Amalan Ringan Berpahala Besar (1)

Senin, 21 Maret 2022

 بسم الله الرحمن الرحيم



Amalan Ringan Berpahala Besar (1)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut hadits-hadits yang menyebutkan amalan ringan namun berpahala besar yang diambil dari risalah A’mal Yasirah wa Ujur ‘Azhimah yang diterbitkan oleh AlBetaqa.com. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Amalan Ringan Berpahala Besar

1.   Membaca doa setelah mendengar azan.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ketika telah mendengar azan berdoa, “Allahumma Rabba Haadzihid da’watit taammah…dst.” (Artinya: Ya Allah pemilik seruan yang sempurna ini, pemilik shalat yang akan didirikan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah (perantara) dan keutamaan. Bangkitkanlah dia di tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan), maka ia berhak mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat.” (Hr. Bukhari)

2.   Membaca doa setelah wudhu.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

" مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُبْلِغُ - أَوْ فَيُسْبِغُ - الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ "

“Tidak ada seorang pun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, lalu ia mengucapkan “Asyhadu allaaiilahaillallah…dst.”(artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya), melainkan akan dibukakan untuknya pintu surga yang berjumlah delapan; dimana ia boleh masuk dari pintu mana saja yang dia mau.”  (Hr. Muslim)

3.   Keutamaan menyempurnakan wudhu.

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ، حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ»

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berwudhu dan memperbagus wudhunya, maka akan keluar dosa-dosanya hingga keluar dari bawah kukunya.” (Hr. Muslim)

4.   Banyak melangkahkan kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ الْجَمَاعَةِ فَخُطْوَةٌ تَمْحُوْ سَيِّئَةً وَخُطْوَةٌ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ ذَاهِبًا وَرَاجِعًا

Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah, maka langkah yang satu menghapuskan dosa, sedangkan langkah yang satu lagi dicatatkan untuknya satu kebaikan; baik ketika ia berangkat maupun ketika ia pulang.” (Hr. Ahmad dengan isnad yang shahih, Thabrani, dan Ibnu Hibban dalam shahihnya, dinyatakan hasan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib no. 2999)

5.   Mandi dan bersegera mendatangi shalat Jumat.

عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ الثَّقَفِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ، ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ، وَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا»

Dari Aus bin Aus Ats Tsaqafi ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membasuh rambutnya dan seluruh badannya (mandi) pada hari Jumat, lalu berangkat lebih awal, ia pun berjalan dan tidak menaiki kendaraan, mendekat dengan imam dan menyimak khutbahnya serta tidak melakukan hal yang sia-sia, maka setiap langkahnya ia memperoleh amalan setahun, yaitu pahala puasa dan qiyamullailnya.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)   

6.   Melakukan shalat Dhuha.

Dari Abu Dzar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

"Setiap pagi hari persendian masing-masing kalian ada sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan setiap tahlil (ucapan Laailaahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma'ruf dan nahi mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat shalat Dhuha." (Hr. Muslim)

7.   Duduk menunggu tibanya waktu shalat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " المَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ، مَا لَمْ يُحْدِثْ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ، لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا دَامَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ ، لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا الصَّلاَةُ "  

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Para malaikat mendoakan salah seorang di antara kamu ketika ia berada di tempat shalatnya selama belum berhadats sambil berkata, “Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, rahmatilah dia.” Salah seorang di antara kamu dianggap dalam shalat ketika karena shalat yang membuatnya tetap berada di tempatnya, dimana tidak ada yang menghalanginya pulang ke rumah kecuali karena shalat.” (Hr. Bukhari)

8.   Menjaga shalat sunah rawatib.

عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الْفَجْرِ صَلَاةِ الْغَدَاةِ "

Dari Ummu Habibah radhiyallahu anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang shalat dalam sehari-semalam dua belas rakaat, maka akan dibangunkan istana untuknya di surga, yaitu: empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan dua rakaat sebelum fajar atau Subuh.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

9.   Meninggalkan perdebatan dan berdusta meskipun sekedar bercanda

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا، وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ»

Dari Abu Umamah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku menjamin sebuah istana di sekitar surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar, dan menjamin istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun bercanda, dan menjamin istana di bagian atas surga bagi orang yang memperbaiki akhlaknya.”  (Hr. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)

10.  Menjaga shalat berjamaah dalam waktu empat puluh hari.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِي جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتَانِ: بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاق  

Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang shalat karena Allah dalam waktu empat puluh hari dengan berjamaah, dimana ia mendapatkan takbiratul ihram pada saat itu, maka akan dicatat lepas dari dua, yaitu: lepas dari neraka dan lepas dari kemunafikan.” (Hr. Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani)

11.       Melaksanakan shalat lima waktu berjamaah.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً»

Dari Ibnu Umar radiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan 27 derajat.” (Hr. Muslim)

12.            Menyalatkan jenazah, mengiringinya, dan menguburkannya.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه -قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ شَهِدَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ، فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ» ، قِيلَ: وَمَا القِيرَاطَانِ؟ قَالَ: «مِثْلُ الجَبَلَيْنِ العَظِيمَيْنِ»  

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menghadiri sebuah jenazah lalu menyalatkan, maka dia akan mendapatkan satu qirat. Barang siapa yang menghadirinya sampai jenazah dimakamkan maka dia akan memperoleh pahala dua qirat.” Ada yang bertanya, “Berapa dua qirath itu?” Beliau bersabda, “Seperti dua buah gunung yang besar.” (Hr. Bukhari dan Muslim)

13.            Keutamaan menyatakan Tuhan kami adalah Allah, agama kami adalah Islam, dan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah nabi dan Rasul.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " مَنْ قَالَ: رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ "  

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyatakan ‘aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai rasul’, maka ia berhak masuk surga.” (Hr. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al Albani)

14.   Berniat jujur agar menjadi syuhada.

عَنْ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ سَأَلَ اللهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ، بَلَّغَهُ اللهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ، وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ»

Dari Sahl bin Hunaif, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meminta syahid kepada Allah dengan jujur, maka Allah akan sampaikan ia kepada kedudukan para syuhada meskipun ia wafat di atas tempat tidurnya.” (Hr. Muslim)

15.   Menyenangkan hati seorang muslim.

عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ، يَرْفَعْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: " مِنْ أَفْضَلِ الْعَمَلِ إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى الْمُؤْمِنِ: يَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، يَقْضِي لَهُ حَاجَةً، يُنَفِّسُ عَنْهُ كُرْبَةً

Dari Ibnul Munkadir yang ia sambung kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, “Termasuk amalan yang paling utama adalah menyenangkan hati seorang mukmin, yaitu dengan membayarkan utangnya, memenuhi kebutuhannya, dan menyingkirkan penderitaannya.” (Hr. Baihaqi dalam Asy Syu’ab, dinyatakan shahih mursal oleh Syaikh Al Albani dan memiliki syahid dari hadits Ibnu Umar dengan sanad hasan).

Bersambung…

Wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Kisah Thalhah bin Ubaidillah

 بسم الله الرحمن الرحيم



Kisah Thalhah bin Ubaidillah

radhiyallahu 'anhu

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut kisah Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Masa Kecil Thalhah

Thalhah terlahir dari pasangan Ubaidillah dan Ash Sha’bah binti Al Hadhrami. Uaidillah termasuk tokoh penduduk Mekkah dan memiliki kedudukan di tengah-tengah mereka. Di bawah asuhan ayah dan ibunya inilah Thalhah tumbuh dewasa dan mengambil banyak pelajaran dari mereka berdua tentang kehidupan dan akhlak yang mulia. Sehingga ketika usianya semakin dewasa, ia pun menikah dengan Hamnah binti Jahsy yang merupakan saudari dari Zainab binti Jahsy istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Thalhah tumbuh besar di Mekkah, sehingga beliau tahu dataran rendah dan lembah-lembah yang ada di sana, beliau juga sering berpindah-pindah di antara perbukitan dan gunung-gunung di sana serta melakukan latihan memanah.

Saat usianya semakin dewasa, maka ia memilih profesi sebagai pedagang, sehingga ia pun tahu pasar-pasar yang ada di Basrah dan Syam dan ia dikenal sebagai pedagang yang jujur dan amanah.

Kabar gembira pun datang

Saat perjalanan dagang beliau ke Basrah, dimana orang-orang sibuk berjual-beli di pasar, tiba-tiba ia mendengar seorang yang menyeru, “Wahai para pedagang! Adakah di antara kalian seorang yang berasal dari penduduk tanah haram?” Maka orang-orang melihatnya dan ternyata orang itu adalah seorang rahib yang berasal dari Syam yang tempat ibadahnya sangat banyak jumlahnya di jalan-jalan.

Thalhah pun bangkit dan berkata, “Saya berasal dari tanah haram.”

Maka rahib itu berkata, “Apakah telah diutus ke tengah-tengah kalian nabi akhi zaman?”

Thalhah balik berkata, “Siapa memangnya nabi akhir zaman?”

Rahib itu berkata, “Beliau adalah Ahmad penutup para nabi dan rasul, ia akan keluar di tanah haram, kemudian hijrah ke daerah yang terdapat pohon kurma dan air. Jika engkau sanggup untuk lebih dulu beriman kepadanya sebelum yang lain, maka lakukanlah!” (sebagaimana dalam riwayat Hakim dalam Al Mustadrak, Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqat dan Ibnu Katsir dalam Al Bidayah)

Rahib itu pun pergi dan Thalhah kemudian berfikir terhadap pernyataannya itu. Setelah urusan dagangnya selesai, maka ia segera kembali ke Mekkah untuk mengecek kebenaran berita yang disampaikannya.

Saatnya kebahagiaan itu datang

Thalhah sebagaimana yang lainnya, ingin kehadiran nabi akhir zaman yang dapat mengeluarkan manusia dari zaman Jahiliyyah yang diliputi kebodohan dan penderitaan kepada zaman pengetahuan dan kebahagiaan. Tidak lama kemudian, apa yang diharapkan itu pun tiba dengan munculnya cahaya Islam ke dunia dengan turunnya malaikat JIbril membawa wahyu kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pun diutus dan ketika itu orang yang beriman kepada Beliau di antaranya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu.

Saat Thalhah mendapatkan berita itu, maka dia tidak menunggu nanti, bahkan ketika Abu Bakar mengajaknya ia pun segera menyambutnya dan mengetahui dengan yakin bahwa Muhammad seorang yang jujur dan amanah adalah seorang Nabi, dan tidak mungkin pedagang yang jujur dan amanah yaitu Abu Bakar berkumpul bersama Beliau di atas kesesatan.

Thalhah pun segera pergi mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menyatakan keislamannya. Ia termasuk As Sabiqunal Awwalun (orang-orang yang segera masuk Islam).

Meskipun ia memiliki kedudukan di masyarakat, namun ia tetap saja disakiti di jalan Allah, namun Allah segera angkat penderitaan dan cobaan itu darinya.

Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, maka Thalhah juga ikut berhijrah bersama kaum muhajirin.

Kabar gembira menjadi syuhada

Thalhah senantiasa bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga dapat belajar banyak kebaikan dari Beliau serta dapat meniru akhlak Beliau yang mula.

Suatu ketika saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqqash berada di atas gunung Hira, maka gunung Hira pun bergetar, lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«اسْكُنْ حِرَاءُ فَمَا عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ، أَوْ صِدِّيقٌ، أَوْ شَهِيدٌ»

“Tenanglah wahai HIra! Karena di atasmu hanya ada Nabi, orang yang shiddiq, atau orang yang akan mati syahid.” (Hr. Muslim)

Setelah Thalhah mengetahui bahwa dirinya akan mati syahid, maka ia segera mencari kesyahidan dalam berbagai pertempuran, karenanya ia hadir dalam semua pertempuran bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam selain dalam perang Badar.

Sebab tidak hadir dalam perang Badar

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersama sebagian para sahabat keluar untuk mendatangi kafilah Quraisy yang pergi dari Mekkah menuju Syam, namun kafilah itu berhasil lolos. Tetapi ketika tiba waktu kafilah itu pulang dari Syam menuju Mekkah, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengirim Thalhah bin Ubaidillah bersama Said bin Zaid ke arah utara untuk mencari kabar tentang kafilah Quraisy itu, hingga keduanya sampai di sebuah tempat bernama Rauha dan mereka berdua tetap berada di sana hingga lewat kafilah Abu Sufyan dan sampai berita itu ke telinga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebelum kedatangan Thalhah dan Said. Oleh karena itulah, mereka berdua tidak hadir dalam perang Badar karena tidak tahu terjadinya perang itu kecuali setelah mereka pulang ke Madinah.

Saat Thalhah dan Said pulang ke Madinah dan mengetahui kemenangan kaum muslimin terhadap kaum musyrik, maka mereka berdua sangat bergembira sekali, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan kepada keduanya ghanimah yang diperoleh kaum muslimin dalam perang Badar.

Ketika terjadi perang Uhud

Kaum musyrik tidak putus asa dengan peristiwa yang menimpa mereka dalam perang Badar, maka mereka pun mempersiapkan diri selama setahun untuk melawan kaum muslimin, sehingga ketika tiba waktu pertempuran berikutnya, maka bertemulah pasukan kaum muslimin dengan pasukan kaum musyrik di perang Uhud, dimana ketika itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah menyiapkan 50 orang regu pemanah di atas bukit yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak meninggalkan bukit baik kaum muslimin memperoleh kemenangan atau kekalahan.

Peperangan pun dimulai, para sahabat berperang dengan gagah berani dan ikhlas, sehingga di awal pertempuran kemenangan diraih oleh kaum muslimin dan kaum musyrik pun melarikan diri, tetapi regu pemanah yang berada di atas bukit mengira bahwa peperangan telah selesai, sehingga 40 orang dari mereka pun turun untuk mengumpulkan ghanimah, lalu Abdullah bin Jubair menasihati mereka, “Janganlah kalian meninggalkan bukit! Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan demikian kepada kalian.” Mereka balik menjawab, “Peperangan telah selesai dan kita turun untuk mengumpulkan ghanimah.” Maka turunlah 40 orang dari mereka, sedangkan 10 orang lagi tetap berada di atas bukit.

Saat itu Khalid bin Walid yang masih musyrik memanfaatkan kesempatan ini, maka ia segera menarik pasukan dan memutar balik hingga sampai di barisan belakang kaum muslimin. Ia pun berhasil menghabisi Abdullah bin Jubair dan kawan-kawannya kemudian menyerang kaum muslimin dari belakang.

Para penunggang kuda pun berteriak dengan teriakan yang dapat diketahui kaum musyrik yang kalah itu agar kembali bangkit menyerang, maka mereka pun menyerang kembali kaum muslimin, lalu salah seorang wanita dari kalangan mereka yaitu Amrah binti Alqamah Al Haritsiyyah segera mengambil panji kaum musyrik yang telah jatuh ke tanah kemudian mengangkat kembali, lalu kaum musyrik kembali berkumpul di hadapan Khalid dan mengerumuninya kemudian mereka saling memanggil, maka ketika mereka telah berkumpul, mulailah mereka menyerang kaum muslimin dan melanjutkan peperangan sehingga kaum muslimin terkepung dari depan dan belakang.

Ketika itulah kaum musyrik ingin membunuh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka Beliau segera memanggil kaum muslimin, “Kemarilah! Aku adalah Rasulullah.” Orang-orang musyrik pun mendengar suara itu lalu mereka berusaha mendatangi Beliau untuk membunuhnya, namun mereka menghadapi sembilan orang para sahabat yang bergegas melindungi Beliau, dimana tujuh orang dari mereka berasal dari Anshar, sedangkan dua orang lain berasal dari kaum Muhajirin yaitu Saad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidullah radhiyallahu anhuma. Mulailah tujuh orang sahabat dari kalangan Anshar maju untuk membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, namun mereka semua gugur sebagai syuhada. Sedangkan terhadap Saad bin Abi Waqqas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam terus memberikan anak panah kepadanya sambil bersabda, “Lepaslah panah itu, ayah dan ibuku menjadi tebusan bagimu.”

Sedangkan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhu, maka ia bangkit melawan serangan kaum musyrik dan terus melindungi Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang ketika itu kaum musyrik terus mendekat, sehingga jari-jari beliau putus karena tebasan pedang musuh sampai ia berkata, “Has,” (aduh) Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«لَوْ قُلْتَ بِسْمِ اللَّهِ لَرَفَعَتْكَ الْمَلَائِكَةُ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ »

“Kalau sekiranya engkau mengucapkan ‘Bismillah’ tentu para malaikat akan mengangkatmu sedangkan orang-orang menyaksikan,” (Hr. Nasa’i)

Kemudian Allah menghindarkan serangan kaum musyrik.

Dalam sebuah riwayat Ahmad disebutkan,

لَوْ قُلْتَ بِسْمِ اللَّهِ لَرَفَعَتْكَ الْمَلَائِكَةُ لَرَأَيْتَ يُبْنَى لَكَ بِهَا بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ وَأَنْتَ حَيٌّ فِى الدُّنْيَا

“Kalau sekiranya engkau mengucapkan ‘Bismillah’ tentu para malaikat akan mengangkatmu, sehingga engkau akan menyaksikan istana yang dibuatkan untukmu di surga sedangkan engkau masih hidup di dunia.”

Demikianlah Thalhah terus melindungi Nabi shallallahu alaihi wa sallam hingga berhasil membawa Nabi shallallahu alaihi wa sallam ke belakang pasukan dan tiba di sebuah batu yang besar dan tinggi, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam naik ke atasnya dan bersabda, “Thalhah berhak (surga)! Ya Allah, tetapkanlah surga bagi Thalhah.” Oleh karenanya Thalhah termasuk sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

Dalam perang itu, Thalhah terluka sebanyak 39 atau 35 luka, sedangkan jari telunjuk dan jari sebelahnya lumpuh.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam sampai bersabda tentang Thalhah,

«مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى شَهِيدٍ يَمْشِي عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ»

“Barang siapa yang ingin melihat seorang yang syahid yang masih berjalan di atas permukaan bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.” (Hr. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani)

Bersangka baik dengan saudara-saudaranya

Suatu hari seseorang datang kepadanya dan berkata, “Kami mendengar beberapa hal tentang Abu Hurairah yang tidak kami dengar dari engkau.” Sepertinya orang ini ragu-ragu terhadap Abu Hurairah karena banyaknya riwayat yang beliau sampaikan. Namun Abu Thalhah berkata, “Ketahuilah! Ia telah mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang kami tidak mendengarnya, maka saya tidak ragu-ragu terhadapnya dan saya akan sampaikan kepadamu, bahwa kami adalah orang-orang yang punya rumah, kami mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pagi dan petang, sedangkan Abu Hurairah seorang yang miskin yang tidak memiliki harta, dia berada di dekat pintu rumah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka aku tidak ragu jika ia mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang tidak kami dengar. Apakah engkau prnah mendapati seorang yang memiliki kebaikan berkata mengatasnamakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang tidak beliau ucapkan?” (Diriwayatkan oleh Tirmidzi, menurut Al Arnaut, para perawinya tsiqah, dan dihasankan oleh Al Hafizh dalam Al Fath)

Thalhah yang dermawan

Tidak heran jika ia berinfak tanpa takut miskin, karena ia di bawah pendidikan sayyidul mursalin (pemimpin para rasul), sayyiduz zahidin (pemimpin orang-orang yang zuhud) dan imamul muttaqin (pemimpin orang-orang yang bertakwa), Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Dari Musa dari ayahnya (Thalhah), bahwa ia pernah kedatangan harta dari Hadramaut sebanyak 700.000 dirham, maka semalaman ia tidak bisa tidur, maka istrinya berkata, “Ada apa denganmu?” ia menjawab, “Sejak semalam aku berfikir. Aku berkata dalam hatiku, “Apa yang difikirkan seorang hamba terhadap Rabbnya, dimana ia bemalam dengan harta sebanyak ini di rumahnya?” Istrinya berkata, “Apakah engkau melupakan kawan-kawan dan saudara-saudaramu ketika memiliki harta sebanyak itu. Saat pagi hari tiba, siapkanlah nampan dan piring, lalu bagikanlah harta itu kepada mereka.” Thalhah berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Engkau adalah wanita yang mendapatkan taufik putri dari seorang yang mendapatkan taufik (ia adalah Ummu Kultsum binti Ash Shiddiq).” Ketika tiba pagi hari, maka ia membagikannya antara kaum muhajirin dan Anshar. Ia kirim satu nampan untuk Ali, lalu istrinya berkata, “Wahai Abu Muhammad! Apakah kami tidak memperoleh bagian dari harta ini?” Ia menjawab, “Engkau di mana dari sejak pagi? Yang tersisa itu untukmu.” Istrinya berkata, “Ternyata sisanya sebuah kantong yang terdapat seribu dirham.” (Siyar A’lamin Nubala karya Adz Dzahabi 1/30-31)

Dari Al Hasan Al Basri bahwa Thalhah bin Ubaidillah menjual tanahnya dengan harga 700.000 dirham, maka semalaman ia tidak bisa tidur karena khawatir dengan harta sebanyak itu, keesokan harinya di pagi hari ia pun membagi-bagikannya. (Siyar A’lamin Nubala karya Adz Dzahabi 1/32)

Tibanya saat untuk berpisah

Setelah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhuma fitnah begitu banyak hingga Utsman bin Affan radhiyallahu anhu terbunuh sebagai syahid.

Saat Utsman dibunuh, maka Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam keluar bersama ibunda Aisyah radhiyallahu anha untuk menuntut darah Utsman radhiyallahu anhu.

Ketika itu, Thalhah sangat bersedih sekali karena perpecahan di tengah kaum muslimin dan sampai terjadinya peperangan di antara mereka.

Saat tiba di medan perang dan dilihatnya Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu berperang di pihak Ali bin Abi Thalib, tiba-tiba Thalhah dan Zubair ingat sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa Ammar akan dibunuh oleh kelompok yang durhaka, maka keduanya pun memisahkan diri dari pasukan itu. Saat itu Thalhah dan Zubair berada di pasukan Muawiyah yang memerangi Ammar, lalu keduanya memisahkan diri karena khawatir masuk ke dalam kelompok itu. Di samping itu, yang mendorong mereka berdua memisahkan diri dari peperangan itu adalah ucapan Ali bin Abi Thalib kepada Zubair, “Wahai Zubair! Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, “Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  bersabda, “Engkau akan memeranginya sedangkan engkau berbuat zalim kepadanya?” Zubair menjawab, “Aku ingat.” Zubair kemudian pergi meninggalkan peperangan itu.” (Sebagaimana diriwayatkan oleh Hakim, ia berkata, “Shahih isnadnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi.”)

Ketika itu Thalhah dan Zubair menarik diri dan saat memisahkan diri dari peperangan itu, mereka berdua dibunuh. Adapun Zubair, maka ia dibuntuti oleh Amr bin Jurmuz yang membunuhnya secara diam-diam. Sedangkan tentang Thalhah, ada yang mengatakan, bahwa ia dipanah tanpa diketahui siapa yang memanah. Ada yang mengatakan, bahwa yang memanahnya adalah Marwan bin Hakam.

Ketika Ali bin Abi Thalib mengetahui terbunuhnya Thalhah, maka ia mendatanginya dan turun dari hewan kendaraannya, mendudukannya dan menyingkirkan debu dari wajahnya dan janggutnya sambil mendoakan rahmat untuknya seraya berkata, “Wahai kiranya aku telah wafat dua tahun yang silam sebelum kejadian ini.”

Suatu hari Imran bin Thalhah menemui Ali bin Abi Thalib, lalu Ali menyambutnya dan mendekatkannya sambil berkata, “Saya berharap agar Allah menjadikanku dan ayahmu termasuk mereka yang difirmankan Allah Ta’ala,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ إِخْوَانًا عَلَى سُرُرٍ مُتَقَابِلِينَ

“Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” (Qs. Al Hijr: 47)

Penjagaan Allah terhadap jasadnya

Suatu hari Aisyah putri Thalhah bermimpi bahwa ayahnya memintanya untuk memindahkan kuburnya ke tempat lain karena kuburnya dipenuhi air dan basah.

Maka Aisyah memberitahukan mimpinya itu kepada kaumnya, lalu para mahramnya keluar bersamanya dan menggali kubur Thalhah dan mengeluarkan dari kuburnya, ternyata jasadnya masih seperti ketika dimakamkan sebelumnya tanpa ada yang berubah sedikit pun selain beberapa helai janggutnya. Padahal jasadnya telah dikubur 30 tahun lebih. Semoga Allah meridhai Thalhah dan menempatkan kita bersamanya di surga-Nya, aamiin.

Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji': As-habur Rasul lil Athfaal (Mahmud Al Mishri), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger