim)

2.       Adil terhadap diri

Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dengan Abu Darda, lalu Salman megunjungi Abu Darda, dilihatnya Ummu Darda dalam keadaan memakai pakaian yang sederhana, lalu Salman berkata kepadanya, “Ada apa denganmu?” Ummu Darda menjawab, “Saudaramu, yaitu Abu Darda tidak butuh kepada dunia.” Kemudian datanglah Abu Darda lalu menyiapkan makanan untuknya, dan berkata, “Makanlah.” Ia menjawab, “Aku sedang berpuasa.” Salman juga berkata, “Aku tidak akan makan sampai kamu mau makan.” Maka Abu Darda pun ikut makan. Ketika tiba malam hari, maka Abu Darda pergi untuk shalat malam, lalu Salman berkata, “Tidurlah dulu.” Kemudian Abu Darda tidur lalu bangun, maka Abu Darda pergi untuk shalat malam, Salman berkata, “Tidurlah dulu.” Lalu Abu Darda tidur kemudian bangun. Salman berkata lagi, “Tidurlah dulu.” Di akhir malam, Salman berkata, “Sekarang, bangunlah!” Maka keduanya pun shalat, lalu Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu, dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Maka berikanlah yang mempunyai hak akan haknya.” Kemudian Abu Darda mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyampaikan kata-kata Salman itu, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salman benar.”

3.       Adil antara dua pihak yang bertikai.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan sosok orang yang mewujudkan keadilan. Pernah ada dua orang yang bertikai datang kepadanya dan meminta Beliau memutuskan di antara keduanya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ, وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ, فَأَقْضِيَ لَهُ عَلَى نَحْوٍ مِمَّا أَسْمَعُ, مِنْهُ فَمَنْ قَطَعْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا, فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ اَلنَّارِ

“Sesungguhnya kalian meminta penyelesaian kepadaku, mungkin saja salah seorang di antara kamu lebih pandai berdalih daripada yang lain, sehingga akupun memutuskan sesuai yang aku dengar, maka siapa saja yang aku berikan kepadanya hak saudaranya, sebenarnya yang aku berikan kepadanya adalah sepotong api.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

4.       Adil dalam takaran dan timbangan.

Seorang muslim memenuhi takaran dan timbangan, ia menimbang dan menakar dengan adil dan tidak mengurangi hak manusia. Ia tidaklah menjadi orang yang mengambil lebih haknya ketika membeli, dan mengurangi timbangan dan takaran ketika menjual. Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam orang yang melakukan hal itu. Dia berfirman,

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5)

Celakalah orang-orang yang curang-- (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,--Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi--Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,-- Pada suatu hari yang besar,” (Qs. Al Muthaffifin: 1-5)

Termasuk orang-orang yang curang pula yang terancam dengan ayat ini adalah mereka yang menuntut dipenuhi hak, namun kewajiban mereka tidak tunaikan atau mereka remehkan.

5.       Adil terhadap para istri

Bersikap adil terhadap istri adalah dengan memenuhi haknya. Jika seseorang memiliki istri lebih dari satu, maka ia bersikap adil terhadap mereka dalam hal nafkah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ»

“Barang siapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih cenderung ke salah satunya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan separuh badannya miring.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6515)

Sikap cenderung dalam hadits ini adalah tidak adil terhadap hak-haknya dalam urusan lahiriah. Adapun dalam urusan batiniyah seperti rasa cinta, maka seseorang tidak sanggup menyamakan rasa cinta kepada semua istrinya (lihat QS. An Nisaa’: 129).

6.       Adil terhadap anak-anaknya

Seorang muslim juga menyamakan anak-anaknya. Ia tidak melebihkan sebagian mereka dengan suatu hadiah atau pemberian agar anak-anaknya satu sama lain tidak saling membenci dan agar tidak menyala api permusuhan dan kebencian di antara mereka.

Nu’man bin Basyir berkata, “Bapakku memberiku suatu pemberian. Lalu ‘Amrah binti Rawahah (ibu Nu’man) berkata, “Aku tidak ridha sampai engkau angkat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai saksi.” Maka ia (bapak Nu’man) mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya aku memberikan kepada anakku dari ‘Amrah binti Rawahah suatu pemberian, dan ia menyuruhku agar engkau wahai Rasulullah sebagai saksinya.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memberikan juga kepada semua anakmu seperti ini?” Ia menjawab, “Tidak.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah di antara anak-anakmu.” (Hr. Bukhari)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْقُرْآنَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ، وَهُدًى وَرَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ، وَجَمَعَ فِيْهِ أُصُوْلَ الدِّيْنِ وَفُرُوْعَهُ، وَأَصْلَحَ بِهِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَكْمَلَ الْخَلْقِ وَسَيِّدَ الْمُرْسَلِيْنَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Termasuk adil pula adalah:

7.       Adil kepada semua manusia

Seorang muslim dituntut bersikap adil kepada semua manusia, baik mereka muslim maupun non muslim. Allah Ta’ala memerintahkan agar tidak mengurangi hak manusia. Dia berfirman,

وَلاَ تَبْخَسُواْ النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ

“Dan janganlah kamu kurangi bagi manusia hak-hak mereka.” (QS. Al A’raaf: 85)

وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

 “Janganlah kebencian kamu kepada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena hal itu lebih dekat kepada ketakwaan.” (Al Maa’idah: 8)

Maksudnya, janganlah kebencian dan permusuhanmu kepada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil, bahkan adil wajib dilakukan kepada semuanya, baik mereka kawan maupun lawan.

Allah Ta’ala juga berfirman,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al Mumtahanah: 8)

Berdasarkan ayat di atas, bahwa kita tidak mengapa berlaku adil dan berbuat baik kepada orang kafir, baik ia sebagai kafir dzimmi (yang tinggal di negeri Islam dengan membayar jizyah/pajak), kafir musta’min (meminta perlindungan), kafir mu’ahad (yang mengikat perjanjian), selama dia bukan kafir harbi (yang memerangi kaum muslimin).

8.       Adil dalam hukum

Pada saat Fathu Makkah, ada seorang wanita yang mencuri, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menegakkan had kepadanya dan memotong tangannya, maka keluarga wanita itu pergi menemui Usamah bin Zaid dan memintanya agar memberikan syafaat (pembelaan) untuknya di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan agar Beliau tidak memotong tangannya, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat mencintai Usamah. Ketika Usamah berusaha memberikan syafaat untuk wanita itu, maka berubahlah wajah (marah) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Beliau bersabda kepadanya, “Apakah kamu hendak memberikan syafaat pada salah satu di antara had-had Allah?” Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dan berkhutbah kepada manusia, Beliau bersabda,

إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Sesunggguhnya binasanya orang-orang sebelum kamu adalah karena apabila orang terhormat di kalangan mereka mencuri, maka mereka membiarkannya, dan apabila orang yang lemah di antara mereka mencuri, maka mereka tegakkan had terhadapnya. Demi Allah, kalau sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku akan potong tangannya.” (Hr. Bukhari)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Adil memiliki banyak keutamaan, di antaranya:

1. Adil merupakan kedudukan yang besar di sisi Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Dan berbuat adillah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” (QS. Al Hujurat: 9)

Seorang sahabat yang mulia, yaitu Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, “Amal yang dilakukan oleh pemimpin yang adil kepada rakyatnya sehari saja lebih utama daripada ibadah ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus tahun.”

2. Adil merupakan keamanan bagi manusia di dunia. Ada riwayat, bahwa utusan raja-raja pernah datang untuk menghadap Umar bin Khaththab, lalu ia menemukan Umar dalam keadaan tidur di bawah sebuah pohon. Ia heran, mengapa ada seorang pemerintah kaum muslimin yang tidur tanpa penjaga, ia pun berkata,”Engkau telah memerintah secara adil sehingga engkau merasakan keamanan dan engkau pun dapat tidur wahai Umar.”

3. Adil adalah dasar kekuasaan

Salah seorang gubernur pernah menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz radhiyallahu 'anhu, dimana ia meminta kepadanya harta dalam jumlah besar untuk membangun pagar di sekeliling kota pemerintahannya, maka Umar berkata kepadanya, ”Apa manfaatnya pagar-pagar? Bentengilah dengan keadilan dan bersihkanlah jalan-jalannya dari kezaliman.”

4. Adil dapat memberikan keamanan bagi orang yang  lemah dan fakir serta membuatnya merasa bangga dan percaya diri.

5. Adil menyebarkan kecintaan di antara manusia dan antara pemerintah dengan rakyatnya.

6. Adil menghalangi orang zalim dari melakukan kezaliman, orang yang rakus dari sikap serakahnya serta dapat memelihara hak, kepemilikan, dan kehormatan.

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ، وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

الَلَّهُمَّ اجْعَلْنَا لِنِعَمِكَ شَاكِرِيْنَ، وَلِآلاَئِكَ مُتَفَكِّرِيْن، وَلِحُدُوْدِكَ مُحَافِظِيْنَ، وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Khutbah Jumat: Bulan Rajab Dalam Sorotan

Kamis, 26 Januari 2023

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Bulan Rajab Dalam Sorotan

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam dan nikmat taufiq sehingga kita dapat melangkahkan kaki kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu shalat Jumat berjamaah.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Saat ini kita telah berada di bulan Rajab. Bulan Rajab termasuk di antara empat bulan haram, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضِ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ .

"Sesungguhnya zaman itu beredar seperti biasanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan Rajab Mudhar pertengahan antara Jumada (Tsaniyah) dan Sya'ban." (Hr. Bukhari-Muslim)

Disebut bulan Rajab dengan Rajab Mudhar oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah karena di antara sekian kabilah bangsa Arab, kabilah Mudhar-lah yang sangat memuliakannya.

Para ulama berbeda pendapat tentang mengapa empat bulan itu dinamakan bulan haram. Ada yang mengatakan, "Karena tingginya kemuliaan bulan itu dan sangat haramnya melakukan dosa di bulan-bulan itu",

Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan –dari Ibnu Abbas-, ia berkata, "Allah mengkhususkan empat bulan dan menjadikannya haram (terpelihara) serta meninggikan kemuliaannya, menjadikan berbuat dosa di bulan-bulan itu lebih besar dosanya dan menjadikan amal saleh (di bulan-bulan itu) lebih besar pahalanya."

Di antara ulama ada juga yang mengatakan, bahwa dinamakan sebagai bulan haram, karena haramnya melakukan peperangan di bulan-bulan itu.

Adapun mengapa bulan ini disebut "Rajab" menurut Ibnu Rajab adalah karena bulan itu "Yurjab", yakni dimuliakan, dikatakan "Rajaba fulaanun maulaah" yakni 'azh-zhamah' (si fulan memuliakan tuannya). Ada juga yang mengatakan bahwa hal itu karena para malaikat memuliakan dengan bertasbih dan bertahmid di bulan itu, namun hadits tentang hal ini palsu.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Dahulu kaum Jahiliah memuliakan bulan Rajab, terlebih kabilah Mudhar, oleh karena itu dalam hadits di atas disebutkan "Wa Rajab mudhara…dst"

Ibnul Atsir dalam An Nihayah berkata, "Diidhafatkan (dihubungkan) kata-kata Rajab dengan Mudhar, karena mereka (kabilah Mudhar) memuliakannya berbeda dengan lainnya.”

Di antara bentuk penghormatan mereka terhadap bulan itu adalah dengan mengharamkan perang di bulan itu, sampai-sampai mereka menamakan perang yang terjadi di bulan itu dengan nama "Harbul Fajaar"  (perang pelanggaran).

Mereka juga melakukan penyembelihan di bulan itu dengan nama "Al 'Atiirah", berupa kambing yang mereka sembelih untuk berhala mereka lalu darah tersebut dituangkan ke kepalanya. Kemudian Islam datang membatalkan perbuatan itu sebagaimana dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim,

لَا فَرَعَ وَلَا عَتِيْرَةَ

"Tidak ada lagi fara' (penyembelihan kepada berhala) dan 'Atiirah."

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Sebagaian kaum salaf berkata, "Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban adalah bulan menyiram tanaman, sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan memetik hasilnya."

Dalam sebuah doa yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam padahal bukan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dha'if) disebutkan,

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

"Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan."

Untuk lebih rincinya mari kita bedah hal-hal yang berkaitan dengan bulan Rajab.

?  Keutamaan bulan Rajab

Ibnu Hajar rahimahullah pernah berkata, "Tidak ada hadits shahih yang bisa dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, maupun berpuasa di bulan itu dan hari-harinya, demikian juga tidak ada (keutamaan) melakukan qiyamul lail khusus di bulan itu…dst.” (Tabyiinul 'ajab fiimaa warada fii fadhli Rajab hal. 9)

Ia juga mengatakan di kitab yang sama hal. 8, "Adapun hadits-hadits tegas yang datang tentang keutamaan Rajab ataupun keutamaan berpuasa di bulan itu dan hari-harinya dapat disimpulkan menjadi dua bagian; bisa dha'if, bisa juga maudhu' (palsu)…dst."

Demikian juga tentang Umrah di bulan Rajab, sama sekali tidak ada asal-usulnya tentang keistimewaan umrah di bulan ini, bahkan yang ada keterangannya adalah berumrah di bulan Ramadhan sebagaimana dalam hadits yang shahih,

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً

"Berumrah di bulan Ramadhan itu seperti hajji."

Abu Bakar ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya (no. 9758) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Kharasyah bin Hur ia berkata, “Aku melihat Umar memukul telapak tangan manusia pada bulan Rajab sehingga mereka meletakkan tangannya di mangkuk besar, lalu Umar berkata, “Makanlah, karena Rajab hanyalah bulan yang dimuliakan oleh kaum Jahiliyah.”

Dalam riwayat Thabrani dalam Al Awsath (no. 7636) disebutkan, bahwa Kharasyah bin Hur berkata, “Aku melihat Umar bin Kahththab memukul tangan manusia yang berpuasa pada bulan Rajab sehingga mereka terpaksa meletakkan tangannya pada makanan, lalu Umar berkata, “Apa itu Rajab? Rajab adalah bulan yang dimuliakan kaum Jahiliyyah. Setelah Islam datang, maka ditinggalkan.”

Dalam Al Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah (no. 9761) dengan sanad yang shahih juga disebutkan, “Dari Ashim bin Muhammad, dari ayahnya ia berkata, “Ibnu Umar saat melihat orang-orang mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Rajab, maka ia membencinya.”

Sedangkan dalam Mushannaf Abdurrazzaq (no. 7854) dengan sanad yang shahih juga dari Ibnu Juraij, dari Atha ia berkata, “Ibnu Abbas melarang berpuasa Rajab agar hal itu tidak dijadikan sebagai perayaan.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun puasa Rajab secara lebih khusus, maka hadits-haditsnya; semuanya dhaif bahkan maudhu (palsu), dimana Ahli Ilmu sama sekali tidak bersandar kepadanya, dan kedhaifannya tidak termasuk ke dalam golongan dhaif yang masih bisa diriwayatkan dalam Fadhailul a’mal, bahkan pada umumnya adalah palsu yang dibuat secara dusta.” (Al Majmu 25/290)

Ibnu Taimiyah melanjutkan kata-katanya, “Suatu ketika Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu anhu melihat keluarganya membeli beberapa cangkir untuk air dan bersiap-siap puasa, maka ia berkata, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Menyambut Rajab.” Abu Bakar berkata, “Apakah kalian ingin menyamakannya dengan bulan Ramadhan?" Lalu ia memecahkan cangkir itu.” 

?  Shalat Raghaa'ib

Memang ada hadits yang menjelaskan tentang sifat shalat Raghaa'ib dan keutamaannya seperti yang disebutkan dalam kitab Ihyaa' Uluumiddiin karya Al Ghazaaliy rahimahullah 1/202 berikut:

عن أنس عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: "ما من أحد يصوم يوم الخميس (أول خميس من رجب) ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة يعني ليلة الجمعة اثنتي عشرة ركعة ، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة و((إنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ)) ثلاث مرات، و((قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)) اثنتي عشرة مرة ، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة ، فإذا فرغ من صلاته صلى عليّ سبعين، فيقول في سجوده سبعين مرة: (سبوح قدوس رب الملائكة والروح) ، ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة: رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم ، إنك أنت العزيز الأعظم ، ثم يسجد الثانية فيقول مثل ما قال في السجدة الأولى ، ثم يسأل الله (تعالى) حاجته ، فإنها تقضى".. قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: "والذي نفسي بيده ، ما من عبد ولا أَمَة صلى هذه الصلاة إلا غفر الله له جميع ذنوبه ، ولو كانت مثل زبد البحر ، وعدد الرمل ، ووزن الجبال ، وورق الأشجار ، ويشفع يوم القيامة في سبعمئة من أهل بيته ممن قد استوجب النار

Dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, "Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis (Kamis pertama bulan Rajab), kemudian melakukan shalat antara setelah Isya dengan permulaan malam yakni pada malam Jumat sebanyak 12 rakaat, dimana pada setiap rakaat dibacanya Al Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr 3 kali, Qulhuwallahu ahad 12 kali, setiap antara dua rakaat dipisah dengan salam, setelah selesai shalat bershalawat kepadaku 70 kali, ketika sujudnya mengucapkan "Suubuhun qudduusun Rabbul malaaikati war ruuh" 70 kali, lalu mengangkat kepalanya dan membaca sebanyak 70 kali "Rabbighfir warham, wa tajaawaz 'ammaa ta'lam, innaka antal 'aziizul a'zham", kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti di sujud pertama. Setelah itu, ia meminta kepada Allah Ta'ala hajatnya, maka akan ditunaikan…Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan (sabdanya), "Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba laki-laki maupun wanita melakukan shalat ini sekali saja kecuali Allah akan mengampuni semua dosanya meskipun sebanyak buih di lautan, sebanyak jumlah pasir, seberat gunung, sebanyak daun di pohon dan akan diberikan syafaat untuk 700 orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka."

Namun hadits ini menurut para ulama adalah hadits yang maudhu' (palsu).

Ibnun Nuhaas mengatakan, "Perbuatan itu adalah bid'ah, hadits yang menyebutkan tentang hal itu palsu dengan kesepakatan ahli hadits." (Tanbiihul Ghaafiliin hal. 496)

Di antara ulama lain yang menjelaskan kepalsuan hadits di atas adalah Ibnul Jauziy dalam Al Maudhuu'aat, Al Haafizh Abul Khaththab dan Abu Syaamah (lihat kitab Al Baa'its 'alaa inkaaril bida' wal hawaadits).

Demikian juga Ibnul Haaj dalam Al Madkhal (1/211), juga Ibnu Rajab dan para ulama lainnya.

Oleh karena itu Imam Nawawi berkata, "Perbuatan itu adalah bid'ah yang buruk, perlu diingkari dengan keras, isinya mengandung banyak kemungkaran, sudah tentu harus ditinggalkan dan dijauhi serta mengingkari pelakunya." (Fatawa Al Imam An Nawawiy hal. 57)

Pencantuman hadits tersebut di kitab Ihyaa' Uluumiddin, karena Imam Al Ghazaali -rahimanillah wa iyyah- memang mengakui bahwa dirinya tidak ahli dalam masalah hadits, ia sendiri berkata,

اَنَا مُزْجَى اْلبِضَاعَةِ فِيْ عِلْمِ الْحَدِيْثِ

"Perbendaharaan saya dalam ilmu hadits sangat kurang."

Demikian juga tidak ada dasarnya shalat "Alfiyyah" yang dilakukan pada hari pertama bulan Rajab dan pada pertengahan bulan Sya'ban. Termasuk juga shalat "Ummu Daawud" yang dilakukan pada pertengahan Rajab, ini semua adalah diada-adakan, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ

"Barang siapa yang mengerajakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ عَظِيْمِ الْإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْإِمْتِنَانِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَجُنْدِهِ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Termasuk mukjizat besar Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah diperjalankan Beliau oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian dinaikkan ke langit, namun tidak ada riwayat yang shahih bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 bulan Rajab. Ibnu Hajar menukil dari Ibnu Dihyah, bahwa sebagian tukang cerita menyebutkan bahwa kejadian Israa' itu pada bulan Rajab", lalu ia (Ibnu Hajar) mengomentari dengan mengatakan, "Itu adalah dusta." (Tabyiinul 'Ajab hal.6)

Ibnu Rajab berkata, "Diriwayatkan pernyataan itu dengan isnad yang tidak shahih dari Al Qaasim bin Muhammad bahwa Isra'nya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada tanggal 27 Rajab, namun hal itu diingkari oleh Ibrahim Al Harbiy dan lainnya." (Zaadul Ma'aad karya Ibnul Qayyim 1/275)

Kalau pun diketahui kapan terjadinya, namun tetap tidak disyariatkan memperingatinya, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan para tabi'in tidak memperingatinya.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Selanjutnya, adakah peristiwa besar di bulan Rajab?

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Ada riwayat bahwa di bulan Rajab ada peristiwa-peristiwa besar, namun sama sekali tidak shahih, ada (juga) riwayat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lahir di malam pertamanya, Beliau diutus pada malam ke-27-nya atau 25-nya, namun semua itu tidak ada yang shahih…dst." (Lathaa'iful Ma'aarif hal. 233)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata,

اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ , كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Ikutilah (Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam) dan jangan mengada-ada, karena kalian sudah dicukupi. Setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Waki dalam Az Zuhd 1/357, dan Ahmad dalam Az Zuhd hal. 162. Haitsami dalam Majmauz Zawaid (1/181) berkata, “Para perawinya adalah perawi kitab shahih.”)

Sufyan Ats Tsauriy pernah mengatakan,

كَانَ اْلفُقَهَاءُ يَقُوْلُوْنَ: لاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ إِلاَّ بِعَمَلٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ

“Dahulu kalangan para ahli fiqh berkata, "Ucapan itu tidak akan lurus tanpa amal, ucapan dan amal pun tidak akan lurus tanpa niat, demikian juga ucapan, amal dan niat tidak akan lurus tanpa sesuai dengan As Sunnah." (Al Ibaanah Al Kubraa karya Ibnu Baththah 1/333)

Dengan demikian, hendaknya amal yang kita lakukan didasari dalil yang shahih dari Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam agar amal kita diterima.

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ، وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

 وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger