Koreksi Sebagian Riwayat Sirah Nabawiyyah

Jumat, 30 Juli 2021

 بسم الله الرحمن الرحيم



Koreksi Sebagian Riwayat Sirah Nabawiyyah

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut sedikit koreksi riwayat sirah Nabawiyyah merujuk kepada risalah Maa Syaa’a Walam Yatsbut Fis Sirah An Nabawiyyah karya Dr. Muhammad bin Abdulllah  Al ‘Ausyan, semoga Allah menjadikan penerjemahan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Koreksi Riwayat Sirah Nabawiyyah

1. Sebagian buku sirah menyebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lahir pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, namun pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwa Beliau lahir pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal. Adapun wafat Beliau pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 H.

2. Disebutkan, bahwa Beliau shallallahu alaihi wa sallam di masa muda ikut serta dalam Harbul Fijar (perang yang melanggar kesucian tanah dan bulan haram); Beliau menyiapkan anak panah untuk paman-pamannya. Namun riwayat ini sanadnya tidak shahih, bahkan yang tampak adalah bahwa Allah menjaga Beliau dari perang ini.

3. Disebutkan, bahwa Beliau menikahi Khadijah ketika usia Khadijah 40 tahun, namun ini adalah riwayat yang paling lemah. Bahkan riwayat yang lain menyebutkan, bahwa usia Khadijah ketika itu adalah 35 tahun, atau 28 tahun, atau 25 tahun. Dan Khadijah sampai melahirkan enam anak menguatkan pendapat bahwa usia Khadijah di bawah 40 tahun.

4. Disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika wahyu turun pernah hendak menjatuhkan dirinya dari puncak gunung. Ini juga riwayatnya tidak shahih.

5. Riwayat yang menyebutkan bahwa dakwah secara sirriyyah (sembunyi-sembunyi) dilakukan Beliau selama tiga tahun atau empat tahun juga tidak sahih. Namun tidak diragukan lagi bahwa dakwah Beliau di awalnya secara sirriyyah, akan tetapi lamanya dakwah secara sirriyyah tidak ada riwayat yang shahih menyebutkannya.

6. Hadits yang menyebutkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada pamannya, “Wahai paman! Kalau sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku…dst.” Sanadnya dha’if  . Yang shahih adalah sabda Beliau, “Aku tidak mampu meninggalkan hal itu meskipun kalian menimpakan suluh api daripadanya (matahari) kepadaku.” (Isnadnya hasan, Ash Shahihah 1/194)

7. Kisah keislaman Hamzah yang menyebutkan permusuhan Abu Jahal kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Menuurut Dr. Akram Al ‘Umariy, “Penjelasan rinci tentang keislaman Hamzah tidak diriwayatkan dari jalan-jalan yang shahih.”

8. Kisah keislaman Umar bin Khaththab saat menemui saudarinya Fathimah dan suaminya, dan pemukulan yang dilakukan kepadanya, pembacaannya terhadap surah Thaahaa dan masuk Islamnya setelah itu juga diriwayatkan dari jalur-jalur yang tidak shahih.

9. Kisah murtadnya Ubaidullah bin Jahsy dan pindahnya ke agama Nasrani meskipun masyhur, namun tidak diriwayatkan dengan sanad yang shahih dan bersambung. Bahkan pada dasarnya, ia meninggal dunia dalam keadaan muslim dan berhijrah ke negeri Habasyah.

10. Kisah Gharaniq, yakni saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam membaca surah An Najm dan ketika sampai pada ayat ‘Afa ra’aytumullaata wal ‘uzza’…dst. Lalu Beliau menyebutkan kata-kata ‘Tilkal Gharaaniqul ‘Ulaa wa inna syafa’atahunna la turtaja (Itulah burung-burung yang tinggi-dan bahwa syafaat merekalah yang diharapkan) kemudian Beliau sujud dan ikut sujud pula kaum musyrik yang hadir ketika itu, riwayatnya pun tidak shahih. Bahkan Syaikh Al Albani rahimahullah menulis risalah yang menerangkan kebatilan riwayat ini dalam risalahnya yang berjudul ‘Nashbul Majaaniq’.

11. Doa yang mayshur yang disampaikan Beliau saat meninggalkan Tha’if, yaitu: Ya Allah, kepada-Mulah aku mengadu akan kelemahan diriku. Jika Engkau tidak murka kepadaku…dst.” Kemudian kisah Beliau bertemu dengan Adas. Ibnu Hajar dan Al Albani berkata, “Ibnu Ishaq menyebutkannya dengan tanpa isnad. Namun asal kisah ini yakni perginya Beliau ke Tha’if untuk berdakwah ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim.”

12. Penamaan tahun ke-10 kenabian dengan tahun kesedihan ‘Aamul Huzn’ karena wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, dan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menamainya demikian, ini juga tidak shahih.

13. Hijrahnya Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu secara terang-terangan, lalu beliau berdiri dan berkata, “Siapa saja yang ingin ibunya kehilangan dirinya atau istrinya menjadi janda…dst.”adalah tidak shahih. Bahkan riwayat yang shahih adalah bahwa Beliau berhijrah secara sembunyi-sembunyi sebagaimana para sahabat yang lain.

14. Persekongkolan atau konspirasi di Darunnadwah, bermusyawarahnya kaum kafir Quraisy terkait tindakan apa yang harus mereka lakukan terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan hadirnya Iblis dalam wujud seorang laki-laki dari Nejed ketika itu, juga tidak diriwayatkan dengan sanad yang shahih.

15. Riwayat yang menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu menempati tempat tidur Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat Beliau hijrah untuk mengelabui kaum Quraisy juga tidak shahih riwayatnya.

16. Kisah laba-laba membuat sarang dan dua burung merpati berdiam di gua Tsur juga tidak sahih. Al Albani rahimahullah berkata, “Hadits tentang ini tidak shahih.” Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Ketika itu tidak ada sarang dan tidak ada burung merpati.”

17. Riwayat yang menyebutkan bahwa Asma radhiyallahu anha datang membawakan makanan untuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar di gua juga tidak shahih. Yang shahih adalah, bahwa Asma menyiapkan makanan untuk keduanya sebelum mereka berdua pergi meninggalkan rumah Abu Bakar radhiyallahu anhu.

18. Riwayat yang menyebutkan, bahwa Abu Bakar saat memasuki gua ketika hijrah menutup berbagai celah, dan sebagiannya Beliau tutup dengan kedua kakinya, lalu Beliau dipatuk ular juga tidak shahih. Namun tentang keutamaan Abu Bakar Ash Shaddiq disebutkan dalam banyak riwayat yang shahih.

19. Riwayat yang menyebutkan tentang dijanjikannya Suraqah dengan akan memakai gelang tangan Kisra tidak shahih. Riwayat ini termasuk riwayat mursal Al Hasan Al Bashri, tetapi tentang berhasilnya Suraqah menyusul Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim.

20. Nasyid terkenal dalam sejarah yang berbunyi ‘Thala’al badru ‘alainaa…dst.’ (telah muncul bulan purnama di tengah-tengah kami) adalah tidak shahih. Yang ada dalam kitab shahih adalah ‘Jaa’a Nabiyyullah’ dan ‘qadima Rasulullah’ (artinya: telah datang Nabiyyullah – telah tiba Rasulullah).

21. Tentang perjanjian yang diadakan dengan orang-orang Yahudi diriwayatkan dari jalur-jalur yang tidak shahih. Jalur-jalur tersebut telah diperiksa oleh Dhaidan Al Yami dalam risalahnya Bayanul Haqiqah fil Hukmi ‘alal Watsiqah.

22. Pengusiran orang-orang Yahudi Bani Nadhir karena sikap mereka hendak menimpakan batu penggilingan kepada Rasulullah shallallahu alahi wa sallam juga tidak shahih. Yang benar adalah bahwa mereka merencanakan untuk membunuh Nabi shallallahu alaihi wa sallam beserta sebagian sahabatnya.

23. Riwayat tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada seseorang dalam peristiwa perang Badar, “Kami berasal dari (mata) air,” saat Beliau bertanya kepadanya tentang kaum Qurasiy -. (Hr. Ibnu Ishaq secara munqathi atau terputus)

24. Perkataan Abu Hudzaifah saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang membunuh Al Abbas pada perang Badar, “Akankah kita membunuh orang tua kita, anak-anak kita, dan saudara-saudara kita, namun kita membiarkan Al Abbas? Demi Allah, jika aku menemuinya, tentu aku akan menebasnya dengan pedang.” Riwayat ini tidak shahih, dan tidak mungkin salah seorang sahabat berani membantah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

25. Kisah munculnya Iblis dalam wujud Suraqah bin Malik dalam perang Badar untuk mendorong kaum musyrik memerangi kaum muslimin, ia juga menjanjikan keamanan bagi mereka dengan adanya bantuan dari Kinanah di belakang mereka.

26. Kisah usulan Al Hubab radhiyallahu anhu dalam perang Badar terkait posisi kaum muslimin, yakni pertanyaannya, “Apakah ini sekedar pendapat, siasat, dan taktik perang?” Menurut Syaikh Al Albani adalah dha’if meskipun masyhur dalam kitab-kitab Al Maghaziy.

27. Pernyataan tentang Abu Jahal saat ia terbunuh dalam pada perang, “Ini adalah fir’aun umat ini,” tidak sahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

28. Kisah dikembalikannya mata Qatadah bin An Nu’man radhiyallahu anhu  saat jatuh ke bagian atas pipinya pada perang Badar. Ini juga tidak shahih. Dalam hal ini sudah cukup kisah pengobatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Ali dan Salamah radhiyallahu anhuma dalam perang Khaibar, dan kisah-kisah shahih lainnya.

29. Kisah Abu Ubaidah bin Jarrah membunuh ayahnya dalam perang Badar. Menurut Baihaqi, sanadnya terputus. Ada yang berpendapat, bahwa ayah Abu Ubaidah telah wafat lebih dulu sebelum datangnya Islam.

30. Kisah tentang pedang Ukkasyah bin Mihshan radhiyallahu anhu yang patah dalam perang Badar, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan kepadanya batang kayu bakar, lalu ia menggerakkannya kemudian berubah menjadi pedang. Adz Dzahabi berkata, “Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan tanpa sanad.”

31. Usaha yang dilakukan Umair bin Wahb untuk membunuh Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah perang Badar. Riwayat ini diisyaratkan ‘dhaif’ oleh Dr. Akram Al ‘Umari dan Syaikh Musa’id Ar Rasyid.

32. Riwayat yang menyebutkan bahwa Malik bin Sinan radhiyallahu anhu (ayah Abu Sa’id Al Khudri) meminum darah yang menetes dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Uhud, menurut Adz Dzahabi sanadnya terputus.

33. Pernyataan Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat melihat Abu Dujanah yang menunjukkan sikap kesombongan dalam perang Uuud, “Sesungguhnya cara jalan seperti ini dibenci Allah kecuali dalam situasi seperti ini,” adalah tidak shahih. Di dalamnya terdapat rawi yang majhul dan sanadnya terputus.

34. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Mukhairiq adalah sebaik-baik orang Yahudi,” dimana ia ikut serta bersama kaum muslimin dalam perang Uhud hingga tewas. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan tanpa sanad, demikian pula oleh Ibnu Sa’ad dari Al Waqidi, namun ia adalah seorang yang matruk (ditinggalkan karena tertuduh dusta). 

35. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada perang Uhud, “Siapa yang sanggup melakukan seperti yang engkau lakukan wahai wahai Ummu Umarah?” Demikian pula keikutsertaannya dalam peperangan. Menurut Dr. Akram Al Umariy, isnadnya terputus.

36. Kisah Hindun binti Utbah yang memakan hati Hamzah radhiyallahu anhu setelah ia terbunuh juga tidak shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq secara mursal, dan diriwayatkan pula oleh Ahmad, namun didhaifkan sanadnya oleh Ibnu Katsir dan Al Albani.

37. Saran Salman Al Farisiy radhiyallahu anhu untuk menggali parit pada perang Khandaq atau Ahzab. Tidak sahih riwayat yang menyebutkan demikian, bahkan yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq adalah, bahwa ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar pasukan ahzab, maka Beliau memulai membuat parit.

38. Pernyataan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengatakan ‘Salman termasuk Ahlul Bait kami’ saat parit dibuat. Menurut Adz Dzahabi, sanadnya dha’if. Al Albani berkata, “Telah shahih secara mauquf dari Ali radhiyallahu anhu.”

39. Kisah dituduhnya Hassan bin Tsabit sebagai orang pengecut dalam perang Khandaq, dan tetapnya beliau bersama kaum wanita dan anak-anaknya di banteng. Riwayat ini sanadnya dha’if dan matannya munkar.

40. Penelantaran Nu’aim bin Mas’ud radhiyallahu anhu terhadap pasukan Ahzab saat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Telantarkan (mereka) untuk kami jika kamu sanggup.” Al Albani berkata, “Disebutkan oleh Ibnu Ishaq dengan tanpa isnad. zhahir riwayat Baihaqi menunjukkan bahwa siasat menelantarkan ini berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bukan dari Nu’aim radhiyallahu anhu.”

41.  Riwayat yang menyebutkan bahwa sebab dilakukan Bai’atur Ridhwan adalah berita yang tersebar bahwa Utsman bin Affan radhiyallahu anhu terbunuh. Menurut Al Albani, riwayatnya dha’if. Tidak diragukan lagi bahwa ketika itu Utsman berada di Mekkah, dan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memegang tangannya untuk membai’atnya lebih dulu.

42. Kisah tentang Ali radhiyallahu anhu menjadikan pintu Khaibar sebagai tamengnya saat tameng yang ada padanya jatuh, dan bahwa pintu itu tidak dapat diangkut oleh beberapa orang juga tidak sahih, akan tetapi keberanian Ali bin Abi Thalib sudah maklum.

43. Pernyataan manusia ketika itu ‘Wahai orang-orang yang melarikan diri!’ kepada pasukan yang pulang dari Mu’tah dan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membantahnya dengan mengatakan, “Mereka bukan orang-orang yang melarikan diri, bahkan sebagai orang-orang yang akan kembali menyerang”. Menurut Ibnu Katsir, bahwa dalam sanadnya terdapat gharib (hal yang asing). Al Albani menyatakan batil (riwayatnya).

44. Siasat Khalid bin Walid radhiyallahu anhu pada perang Mu’tah dengan menjadikan pasukan yang berada di sebelah kanan pindah ke sebelah kiri demikian sebaliknya yang di sebelah kiri pindah ke kanan, sedangkan pasukan yang berada di depan pindah ke belakang dan pasukan yang berada di belakang pindah ke depan. Ini juga riwayatnya tidak shahih. Al Waqidi meriwayatkannya sendiri, sedangkan dia matruk (ditinggalkan haditsnya karena tertuduh dusta).

45. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada saat fathu Makkah kepada penduduknya, “Pergilah! Kalian semua bebas.” Riwayatnya juga tidak sahih. Al Albani berkata, “Kisah ini tidak memiliki sanad yang sahih.”

46. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Ikrimah bin Abi Jahl, “Selamat datang seorang pengendara lagi sebagai muhajir (orang yang berhijrah),” saat ia datang dalam keadaan masuk Islam setelah Fathu Makkah. Tirmidzi berkata, “Isnadnya tidak shahih.”

47.   Perkataan, “Pergilah kalian! Putuskanlah lisannya dari (mengadu) kepadaku.” Yakni dengan memberikan tambahan pemberian kepadanya. Disebutkan, bahwa kalimat ini disampaikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Abbas bin Mirdas. Kisahnya ada dalam Shahih Muslim. Tetapi tentang perkataan ini Al Iraqi berkata, “Tidak ada dalam satu kitab (hadits) pun.”

48. Ucapan Shafwan radhiyallahu anhu saat mendapatkan ghanimah (hasil rampasan perang) perang Hunain, “Tidak ada yang merasa senang dengan hal ini kecuali nabi,” yang shahih adalah bahwa ia (Shafwan) berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senantiasa memberikan kepadaku sehingga Beliau menjadi orang yang paling aku cintai.”

49. KIsah usaha yang dilakukan Utsman bin Syaibah untuk membunuh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Hunain, menurut Adz Dzahabi riwayatnya sangat gharib.

50. Riwayat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melemparkan Manjenik kepada penduduk Thaif saat mereka dikepung juga tidak sahih. Az Zaila’i berkata, “Disebutkan oleh Tirmidzi secara mu’dhal (terputus dua rawi secara berurutan).

51. Datangnya ibu susu Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah perang Hunain, menurut Ibnu Katsir haditsnya gharib. Al Albani berkata, “Dhaíf.”

52. Syair Ka’ab bin Zuhair radhiyallahu anhu yang masyhur yang berbunyi ‘Baanat Su’aad…dst.” Al Iraqi berkata, “Kisah ini diriwayatkan kepada kami dari jalur-jalur yang tidak shahih. Ibnu Ishaq menyebutkannya dengan sanad yang terputus.”

53. Hadits yang menyebutkan ‘Semoga Allah merahmati Abu Dzar, ia berjalan seorang diri dan wafat seorang diri’ dimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengucapkannya ketika Abu Dzar berjumpa dengan pasukan kaum muslimin yang sedang menuju ke Tabuk. Hadits ini dinyatakan dha’if oleh Ibnu Hajar dan Al Albani.

54. Perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membakar masjid dhirar. Menurut Al Albani, kisah ini masyhur dalam kitab-kitab sirah, namun ia tidak melihat isnadnya shahih.

Lihat teks aslinya di sini: https://t.me/wawasan_muslim/9273

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Marwan Hadidi bin Musa

Khutbah Idul Adh-ha 1442 H/2021 M, Tema: Sikap Seorang Muslim Terhadap Musibah

Minggu, 18 Juli 2021

 

بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Idul Adh-ha

1442 H/2021 M

Sikap Seorang Muslim Terhadap Musibah

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :  

Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla atas nikmat-nikmat-Nya yang terus Dia limpahkan kepada kita. Di antara nikmat-nikmat itu, yang paling besarnya adalah nikmat beragama Islam dan nikmat dimudahkannya kita oleh Allah Azza wa Jalla untuk dapat menjalankan ajaran Islam, dimana dengan nikmat Islam dan mengamalkan ajarannya seseorang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat; di dunia memperoleh petunjuk dan di akhirat masuk ke dalam surga Allah yang luasnya seluas langit dan bumi.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang dengan diutusnya Beliau, Allah Azza wa Jalla mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan; dari gelapnya kufur kepada cahaya iman, dari gelapnya maksiat kepada cahaya taat, dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu pengetahuan, dan dari gelapnya kerusakan kepada cahaya kebaikan.

Abu Bakar bin ‘Ayyasy rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk bumi sedangkan mereka berada dalam kerusakan, maka Allah memperbaiki kondisi mereka dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, barang siapa yang mengajak untuk mengikuti selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang mengadakan kerusakan.”

Maka berbagai ideologi dan pemikiran yang bertentangan dengan Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah batil dan sebagai ajakan kepada kerusakan, seperti liberalisme, sosialisme, komunisme, pluralisme, kapitalisme, sekularisme, dan sebagainya. 

Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Pendapat sudah tidak dianggap lagi ketika berhadapan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Khatib berwasiat kepada diri khatib dan kepada hadirin sekalian untuk tetap bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, karena ia adalah solusi menghadapi problematika di dunia dan sebagai kunci meraih rezeki dan agar dimudahkan segala urusan, serta sebagai jalan untuk menggapai surga di akhirat kelak. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا-وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.--Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3)

Jika suatu negeri beriman dan bertakwa, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan keberkahan ke negeri tersebut, Dia berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al An’aam: 96)

Maka siapa saja yang ingin negerinya makmur dan mendapatkan keberkahan, jalannya adalah takwa.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di antara ajaran Islam pada tanggal 10 Dzulhijjah adalah melakukan shalat Idul Adh-ha dan berkurban, dimana hal ini merupakan bentuk syukur kita kepada Allah Azza wa Jalla yang telah mengaruniakan kepada kita nikmat yang banyak. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ- فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak[i].--Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah." (QS. Al Kautsar: 1-2)

Firman Allah, "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah " yakni dirikanlah shalat baik yang fardhu maupun yang sunah dengan ikhlas karena Tuhanmu. Termasuk shalat di sini adalah shalat Idul Adh-ha.

Demikian pula Allah memerintahkan kita berkurban dengan menyebut nama-Nya saja. Hal ini diperintahkan-Nya untuk menyelisihi kaum musyrikin yang beribadah kepada selain Allah dan menyembelih hewan atas nama selain-Nya.

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Kurban mengajarkan kepada kita agar selalu bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla ketika mendapatkan nikmat sekaligus bersabar ketika mendapatkan musibah. Inilah kelebihan orang mukmin sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam sampai takjub terhadapnya, Beliau bersabda,

«عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»

“Sungguh menakjubkan keadaan orang mukmin. Semua keadaannya baik baginya, dan itu hanya ada pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur, maka itu baik baginya, dan jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar, maka hal itu baik baginya.” (Hr. Muslim)

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di tahun ini dan tahun sebelumnya (1441-1442 H atau 2020-2021 M)  wabah yang disebut corona atau covid 19 masih terus tersebar di sekitar kita, banyak saudara-saudara kita yang wafat karenanya, dan oleh karenanya kegiatan-kegiatan kita menjadi terhambat di samping imbasnya mengena ke berbagai sisi termasuk ekonomi, dimana banyak saudara-saudara kita yang kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan. Ini juga merupakan musibah. Allah Azza wa Jalla dalam Al Qur’an menerangkan beragamnya bentuk musibah, Dia berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ - الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ - أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.-- orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.)--Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. Al Baqarah: 155-157)

Di ayat ini pula Allah menerangkan sikap yang harus kita lakukan ketika mendapatkan musibah, yaitu bersabar sekaligus menerangkan ciri orang-orang yang sabar.

Dan hari ini kita berada pada hari yang paling agung di sisi Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَعْظَمَ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ

“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah Tabaaraka wa Ta’aala adalah hari nahar (Idul Adh-ha), lalu hari qar (setelah hari nahar).” (HR. Ahmad,  Abu Dawud, dan Hakim, dishahihkan oleh Hakim dan Al Albani, Shahihul Jami’ no. 1064).

Di hari ini kita disyariatkan berkurban, maka berbagilah kepada saudara kita yang kekurangan.

Kita juga hendaknya banyak bertakbir. Oleh karenanya,  kita disyariatkan melakukan takbir pada hari raya Idul Adh-ha dimulai dari subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga akhir hari tasyriq. Itu adalah takbir muqayyad; takbir yang kita baca seusai shalat setelah beristighfar tiga kali dan mengucapkan Allahumma antas salam wa minkas salam tabaarakta yaa dzal Jalalil wal Ikram, di samping kita baca juga secara mutlak. Lafaz takbirnya di antaranya,

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَ اللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ.

Artinya, “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, untuk-Nyalah segala puji.” (Ini adalah takbir Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)

Tidak mengapa takbirnya tiga kali berdasarkan riwayat Baihaqi dari Yahya bin Sa'id dari Al Hakam yaitu Ibnu Farwah Abu Bakkaar dari 'Ikrimah dari Ibnu Abbas (lihat Al Irwaa’ karya Syaikh Al Albani).

Imam Ahmad pernah ditanya, “Berdasarkan hadits apa anda berpendapat bahwa takbir diucapkan setelah shalat Subuh hari ‘Arafah sampai akhir hari tasyriq?” Ia menjawab, “Berdasarkan ijma’; yaitu dari Umar, Ali, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhum.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab, “Segala puji bagi Allah. Pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah hendaknya takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq (tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Hal ini merupakan kesepakatan para imam yang empat.” (Majmu Al -Fatawa 24/220)

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Musibah kematian yang menimpa orang-orang di sekeliling kita hendaknya mengingatkan kita bahwa kita akan meninggalkan dunia ini. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

“Sesungguhnya engkau akan mati, dan mereka juga akan mati.” (Qs. Az Zumar: 30)

Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata, “Setiap hari dikatakan ‘Telah meniggal dunia si fulan’ dan ‘Telah meniggal dunia si fulan’, dan akan tiba hari dimana di situ dikatakan ‘Telah meninggal dunia si Umar.”

Maka sudahkah kita mempersiapkan bekal? Dan tidak ada bekal untuk perjalanan yang panjang, yakni perjalanan setelah kematian yang lebih baik daripada takwa. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Berbekallah. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.” (Qs. Al Baqarah: 197)

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di akhir-akhir ini kita juga sering mendengar berita kematian seseorang secara tiba-tiba padahal sebelumnya dia tampak sehat dan masih muda. Terkait hal ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«مِنِ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ يُرَى الْهِلاَلُ قَبَلاً فَيُقَالِ: لِلَيْلَتَيْنِ وَأَنْ تُتَّخَذَ الْمَسَاجِدُ طُرُقًا وَأَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفَجْأَةِ»

 “Di antara tanda dekatnya hari Kiamat adalah hilal (bulan sabit tanggal satu) terlihat sangat jelas sehingga dikatakan sebagai tanggal dua, dijadikan masjid sebagai jalan-jalan (sekedar dilewati tidak dilakukan shalat tahiyyatul masjid atau beribadah di sana), dan munculnya kematian mendadak.” (Hr. Thabrani dalam Al Awsath dari Anas, Adh Dhiya, dan dinyatakan hasan oleh Al Albani Ar Raudhun Nadhir no. 107, Ash Shahihah no. 2292, dan Shahihul Jami no. 5899)

Abdullah bin Mas’ud dan Aisyah radhiyallahu anhuma berkata,

مَوْتُ الْفَجْأَةِ رَأْفَةٌ بِالْمُؤْمِنِ وَأَسَفٌ عَلَى اْلفَاجِرِ

“Kematian mendadak merupakan kasih saying Allah terhadap orang mukmin dan kemurkaan-Nya kepada orang fasik (sehingga ia tidak sempat bertobat).”(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf. Dalam riwayat lain ‘raahatun lil mu’min’ (istirahat bagi orang mukmin) diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Al Kubra).

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Kita harus yakin bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini adalah atas kehendak Allah. Dia berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (Qs. At Taghabun: 11)

Demikian pula bahwa musibah yang menimpa ini disebabkan dosa-dosa kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Qs. Asy Syuuraa: 30)

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Di antara penyebab datangnya musibah adalah karena kemaksiatan yang merajalela di sebuah tempat namun tidak diingkari. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

" إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوْهُ بِيَدِهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ "

“Sesungguhnya manusia ketika melihat orang yang berbuat zalim (kemaksiatan) namun mereka tidak mencegahnya, maka hampir saja Allah segera menimpakan hukuman-Nya kepada mereka secara merata.” (Hr. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Thahawi dalam Musykilul Atsar, Adh Dhiya dalam Al Ahadits Al Mukhtarah, Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1564)

Hadits ini mengingatkan kita agar melakukan amar makruf dan nahi munkar yang kini telah ditinggalkan agar negeri kita tidak mendapatkan teguran. Kita lihat orang-orang banyak yang meremehkan shalat, namun tidak diingatkan. Kita lihat wanita-wanita memamerkan aurat namun tidak diingkari, kita lihat manusia bermuamalah secara ribawi namun didiamkan, kita lihat manusia melakukan berbagai kemaksiatan namun malah didiamkan. Inilah penyebab datangnya musibah, maka marilah bersama-sama melakukan amar makruf dan nahi munkar sesuai kemampuan.   

Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat

Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!

Musibah juga merupakan peringatan dari-Nya dan agar kita kembali kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali.” (Qs. Al A’raaf: 168)

وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (Qs. Al Israa: 59)

Maksud ‘tanda’ di ayat ini adalah berbagai peristiwa yang mengerikan seperti gempa bumi, angin kencang, terangnya suasana di malam hari, gelapnya suasana di siang hari, halilintar yang keras, gerhana matahari atau bulan, hujan tidak kunjung henti, banyaknya kematian di sana-sini dan peristiwa lainnya yang mengkhawatirkan.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Kalau tidak karena cobaan dan musibah dunia, niscaya manusia terkena penyakit kesombongan, ujub (bangga diri) dan kerasnya hati. Padahal sifat-sifat ini merupakan kehancuran baginya di dunia maupun akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang manusia tertimpa musibah yang menjadi pelindung baginya dari penyakit-penyakit hati dan menjaga kebersihan ibadahnya. Mahasuci Allah Yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian."

Inilah sikap yang seharusnya kita lakukan saat musibah datang, yaitu kembali kepada Allah Azza wa Jallla, bukan malah menjauh dari-Nya; kembali memakmurkan masjid-Nya, bukan malah mengosongkan masjid-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman,

فَلَوْلَا إِذْ جَاءَهُمْ بَأْسُنَا تَضَرَّعُوا وَلَكِنْ قَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan npun menampakkan kepada mereka bagusnya apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. Al An’aam: 43)

Lihatlah kaum Nabi Yunus, saat mereka kembali kepada Allah Azza wa Jalla; maka Allah angkat musibah yang seharusnya menimpa mereka. Allah Ta’ala berfirman,

فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Ketika mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (Qs. Yunus: 98)

Yang demikian karena kita tidak dapat meloloskan diri dari hukuman Allah Azza wa Jalla kecuali dengan kembali kepada-Nya, beristighfar dan bertobat kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya; bukan malah menjauh dari-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan Allah tidak pula akan mengazab mereka sedangkan mereka meminta ampun.” (Qs. Al Anfaal: 33)

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ath Thayyibi berkata, “Mereka diperintahkan menghindarkan bala musibah dengan berdzikir, berdoa, shalat, dan sedekah.”

Kita meminta kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang selalu kembali kepada-Nya, mengisi hidup ini dengan beribadah kepada-Nya, dan tetap istiqamah di atas agama-Nya sampai kita menghadap-Nya.

Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, aamiin.

هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Marwan bin Musa

Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com/

Telegram: http://t.me/wawasan_muslim


[i] Al Kautsar bisa juga artinya sebuah sungai di surga yang diperuntukkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger